Anda di halaman 1dari 13

1

PENGARUH PERENDAMAN BIJI KEDELAI (Glycine max, L. Merr) DALAM


MEDIA PERASAN KULIT NANAS (Ananas comosus (Linn.) Merrill)
TERHADAP KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN TEMPE

Ima Nurani
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman,
Samarinda, Kalimantan Timur.
Nurani28@gmail.com


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman biji
kedelai (Glycine max, L. Merr) dalam media perasan kulit nanas (Ananas
comosus (Linn.) Merrill) terhadap kadar protein pada pembuatan tempe.
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan di Laboratorium Tanah, Pusat Studi
Reboisasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mulawarman
Samarinda dengan menggunakan Metode Kjehldahl untuk menentukan kadar
protein.Teknik Analisis penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan empat perlakuan (termasuk kontrol) yang diulang sebanyak 6 kali.
Masing-masing perlakuan yaitu Perendaman biji kedelai dalam air perasan kulit
nanas selama 6 jam (kontrol), 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam.
Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian satu arah
(annava) dan dilanjutkan dengan uji BNT 5 % dan 1 %. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein tempe untuk masing-masing
perlakuan berturut-turut adalah 22,73 % untuk perendaman 6 jam, 18,93 % untuk
perendaman 6,5 jam, 17,61 % untuk perendaman 7 jam, dan 15,91 % untuk
perendaman 7,5 jam. Dari analisis data memberikan hasil F hitung (9,34) > F
tabel taraf signifikan 1% (4,94) > F tabel taraf signifikan 5 % (3,10) yang berarti
H
0
ditolak dan H
a
diterima. Sehingga perendaman biji kedelai dalam media
perasan kulit nanas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar
protein pada pembuatan tempe. Dari hasil uji lanjut BNT 5 % maupun BNT 1 %
diperoleh hasil Perendaman 6 jam merupakan perlakuan terbaik pada penelitian
ini.

Kata kunci : kulit nanas, kadar protein, tempe.

PENDAHULUAN

Wilayah Kalimantan yang sebagian besar tanahnya merupakan tanah
gambut berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah agribisnis holtikultura.
Salah satunya adalah budidaya nanas. Nanas adalah buah tropis dengan daging
buah berwarna kuning memiliki kandungan air 90% dan kaya akan Kalium,
2

Kalsium, Iodium, Sulfur, dan Khlor. Selain itu nanas juga kaya akan Asam, Biotin,
Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin (Warintek, 2005).
Menurut Raina (2011), buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan
lengkap, seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Menurut
Rulianah dalam Affhandy (2011) Satu buah nanas hanya 53% bagian saja
yang dapat dikonsumsi, sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah,
sehingga limbah kulit nanas makin lama makin menumpuk dan umumnya
hanya dibuang sebagai sampah . Kulit nanas yang selama ini dibuang dan
tidak dimanfaatkan, diduga mengandung asam asetat yang cukup tinggi.
Dalam pembuatan tempe sering kali para pengrajin tempe memanfaatkan
asam asetat sintetik seperti cuka untuk membantu menurunkan pH (derajat
keasaman), agar proses fermentasi berlangsung dengan baik. Dikutip dari
Wikipedia (2013), Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya.
Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat berbahaya bagi manusia
maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan,
dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.
Saat ini tempe menjadi lauk pauk yang populer, murah dan gurih serta
kaya gizi sehingga banyak disukai. Gizi pada tempe terutama protein, yakni
sumber pembangun tubuh yang berfungsi antara lain sebagai sumber energi,
pembentuk enzim dan hormon, antibodi dan komponen struktural tubuh.
(Cahyadi, 2007).
Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang
cukup lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu
minimal 24 jam dan maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena
proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu
3

