Anda di halaman 1dari 21

41

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK


PERLUASAN AREAL TANAM KEDELAI DI LAMPUNG TENGAH
A. Mulyani
1
, Sukarman
1
dan A. Pramudia
2

1 Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
2. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi
ABSTRAK
Kedelai merupakan salah satu komoditas strategis, yang beberapa tahun
terakhir menjadi isu nasional karena kelangkaan ketersediaannya di pasaran,
sehingga harga kedelai melonjak tinggi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan
produksi kedelai telah dilakukan melalui Upsus kedelai dan telah
memproyeksikan untuk meningkatkan luas tanam, dengan sasaran produksi pada
tahun 2010 sebesar 2,4 juta ton (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2008).
Untuk mendukung program tersebut, telah dilakukan identifikasi potensi
sumberdaya lahan untuk perluasan areal kedelai di Kecamatan Seputih
Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung dan sebagian Kecamatan Way
Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, seluas 53.429 ha. Penetapan lokasi
penelitian berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu (1) wilayah yang mempunyai
ketersediaan lahan cukup luas (hasil kajian tahun 2008, skala 1:250.000), (2)
sentra produksi kedelai, (3) wilayah areal pengembangan Ditjen Tanaman
Pangan. Pengambilan contoh tanah berdasarkan horisonisasi pada kedalaman 0-
60 cm dari profil tanah/mini pit, dan tanah dianalisis di laboratorium. Hasil
pengolahan data digunakan sebagai dasar untuk menyempurnakan peta satuan
lahan, penilaian kesesuaian lahan dan tingkat kesuburan tanah, serta
rekomendasi pemupukan untuk komoditas kedelai. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lokasi penelitian memiliki curah hujan tahunan sebesar 2.211-2.368
mm/tahun, termasuk Zona Agroklimat C-2 (Oldeman, 1975) dan Tipe Hujan A
(Schmidt-Ferguson, 1951). Daerah penelitian termasuk landform aluvial/dataran
banjir (A) dan grup tektonik/struktural (T), dan yang paling luas penyebarannya
adalah dataran tektonik dengan bentuk wilayah datar sampai berombak dengan
lereng <8%. Tanah di daerah penelitian dapat diklasifikasikan atas 3 Ordo tanah,
yaitu: Inceptisols, Ultisols dan Oxisols, dengan tingkat kesuburan termasuk
rendah yang dicirikan oleh pH sangat masam, C organik, KTK dan kejenuhan
basa rendah. Penggunan lahan dominan adalah tegalan (53,8%), sawah (16,9%),
dana kebun campuran (16,3%). Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan,
tidak ditemukan lahan yang sangat sesuai (S1), seluas 7.257 ha (13,58%)
termasuk kelas cukup sesuai (S2) seluas dengan faktor pembatas retensi hara
(berupa pH tanah masam, pH < 4,5). Lahan yang termasuk kelas sesuai marjinal
(S3) penyebarannya cukup luas yaitu sekitar 39.790 ha atau 74,47% dengan
faktor pembatas retensi hara dan sebagian kecil ditambah dengan faktor adanya
genangan (banjir) dan drainase terhambat-sangat terhambat. Berdasarkan hasil
tumpangtepat dengan peta penggunaan lahan, ternyata tidak ditemukan lahan
A. Mulyani

et al.

