Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu kelainan
formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung. "congenital" hanya berbicara
tentang waktu tapi bukan penyebabnya. Itu artinya "lahir dengan" atau "hadir pada
kelahiran".
Nama alternatif lainnya untuk penyakit jantung bawaan termasuk: congenital
heart defect, congenital heart malfomation, congenital cardiovascular disease, congenital
cardiovascular defect, dan congenital cardiovascular malformation.
Penyakit jantung congenital adalah bentuk yang paling sering dijumpai pada
kerusakan utama pada kelahiran bayi-bayi, mempengaruhi hampir 1% dari bayi-bayi
baru lahir (8 dari 1000).














Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
A. Pengertian
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi yang
muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan
anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir Kebanyakan
kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun
pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung
(Nelson, 2000). Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-
10 dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejalan
segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien
berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak
tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan
bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis
dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat
sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan ruang-
ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan
penghubungan antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB,
perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada
masa neonatus. Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan
mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau
menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat
disertai distres nafas), dan takipneu > 60x / menit(terjadi setelah beberapa hari atau
minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir menunjukkan kelainan paru,
bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini,
80% meninggal dalam tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama
dan dalam 1-2 bulan (Prawirohardjo, 1999).
B. Anatomi Jantung
Jantung manusia terdiri dari dua sisi yang terbagi dalam empat ruangan. Sisi jantung
kanan berfungsi memompa darah kotor dari tubuh ke paru, tempat darah mendapatkan
kembali zat asam. Darah kaya zat asam ini akan kembali ke sisi jantung kiri, kemudian
dipompakan ke seluruh tubuh. Agar proses berjalan baik diperlukan kesempurnaan dari
lima komponen berikut. Pembuluh darah vena yang mengangkut darah kembali ke
jantung dari tubuh dan paru, serambi jantung yang menampung darah yang kembali ke
jantung, bilik jantung yang memompa darah ke luar dari jantung ke paru dan tubuh,
keempat katup jantung yang mengatur arah aliran darah, serta pembuluh darah aorta
(mengangkut darah berkadar tinggi zat asam dari bilik jantung kiri ke seluruh tubuh),
dan pembuluh darah paru (mengangkut darah kotor dari bilik jantung kanan ke paru)
(Nelson, 2000).
Kelainan yang dapat terjadi di antaranya kelainan pada sekat antara serambi atau bilik
jantung sehingga menyebabkan percampuran darah sisi jantung kanan dan kiri,
penyumbatan atau tertutupnya salah satu katup jantung sehingga terjadi obstruksi aliran
darah, kebocoran dari salah satu katup jantung sehingga terjadi pengaliran balik darah ke
ruangan asal, hubungan tidak normal antara vena, jantung, dan pembuluh darah besar
jantung sehingga menyebabkan arah aliran darah ke tempat yang salah, serta
penyumbatan baik pada vena yang bermuara ke jantung atau pembuluh darah besar yang
meninggalkan jantung sehingga menurunkan aliran darah. Kelainan otot jantung juga
ada yang kongenital, bisa melemahkan otot jantung hingga terjadi gagal jantung. Jenis
kelainan jantung kongenital terbanyak adalah bocornya, baik sekat serambi maupun
bilik jantung, transposisi pembuluh darah besar dan tetap terbukanya saluran
penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru (Latief, 2005).
C. Penyebab Kelainan Jantung Kongenital
Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin.
Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak
mengerti mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation,
2009).
Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan
(PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun.
Pada garis besar, kelainan yang Nampak pada bayi saat dilahirkan dapat berupa biru atau
tidak biru. Sering kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh kembang, ataupun sakit
saluran pernafasan berulang. Sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya dan
multifaktorial. Faktor-faktor penyebabnya diantaranya adalah infeksi virus rubella
(German rubella) pada masa kehamilan ibu, genetik misalnya pada sindroma down,
ataupun karena obat-obatan yang dimakan selama hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak
tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan
bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis
dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat
sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu
(misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan muda
dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi lengkap
susunan jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai
pengaruh terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya
kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang
disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio. Terdapat
peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain
yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua
kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama kehamilan
ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin obat-obat lain,
radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan
kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga
mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga
yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi saat
tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke
dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan
tahanan ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi
vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini
mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen
sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara
progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi
tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga
peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem
arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta
metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan
penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya
penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari
duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan
duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses
trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya
terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan
duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta
penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di
bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan
demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa
ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih
besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami
penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis
yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali penutupan
secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan
fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya
duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total
anomalous pulmonary venous connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya
foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan
obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir
mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic
dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy, 2007).
