PERLUASAN AREAL TANAM KEDELAI DI LAMPUNG TENGAH A. Mulyani 1 , Sukarman 1 dan A. Pramudia 2
1 Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian 2. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi ABSTRAK Kedelai merupakan salah satu komoditas strategis, yang beberapa tahun terakhir menjadi isu nasional karena kelangkaan ketersediaannya di pasaran, sehingga harga kedelai melonjak tinggi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai telah dilakukan melalui Upsus kedelai dan telah memproyeksikan untuk meningkatkan luas tanam, dengan sasaran produksi pada tahun 2010 sebesar 2,4 juta ton (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2008). Untuk mendukung program tersebut, telah dilakukan identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk perluasan areal kedelai di Kecamatan Seputih Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung dan sebagian Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, seluas 53.429 ha. Penetapan lokasi penelitian berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu (1) wilayah yang mempunyai ketersediaan lahan cukup luas (hasil kajian tahun 2008, skala 1:250.000), (2) sentra produksi kedelai, (3) wilayah areal pengembangan Ditjen Tanaman Pangan. Pengambilan contoh tanah berdasarkan horisonisasi pada kedalaman 0- 60 cm dari profil tanah/mini pit, dan tanah dianalisis di laboratorium. Hasil pengolahan data digunakan sebagai dasar untuk menyempurnakan peta satuan lahan, penilaian kesesuaian lahan dan tingkat kesuburan tanah, serta rekomendasi pemupukan untuk komoditas kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi penelitian memiliki curah hujan tahunan sebesar 2.211-2.368 mm/tahun, termasuk Zona Agroklimat C-2 (Oldeman, 1975) dan Tipe Hujan A (Schmidt-Ferguson, 1951). Daerah penelitian termasuk landform aluvial/dataran banjir (A) dan grup tektonik/struktural (T), dan yang paling luas penyebarannya adalah dataran tektonik dengan bentuk wilayah datar sampai berombak dengan lereng <8%. Tanah di daerah penelitian dapat diklasifikasikan atas 3 Ordo tanah, yaitu: Inceptisols, Ultisols dan Oxisols, dengan tingkat kesuburan termasuk rendah yang dicirikan oleh pH sangat masam, C organik, KTK dan kejenuhan basa rendah. Penggunan lahan dominan adalah tegalan (53,8%), sawah (16,9%), dana kebun campuran (16,3%). Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan, tidak ditemukan lahan yang sangat sesuai (S1), seluas 7.257 ha (13,58%) termasuk kelas cukup sesuai (S2) seluas dengan faktor pembatas retensi hara (berupa pH tanah masam, pH < 4,5). Lahan yang termasuk kelas sesuai marjinal (S3) penyebarannya cukup luas yaitu sekitar 39.790 ha atau 74,47% dengan faktor pembatas retensi hara dan sebagian kecil ditambah dengan faktor adanya genangan (banjir) dan drainase terhambat-sangat terhambat. Berdasarkan hasil tumpangtepat dengan peta penggunaan lahan, ternyata tidak ditemukan lahan A. Mulyani
et al.
42 yang belum dimanfaatkan, sehingga perluasan areal tanam kedelai hanya bisa dilakukan melalui pengaturan pola tanam (rotasi) dan tumpangsari dengan komoditas yang ada, dan peningkatan indeks pertanaman dari IP100 menjadi IP 200 atau dari IP 200 menjadi IP 300, dengan input pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air baik air permukaan maupun air tanah dalam (pompanisasi). PENDAHULUAN Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dengan jumlah yang selalu lebih tinggi daripada tingkat produksi nasional, bahkan pada 10 tahun terakhir cenderung menurun baik luas panen maupun produksinya, sehingga harus dipenuhi dari impor. Pada tahun 1980 luas areal tanam kedelai sekitar 0,732 juta ha dan meningkat terus setiap tahunnya sampai mencapai puncaknya pada tahun 1992 menjadi 1,667 juta ha. Sejak tahun tersebut, luas panen terus menurun dan hanya sekitar 0,582 juta ha pada tahun 2006, dengan produktivitas rata-rata 12,88 ku/ha dan produksinya sekitar 747.611 ton (Deptan, 2008) (www.deptan.go.id). Pada tahun tersebut, kebutuhan kedelai nasional sekitar 2,12 juta ton, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 1,37 juta ton (BPS, 2007). Penurunan luas panen kedelai di antaranya disebabkan oleh harga dan produktivitas yang rendah dibanding komoditas lain seperti jagung, sehingga tidak dapat bersaing dan tidak diminati masyarakat. Dengan adanya kelangkaan kedelai dan harga yang melonjak tinggi pada tahun 2008, pemerintah telah memproyeksikan untuk meningkatkan luas tanam dengan sasaran produksi pada tahun 2010 sebesar 2,4 juta ton (Ditjen Tanaman Pangan, 2008). Bahkan pada tahun 2010 telah diluncurkan PROGRAM UPAYA KHUSUS (Upsus) KEDELAI melalui penyediaan bantuan langsung benih unggul (BLBU) kedelai, pemberian rhizobium dan pupuk hayati, serta penetralisis tanah bagi