42
yang belum dimanfaatkan, sehingga perluasan areal tanam kedelai hanya bisa
dilakukan melalui pengaturan pola tanam (rotasi) dan tumpangsari dengan
komoditas yang ada, dan peningkatan indeks pertanaman dari IP100 menjadi IP
200 atau dari IP 200 menjadi IP 300, dengan input pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya air baik air permukaan maupun air tanah dalam (pompanisasi).
PENDAHULUAN
Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun
dengan jumlah yang selalu lebih tinggi daripada tingkat produksi nasional, bahkan
pada 10 tahun terakhir cenderung menurun baik luas panen maupun
produksinya, sehingga harus dipenuhi dari impor. Pada tahun 1980 luas areal
tanam kedelai sekitar 0,732 juta ha dan meningkat terus setiap tahunnya sampai
mencapai puncaknya pada tahun 1992 menjadi 1,667 juta ha. Sejak tahun
tersebut, luas panen terus menurun dan hanya sekitar 0,582 juta ha pada tahun
2006, dengan produktivitas rata-rata 12,88 ku/ha dan produksinya sekitar
747.611 ton (Deptan, 2008) (www.deptan.go.id). Pada tahun tersebut, kebutuhan
kedelai nasional sekitar 2,12 juta ton, sehingga Indonesia harus mengimpor
kedelai sebanyak 1,37 juta ton (BPS, 2007). Penurunan luas panen kedelai di
antaranya disebabkan oleh harga dan produktivitas yang rendah dibanding
komoditas lain seperti jagung, sehingga tidak dapat bersaing dan tidak diminati
masyarakat.
Dengan adanya kelangkaan kedelai dan harga yang melonjak tinggi pada
tahun 2008, pemerintah telah memproyeksikan untuk meningkatkan luas tanam
dengan sasaran produksi pada tahun 2010 sebesar 2,4 juta ton (Ditjen Tanaman
Pangan, 2008). Bahkan pada tahun 2010 telah diluncurkan PROGRAM UPAYA
KHUSUS (Upsus) KEDELAI melalui penyediaan bantuan langsung benih unggul
(BLBU) kedelai, pemberian rhizobium dan pupuk hayati, serta penetralisis tanah
bagi wilayah dengan pH masam (Dirjen Tanaman Pangan, 2010), yang
dilaksanakan di 25 provinsi yaitu sekitar 200.000 ha.
Untuk mendukung program tersebut, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) telah melakukan
identifikasi sumberdaya lahan untuk menilai tingkat kesesuaian lahan dan arahan
pengembangannya di 17 provinsi, pada skala tinjau (skala 1:250.000), yaitu di
Provinsi DI Aceh, Sumatera Barat, J ambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung,
Lampung, J awa Barat, Banten, J awa Tengah, J awa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua
Barat. Hasilnya menunjukkan lahan yang potensial dan sesuai untuk kedelai di 17
provinsi seluas 17,0 juta ha, terdiri atas 4,8 juta ha pada lahan sawah, 1,7 juta ha
Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

43
di tegalan, 2,1 juta ha di areal perkebunan, 2,7 juta ha di kebun campuran, dan
5,6 juta ha terdapat pada lahan yang belum termanfaatkan seperti hutan belukar,
semak, dan padang alang-alang/rumput (BBSDLP, 2008). Data/informasi tersebut
masih dalam skala tinjau (1:250.000), sehingga untuk operasional perluasan
areal tanam kedelai di lapangan, perlu ditindaklanjuti dengan skala peta yang
lebih detil (skala 1:50.000). Oleh karena itu, telah dilakukan identifikasi potensi
sumberdaya lahan pada skala 1:50.000 di 5 kecamatan di Kabupaten Lampung
Tengah.
Makalah ini menyajikan hasil identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk
mendukung perluasan areal tanam kedelai, baik di lahan sawah, tegalan, maupun
lahan terlantar yang belum dimanfaatkan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk perluasan kedelai
dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah. Penetapan lokasi penelitian
berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu (1) wilayah yang mempunyai kesesuaian
lahan cukup luas (hasil kajian tahun 2008, skala 1:250.000), (2) sentra produksi
kedelai, (3) wilayah areal pengembangan Ditjen Tanaman Pangan. Namun
karena keterbatasan dana, maka lokasi penelitian tidak mencakup seluruh
kabupaten, tetapi hanya di 5 kecamatan yaitu Seputih Surabaya, Rumbia, Putra
Rumbia, Bumi Nabung, dan Way Seputih, dengan luasan sekitar 50.000 ha.
Pendekatan analisis terrain menggunakan landform sebagai dasar untuk
menyusun satuan lahan telah dilakukan. Klasifikasi landform mengacu pada
Laporan Teknis LREPP II No.5 (Marsoedi et. al., 1997) dan LREP I (Balsem dan
Buurman, 1990). Kegiatan ini didahului dengan interpretasi peta kontur untuk
menghasilkan delineasi satuan landform dari interpretasi peta rupa bumi dan
citra landsat TM, serta didukung oleh peta geologi. Analisis satuan lahan, terdiri
atas 5 komponen, yaitu: landform, litologi, relief, lereng, elevasi, dan penggunaan
lahan.
Peta satuan lahan dijadikan dasar untuk pengamatan lapangan, yang
meliputi pengamatan sifat morfologi tanah dari profil, mini pit ataupun pemboran,
yang mengacu kepada FAO (1990) dan Soil Survey Division Staff (1993).
Pengamatan sifat morfologi tanah mencakup antara lain kedalaman tanah, warna
tanah, tekstur, struktur, konsistensi, drainase, pH tanah, sementasi
(batuan/padas), konsentrasi bahan kasar atau fragmen batuan, dan perakaran
tanaman. Pengambilan contoh tanah berdasarkan horisonisasi pada kedalaman
A. Mulyani

