Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan
kedua bola mata karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol
neuromuskuler gerakan okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional,
atau kombinasi Dari ketiganya.

B. Etiologi
Strabismus disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara otot-otot mata.
Hal ini dapat terjadi berkaitan dengan

:
Masalah ketidakseimbangan, atau trauma pada otot-otot penggerak mata
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
Kelainan saraf

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan Status Fusional

a. Foria : deviasi laten di mana selalu terdapat reflek fusi .
b. Tropia Intermiten: deviasi di mana reflek fusi hanya ada pada beberapa
waktu.
c. Tropia: deviasi manifes di mana tidak terdapat reflek fusi.
2. Berdasarkan variasi deviasi dengan mata terfiksasi

2
a. Non Paralitik (concomitant): sudut deviasi sama ke semua arah penglihatan
dan tidak berhubungan dengan terbatasnya pergerakan bola mata.
b. Paralitik (noncomitant): sudut deviasi tidak sama ke semua arah, bertambah
besar bila melihat kearah otot yang parese dan berkurang bila melihat ke
arah yang berlawanan dengan otot yang parese.
3. Berdasarkan fiksasi

a. Alternating: pergantian fiksasi secara spontan dari mata yang satu ke mata
yang lainnya.
b. Monokular: preferensi fiksasi pada satu mata tertentu.
4. Berdasarkan onset usia

a. Kongenital : deviasi ditemukan sebelum usia 6 bulan, dapat
berhubungan dengan defek yang ada saat lahir; penggunaan istilah infantil
lebih tepat diginakan.
b. Didapat : deviasi dengan onset yang lebih lambat, setelah periode
perkembangan penglihatan normal.
5. Berdasarkan jenis deviasi

a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
Esotropia
Eksotropia
Penyebab eksotropia dapat akibat herediter, inervasi atau pun
anatomi (kelainan rongga orbita, misalnya pada penyakit Crouzon).
- Intermiten, merupakan jenis yang paling sering ditemui. Eksodeviasi
pada pasien ini dikontrol secara intermitten oleh mekanisme fusi,
3
sehingga deviasinya terjadi secara intermitten dan kelainan ini sering
disadari setelah berusia 6 bulan.
- Konstan, sering ditemui pada pasien lebih tua dengan eksotropia
sensorik atau eksotropia intermiten dekompensasi
b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi

D. Diagnosis
Anamnesis
Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat
membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan
strabismus. Dalam hal ini perlu ditanyakan :
a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal
dominan.
b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya
strabismus makin jelek prognosisnya.
c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan
penyakit sistemik.
d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana
penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien
menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu
dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap
saat?
e. Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?
4
Inspeksi
Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan
atau hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap
(nonalternan),dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus
diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat
fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya nistagmus
menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya menurun.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk
membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa
sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui
kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, yang
bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa memfiksasi
atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil mungkin disesuaikan
dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup satu
mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak
melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa
perlawanan.
Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-
jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji
kuantitatif paling awal yang dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-
2 tahun). Pada umur 2 - 3 tahun anak sudah mampu mengenali dan
mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen). Umumnya anak umur 3
5
tahun sudah bisa melakukan permainan E (E-game) yaitu dengan kata
snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak
menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.
Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan
dengan metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking method),
yang didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan
yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang seragam.

Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik
adalah sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna
adalah atropine. Bisa diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5
% atau 1 % beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine
pada anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya
berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran sekolah.
Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2
% dan hasilnya baik.

Menentukan Besar Sudut Deviasi
A. Uji Prisma dan Penutupan
Uji penutupan (cover test)
Uji membuka penutup (uncover test)
Uji penutup berselang seling (alternate cover test)
6
Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan
kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total
(heterotropia dan heteroforia)
Uji penutupan plus prisma
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma
dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau
kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji
penutup berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi
penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma
dengan kekuatan base out yang semakin tinggi didepan salah satu
atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh
mata yang deviasi.

B. Uji Objektif
Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan
laporanlaporan pengamatan sensorik Dari pasien. Namun diperlukan
kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat
subjektif, Karena nilai akhir pelaporan berdasarkan laporan pengamatan
sensorik pasien.
Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak
kooperatif, mungkin tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan
klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien
(uji objektif) jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih
bermanfaat.
7
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada
pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :
1. Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat
pantulan cahaya pada kedua kornea mata.
1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15
3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka
deviasinya 30
4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45
2. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)
Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma
ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan
agar refleksi kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil
menunjukkan besarnya sudut deviasi.

Duksi (rotasi monokular)
Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang
digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi
dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau
karena kelainan mekanik anatomik.



8
Versi (gerakan Konjugasi Okular)
Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya
pada jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis primer lurus kedepan;
sekunder kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan tersier keatas dan
kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan
kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang
lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang
(underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap
bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus
pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-
lebih otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar
untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan
menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.

Pemeriksaan Sensorik
1) Uji stereopsis
Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan.
Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa
dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random
stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat
monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random
dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke
titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga
9
bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat
stereoskopis.
2) Uji supresi
Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang
pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau
didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan
merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda
untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa
dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan
bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina
yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa
dengan jarak dekat atau jauh.
3) Uji kelainan Korespondensi retina
Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :
1. dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak
tegak lurus didepannya
2. dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada
satu mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah
yang bersamaan.
4) Uji kaca beralur Bagolini
Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan
alur-alur halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan
didepan mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan
normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar
10
tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang
berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya
maka berarti ada kelainan korespondensi retina.