wilayah dengan pH masam (Dirjen Tanaman Pangan, 2010), yang dilaksanakan di 25 provinsi yaitu sekitar 200.000 ha. Untuk mendukung program tersebut, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) telah melakukan identifikasi sumberdaya lahan untuk menilai tingkat kesesuaian lahan dan arahan pengembangannya di 17 provinsi, pada skala tinjau (skala 1:250.000), yaitu di Provinsi DI Aceh, Sumatera Barat, J ambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, J awa Barat, Banten, J awa Tengah, J awa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat. Hasilnya menunjukkan lahan yang potensial dan sesuai untuk kedelai di 17 provinsi seluas 17,0 juta ha, terdiri atas 4,8 juta ha pada lahan sawah, 1,7 juta ha Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
43 di tegalan, 2,1 juta ha di areal perkebunan, 2,7 juta ha di kebun campuran, dan 5,6 juta ha terdapat pada lahan yang belum termanfaatkan seperti hutan belukar, semak, dan padang alang-alang/rumput (BBSDLP, 2008). Data/informasi tersebut masih dalam skala tinjau (1:250.000), sehingga untuk operasional perluasan areal tanam kedelai di lapangan, perlu ditindaklanjuti dengan skala peta yang lebih detil (skala 1:50.000). Oleh karena itu, telah dilakukan identifikasi potensi sumberdaya lahan pada skala 1:50.000 di 5 kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah. Makalah ini menyajikan hasil identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk mendukung perluasan areal tanam kedelai, baik di lahan sawah, tegalan, maupun lahan terlantar yang belum dimanfaatkan. BAHAN DAN METODE Penelitian identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk perluasan kedelai dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah. Penetapan lokasi penelitian berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu (1) wilayah yang mempunyai kesesuaian lahan cukup luas (hasil kajian tahun 2008, skala 1:250.000), (2) sentra produksi kedelai, (3) wilayah areal pengembangan Ditjen Tanaman Pangan. Namun karena keterbatasan dana, maka lokasi penelitian tidak mencakup seluruh kabupaten, tetapi hanya di 5 kecamatan yaitu Seputih Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung, dan Way Seputih, dengan luasan sekitar 50.000 ha. Pendekatan analisis terrain menggunakan landform sebagai dasar untuk menyusun satuan lahan telah dilakukan. Klasifikasi landform mengacu pada Laporan Teknis LREPP II No.5 (Marsoedi et. al., 1997) dan LREP I (Balsem dan Buurman, 1990). Kegiatan ini didahului dengan interpretasi peta kontur untuk menghasilkan delineasi satuan landform dari interpretasi peta rupa bumi dan citra landsat TM, serta didukung oleh peta geologi. Analisis satuan lahan, terdiri atas 5 komponen, yaitu: landform, litologi, relief, lereng, elevasi, dan penggunaan lahan. Peta satuan lahan dijadikan dasar untuk pengamatan lapangan, yang meliputi pengamatan sifat morfologi tanah dari profil, mini pit ataupun pemboran, yang mengacu kepada FAO (1990) dan Soil Survey Division Staff (1993). Pengamatan sifat morfologi tanah mencakup antara lain kedalaman tanah, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, drainase, pH tanah, sementasi (batuan/padas), konsentrasi bahan kasar atau fragmen batuan, dan perakaran tanaman. Pengambilan contoh tanah berdasarkan horisonisasi pada kedalaman A. Mulyani
et al.
44 0-60 cm dari profil tanah/mini pit, dan telah dianalisis di laboratorium. Sifat-sifat tanah yang dianalisis terdiri dari tekstur, kandungan bahan organik (C organik, N total dan C/N), reaksi tanah (pH), kandungan P dan K potensial, P dan K tersedia, retensi P, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), kejenuhan Al. J enis dan metode analisis tanah di laboratorium mengacu pada Penuntun Analisis kimia Tanah, Air, Tanaman, dan Pupuk (Sulaeman et al., 2005) yang diadopsi dari Burt (2004). Data hasil analisis tanah digunakan untuk penyusunan peta kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka FAO (1976), dan kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin et al., 2003). Proses penilaian kesesuaian lahan dilakukan secara komputerisasi menggunakan program Automated Land Evaluation System/ALES versi 4.65d (Rossiter dan Van Wambeke, 1996). Hasil evaluasi lahan dalam bentuk data tabular, dihubungkan dengan data spasial untuk menghasilkan peta kesesuaian untuk tanaman kedelai. Dari hasil evaluasi lahan tersebut dapat diketahui sebaran lokasi lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman kedelai, berdasarkan data biofisik lahan (iklim, terrain dan tanah), dengan faktor pembatas dan alternatif teknologi untuk mengatasinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan Lokasi penelitian secara administrasi termasuk pada Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah yang mencakup 5 kecamatan yaitu Kecamatan Seputih Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung dan sebagian Kecamatan Way Seputih, seluas 53.429 ha. Daerah penelitian mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.368 mm, diwakili dari Stasiun Seputih Surabaya, dengan 6 bulan basah (>200 mm/bulan) dan 3 bulan kering (<100 mm/bulan), menurut klasifikasi Oldeman (1975) termasuk Zona Agroklimat C-2, sedangkan menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson (1951) wilayah ini memiliki Tipe Hujan A, atau sangat basah, dengan satu bulan kering (<60 mm/bulan), serta sembilan bulan basah (>100 mm/bulan). Bahan induk yang membentuk tanah-tanah di daerah penelitian adalah batulempung atau batuliat, dan batupasir, serta bahan endapan sungai yang terdiri dari lumpur, dan liat. Batulempung/batuliat membentuk tanah bertekstur halus (berliat), batupasir membentuk tanah bertekstur sedang dan agak kasar, Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
45 yang keduanya membentuk tanah bereaksi masam sampai sangat masam. Sedangkan bahan endapan membentuk tanah bertekstur halus. Landform di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu grup aluvial/dataran banjir (A) dan grup tektonik/struktural (T). Landform alluvial merupakan landform resen dan subresen yang terbentuk melalui proses fluviatil (aktivitas sungai), koluvial (gravitasi), atau gabungan dari proses keduanya, terdiri dari subgrup landform dataran banjir pada sungai meander, dengan bahan induk endapan halus dan dasar lembah dengan bahan induk halus. Sedangkan landform dataran banjir pada sungai meander, merupakan dataran yang selalu banjir dan tergenang, namun pada saat ini sebagian telah didrainase menjadi sawah, terutama daerah Rawa Lebong dan Rawa Gajah yang berada di Kecamatan Seputih Surabaya dan sebagian di daerah Sungai Way Pegadungan Kecamatan Rumbia dan Putra Rumbia. Landform Tektonik/Struktural merupakan landform yang terbentuk karena proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis) berupa proses angkatan, lipatan dan atau patahan. Di daerah penelitian landform ini hanya menurunkan satu subgrup landform, yaitu dataran tektonik. Berdasarkan relief dan lereng landform ini dibedakan menjadi dataran tektonik datar (lereng 1-3%) seluas 19.187 ha atau 35,1%; dataran tektonik berombak (lereng 3-8%) seluas 18.881 ha atau 35,34%, dan dataran tektonik bergelombang (lereng 8-15%) seluas 2.236 ha atau 1,91%, dengan bahan induk/litogi batuliat dan batupasir. Rincian lengkap landform dan bentuk wilayah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Landform dan bentuk wilayah di daerah penelitian Landform Bentuk Wilayah Lereng Luas Grup Aluvial: -% - -ha- -% - Dataran banjir pd sungai meander Datar-cekung 0-1 8.810 16,49 Dasar Lembah Datar-cekung 0-1 3.192 5,97 Grup Tektonik: Dataran tektonik datar Agak datar 0-3 19.187 35,91 Dataran tektonik berombak Berombak 3-8 18.881 35,34 Dataran tektonik bergelombang Bergelombang 8-15 2.336 4,37 Grup aneka (tubuh air/danau/sungai) 1.023 1,91 J umlah 53.429 100,00 Tanah Tanah di daerah penelitian diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003), termasuk pada Ordo Inceptisols, Ultisols, Oxisols, dan padanannya menggunakan sistem Klasifikasi Tanah Nasional (Pusat Penelitian Tanah, 1983), seperti disajikan pada Tabel 2. Daerah penelitian dapat A. Mulyani
et al.
46 dikelompokkan menjadi 13 satuan peta tanah (SPT) dengan penyebaran terluas SPT 5 dan 10, yaitu sub grup Typic Kandiudults yang berasal dari landform dataran tektonik berbahan induk batu pasir dan batu liat, pada lereng <8% (Tabel 3 dan Gambar 1). Tabel 2. Klasifikasi Tanah di daerah penelitian Klasifikasi Tanah Sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, Thn 2003) PPT (1983) Ordo Sub Ordo Great Grup Sub Grup Macam Inceptisols Aquepts Endoaquepts Fluvaquentic Endoaquepts Gleisol Fluvik Typic Endoaquepts Gleisol Distrik Udepts Dystrudepts Aquic Dystrudepts Kambisols Gleiik Ultisols Udults Kandiudults Typic Kandiudults Podsolik Kandik Kanhapludults Typic Kanhapludults Podsolik Haplik Plinthic Kanhapludults Podsolik Plintik Oxisols Udox Hapludox Typic Hapludox Oxisol Haplik Plinthic Hapludox Oxisol Plintik Keterangan Proporsi: P =Predominan (>75%); D =Dominan (50-74%); F =Fair (25-49%). Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis tanah, hampir seluruh areal penelitian mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, dicirikan oleh pH sangat masam, C-organik sangat rendah, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) rendah (Tabel 4). Drainase tanah bervariasi dari terhambat sampai sedang, tergantung posisi dan landform, kedalaman tanah dalam sampai sangat dalam, tekstur liat sampai liat berpasir.
Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
47 Tabel 3. Legenda Satuan Peta Tanah No.SPT Klasifikasi Tanah (USDA, 2003) Proporsi Landform Bentuk wilayah Lereng (%) Bahan Induk L U A S ha % 1 Konsosiasi: P Dataran Banjir pada Sungai Meander Agak datar (0-3%) Aluvium 545 1.02 Aquic Dystrudepts 2 Kompleks: Datar- Cekung (<1%) 4,814 9.01 Fluvaquentic Endoaquepts D Typic Endoaquepts F 3 Kompleks: 3,451 6.46 Typic Endoaquepts D Fluvaquentic Endoaquepts F 4 Konsosiasi: P Dasar Lembah 3,192 5.97 Typic Endoaquepts 5 Konsosiasi: P Dataran Tektonik dan Struktural Agak Datar (0-3%) Batupasir 12,968 24.27 Typic Kandiudults 6 Konsosiasi: P Batuliat 2,648 4.96 Typic Hapludox 7 Konsosiasi: P 2,284 4.27 Typic Kanhapludults 8 Konsosiasi: P 1,091 2.04 Plinthic Kanhapludults 9 Konsosiasi: P Batuliat dan Batupasir 197 0.37 Plinthic Hapludox 10 Konsosiasi: P Berombak (3-8%) Batuliat 11,279 21.11 Typic Kandiudults 11 Konsosiasi: P 4,610 8.63 Typic Kanhapludults 12 Konsosiasi: P 2,992 5.60 Plinthic Kanhapludults 13 Konsosiasi: P Bergelomban g (8- 15 %) 2,336 4.37 Typic Kanhapludults Tubuh Air (Sungai dan Danau) 1,023 1.91 Luas Total 5 3,429 100.00
4 8
A .
M u l y a n i e t
a l . Tabel 4. Karakteristik Subgrup Tanah pada Setiap SPT No. SPT Kode Pewa kil Klasifikasi Tanah Drainase Kedalam an Tanah KelasTekstur Reaksi Tanah (pH) C-Organik KTK Tanah KB 1 AD 02 Aquic Dystrudepts Aggak.Ter hambat Dalam Lempung Berliat Masam Sangat Rendah Rendah Sedang 2 AS 01 Fluvaquentic Endaquepts Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Sedang Rendah Rendah 2 AD 30 Typic Endoaq uepts Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Tinggi Rendah Rendah 3 AD 09 Typic Endoaquepts Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Sangat Tinggi Rendah Rendah 3 AS 16 Fluvaquentic Endaquepts Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah 4 AD 13 Typic Endoaquepts Terhambat Dalam Lempung Berliat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah 5 AS 05 Typic Kandiudults Sedang Sangat dalam Liat berpasir Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah 6 AD 24 Typic Hapludox Sedang Dalam Liat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah 7 AS 08 Typic Kanhapludults Sedang Dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah 8 AD 27 Plinthic Kanhapludults Sedang Dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah 9 AS 12 Plinthic Hapludox Sedang Dalam Liat Bberpasir Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah 10 AD 40 Typic Kandiudults Sedang Sangat dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah 11 AS 24 Typic Kanhapludults Sedang Dalam Liat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah 12 AD 06 Plinthic Kanhapludults Sedang Dalam Liat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah 13 AD 14 Typic Kanhapludults Sedang Dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Sedang Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
49
Gambar 1. Peta tanah semidetail daerah penelitian Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil analisis citra landsat TM band 4, 5 dan 7 tahun 2002 dan tahun 2007 dan survei lapangan, penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi sawah irigasi, sawah lebak, tegalan, perkebunan rakyat, belukar (belukar di lahan kering dan belukar rawa), semak (semak di lahan kering dan semak rawa), kebun campuran (lahan pekarangan dan pemukiman), dan sungai/danau (Tabel 5). Sawah di daerah penelitian terdiri dari sawah lebak dan sawah irigasi. Sawah lebak 1 kali tanam posisinya berada di daerah rawa yang telah didrainase dan relatif masih baru, tetapi pada bulan-bulan tertentu tergenang >50 cm dan tidak bisa ditanami padi, terdapat di sepanjang Sungai Way Seputih di wilayah Kecamatan dengan luas seluruhnya 2.478 ha. Sawah lebak 2 kali posisinya berada pada jalur aliran sempit/dasar lembah, berupa sawah yang relatif sudah lama (>10 tahun), seluas 6.556 ha. Sawah irigasi relatif sedikit yaitu 197 ha, sumber air pengairan dari irigasi dengan debit air hanya cukup 1 kali tanam dalam setahun. A. Mulyani
et al.
50 Tabel 5. Penyebaran penggunaan lahan di daerah penelitian Penggunaan Lahan L u a s - ha - - % - Sawah Lebak 9.034 16,91 Sawat Irigasi 197 0,37 Tegalan 28.724 53,76 Kebun Campuran (Pemukiman dan Pekarangan) 8.704 16,29 Perkebunan Rakyat 2.963 5,55 Belukar 85 0,16 Belukar Rawa 580 1,09 Semak 363 0,68 Semak Rawa 1.756 3,29 Tubuh Air/Danau dan Sungai 1.023 1,91 Luas Total 53.429 100,00 Tegalan umumnya digunakan untuk usahatani tanaman semusim terutama ubikayu, jagung, dan kedelai, sebagian berupa tanaman sayuran (terung, kacang panjang, mentimun, cabe merah), dengan penyebaran terpencar-pencar sekitar 28.724 ha atau 53,76 % dari total daerah penelitian. Pola tanam dominan adalah jagung-ubikayu, dan kadang-kadang hanya ditanam ubikayu secar a monokultur sepanjang tahun. Sedangkan pada wilayah yang terbiasa menanam kedelai seperti di Kecamatan Bumi Nabung, pola tanam yang dijumpai adalah kedelai-jagung-kedelai atau kedelai-kedelai-jagung.