dengan kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam
(4-5) (Widayati, 2002).
Derajat keasaman (pH) akan memudahkan jamur tempe (ragi) untuk
melakukan metabolisme, antara lain mengeluarkan enzim, pembentukan spora
hingga terbentuknya miselium sebagai perekat butiran-butiran kedelai menjadi
tempe. Namun selama ini penurunan pH pada saat perendaman biji kedelai
hanya menggunakan air biasa sehingga pH asam yang diperoleh tidak optimal
yaitu hanya berkisar 6,5 sampai dengan 5. Penambahan asam asetat sintetik
tidak membuat penurunan pH berlangsung optimal. Lamanya perendaman biji
kedelai untuk menurunkan pH dan berlangsungnya fermentasi yang lama akan
menghambat produktivitas tempe. Secara ekonomis, lambannya produktivitas ini
tentu akan mengurangi penghasilan para pengrajin tempe.
Pada tahun 2011 Affandhy, dkk telah melakukan penelitian untuk
memanfaatkan kulit nanas yang mengandung asam asetat cukup tinggi sebagai
media perendaman biji kedelai. Hasil penelitian menunjukkan asam asetat dari
kulit nanas membantu mempercepat penurunan pH sehingga proses fermentasi
dalam pembuatan tempe berjalan lebih cepat.
Namun, pada dasarnya belum ada penelitian lebih lanjut apakah
pembuatan tempe dengan pemanfaatan kulit nanas sebagai media perendaman
biji kedelai mempengaruhi kadar protein pada tempe biji kedelai. Mengingat
kondisi asam yang diciptakan pada saat perendaman dapat mempengaruhi
molekul protein yang mudah mengalami denaturasi. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Murray (2003) Protein dapat mempertahankan kesesuaian
bentuknya asalkan lingkungan fisik dan kimianya dipertahankan. Jika lingkungan
berubah maka, protein dapat terurai atau mengalami perubahan sifat
(denaturasi).
4

Kesesuaian bentuk protein bergantung pada ikatan hidrogen, yang lemah
dan sangat sensitif terhadap perubahan pH dan suhu. Paparan singkat pada
suhu yang tinggi (diatas 60
o
C) atau paparan pada asam atau basa kuat dalam
periode waktu yang lama akan menyebabkan denaturasi karena ikatan hidrogen
ruptur (Murray, 2003).
Wirahadikusumah, (2006) juga menyatakan struktur ion protein
tergantung pada pH lingkungannya. Struktur protein terdiri dari beberapa asam
amino, dimana asam amino ini dapat bertindak sebagai ion positif, ion negatif
atau berdwikutub (zwitter ion). Bentuk ion dwikutub merupakan bentuk tak
berdisosiasi. Disamping itu, pH yang rendah dan tinggi dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi dan merubah struktur dari protein.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Tanah, Pusat
Studi Reboisasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mulawarman.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen Rancangan penelitian ini adalah
penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana menggunakan 4 perlakuan
dan 6 kali pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama perendaman
pada proses pembuatan biji kedelai dengan media perasan kulit nanas yakni 6
jam sebagai kontrol, 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Perlakuan diulang sebanyak 6
kali.
Parameter yang diteliti dalam penelitian ini adalah kadar protein tempe biji
kedelai. Penentuan kadar protein diujikan kepada sampel tempe dengan berat
sampel sebanyak 0,50 gram. Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan dan 6 kali
pengulangan sehingga diperoleh 24 sampel. Dari 24 sampel tersebut kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode Kjehldahl untuk menentukan kadar
proteinnya. Setelah didapatkan hasil kadar protein, data yang diperoleh dari
5