D. Tanda Dan Gejala
Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung macam
kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau
percampuran darah berkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat menimbulkan
sianosis, ditandai oleh kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini karena tubuh
tidak mendapatkan zat asam memadai akibat pengaliran darah kotor ke tubuh.
Pernapasan si anak akan lebih cepat dan nafsu makan berkurang. Daya toleransi gerak
yang rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua. Kelainan yang dapat
menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan katup pulmonal (antara bilik
jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang mengurangi aliran darah ke paru,
tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah paru) yang menghambat aliran
darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi fallot (kelainan yang ditandai oleh
bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik jantung kanan, penyempitan katup
pulmonal dan transposisi aorta), serta tertutupnya katup trikuspidal (terletak antara
serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat aliran darah dari serambi ke bilik
jantung kanan. Selain itu, gejala kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposisi
pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang
berhubungan dengan sisi jantung kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat
vena paru yang seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung
kanan yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal jantung
berupa menurut Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
1. Napas cepat
2. Sulit makan dan menyusu
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernapasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah
Termasuk dalam kelainan ini adalah bocornya sekat serambi atau bilik jantung,
menetapnya saluran penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru yang seharusnya
tertutup setelah lahir, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang
berhubungan dengan sisi jantung kiri, bocornya sekat antara serambi dan bilik jantung
serta kelainan katup jantung, gagalnya pemisahan pembuluh darah besar jantung, serta
terputusnya segmen aorta. Penyempitan katup jantung dan pembuluh darah besar kadang
kala hanya menimbulkan gejala ringan. Gejala gagal jantung baru terlihat jika terjadi
peningkatan beban jantung (Nelson, 2010).
Derajat PJB yang berat pada umumnya menunjukkan gejala pada umur 6 bulan pertama
dan sering juga pada masa neonatus. Beraneka ragam manifestasi klinis dapat
ditimbulkan, namun ada empat hal gejala yang paling sering ditemukan pada neonatus
dengan PJB, yaitu:
a. Sianosis: adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekali dinyatakan sianosis
sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau metabolik atau
kejadiankejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB derajat berat
walaupun tanpa bising jantung.
b. Takipnea: Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan shunt
kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus), obstruksi
vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelainan lainnya dengan
akibat gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa klinik,adanya Aorta
koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/tidak teraba.
c. Frekuensi jantung abnormal: takikardia atau bradikardia
d. Bising jantung (Irwanto, 2008).
E. Penggolongan penyakit jantung bawaan dan Penanganannya
Kelaianan yang termasuk dalam penyakit jantung bawaan banyak sekali jenis nya,
mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan pada pembuluh
darah jantung. Apapun jenis kelaian pada penyakit jantung bawaan, semuanya
mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai salah satu organ
vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah keseluruh bagian
tubuh (Cyntia, 2010).
Sebagian besar cacat jantung baik menghambat aliran darah di jantung atau pembuluh
dekat, atau menyebabkan darah mengalir melalui hati dalam pola abnormal. Jarang
terjadi cacat di mana hanya satu ventrikel (ventrikel tunggal) hadir, atau kedua arteri
paru-paru dan aorta timbul dari ventrikel yang sama (ventrikel outlet ganda). Sebuah
cacat jarang ketiga terjadi ketika kanan atau sisi kiri jantung tidak lengkap terbentuk
hipoplasia jantung (American Health Association, 2010).
Beberapa jenis penyakit jantung bawaan yang banyak diderita adalah sebagai berikut:
1. PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya defek septum
ventrikel(DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus arterio sus persisten(DAP).
2. PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada golongan ini termasuk
stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP), dan koarktasio aorta.
3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada golongan ini yang paling
banyak adalah tetralogi fallot(TF).
4. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah; misalnya transposisi arteri besar
(TAB).
Hipoksia janin juga dapat menjadi penyebab terjadinya PJB, yakni duktus arteriosus
persisten. Angka kejadian PJB baik negara maju maupun di negara berkembang hampir
sama, yakni sekitar 6 sampai 10 per 1000 kehamilan hidup, atau rata-rata 8 per 1000
kelahiran hidup (Maryunani, 2002).