Penggunaan lahan lain yang cukup luas adalah kebun campuran, yang berisi tanaman tahunan buah-buahan, kayu-kayuan, tanaman perkebunan, umumnya terletak di sekitar pemukiman dan pekarangan, serta sepanjang jalan utama baik di tingkat desa/dusun maupun kecamatan, seluas 8.704 ha atau 16,29%. J enis tanaman yang ditemukan di antaranya nangka, jeruk, mangga, durian, dukuh, pisang, kelapa, kopi, albazia, dan jati. Evaluasi Lahan Evaluasi lahan dilakukan dengan cara matching, yaitu membandingkan antara sifat dan karakteristik tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman kedelai. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan kelas tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan dibedakan ke dalam tingkat subkelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas atau kendala yang paling dominan/berat (mostly limiting factors). Kualitas/karakteristik lahan yang dipilih untuk evaluasi lahan tanaman kedelai terdiri atas: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, gambut (ketebalan, tingkat dekomposisi), retensi hara, Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
51 toksisitas (salinitas, bahan sulfidik), bahaya erosi , banjir, dan penyiapan lahan. Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan terlihat bahwa lahan dengan kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) tidak ditemukan, sedangkan yang termasuk kelas cukup sesuai (S2) seluas 7.257 ha (13,58%), dengan faktor pembatas retensi hara (berupa pH tanah masam, pH <4,5), terdapat pada SPT 6 dan 11. Lahan yang termasuk kelas sesuai marjinal (S3) penyebarannya cukup luas yaitu sekitar 39.790 ha atau 74,47% dengan faktor pembatas retensi hara dan sebagian kecil ditambah dengan faktor adanya genangan (banjir) dan drainase terhambat-sangat terhambat. Sedangkan lahan yang termasuk kelas tidak sesuai (N) seluas 5.359 ha atau 10,03% dengan faktor pembatas berat berupa bahaya banjir dan genangan, terdapat pada SPT 1 dan 2 (Tabel 6 dan Gambar 2). Faktor pembatas ini untuk kedelai masih dapat diatasi yaitu dengan pemberian kapur/dolomit dan menggunakan bibit unggul tahan kemasaman.
5 2
A .
M u l y a n i e t
a l .
Gambar 2. Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai Identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk perluasan areal tanam kedelai
53 Tabel 6. Hasil penilaian kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai Kesesuaian Lahan NO. SPT L u a s Kelas Sub. Kelas Faktor Pebatas Ha % Simbol S2 S2-nr Retensi hara 6,11 7.257 13,58 S3 S3-fh,oa,nr Bahaya banjir/ Genangan, Drainase, dan Retensi hara 3,4 6.643 12,43 S3-nr Retensi hara 5,7,8,9,10,12,13 33.147 62,04 N N-fh Bahaya banjir dan Genangan 1,2 5.359 10,03 X Tidak dinilai (Sungai dan Danau) 99 1.023 1,91 L u a s t o t a l 53.429 100,00 5. Usahatani Tanaman Kedelai Pada tingkat kabupaten, usahatani kedelai masih sangat terbatas di Kabupaten Lampung Tengah. Salah satu sentra produksi kedelai yang ada adalah Kecamatan Bumi Nabung, dimana kecamatan ini termasuk pada daerah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa petani, baik dari kelompok tani mawar maupun petani lainnya di wilayah Kec. Bumi Nabung, produktivitas rata-rata kedelai sekitar 1.600-2.400 kg/ha, dengan harga jual Rp 4.000-6.000,-/kg, sehingga petani dapat memperoleh keuntungan berkisar dari 3,2 juta sampai 5,4 juta rupiah per ha per musim tanam (75-85 hari). Bagi petani yang sudah terbiasa menanam kedelai, tidak merasa repot karena harus merawat tanaman kedelai agak intensif yaitu untuk pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan, dibanding dengan bertanam jagung atau ubikayu yang banyak diusahakan. Varietas yang biasa ditanam adalah wilis dan anjasmoro, dengan pola tanam kedelai- kedelai-jagung atau kedelai-jagung-bera. Salah satu hasil analisis usahatani kedelai di Desa Bumi Nabung Ilir disajikan pada Tabel 7. Ditinjau dari aspek sumberdaya lahan, pada umumnya lahan kering di Provinsi Lampung mempunyai sifat fisik tanah, iklim, dan lingkungan yang cukup baik, meskipun umumnya mempunyai tingkat kesuburan tanah rendah, yang dicirikan oleh kemasaman tanah masam sampai agak masam (pH 4-5), kejenuhan Al tinggi, dan kandungan hara dan bahan organik rendah. Namun, semua kendala tingkat kesuburan tanah dapat diatasi dengan pemupukan berimbang dan sedikit pengapuran untuk meningkatkan pH tanah, terutama untuk usahatani kedelai. Kebiasaan petani menggunakan pupuk kandang dan kompos, serta mengembalikan sebagian sisa panen, merupakan kebiasaan yang baik, yang dapat meningkatkan bahan organik tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah. A. Mulyani
et al.