penelitian dan perhitungan kemudian dimasukkan ke dalam tabel perlakuan dan
ulangan dan dianalisis secara statistik berdasarkan analisis varian (ANAVA),
kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf signifikan
5% maupun 1%.
Alat dan bahan yang digunakan untuk proses pembuatan tempe antara
lain blender, kompor, pisau, saringan, wadah, panci, tampah, kantong plastik
ukuran Kg, pH meter, timbangan gelas ukur, 1 kg biji kedelai, 350 gr kulit
nanas, 700 ml air bersih dan ragi tempe. Sedangkan untuk analisis kadar protein
digunakan alat-alat laboratorium dan bahan-bahan seperti; Batang pengaduk,
labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, buret, erlenmeyer, neraca analitik digital, labu
kjehldahl, tabung reaksi, lemari asam, neraca, statif, klem, spatula, Sampel
tempe, aquades, asam borat, asam sulfat (H
2
SO
4
), metil merah, selenium,
natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam borat (H
3
BO
3
) dan
indicator conway.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya pembuatan
perasan kulit nanas, pembuatan tempe kedelai dan penentuan kadar protein
dengan menggunakan metode kjehldahl. Dari sebanyak 350 gram kulit nanas
dan penambahan air sebanyak 700 ml didapatkan air perasan kulit nanas
sebanyak 600 ml. Dari 600 ml air perasan kulit nanas ini dibagi menjadi 4
sehingga diberikan 150 ml untuk perlakuan 6 jam (kontrol), 6,5 jam, 7 jam dan
7,5 jam . Acuan penelitian ini didasarkan pada penelitian Affandhy (2011) yang
terbukti berhasil memanfaatkan perasan kulit nanas untuk digunakan pada
proses perendaman pada pembuatan tempe. Perbandingan kulit nanas dan air
sebesar 1 : 2 dan perlakuan terbaik pada perendaman 6 jam.
Proses pembuatan tempe meliputi tahap-tahap seperti tahapan proses
pembuatan tempe pada umumnya yaitu meliputi proses penyortiran, pencucian,
6

perendaman, perebusan, pengupasan kulit biji, pencucian, pengukusan,
penirisan, pemberian ragi dan pembungkusan. Yang membedakan adalah pada
tahap perendamannya yang menggunakan air perasan kulit nanas yang
direndam dengan waktu yang berbeda-beda dan lebih singkat jika dibanding
dengan tempe yang direndam dengan air biasa yang membutuhkan waktu
sekitar 12-24 jam dan memakan waktu relatif lebih lama.
Setelah difermentasikan selama 32 jam tempe siap dianalisis. Penentuan
kadar protein dengan metode kjehldahl meliputi tiga tahap yaitu tahap destruksi,
destilasi dan titrasi. Pada metode kjehldahl pada dasarnya adalah untuk mencari
kadar nitrogen pada sampel terlebih dahulu (N total). N total yang diperoleh dari
volume titrat yang tersisa pada tahapan terakhir yaitu titrasi dicatat dan dihitung
dengan rumus:
% N =

()

%N adalah total nitrogen yang kemudian dikalikan dengan faktor konversi
Kadar protein = %N x 6,25
Keterangan: Faktor konversi untuk tempe kedelai adalah sebesar 6,25.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan waktu perendaman yang berbeda-beda untuk menghasilkan
tingkat derajat keasaman (pH) yang berbeda-beda pada objek penelitian.
Sebelum dilakukan perendaman diperoleh derajat keasaman (pH) sebesar 5
pada perasan kulit nanas. Setelah dilakukan perendaman terdapat perbedaan
tingkat derajat keasaman (pH) yang cenderung mengalami penurunan
berbanding lurus dengan pertambahan waktu. Pada perendaman 6 jam
didapatkan pH sebesar 4,64, perendaman 6,5 jam sebesar 4,48, perendaman 7
jam sebesar 4,27 dan pada perendaman 7,5 jam sebesar 4,12. Perbedaan pH ini
memberikan hasil rata-rata kadar protein yang berbeda-beda. Hasil penelitian
7