et al.

44
0-60 cm dari profil tanah/mini pit, dan telah dianalisis di laboratorium. Sifat-sifat
tanah yang dianalisis terdiri dari tekstur, kandungan bahan organik (C organik, N
total dan C/N), reaksi tanah (pH), kandungan P dan K potensial, P dan K tersedia,
retensi P, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na), kapasitas tukar kation
(KTK), kejenuhan basa (KB), kejenuhan Al. J enis dan metode analisis tanah di
laboratorium mengacu pada Penuntun Analisis kimia Tanah, Air, Tanaman, dan
Pupuk (Sulaeman et al., 2005) yang diadopsi dari Burt (2004). Data hasil analisis
tanah digunakan untuk penyusunan peta kesesuaian lahan untuk tanaman
kedelai. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka FAO (1976),
dan kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin et al., 2003). Proses penilaian
kesesuaian lahan dilakukan secara komputerisasi menggunakan program
Automated Land Evaluation System/ALES versi 4.65d (Rossiter dan Van
Wambeke, 1996). Hasil evaluasi lahan dalam bentuk data tabular, dihubungkan
dengan data spasial untuk menghasilkan peta kesesuaian untuk tanaman
kedelai. Dari hasil evaluasi lahan tersebut dapat diketahui sebaran lokasi lahan
yang sesuai untuk pengembangan tanaman kedelai, berdasarkan data biofisik
lahan (iklim, terrain dan tanah), dengan faktor pembatas dan alternatif teknologi
untuk mengatasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lahan
Lokasi penelitian secara administrasi termasuk pada Provinsi Lampung,
Kabupaten Lampung Tengah yang mencakup 5 kecamatan yaitu Kecamatan
Seputih Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung dan sebagian
Kecamatan Way Seputih, seluas 53.429 ha.
Daerah penelitian mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.368 mm,
diwakili dari Stasiun Seputih Surabaya, dengan 6 bulan basah (>200 mm/bulan)
dan 3 bulan kering (<100 mm/bulan), menurut klasifikasi Oldeman (1975)
termasuk Zona Agroklimat C-2, sedangkan menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson
(1951) wilayah ini memiliki Tipe Hujan A, atau sangat basah, dengan satu bulan
kering (<60 mm/bulan), serta sembilan bulan basah (>100 mm/bulan).
Bahan induk yang membentuk tanah-tanah di daerah penelitian adalah
batulempung atau batuliat, dan batupasir, serta bahan endapan sungai yang
terdiri dari lumpur, dan liat. Batulempung/batuliat membentuk tanah bertekstur
halus (berliat), batupasir membentuk tanah bertekstur sedang dan agak kasar,
Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