1. PJB Non-Sisnotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah.
Termasuk dalam kelompok ini adalah defek septum ventrikel (DSV), defek septum
atrium (DSA), dan duktus arteriosus persisten (DAP), terdapatnya defek pada septu
ventrkel, atrium, atau duktus yang tetap terbuka menyebabkan adanya pirau (kebocoran)
darah dari kiri ke kanan karena tekanan jantung di bagian kiri lebih tinggi daripada di
bagian kanan (Arie dan Kristiyanasari, 2009).
a. Defek Septum Ventrikel
1) Pengertian
Defek septum ventrikel (DSV) terjadi bila sekat (septum) ventrikel tidak terbentuk
sempurna. Akibatnya darah dari bilik kori mengalir ke bilik kanan pada saat sistole.
Besarnya defek bervariasi dari hanya beberapa mm sampai beberapa cm. Pada defek
besar dengan resistensi vaskular paru meninggi tekanan bilik kanan akan sama dengan
bilik kiri sehingga pirau kiri ke kanan hanya sedikit. Bila makin besar defek dan makin
tinggi tekanan bilik kanan akan terjadi pirau kanan kekiri berkurangnya darah yang
beredar kedalam tubuh menyebabkan pertumbuhan anak terhambat.
Aliran darah ke paru juga bertambah yang menyebabkan anak sering menderita infeksi
saluran pernafasan. Pada DSV kecil pertumbuhan anak tidak terganggu sedangkan pada
DSV besar dapat terjadi gagal jantung dini yang memerlukan pengobatan medis yang
intensif atau bahkan oprasi.
DSV kecil, defek berdiameter sekitar 1-5 mm. pertumbuhan anak normal walapun ada
kecenderungan terjadi infeksi saluran pernpasan. DSV kecil tidak memerlukan tindakan
bedah karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik, dan resiko oprasi lebih besar
dari pada resiko terjadinya endokarditis. Anak dengan DSV kecil mempunyai prognosis
baik, dan dapat hidup normal. Tidak diperlukan pengobatan. Bahaya yang mungkin
timbul adalah endokarditis infektif. Oprasi penutupan dapat dilakukan bila dikehendaki
orang tua. Pasien dengan DSV kecil diperlukan seperti anak normal dengan
pengecualian bahwa kepada pasien harus diberikan pencegaan terhadap endokarditis.
DVS besar/sangat besar, diameter DVS lebih dari setengah ostium aorta. Tekanan
ventrikel kanan biasanya meninggi. Curah sekuncup jantung kanan sering lebih dari 2
kali curah sekuncup jantung kiri (Maryunani, 2002).
2) Gambaran Klinis
Pada pemeriksaan selain didapatkan pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak
keringat bercucuran, ujng-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat
penonjolan pada dada kiri, tanda yang menonjol ialah napas pendek dan retaksi pada
jugulum, sela intrakosatal dan regio epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls
jantung yang hiperdinamik (Maryunani, 2002).
3) Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan DSV besar perlu pertolongan dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal
jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik, misalnya Lasix. Bila obat dapat
memperbaii keadaan, yang dilihat dengan membaliknya pernapasan dan pertambahan
berat badan, maka oprasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat
menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup berkurang. Oprasi bila perlu
dilakukan pada umur muda jika pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak
berhasil (Maryunani, 2002).
4) Penatalaksaan Keperawatan
Pasien DSV baru dirawat di rumah sakit bila sedang mendapat infeksi saluran napas,
karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat payah. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadinya gagal jantung, resiko terjadi
infeksi saluran napas, kebutuhan nutrisi, gangunan rasa aman dan nyaman, kurangnya
penhetahuan orang tua mengenai penyakit.
Bahaya terjadinya gagal jantung. Dengan adanya pirau dari kiri ke kanan darah yang
mengalir ke balik kanan menjadi lebih banyak. Ini berarti beban arteri pulmonalis dan
otot bilik kanan yang ototnya tidak setebal bilik kiri akan menjadi lebih berat dab
akibatnya akan terjadi gagl jantung. Bayi memerlukan perawatan yang baik dan
pengawasan medis teratur agar bila terjadi suatu lekas dapat diambil tindakan karena itu
bayi harus secara teratur kontrol di bagian kardiologi atau dokter yang menanganinya.