54 Tabel 7. Analisis usahatani kedelai varietas anjasmoro di Desa Bumi Nabung Ilir I. Biaya Produksi A. Penggunaan TK Satuan J umlah Upah/sat. Nilai Keterangan (Rp) (Rp) 1. Pengolahan tanah HKO 5 40000 200000 Upah/borong HKT Upah/borong Mesin Upah/borong 2. Aplikasi pupuk dasar HKO HKT 3. Tanam 16 20000 320000 4. Penyiangan 20 25000 500000 5. Pemupukan 10 25000 250000 6. Pemeliharaan 7. Panen 16 25000 400000 8. Pasca panen 18 25000 450000 9. Trasher +napi 14 25000 350000 Subtotal (1) Rp 2470000 B. Sarana Produksi Satuan J umlah Harga/sat. Nilai Keterangan 1. Benih Kg 40 8000 320000 2. Urea Kg 75 1300 97500 3. ZA Kg 0 0 0 4. SP-36 Kg 100 2000 200000 5. KCl Kg 100 2000 200000 6. Pupuk kandang karung 8 17000 136000 7. Obat-obatan padat Kg 0 8. Obat-obatan Liter 1 25000 25000 Subtotal (2) Rp 978500 9. Biaya modal %/MT Total biaya produksi Rp 3448500 II. Hasil usahatani Parameter Satuan J umlah Harga/sat. Nilai Keterangan 1. Produksi Kg pipilan 1600 5000 2. Penerimaan Rp xxxxxxx xxxxxxxx 8000000 Rumus 3. Pendapatan Rp xxxxxxx xxxxxxxx 4551500 Rumus 4. B/C Unit xxxxxxx xxxxxxxx 1.319849 Rumus 5. R/C 2.319849 Arahan Pengembangan dan Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan yang ditumpangtindihkan (overlayed) dengan peta penggunaan lahan, serta hasil analisis tanah dapat disusun peta arahan pengembangan kedelai serta rekomendasi pemupukan seperti disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 3. Dari tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa penyebaran terluas adalah lahan yang diarahkan untuk pengembangan kedelai di lahan tegalan prioritas II (PT 2) karena kelas kesesuaiannya termasuk kelas S3 seluas 22.693 ha, dengan faktor pembatas retensi hara (pH masam dan KTK rendah). Selanjutnya adalah lahan yang diarahkan untuk pengembangan di lahan Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
55 sawah prioritas II dan lahan tegalan prioritas I dengan luasan masing- masing seluas 6.753 ha dan 6.020 ha. Untuk lahan sawah tidak ditemukan lahan yang termasuk sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2), sehingga tidak ditemukan yang diarahkan menjadi PS1. Arahan pengembangan kedelai untuk perluasan areal baru (PB) tidak ditemukan, karena lahan telah dimanfaatkan secara intensif sehingga tidak ditemukan lahan yang sesuai dan saat ini masih belum dimanfaatkan. Tabel 7. Arahan pengembangan dan rekomendasi pemupukan di daerah penelitian Simbol Uraian N0 SPT Dosis Pemupukan (kg/Ha) Tanpa Bahan Organik L u a s UREA SP36 KCl Ha % I. ARAHAN DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN UNTUK TANAMAN KEDELE PS 2 Pengembangan Prioritas II di lahan Sawah 3,4,9 50 150 100 6.753 12,64 PT 1 Pengembangan Prioritas I di lahan Tegalan 6,11 50 75 100 6.020 11,27 (5,7,8) 50 150 100 PT 2 Pengembangan Prioritas II di lahan Tegalan (10,12,13) 50 150 100 22.693 42,47 Jumlah Luas yang Direkomendasikan untuk Tanaman Kedelai 35.466 66,38 II. PENGGUNAAN LAIN-LAIN/TIDAK DIREKOMENDASIKAN K Pemukiman Penduduk dan Kebun Campuran (Lahan Pekarangan) (1,5,6,10,11,12,13) - - - 8.704 16,29 E Perkebunan Rakyat (Karet,Kelapa Sawit, dan lain- lain) (5,6,7,8,10,11,12,13) - - - 2.963 5,55 TD Tidak disarankan (Tergolong Tidak Sesuai) 1,2 - - - 5.273 9,87 X Penggunaan Lain (Tubuh Air/Sungai dan Danau) 99 - - - 1.023 1,91 Jumlah luas Penggunaan Lain-Lain/Tidak direkomendasikan 17.963 33,62 L u a s T o t a l 53.429 100,00
A. Mulyani
et al.