0
5
10
15
20
25
6 jam 6,5 jam 7 jam
7,5 jam
22.73
18.93
17.61
15.91
N
i
l
a
i

R
a
t
a
-
r
a
t
a

K
a
d
a
r

P
r
o
t
e
i
n

Waktu Perendaman
Hasil Nilai Rata-rata Kadar Protein
rata-rata kadar protein tempe biji kedelai dengan perendaman perasan kulit
nanas dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penelitian Kadar Protein (%) Per 0,50 gram Tempe Biji Kedelai
Dengan Perendaman Perasan Kulit Nanas.
Perlakuan
Pengulangan Total
Perlakuan
Rata-
rata 1 2 3 4 5 6
6 jam 26,78 22,23 21,53 16,89 22,93 25,99 136,35 22,73
6,5 jam 18,04 17,40 19,46 20,65 18,74 19,29 113,58 18,93
7 jam 18,04 16,71 16,00 18,99 19,08 16,84 105,66 17,61
7,5 jam 13,14 16,63 13,30 18,01 19,13 15,24 95,45 15,91
Total
Kelompok
76,00 72,97 70,29 74,54 79,88 77,36 451,04
Sumber : Hasil Penelitian (2014)

Dari data pada tabel di atas diperoleh hasil perendaman selama 6 jam
memberikan rata-rata kadar protein sebesar 22,73 %, perendaman selama 6,5
jam sebesar 18,93 %, perendaman selama 7 jam sebesar 17,61 % dan
perendaman selama 7,5 jam sebesar 15,91 %. Perbedaan hasil pada masing-
masing perlakuan dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Gambar 1. Grafik Pengaruh Perendaman Biji Kedelai Dalam Media Perasan
Kulit Nanas Terhadap Kadar Protein Tempe.










8

Dari diagram di atas menunjukkan bahwa semakin lama perendaman biji
kedelai dalam perasan kulit nanas, maka kadar protein pada tempe yang
dihasilkan semakin berkurang. Kadar protein tempe semakin menurun
berbanding terbalik dengan bertambahnya waktu perendaman. Kadar protein
tertinggi ditunjukkan oleh hasil perendaman selama 6 jam yaitu sebesar 22,73%.
Sedangkan kadar protein paling rendah ditunjukkan oleh hasil perendaman
selama 7,5 jam yaitu sebesar 15,91%.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis varian
satu arah (ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Berikut
data yang diperoleh dari hasil analisis varian satu arah dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Untuk Pengaruh Perendaman Perasan Kulit
Nanas Terhadap Kadar Protein Tempe.

Sumber
Variasi

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

F
hitung

F
tabel
5 % 1 %
Perlakuan 3 151,20 50,40 9,34
**
3,10 4,94
Galat/sisa 20 107,88 5,39
Total 23 259,08
Keterangan : *: berpengaruh nyata ( Ft 1% > F hitung > Ft 5% )
** : berpengaruh sangat nyata ( F hitung > Ft 1% > Ft 5% )
ns : tidak berpengaruh nyata (F hitung < Ft 1% < Ft 5%)

Dari data tersebut diperoleh bahwa F hitung 9,34 lebih besar dari F tabel
taraf signifikan 1 % yaitu 4,94 dan taraf signifikan 5 % yaitu 3,10 dengan
demikian dapat diketahui bahwa ada pengaruh perendaman biji kedelai dalam
media perasan kulit nanas terhadap kadar protein pada pembuatan tempe.
Selanjutnya dilakukan uji BNT untuk mengetahui tingkat perbedaan yang
nyata dari masing-masing perlakuan dan hasil perhitungan sebagai berikut;


9

Tabel 3. Uji Lanjut BNT Kadar Protein Tempe Kedelai Dengan Perendaman
Dalam Perasan Kulit Nanas.
Perlakuan Rerata
Berbeda Dengan BNT
6 jam

6,5 jam

7 jam

7,5 jam

5% 1%
22,73 18,93 17,61 15,91
6 jam 22,73 0
ns
3,8
**
5,12
**
6,82
**
2,31 3,38
6,5 jam 18,93 -3,8
ns
0
ns
1,32
ns
3,02
*

7 jam 17,61 -5,12
ns
-1,32
ns
0
ns
1,7
ns

7,5 jam 15,91 -6,82
ns
-3,02
ns
-1,7
ns
0
ns

Keterangan : *: berbeda nyata ( selisih > Ft 5% )
** : berbeda sangat nyata ( selisih > Ft 1% > Ft 5% )
ns : tidak berbeda nyata (selisih < Ft 1% < Ft 5%)
Berdasarkan hasil Uji BNT pada taraf signifikansi 5 % maupun 1 % menunjukkan
bahwa perlakuan 6 jam

berbeda sangat nyata terhadap perlakuan 6,5 jam, 7 jam
maupun 7,5 jam. Perlakuan 6,5 jam juga menunjukkan perbedaan nyata
terhadap perlakuan 7,5 jam.