Resiko terjadi infeksi saluran pernapasan. Gejala infeksi adalah demam, batuk dan
napas pendek-pendek, bayi sukar jika diberi minum atau makan. Keadaan ini biasanya
mendorong orang tua untuk membawa anaknya berobat. Dalam perawatan perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Ruangan harus cukup ventilasi, tetapi tidak boleh terlalu dingin.
b) Baringkan dengan kepala lebih tinggi (semi-fowler)
c) Jika bsanyak lendir baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberi
ganjal di bawah bahunya (untuk memudahkan lendir keluar)
d) Sering isap lendeirnya; bila terlihat banyak lendir di dalam mulut, bila akan
memberi minum, atau bila akan mengubah sikap berbaringnya.
e) Ubah sikap berbaringnya setiap 2 jam, lap dengan air hangat bagian yang bekas
tertekan dan diberi bedak.
f) Bila dispena sekali berikan O2 2-4 per menit. Lebih baik periksa astrup dahulu
untuk menentukan kebutuhan O2 yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan. Mungkin
perlu korelasi asidosis.
g) Observasi tanda vital, terutama pernapasan, suhu dan nadi, catat dalam catatan
perawatan.
Kebutuhan nutrisi. Karena bayi susah makan/minum susu maka masukan nutrisi tidak
mencukupi kebutuhannya untuk pertumbuhan. Kecukupan makanan sangat diperlukan
untuk mempertahankan kesehatan bayi sebelum oprasi. Makanan bayi yang terbaik
adalah ASI, bila tidak ada ASI diganti dengan susu formula yang cocok. Berikan
makanan tambahan sesuai denga umurnya.
Gangguan rasa aman dan nyaman. Gangguan rasa aman dan nyaman sama dengan
pasien lain. Yang perlu lebih diperhatikan, hindarkan pasien kedinginan terutama malam
hari atau pada saat udara dingin. Perawatan untuk mempertahankan kenyamanan pasien
DSV:
1. Baringkan semi-fowler untuk menghindari isi rongga perut mendesak paru.
2. Berikan O
2
sesuai dengan keadaan sianosisnya (rumat 1-2L/menit). Jika sianosis
sekali dapat sampai 4 L. Bila O
2
diperlukan lebih dari 24 jam, kateter harus dipindahkan
kelubang hidung lain dengan dibersihkan lebih dahulu. O
2
harus melalui pelembab.
3. Ubah posisi tidur setiap 2-3 jam, dan lap tubuhnya supaya kering (pasien biasanya
banyak keringat) kemudian dibedaki; hati-hati debu bedak yang terhirup menyebabkan
pasien batuk. Alas tempat tidur harus kering dan licin.
4. Selimuti pasien agar tidak kedinginan, tetapi tidak boleh mengganggu
pernafasannya(terlalu berat di dada) pakaikan kaos kaki. Jangan pakai gurita.
5. Hati-hati jika mengisap lendir, jangan mundurkan kateter.
6. Jika bekas infus terjadi hematoma, oleskan jel tarombophob atau kompresdengan
alkohol. Hindari infeksi dengan bekerja secara aseptik.
7. Jika orang tua tidak menunggui harus lebih diperhatikan; ajaklah berbicara
walaupun pasiennya seorang bayi.
Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Orang tua pasien perlu diberitahu
bahwa pengobatan anaknya hanya dengan jalan oprasi. Selama oprasi belum dilakukan
anak akan selalu menderita infeksi saluran pernapasan berkurang sedangkan untuk
oprasi diperlukan kesehatan tubuh yang baik (Maryunani, 2002).
b. Defek Septum Atrium
1. Defek sinus venosus dan defek vena kava superior
2. Defek fosa ovalis atau disebut DSA sekundum
3. Defek septum atrium primum
1) Gambaran Klinis
Secara klinik ketiga jenis defek tersebut serupa. Biasanya anak dengan DSA tidak
terlihat menderita kelainan jantung karena pertumbuhan dan perkembangannya biasa
seperti anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya pada pirau kiri ke kanan yang sangat
besar pada stres anak cepat lelah dan mengeluh dispnea, dan sering memdapat infeksi
saluran napas. Pada pemeriksaaan palpasi terdapat kelainan ventrikel kanan
hiperdinamik di parasternal kiri. Pada pemeriksaan auskltasi, foto toraks EKG dapat
lebih jelas adanya kelainan DSA ini. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaaan
ekokardiografi.
2) Penatalaksaaan Medik
DSA kecil tidak perlu oprasi karena tidak memnyebabkan gangguan hemodinamik atau
bahaya (Maryunani, 2002).
c. Duktus Arteriosus Presisten
1) Pengertian
Pada masa janin duktus arteriosus diperlukan untuk mengalirkan darah dari a.
piulmonalis ke aorta (paru janin belum berfungsi, sesehingga hanya memerlukan sedikit
darah; karenanya, sebagian besar darah dari a. pulmonalis dialirkan ke aorta melalui
duktus asteriosus). Setelah bayi lahir, duktus ini menutup. DAP terjadi bila duktus tidak
menutup setelah bayi lahir, penyebab DAP bermacam-macam, antara lain infeksi rubela
pada ibu, dan prematuritas.