56
Gambar 3. Peta Arahan Pengembangan Tanaman Kedelai Berdasarkan hasil analisis tanah, telah disusun rekomendasi pemupukan untuk pertumbuhan kedelai, seperti yang disajikan pada Tabel 7. Untuk seluruh lahan baik lahan sawah maupun tegalan dosis urea sama yaitu 50 kg/ha dan untuk KCl 100 kg/ha, sedangkan untuk SP 36 sebesar 75 kg/ha untuk lahan tegalan (SPT 6, 11), 150 kg/ha untuk lahan sawah (SPT 3, 4, dan 9) dan lahan tegalan (SPT 10, 12, 13). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan kedelai telah dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah, yang mencakup 5 kecamatan yaitu Kecamatan Seputih Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung dan sebagian Kecamatan Way Seputih, seluas 53.429 ha. 2. Daerah penelitian mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.150 mm, dengan tipe hujan A yang ditandai oleh 8 bulan basah (BB >100 mm) dan 1 bulan kering (BK <60 mm) dalam tiap tahun berturut-turut, Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
57 memiliki periode masa tanam 11 bulan. Sedangkan zone agroklimatnya termasuk C1 dengan 5 bulan basah (>200 mm) dan 1 bulan kering (<100 mm) memiliki periode masa tanam 5 bulan 3. Daerah penelitian mempunyai tanah dominan Ultisols, Inceptisols, dan Oxisols, dengan bentuk wilayah umumnya datar sampai berombak, dan sedikit gelombang dengan lereng < 15%. Penggunaan lahan dominan berupa tegalan dan sawah, dengan tanaman utama jagung, ubikayu dan padi, serta kedelai di beberapa sentra produksi. 4. Hasil evaluasi lahan berdasarkan sifat biofisik dan hasil analisis contoh tanah menunjukkan bahwa di daerah penelitian tidak dijumpai lahan dengan kelas kesesuaian lahan yang sangat sesuai (S1). Kesesuaian lahan terluas adalah kelas sesuai marjinal (S3) dan cukup sesuai (S2) dengan faktor pembatas dominan berupa retensi hara yaitu KTK, KB, C-organik yang rendah, serta pH masam. Pada daerah cekungan, selain faktor pembatas retensi hara juga ditemui adanya bahaya banjir (genangan) dan ketersediaan oksigen (drainase terhambat). 5. Hasil tumpangtepat antara peta kesesuaian lahan dan penggunaan lahan menunjukkan bahwa lahan yang diarahkan untuk tanaman kedelai umumnya berada di lahan tegalan prioritas II (PT2) karena kelas kesesuaian lahannya dominan kelas S3, menyusul lahan sawah prioritas II (PS2) dan lahan tegalan prioritas I (PT 1). Arahan pengembangan kedelai untuk perluasan areal baru (PB) tidak ditemukan, karena seluruh lahan yang ada telah dimanfaatkan secara intensif. Oleh karena itu, pengembangan kedelai hanya bisa dilakukan dengan pengaturan pola tanam dan peningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 ke IP 200 atau IP 200 ke IP 300, dengan penyediaan air irigasi suplementer (pompanisasi dari air permukaan atau air tanah). 6. Berdasarkan hasil analisis tanah telah disusun rekomendasi pemupukan untuk kedelai. Untuk seluruh lahan baik di lahan sawah maupun tegalan dosis urea sama yaitu 50 kg/ha dan untuk KCl 100 kg/ha, sedangkan untuk SP 36 sebesar 75 kg/ha untuk lahan tegalan (SPT 6, 11), 150 kg/ha untuk lahan sawah (SPT 3, 4, dan 9) dan lahan tegalan (SPT 10, 12, 13). Pemakaian pupuk organik dan kapur sangat dianjurkan untuk ditambahkan untuk meningkatkan pH dan memperbaiki sifat fisik tanah
A. Mulyani
et al.
58 DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 1997. Lahan dan Agroklimat untuk Kedelai di Indonesia. Paper Seminar Prospek dan Perspektif Agribisnis Kedelai. J akarta, 9 Desember 1997. (BPS) Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Indonesia tahun 1993. Biro Pusat Statistik, J akarta. (BPS) Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia tahun 2007. Badan Pusat Statistik, J akarta. Badan Litbang Pertanian. 2008. Kesiapan Teknologi Mendukung Peningkatan Produksi menuju Swasembada Kedelai. Diskusi panel dan Konferensi Pers Ketersediaan Teknologi mendukung Peningkatan Produksi Kedelai. Badan Litbang Pertanian, J akarta, 12 Februari 2008. (BBSDLP) Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Potensi dan Inovasi Teknologi Sumberdaya Lahan untuk Menuju Swasembada Kedelai. Diskusi panel dan Konferensi Pers Ketersediaan Teknologi mendukung Peningkatan Produksi Kedelai. Badan Litbang Pertanian, J akarta, 12 Februari 2008. (BBSDLP) Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2009. Policy Brief. Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Burhan, Gunawan, dan Noya.1993. Peta Geologi lembar Menggala. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Burt, R. (ed.). 2004. Soil survey laboratory methods manual. Soil Survey Investigations Report No. 42, Versi 4.0, November 2004. USDA- NRCS. Ditjen Tanaman Pangan. 2008. Proyeksi kebutuhan, luas panen, dan produksi sampai tahun 2010. Direktorat J enderal Tanaman Pangan, J akarta. Deptan. 2008. Luas tanam, produktivitas dan produksi kedelai periode 1990- 2006. Departemen Pertanian, J akarta. (www.deptan.go.id) Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian. Versi 3. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Bogor. (FAO) Food anf Agriculture Organisation. 1976. A Framework of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin No.6, Rome. (FAO) Food anf Agriculture Organisation. 1990. Guidelines for soil description. 3rd Edition (Revised). FAO/UNESCO, Rome, Italy. Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
59 Marsoedi, Ds., Widagdo, J . Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J . Hof dan E.R. J ordens.1997. Pedoman Klasifikasi Landform. LT 5 Versi 3.0. LREP II, CSAR, Bogor. Mulyani, A., Hikmatullaah, Saeful Bachri, Chendy, T.F., Alkusuma, Ropik. 2004. Laporan Akhir Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agro-Ekologi (Zae) Skala 1:50.000, di 5 kabupaten. Kerjasama antara Balai Penelitian Tanah dengan Poor Farmers Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P)/P4MI, Badan Litbang Pertanian. (Puslitbangtan) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Ketersediaan Teknologi dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai Menuju Swasembada. Diskusi panel dan Konferensi Pers Ketersediaan Teknologi mendukung Peningkatan Produksi Kedelai. Badan Litbang Pertanian, J akarta, 12 Februari 2008. Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke, 1997. Automated Land Evaluation System ALES Version 4.65d Users Manual. Cornell Univ. Dept of Soil Crop & Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA. Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Hal 1-27 dalam Buku Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Soil Survey Division Staff. 1993. Soil survey manual. USDA Handbook no.436. Washington DC.