E. Penatalaksanaan Strabismus
Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang
hilang karena strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan
mempertahankan mata yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara
bedah maupun non bedah. Pada orang dewasa dengan strabismus akuisita,
tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki penglihatan binokular
tunggal.
Pengobatan non-bedah
a.Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata
yang ambliop
b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah
kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian
kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika
ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka esotropianya mungkin karena
hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif refraktif).

Pengobatan Bedah
Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi
pada berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan
dekat pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah
11
pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk
dekat.
Reseksi dan resesi Cara yang paling sederhana adalah
memperkuat dan memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara
yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran
tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit kembali
pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara
melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan
dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.
Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada
jarak yang telah ditentukan.














12
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan umur 26 tahun masuk bangsal mata RS
M.Djamil Padang tanggal 18 Januari 2013 dengan :
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kiri terlihat juling keluar sejak kecil.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata kiri terlihat juling keluar sejak kecil. Sejak kecil keluarga sudah
melihat mata kiri sering juling keluar, namun keluarga tidak pernah
membawa pasien berobat ke dokter.
Mata kiri hampir selalu lari ke luar, tidak ada waktu mata kiri dalam posisi
normal (konstan).
Keluhan gangguan penglihatan (-)
Keluhan melihat ganda (-).
Riwayat trauma (-).
Riwayat kelahiran, pasien lahir normal, cukup bulan, BB dan TB lupa.
Riwayat ibu sakit atau minum obat-obatan selama kehamilan (-).
Riwayat memakai kacamata disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada yang penting.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Saudara kandung ibu (paman) juga memiliki mata juling.
PEMERIKSAAN FISIK
13
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5
o
C
Status oftalmikus :
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi
Dengan koreksi
5/5

5/5

Refleks fundus + +
Silia/supersilia Madarosis (-), trikiasis (-) Madarosis (-), trikiasis (-)
Palpebra superior Udem (-) Udem (-)
Palpebra inferior Udem (-) Udem (-)
Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-)
Sclera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
14
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, RC (+), 2-3 Bulat, RC (+), 2-3
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Bening Bening
Fundus :
Media
Papil
Pembuluh darah
Retina
Macula

Bening
Bulat, batas tegas, c/d 0,3
Aa:Vv = 2:3
Perdarahan (-) eksudat(-)
refleks fovea (+)

Bening
Bulat, batas tegas, c/d 0,3
Aa:Vv= 2:3
Perdarahan (-) eksudat (-)
refleks fovea (+)
Tekanan bulbus okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi bulbus okuli orthoforia Exotropia >45
o

erakan bulbus okuli bebas bebas
Pemeriksaan lainnya :
Pemeriksaan Lainnya
Cover test

Uncover test
Alternate cover test
Hirschberg test

OS, OD tidak bergerak

OD, OD tidak bergerak
OD tidak bergerak
Orthoforia

OD, OS bergerak ke
dalam
OS, OS tidak bergerak\
OS bergerak ke dalam
Exotropia > 45
0

Diplopia 1 1 1
1 1 1
1 1 1

15
Motorik
Duksi baik, baik
Versi baik




16




Diagnosis Kerja : exotropia konstan OS fiksasi alternating
Terapi : Strabismus repair OS
Operasi : 19 Januari 2013

Follow up
20 Januari 2013
17
A/ Mata kiri sakit, demam (-)
OS
Visus 5/5
Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)
Posisi ortho (under) 10-15
0

Diplopia 1 1 1
1 1 1
1 1 1
Diagnosis : Post strabismus repair OS hari I
Terapi : - Redressing
- tutup mata kiri
- amoxicillin 3x500mg
- asam mefenamat 3x500mg

21 Januari 2013
A/ Mata kanan sakit , demam (-)
OD
Visus 5/5
Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)
Posisi ortho (under) 10-15
0
Diplopia 1 1 1
1 1 1
1 1 1
18
Gerak bebas
Diagnosis : Post strabismus repair OS hari II
Terapi : - Redressing
- tutup mata kiri
- amoxicillin 3x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg


















19
BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan umur 26 tahun, masuk Bangsal
Mata RS Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 18 Januari 2013.
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan mata kiri juling keluar sejak kecil.
Sejak kecil sudah terlihat mata kiri sering lari ke luar, namun keluarga tidak
membawa pasien berobat. Mata kiri hampir selalu lari ke luar, tidak ada waktu
mata kiri dalam posisi normal. Keluhan pandangan ganda (-), keluhan gangguan
penglihatan (-).
Untuk menentukan jenis deviasi pada mata pasien, dilakukan pemeriksaan
cover test, uncover test, alternate cover test dan ter Hirchsberg. Pada pemeriksaan
cover test OD, OS masuk ke dalam, menunjukkan eksotropia OS. Pada
pemeriksaan Hirschberg OS, didapatkan refleks sinar pada limbus arah medial,
menunjukkan deviasi eksotropia OS 45
0
. Pemeriksaan alternate cover test,
didapatkan mata kiri refiksasi ke arah medial pada setiap uncovering,
menunjukkan adanya fiksasi alternating. Pasien didiagnosis kerja dengan
Exotropia konstan OS alternate fixation, dan dilakukan terapi strabismus repair,
Resesi m.rectus lateral dan reseksi m.rectus medial
Pada pasien tidak ditemukan tanda atau pun gejala yang biasanya terdapat
pada eksotropia seperti diplopia , kelainan posisi kepala, kelainan refraksi, atau
pun keluhan kesulitan membaca. Hal ini diduga karena pasien menggunakan
kedua mata secara bergantian (fiksasi alternating).

Anda mungkin juga menyukai