2) Gambaran Klinis
DAP kecil kelainan biasanya ditemukan secara terduga karena anak tanpa keluhan;
pertumbuhannya dan perkembangannya ana normal. Pada DAP sedang dan besar sering
terjadi infeksi saluran napas berulang serta anak lekas lelah. Anak tampak kurus, bahkan
dapat kurang gizi berat bila terjadi gagaj jantung yang lama.
Pada DAP besar, teraba aktivitas kiri bertambah, sering teraba getaran bising di sela iga
kedua kiri. Tanda khas denyut nadi berupa pulsus seler yakni nadi teraba kuat.
Pengukuran tekanan darah menunjukkan perbedaan tekanan sistolik dan diastolik
(tekanan nadi) yang lebar. Ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu
sistole maupun diastole. Pada dan diastole dapat kelainan berupa bising khas pada DAP,
yakni bising sistolik dan diastolik, yang tersebut bising kontinu (continuous murmur)
atau mechinery murmur di sela iga kedua kiri.
3) Penatalaksanaan Medis
Pengobatan definitif untuk DAP adalah pembedahan. DAP kecil dapat dioprasi kapan
saja dikehendaki. Pada DAP besar dapat diberikan digoksin dan diuretik untuk
mengurangi gagal jantung, meski sering tidak menolong. Oprasi dilakukan pada masa
bayi bila gejala beraat. Pada bayi prematur DAP dapat ditutup dengan obat anti
prostaglandin, misalnya indometasin yang harus diberikan sedini mungkin (usia < 1
minggu).
4) Penatalaksanaan Keperawatan
Berbagai resiko sepeti golongan pada DSV terjadi pada DAP, dengan demikian perawat
bayi dan anak dengan DAP serupa dengan pada DSV (Maryunani, 2002).
1. Penyakit Jantung Bawaan Non-Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Normal
Termasuk dalam golongan ini adalah stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan koarktasio
aorta. Stenosis aorta dan koarktasio aorta banyak dilaporkan pada orang kulit putih,
namun jarang pada orang Asia.
a. Stenosis Aorta
Terdapat tempat bentuk stenosis aorta dengan tempatnya:
1) Stenosis aorta valvular; ialah adanya penyempitan akibat penebalan katub
aorta(kelainan merupakan jenis yang terbanyak).
2) Stenosis aorta subvalvular; penyempitan pada jalan aliran keluar ventrikel kiri di
bawah katup.
3) Stenosis aorta supravalvular; sama dengan koarktasio aorta desendens. Letak
penyempitan di atas katup aorta
a) Prognosis
Sebenarnya setnosis aorta cukup berbahaya untuk kehidupan anak karena dapat terjadi
peninggian tekanan pada ventrikel kiri. Pada stenosis aorta sedang dan berat pasien
dilarang ikut olahraga (mutlak) karena membahayakan kesehatannya. Pada stenosis
aorta ringan olahraga boleh dilakukan.
b) Gambaran klinis
Umumnya tanpa keluhan. Bila terdapat keluhan nyeri dada dan pusing merupakan tanda
bahaya karena anak dapat meninggal mendadak (darah yang beredar menjadi kurang dan
otak menderita kekurangan darah dan O
2
). Pada palpasi, impuls ventrikel kiri kuat di
prekordium, teraba getaran bising pada fosa suprasternalis sepanjang pembuluh darah
leher paling jelas di atas karotis. Dengan cara anak didudukkan tangan kiri si
pemeriksaan dilingkarkan ke leher anak, jari telunjuk dan tangan meraba arteria karotis
kiri. Pada auskultasi yang cermat biasanya dapat diidentifikasi sifat-sifat dan tingkat
stenosis.
c) Penatalaksanaan medis
Karena katup aorta masih dalam pekembangan biasanya tindakan bedah tidak dilakukan
kecuali jika terdapat perbedaan tekanan lebih 70 mm Hg antara ventrikel dan aorta.
d) Penatalaksanaan keperawatan
Jika telah diketahui bahwa anak menderita stenosis aorta orang tua harus selalu
memperhatikan agar aktivitas anak tidak melebihi kemampuannya sesuai petunjuk
dokter. Jika anak mengeluh pusing supaya segera istirahaat (berbaring). Jika anak
mengeluh sering rasa nyeri di dada dan pusing supaya dibawa berobat walaupun
belumwaktunya harus kontrol teratur ke dokter jantung anak pemeliharaan kesehatan
perlu diperhatikan (orang tua harus diberitahu bahwa anak dapat meninggal mendadak
jika ia menderita sakit di dada dan pusing).
b. Stenosis pulmonas
Stenosis mungkin terdapat di katup atau infundibulum. Stenosis katup (valvular) sering
ditemukan tanpa ada keluhan lain, sedangkan PS infundibular sering kombinasi dengan
DSV.
a) Gambaran klinis
Umumnya pasien berwajah bulat, tidak terdapat gangguan pertambahan berat badan.