Berdasarkan hasil perhitungan data terdapat perbedaan dan penurunan
kadar protein dari keempat perlakuan perendaman dalam perasan kulit nanas
dengan waktu perendaman yang berbeda. Untuk perendaman selama 6 jam atau
kontrol, rata-rata kadar proteinnya adalah 22,73 %, perendaman selama 6,5 jam
sebesar 18,93 %, perendaman selama 7 jam sebesar 17,61 % dan perendaman
selama 7,5 jam sebesar 15,91 %.
Kadar protein menunjukkan adanya penurunan sejalan dengan
pertambahan waktu pada perendaman. Bila diperhatikan dari hasil perhitungan
kadar protein yang dihasilkan dengan perbedaan waktu perendaman sangat
berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar protein tempe. Dari hasil tersebut
dapat terlihat tempe dengan perendaman selama 6 jam dalam air perasan kulit
nanas atau kontrol memiliki kadar protein yang paling tinggi jika dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Perbedaan kadar protein ini disebabkan karena pada
saat perendaman terjadi pertumbuhan bakteri asam laktat yang dapat
10

menurunkan tingkat derajat keasaman (pH) sehingga bersifat menjadi lebih
asam. Jadi semakin lama waktu perendaman, tingkat keasaman semakin tinggi
dan kadar protein tempe semakin menurun.
Menurunnya kadar protein pada tempe ini disebut dengan denaturasi
protein. Menurut Andarwulan (2011), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi protein yaitu suhu tinggi, perubahan pH yang ekstrim,
pelarut organik, zat kimia tertentu atau pengaruh mekanin (guncangan).
Pendapat ini juga dikemukakan oleh Winarno (2004), menurutnya denaturasi
dapat diartikan sebagai satu perubahan atau modifikasi terhadap struktur
molekul protein. Perubahan struktur protein biasanya menyebabkan perubahan
sifat fisika-kimia protein.
Menurut Sudarmadji (2000) penurunan kadar protein pada bahan
makanan akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebihan termasuk
pada kadar protein tempe ini. Hal ini disebabkan karena ion positif asam yang
semula bermuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif sehingga
menyebabkan penurunannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman
larutan protein dari titik isoelektriknya, maka penurunannya akan semakin
bertambah.
Untuk mempermudah penelitian, dilakukan uji pendahuluan untuk
menghitung kadar protein pada tempe biji kedelai yang direndam dengan
menggunakan air biasa selama 12 jam dengan berat sampel 0,50 gram. Dari
penelitian awal ini didapatkan kadar protein sampel sebesar 14,17 %.
Pada saat perendaman selain terjadinya penurunan pH juga terjadi
peningkatan kadar air pada biji kedelai. Menurut Anglemier dan Montgomery
(1976), semakin menurunnya kadar protein dengan semakin lamanya
perendaman disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen
11