45
yang keduanya membentuk tanah bereaksi masam sampai sangat masam.
Sedangkan bahan endapan membentuk tanah bertekstur halus.
Landform di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
grup aluvial/dataran banjir (A) dan grup tektonik/struktural (T). Landform alluvial
merupakan landform resen dan subresen yang terbentuk melalui proses fluviatil
(aktivitas sungai), koluvial (gravitasi), atau gabungan dari proses keduanya, terdiri
dari subgrup landform dataran banjir pada sungai meander, dengan bahan induk
endapan halus dan dasar lembah dengan bahan induk halus. Sedangkan
landform dataran banjir pada sungai meander, merupakan dataran yang selalu
banjir dan tergenang, namun pada saat ini sebagian telah didrainase menjadi
sawah, terutama daerah Rawa Lebong dan Rawa Gajah yang berada di
Kecamatan Seputih Surabaya dan sebagian di daerah Sungai Way Pegadungan
Kecamatan Rumbia dan Putra Rumbia. Landform Tektonik/Struktural merupakan
landform yang terbentuk karena proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis)
berupa proses angkatan, lipatan dan atau patahan. Di daerah penelitian landform
ini hanya menurunkan satu subgrup landform, yaitu dataran tektonik.
Berdasarkan relief dan lereng landform ini dibedakan menjadi dataran tektonik
datar (lereng 1-3%) seluas 19.187 ha atau 35,1%; dataran tektonik berombak
(lereng 3-8%) seluas 18.881 ha atau 35,34%, dan dataran tektonik bergelombang
(lereng 8-15%) seluas 2.236 ha atau 1,91%, dengan bahan induk/litogi batuliat
dan batupasir. Rincian lengkap landform dan bentuk wilayah disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Landform dan bentuk wilayah di daerah penelitian
Landform Bentuk Wilayah Lereng Luas
Grup Aluvial: -% - -ha- -% -
Dataran banjir pd sungai meander Datar-cekung 0-1 8.810 16,49
Dasar Lembah Datar-cekung 0-1 3.192 5,97
Grup Tektonik:
Dataran tektonik datar Agak datar 0-3 19.187 35,91
Dataran tektonik berombak Berombak 3-8 18.881 35,34
Dataran tektonik bergelombang Bergelombang 8-15 2.336 4,37
Grup aneka (tubuh air/danau/sungai) 1.023 1,91
J umlah 53.429 100,00
Tanah
Tanah di daerah penelitian diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy (Soil
Survey Staff, 2003), termasuk pada Ordo Inceptisols, Ultisols, Oxisols, dan
padanannya menggunakan sistem Klasifikasi Tanah Nasional (Pusat Penelitian
Tanah, 1983), seperti disajikan pada Tabel 2. Daerah penelitian dapat
A. Mulyani

et al.

46
dikelompokkan menjadi 13 satuan peta tanah (SPT) dengan penyebaran terluas
SPT 5 dan 10, yaitu sub grup Typic Kandiudults yang berasal dari landform
dataran tektonik berbahan induk batu pasir dan batu liat, pada lereng <8% (Tabel
3 dan Gambar 1).
Tabel 2. Klasifikasi Tanah di daerah penelitian
Klasifikasi Tanah Sistem Soil Taxonomy
(Soil Survey Staff, Thn 2003)
PPT (1983)
Ordo Sub Ordo Great Grup Sub Grup Macam
Inceptisols
Aquepts Endoaquepts
Fluvaquentic Endoaquepts Gleisol Fluvik
Typic Endoaquepts Gleisol Distrik
Udepts Dystrudepts Aquic Dystrudepts Kambisols Gleiik
Ultisols
Udults
Kandiudults Typic Kandiudults Podsolik Kandik
Kanhapludults
Typic Kanhapludults Podsolik Haplik
Plinthic Kanhapludults Podsolik Plintik
Oxisols
Udox Hapludox
Typic Hapludox Oxisol Haplik
Plinthic Hapludox Oxisol Plintik
Keterangan Proporsi: P =Predominan (>75%); D =Dominan (50-74%); F =Fair (25-49%).
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis tanah, hampir
seluruh areal penelitian mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, dicirikan oleh
pH sangat masam, C-organik sangat rendah, kapasitas tukar kation (KTK) dan
kejenuhan basa (KB) rendah (Tabel 4). Drainase tanah bervariasi dari terhambat
sampai sedang, tergantung posisi dan landform, kedalaman tanah dalam sampai
sangat dalam, tekstur liat sampai liat berpasir.











Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

47
Tabel 3. Legenda Satuan Peta Tanah
No.SPT
Klasifikasi Tanah
(USDA, 2003)
Proporsi Landform
Bentuk
wilayah
Lereng (%)
Bahan
Induk
L U A S
ha %
1
Konsosiasi:
P
Dataran
Banjir pada
Sungai
Meander
Agak datar
(0-3%)
Aluvium
545 1.02
Aquic Dystrudepts
2
Kompleks:
Datar-
Cekung
(<1%)
4,814 9.01
Fluvaquentic
Endoaquepts
D
Typic Endoaquepts F
3
Kompleks:
3,451 6.46
Typic Endoaquepts D
Fluvaquentic
Endoaquepts
F
4
Konsosiasi:
P
Dasar
Lembah
3,192 5.97
Typic Endoaquepts
5
Konsosiasi:
P
Dataran
Tektonik
dan
Struktural
Agak Datar
(0-3%)
Batupasir 12,968 24.27
Typic Kandiudults
6
Konsosiasi:
P
Batuliat
2,648 4.96
Typic Hapludox
7
Konsosiasi:
P 2,284 4.27
Typic Kanhapludults
8
Konsosiasi:
P 1,091 2.04 Plinthic
Kanhapludults
9
Konsosiasi:
P
Batuliat
dan
Batupasir
197 0.37
Plinthic Hapludox
10
Konsosiasi:
P
Berombak
(3-8%)
Batuliat
11,279 21.11
Typic Kandiudults
11
Konsosiasi:
P 4,610 8.63
Typic Kanhapludults
12
Konsosiasi:
P 2,992 5.60 Plinthic
Kanhapludults
13
Konsosiasi:
P
Bergelomban
g (8-
15 %)
2,336 4.37
Typic Kanhapludults
Tubuh Air (Sungai dan Danau) 1,023 1.91
Luas Total 5 3,429 100.00


4
8

A
.

M
u
l
y
a
n
i
e
t

a
l
.
Tabel 4. Karakteristik Subgrup Tanah pada Setiap SPT
No.
SPT
Kode
Pewa
kil
Klasifikasi Tanah Drainase
Kedalam
an Tanah
KelasTekstur
Reaksi Tanah
(pH)
C-Organik
KTK
Tanah
KB
1 AD 02 Aquic Dystrudepts
Aggak.Ter
hambat
Dalam Lempung Berliat Masam Sangat Rendah Rendah Sedang
2 AS 01
Fluvaquentic
Endaquepts
Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Sedang Rendah Rendah
2 AD 30
Typic Endoaq
uepts
Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Tinggi Rendah Rendah
3 AD 09
Typic
Endoaquepts
Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Sangat Tinggi Rendah Rendah
3 AS 16
Fluvaquentic
Endaquepts
Terhambat Dalam Liat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah
4 AD 13
Typic
Endoaquepts
Terhambat Dalam Lempung Berliat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah
5 AS 05 Typic Kandiudults Sedang
Sangat
dalam
Liat berpasir Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah
6 AD 24 Typic Hapludox Sedang Dalam Liat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah
7 AS 08
Typic
Kanhapludults
Sedang Dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah
8 AD 27
Plinthic
Kanhapludults
Sedang Dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah
9 AS 12 Plinthic Hapludox Sedang Dalam Liat Bberpasir Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah
10 AD 40 Typic Kandiudults Sedang
Sangat
dalam
Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah
11 AS 24
Typic
Kanhapludults
Sedang Dalam Liat Masam Sangat Rendah Rendah Rendah
12 AD 06
Plinthic
Kanhapludults
Sedang Dalam Liat Sangat Masam Rendah Rendah Rendah
13 AD 14
Typic
Kanhapludults
Sedang Dalam Liat Sangat Masam Sangat Rendah Rendah Sedang
Identifikasi Potensi Sumberdaya Lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai


49











Gambar 1. Peta tanah semidetail daerah penelitian
Penggunaan Lahan
Berdasarkan hasil analisis citra landsat TM band 4, 5 dan 7 tahun
2002 dan tahun 2007 dan survei lapangan, penggunaan lahan dapat
dikelompokkan menjadi sawah irigasi, sawah lebak, tegalan, perkebunan
rakyat, belukar (belukar di lahan kering dan belukar rawa), semak (semak di
lahan kering dan semak rawa), kebun campuran (lahan pekarangan dan
pemukiman), dan sungai/danau (Tabel 5).
Sawah di daerah penelitian terdiri dari sawah lebak dan sawah irigasi.
Sawah lebak 1 kali tanam posisinya berada di daerah rawa yang telah
didrainase dan relatif masih baru, tetapi pada bulan-bulan tertentu tergenang
>50 cm dan tidak bisa ditanami padi, terdapat di sepanjang Sungai Way
Seputih di wilayah Kecamatan dengan luas seluruhnya 2.478 ha. Sawah
lebak 2 kali posisinya berada pada jalur aliran sempit/dasar lembah, berupa
sawah yang relatif sudah lama (>10 tahun), seluas 6.556 ha. Sawah irigasi
relatif sedikit yaitu 197 ha, sumber air pengairan dari irigasi dengan debit air
hanya cukup 1 kali tanam dalam setahun.
A. Mulyani

et al.