Karena tanpa keluhan orang tua tidak menduga bahwa anaknya menderita kelainan pada
jantungnya. Pada palpasi aktivitas ventrikel kanan teraba jelas pada perkordium, pada
PS sedang dan berat sering teraba getaran bising pada sela iga ketiga dan kedua kiri dan
di fosa suprasternalis. Dari auskultasi dapat diketahui secara terperinci sifat dan derajat
penyempitan bising sistolik pada SP bersifat ejeksi. Bergantung pada beratnya sianosis,
pucuk bising terdapat pada awal atau akhir fase sistole. Pada SP ringan dan sedang
sering terdengar klik sistolik yang pada fase ekspirasi menjadi lebih jelas. Segera setelah
klik maka bising dekresendo mulai terdengar dan kemudian berakhir dengan penutupan
katup pulmonal.
b) Penatalaksanaan medis
Jika tekanan ventrikel kanan 70 mm Hg, maka terdapat indikasi untuk operasi. Sekarang
makin populer pelebaran penyempitan SP dengan kateter balon, dan dilaporkan hasilnya
baik.
c) Penatalaksanaan keperawatan
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan istirahat harus
diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal tersebut perlu pula diberitahukan
secara kontinu pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung anak/dokter yang
menangani.
c. Koartasia aorta
Koartasia aorta adalah kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan di
dekat percabangan arteria subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal duktus arteriosus
Bottali.
a) Gambaran klinis
Pada umumnya koarktasio aorta banyak ditemukan pada anak umur sekolah dan remaja,
tetapi pada bayi bila menderita gagl jantung dalam umur 3 bulan pertama juga dapat
disebabkan karena koarktasio aorta. Kelainan ini terutama terdapat pada anak dengan
pembuluh darah kolateral kurang atau pada pasien dengan DAP. Pada umumnya tidak
ada keluhan maka biasanya kelainan ini diketemukan secara kebetulan. Pada anak umur
sekolah bila terdapat keluhan pusing dan kaki dingin merupakan pertanda adanya
hipertensi bagian atas tubuh. Keluhan lain dapat berupa nyeri kepala yang hebat serta
epistksis hilang timbul. Anak yang menderita koarktasio aorta mempunyai bentuk badan
yang atletis dan umum terjadi pada anak pria.
Untuk menguatkan dugaan adanya koarktasio aorta selain dengan melihat gambaran
femoralis dalam waktu bersamaan. Hasilnya arteria radialis lebih kuat dan arteia
femoralis teraba lemah.
Pada auskultasi terdengar bising koartasio pada punggung yang merupakan bising
obstruksi.
b) Penatalaksanaan medis
Untuk mencegah komplikasi biasanya dioperasi pada umur sekitar 6 tahun. Jika terdapat
gejala hipertensi yang tinggi bagian tubuh atas atau gagal jantung dapat dilakukan
operasi sebelum 6 tahun.
c) Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang utama adalah resiko terjadinya pendarahan bagian tubuh atas
(daerah kepala) sehubungan dengan adanya penyempitan di beberapa tempat pada aorta.
Walaupun resiko terjadi pendarahan. Tetapi karena pasien biasanya tanpa keluhan, atau
keluhan baru timbul setelah berumur 20-30 tahun, maka bila diagnsis tealh diketahui
orang tua atau pasien sendiri harus selalu waspada. Misalnya jika ada keluhan pusing
yang hebat atau terjadi pendarahan hidung yang lama harus segera pergi ke dokter selain
cara periodik kontrol di dokter jantung anak.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Berkurang
Yang paling sering pada golongan ini adalah tetralogi faliot. (TF). TF adalah kelainan
jantung bawaan dengan gejala sianosis yang timbul sejak bayi lahir, dan bertambah
nyata jika bayi menangis / menetek lama. Bila kelainan ringan sianosis baru timbul
setelah anak besar. Terdapat 4 kelainan pad TF yakni defek septum ventrikel, stenosis
pulmonalis, hipertrofi ventrikel kanan dan overrriding aorta.
a. Gambaran klinis
Derajat stenosis pulmonal dan besarmya DSV menentukan gambarankliniknya. Pada
stenosis pulmonal sedang atau berat dalam keadaan istirahat dan stres.