A. Mulyani
et al.
60 TANYA JAWAB Pertanyaan Danu Ismadi Saderi (BPTP-Kalsel) : Sebagian besar lokasi yang ada S3 bagaimana prospek ekonominya ?
Jawaban : Hasil kesesuaian lahan dominan S3 dengan faktor pembatas retensi hara yaitu KTK, KB, C-Organik yang rendah atau pH masam. Retensi hara ini dapat ditingkatkan dengan pemupukan berimbang (organik dan anorganik) serta pengapuran untuk meningkatkan pH. Prospek ekonominya cukup baik apabila didukung oleh kelembagaan pemasaran dan harga yang baik yang dapat bersaing dengan komoditas lain seperti jagung.
Pertanyaan M Al-Jabri (Balittanah) : 1. Skala peta yang dibuat berskala kecil, sebaiknya skalanya diperbesar dengan skala 1 : 50.000 2. Data faktor pembatas pertumbuhan tanaman seperti kejenugan Al. Tanah di Lampung umumnya mempunyai kandungan Al yang relatif rendah sehinga tidak diperoleh kapur selama persentase kejenuhan Al <20% 3. Bagaimana cara yang sebaiknya dilakukan agar petani berlomba- lomba untuk menanam kedelai
Jawaban : 1. Skala yang digunakan adalah skala 1 : 50.000, sedangkan skala yang 1 ; 125.000 sudah dilaksanakan pada tahun 2008, dan digunakan sebagai salah satu acuan untuk kegiatan pemetaan skala 1 : 50.000 2. Dalam kriteria kesesuaian lahan kedelai kejenuhan Al tidak dijadikan sebagai faktor pembatas, yang digunakan adalah KTK, KB, C-org. Dan pH. Terima kasih informasinya 3. Kunci utama untuk pengembangan kedelai adalah adanya pasar dan harga yang bagus yang didukung oleh bantuan bibit unggul, dan penyediaan pupuk dan teknologinya.
Pertanyaan Santun R.P. Sitorus (Faperta IPB-Bogor) : 1. Kenapa dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah, karena sudah diketahui penggunaan lahan sudah penuh tidak intensif, perluasan areal sebaiknya pada lahan tidak produktif, bukan menggusuur komoditas lain 2. Kenapa skala perencanaan yang digunakan masih 1 : 250.000 tidak skala yang lebih besar Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai
61
Jawaban : 1. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan konsorsium kedelai, data hasil identifikasi lahan akan digunakan untuk penelitian lapangan dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Pengembangan kedelai bisa dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Intensifikasi bisa dilakukan dengan peningkatan indeks pertanaman atau pergiliran tanaman ekstensifikasi merupakan areal pengembangan di lokasi baru baik di lahan sawah/tegalan/lahan tidur yang selama ini belum pernah menanam kedelai 2. Skala yang digunakan adalah skala 1 : 50.000, sedangkan skala 1 : 250.000 hanya sebagai referensi awal
Pertanyaan Hikmatullah (BBSDLP) : Kenapa pengembangan kedelai diarahkan ke tanah-tanah masam kenapa tidak diarahkan/dicari ke tanah-tanah agak basis dan agak kering iklimnya seperti Gorontalo dan Nusa Tenggara
Jawaban : Pengembangan kedelai diarahkan pada wilayah yang secara historis telah menanam kedelai pada tahun 1992 dimana kedelai mencapai puncaknya produksi dan terluas areal tanamnya. Lampung merupakan wilayah terluas ke tiga setelah J atim dan NTB. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah Lampung Tengah merupakan lokasi pengembangan dari Dirjen Tanaman Pangan