protein terlarut dalam air. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan
lunaknya struktur biji kedelai sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur
selnya sehingga kadar air biji kedelai semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada
hasil uji pendahuluan pada tempe yang direndam dalam air biasa selama 12 jam
yang memberikan rata-rata kadar protein sebesar 14,17 % yang apa bila
dibandingkan dengan tempe yang diberi perlakuan perendaman dalam perasan
kulit nanas selama 6 jam hingga 7,5 jam yakni berkisar dari 22,73 % hingga
15,91 % relatif memiliki nilai kadar protein yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
karena penurunan pH selama perendaman semakin bertambah seiring
pertambahan waktu. Proses perendaman memberikan kesempatan pertumbuhan
bakteri asam laktat, sehingga proses pengasaman berlangsung sebagai akibat
aktivitas bakteri asam laktat tersebut. Semakin lama waktu perendaman, maka
semakin tinggi nilai keasaman atau penurunan pH sehingga terjadi penurunan
kadar protein tempe.
Apabila dibandingkan secara visual tempe kedelai dari semua perlakuan
tidak terdapat adanya perbedaan. Mengingat selisih lamanya waktu perendaman
atau penambahan waktu setiap perlakuan hanya sebesar 0,5 jam atau 30 menit.
Tekstur tempe yang dihasilkan lembut dan padat selain itu aroma nanas yang
khas menambah cita rasa tempe kedelai yang dihasilkan sehingga rasanya lebih
enak dibandingkan dengan tempe kedelai yang direndam dengan air biasa
selama 12 jam pada uji pendahuluan.
Berdasarkan analisis sidik ragam kadar protein tempe kedelai
memberikan hasil F hitung (9,34) lebih besar nilainya dari F tabel baik pada taraf
signifikan 5% (3,10) pada taraf signifikan 1% (4,94) sehingga H
0
ditolak dan H
a

diterima. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada pengaruh perendaman
12

biji kedelai dalam media perasan kulit nanas terhadap kadar protein pada
pembuatan tempe.
Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk setiap perlakuan,
memberikan hasil perlakuan 6 jam memberikan perb edaan sangat nyata bila
dibandingkan dengan perlakuan 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Walaupun perlakuan
6,5 jam juga memberikan perbedaan nyata terhadap perlakuan 7,5 jam, Tapi
perlakuan 6 jam lebih memberikan hasil yang lebih signifikan karena hasil selisih
lebih besar dari nilai BNT baik pada taraf signifikan 5 % maupun 1%. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik adalah perendaman biji
kedelai dalam media perasan kulit nanas selama 6 jam.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data serta pembahasan yang
telah penulis lakukan pada penelitian pengaruh perendaman biji kedelai (Glycine
max L. Merr) dalam media perasan kulit nanas (Ananas comosus (Linn.) Merrill)
terhadap kadar protein pada pembuatan tempe, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut: (1) Ada pengaruh perendaman biji kedelai dalam media
perasan kulit nanas terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Semakin
lama waktu perendaman biji kedelai maka semakin rendah kadar protein tempe
atau terjadi penurunan kadar protein tempe; dan (2) Waktu perendaman biji
kedelai dalam media perasan kulit nanas terbaik terhadap kadar protein tempe
adalah 6 jam dengan nilai rata-rata kadar protein tertinggi, yakni 22,73 %.








13

DAFTAR RUJUKAN
Affandhy, Lutfi R, dkk. 2011. Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L.
Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn)
Merril) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe. (online)
http://sman2 mojokerto.com/ userfiles/file/limbah %20 nanas_lutvi%
20dkk.pdf Diakses 28 Oktober 2013.
Andarwulan, N., dkk. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : Dian Rakyat.
Anglemier, A.E. dan M. W. Montgomery. 1976. Amino Acids Peptides and
Protein. New York: Mercil Decker Inc.

Cahyadi, Wisnu. 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai. Jakarta: Bumi Aksara..
Hidayat, N., dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Murray, Robert K. et al. 2003. Biokimia Harper Edisi 27. Terjemahan oleh Andry
Hartono. 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kedokeran (EGC).
Raina, M. H. 2011. Ensiklopedia Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Yogyakarta:
Absolut.

Sudarmadji, S. Dkk. 2000. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Yokyakarta: Liberty.

Warintek. 2005. Teknologi Tepat Guna Budidaya Pertanian Nanas (Ananas
comosus).http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2a17
Diakses 20 November 2013.

Widayati. 2002. Fermentasi Tempe. Jakarta: Bumi Aksara.
Wikipedia. 2013. Asam Asetat http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat 2013
diakses 08 Desember 2013.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia (Protein, Enzim, Asam Nukleat). Bandung:
ITB.

Anda mungkin juga menyukai