Penderita TF yang berat dapat terjadi serangan sianotik berupa sianosis yang makin
hebat disertai takipnea dan hiperventilasi dan jika berlangsung lama disertai penurunan
kesadaran. Dapat disertai kejang-kejang bahkan berakibat fatal. Keadaan ini tidak
diketahui sejak semula (bayi baru lahir), sering baru ditemukan setelah bayi dibawa
berkonsultasi dengan keluhan bahwa jika bayi sedang minum atau menangis menjadi
sianosis. Jika bayi menangis keras sianosis bertambah hebat, pucat kemudian jatuh
pingsan. Atau anak yang sudah dapat berjalan sering tiba-tiba ia jongkok ketika sedang
bermain atau sedang berjalan. Hal itu sebenarnya merupakan usaha tubuh untuk
mngetasi kekurangan darah yang mengalir ke otak.
Pada umumnya pasien TF mengalami gangguan tumbuh kembang. Karena kelemahan
tubuh atau disebut penurunan toleransi latihan pasien mengalami kesukaran dalam
makan/minum. Pada pasien TF diketemukan gigi geligi sianotik, serta kondisinya buruk
karena perkembangan emailnya buruk. Selain gangguan pertumbuhan juga terjadi
kelainan ortopedi berupa skoliosis yang merupakan gejala patognomonik untuk pasien
TF.
b. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mengetahui adanya TF dan menentukan pengobatannya diperlukan pemeriksaan
EKG, kateterisasi jantung dan angiografi. Dari kateterisasi jantung dapat diketahui
derajat dan sifat stenosis pulmonas atau pirau kanan ke kiri. Dengan angiografi melihat
secara anatomis ukuran overriding aorta, sifat stenosis pulmonas, besarnya ventrikel kiri
dan kedudukan septum ventrikel.
c. Penatalaksanaan Medis
Pertolongan untuk pasien TF hanya dengan dioperasi. Jika TF dengan sianosis ringan
dapat dilakukan hanya dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun. Pada TF dengan sianosis
berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi dilakukan 2 tahap. Tahap ke-2 pada
umur 3-5 tahun. Pasien TF yang sedang mendapat serangan anoksia harus ditolong
dengan memberikan sikap knee chest atau menungging dengan kepala dimiringkan
sambil diberikan O
2
melalui air minimal 2 L per menit. Diberikan juga suntikan morfin
dosis 1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu koreksi dehidrasi dan asidosis metabolik.
Setiap tindakan yang dapat menimbulkan bakteremia seperti mencabut gigi, sirkumsisi,
kateterisasi urine harus dilindungi dengan antibiotik 1 hari sebelum dan 3 hari
setelahnya untuk mencegah endokarditis bakterialis.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Walaupun pasien Tf selalu tampak sianosis (hanya TF ringan tidak sianosis) tetapi tidak
selalu dirawat di rumah sakit kecuali jika dokter memandang perlu. Oleh karena itu,
orang tua pasien perlu diberikan petunjuk perawatan anaknya. Masalahnya pasien yang
perlu diperhatikan ialah bahaya terjadi anoksia, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi
komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
e. Resiko terjadinya komlikasi
Adanya berbagai kelainan yang terdapat pada psien TF harus disadari bahwa infeksi dan
komplikasi mudah terjadi karena daya tahan tubuhnya sangat rendah. Komplikasi yang
sering ialah infeksi saluran napas, tetapi jua dehidrasi akibat sukarnya makan dan
minum. Untuk mengetahui cukup atau tidaknya pemberian cairan pada pasien yang
dirawat di rumah sakit setiap memberikan minum atau makan misalnya susu, sari buah
atau minum air putih dan makanan lainnya harus dicatat perawatan den setiap hari
dievaluasi.
Bila tidak dapat per oral mungkin perlu per sonde. Untuk menilai kecukupan gizinya
pasien ditimbang berat badannya 2 kali seminggu, tetapi bila perlu setiap hari atau 2 hari
dengan pertimbangan dari catatan harian mengenai pemasukan makanan dan cairan
lainya. Jika pasien dipasang infus, tetasan harus diperhatikan agar tidak terjadi
kelebihan.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
Dengan golongan ini yang terbanyak adalah transposisi arteri besar (TAB), atau
transposition of the great arteries (TGA). Kelainan berupa adanya pemindahan asal dari
aorta dan arteri pulmonalis, aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari
ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TAB terdapat
kelainan pada jantung yang menyertai TAB seperti letak katup aorta, katup pulmonal
dan sebagainya. Pada PJB yang disebut komplet ialah adanya katup aorta di kanan pada
lengkung aorta ke kanan.
a. Gambaran klinis
TAB merupakan PJB yang sering membawa kematian pada masa bayi (80% meninggal
pada masa bayi dan 5% pada masa prasekolah). Diduga penyebab kematian pada masa
bayi karena TAB yang menyebabkan ialah terjadinya gagal jantung, terutama pada anak
dengan aliran darah ke paru yang bertambah. Gejala khas pada pasien TAB ialah bayi
lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru-biruan yang disebut picasso blue. Sianosis
merata ke seluruh tubuh kecuali jika resistensi vaskular paru sangat tinggi, bagian tubuh
sebelah atas akan lebih sianotik daripada bagian bawah, venektasi jelas pada jari-jari.
Bayi dengan TAB pada umumnya pada waktu lahir berat badan dan panjang badannya
seperti anak normal. Baru pada bulan ketiga terdapat kelambatan pertambahan berat
badan dan panjang badan serta perkembangan otot terganggu.
b. Penatalaksanaan medis
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.
c. Penatalaksanaan keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan
memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O
2
harus diberikan
terus menerus secara rumat. Dalam bangsal tersebut watan pasien penyakit jantung
perawat yang bertugas di ruang tersebut diharapkan memahami kelainan yang diderita
oleh setiap pasien sehingga dapat menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan.
Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat membacanya.
Mengukur tekanan darah secara benar.
Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi jantung atau oprasi.
Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri.
Untuk membuat atau membaca EKG diperlukan keterampilan tersendiri, oleh karena itu,
perlu laihan dahulu sampai dapat betul mengerjakan.
Suatu hari sebelum kateterisasi bagian yang akan dimaksudkan kateter pada lipat siku
tangan kanan dan lipat paha kanan dibersikan dengan air dan sabun, selanjutnya
dikompres dengan alkohol 70%. Esok harinya ssampai dibawa ke bagian laboratorium
kateterisasi dikompres terus dengan alkohol. Malamharinya (sebelum kateterisasi) pukul
20.00 diberi valium per oral 5-10 mg (sesuai instruksi) dan pagi harinya pukul 05.00
diberi lagi valium dosis sama. Pukul 06.00 diperiksa analisis gas darah arteri. Biasanya
pagi (pukul 05.00) obat-obatan per oral untuk hari itu diminnum sekalian minum
terakhir untuk pagi itu dengan teh manis satu gelas. Selanjutnya puasa sampai
kateterisasi selesai. Infus dipasang sebelum berangkat ke lab pada tangan atau kaki kiri.
d. Persiapan kateterisasi jantung
Pemeriksaan darah. Untuk darah besar, masa perdarahan, pembekuan dan
protombin(PPT)
Foto toraks (cor analisa)
Rekaman EKG
e. Perawatan pascakateterisasi
Pengawasan tanda vital setiap 15 menit selama 2jam pertama; setiap 30 menit pada 2
jam kedua dan setiap jam pada2 jam ketiga. Selanjutnya, jika sewaktu-waktu anak telah
sadar betul boleh diberi minum sedikit-sedikit, dan jika tidak muntah anak boleh makan.
Adakalanya pasien mendapat sampai tinggi suhunya; jika terjadi demikian kompres
dingin dan berikan banyak minum. Jika 1-2 hari tidak ada kelainan pasien di pulangkan.
f. Persiapan sebelum operasi
Jika pasien telah ditentukan kapan operasi, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan
lengkap dahulu. Pemeriksaan darah lengkap, masa pembekuan, masa perdarahan, PTT,
elektrolit, fungsi hati, gula darah, HbsAG, asam urat, hapusan tenggorok,
fototoraks,EKG, ekokardiografi. Telah dikonsulkan kebagian gigi/ mulut, THT dan
bagian fisioterapi. Sehari sebelum operasi dilakukan pembersihan tubuh ekstra dengan
air dan sabun terutama bagian yang akan dioperasi. Bila perlu dicukur, selanjtnya
dikompres dengan alkohol. Mulai tengah malam puasa, pukul 16.00 diberikan obat
terakhir, pasang infus. Berikan dorongan agar anak tidak takut dan anjurkan untuk
berdoa (Maryunani. 2002).

Anda mungkin juga menyukai