50
Tabel 5. Penyebaran penggunaan lahan di daerah penelitian
Penggunaan Lahan
L u a s
- ha - - % -
Sawah Lebak 9.034 16,91
Sawat Irigasi 197 0,37
Tegalan 28.724 53,76
Kebun Campuran (Pemukiman dan Pekarangan) 8.704 16,29
Perkebunan Rakyat 2.963 5,55
Belukar 85 0,16
Belukar Rawa 580 1,09
Semak 363 0,68
Semak Rawa 1.756 3,29
Tubuh Air/Danau dan Sungai 1.023 1,91
Luas Total 53.429 100,00
Tegalan umumnya digunakan untuk usahatani tanaman semusim
terutama ubikayu, jagung, dan kedelai, sebagian berupa tanaman sayuran
(terung, kacang panjang, mentimun, cabe merah), dengan penyebaran
terpencar-pencar sekitar 28.724 ha atau 53,76 % dari total daerah
penelitian. Pola tanam dominan adalah jagung-ubikayu, dan kadang-kadang
hanya ditanam ubikayu secar a monokultur sepanjang tahun. Sedangkan
pada wilayah yang terbiasa menanam kedelai seperti di Kecamatan Bumi
Nabung, pola tanam yang dijumpai adalah kedelai-jagung-kedelai atau
kedelai-kedelai-jagung.

Penggunaan lahan lain yang cukup luas adalah kebun campuran,
yang berisi tanaman tahunan buah-buahan, kayu-kayuan, tanaman
perkebunan, umumnya terletak di sekitar pemukiman dan pekarangan, serta
sepanjang jalan utama baik di tingkat desa/dusun maupun kecamatan,
seluas 8.704 ha atau 16,29%. J enis tanaman yang ditemukan di antaranya
nangka, jeruk, mangga, durian, dukuh, pisang, kelapa, kopi, albazia, dan jati.
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan dilakukan dengan cara matching, yaitu
membandingkan antara sifat dan karakteristik tanah dengan persyaratan
tumbuh tanaman kedelai. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi kelas
sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan kelas tidak
sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan dibedakan ke dalam tingkat subkelas
kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas atau kendala yang paling
dominan/berat (mostly limiting factors).
Kualitas/karakteristik lahan yang dipilih untuk evaluasi lahan tanaman
kedelai terdiri atas: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen,
media perakaran, gambut (ketebalan, tingkat dekomposisi), retensi hara,
Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

51
toksisitas (salinitas, bahan sulfidik), bahaya erosi , banjir, dan penyiapan
lahan.
Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan terlihat bahwa lahan
dengan kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) tidak ditemukan,
sedangkan yang termasuk kelas cukup sesuai (S2) seluas 7.257 ha
(13,58%), dengan faktor pembatas retensi hara (berupa pH tanah masam,
pH <4,5), terdapat pada SPT 6 dan 11. Lahan yang termasuk kelas sesuai
marjinal (S3) penyebarannya cukup luas yaitu sekitar 39.790 ha atau
74,47% dengan faktor pembatas retensi hara dan sebagian kecil ditambah
dengan faktor adanya genangan (banjir) dan drainase terhambat-sangat
terhambat. Sedangkan lahan yang termasuk kelas tidak sesuai (N) seluas
5.359 ha atau 10,03% dengan faktor pembatas berat berupa bahaya banjir
dan genangan, terdapat pada SPT 1 dan 2 (Tabel 6 dan Gambar 2). Faktor
pembatas ini untuk kedelai masih dapat diatasi yaitu dengan pemberian
kapur/dolomit dan menggunakan bibit unggul tahan kemasaman.


5
2

A
.

M
u
l
y
a
n
i
e
t

a
l
.














Gambar 2. Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai
Identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk perluasan areal tanam kedelai


53
Tabel 6. Hasil penilaian kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai
Kesesuaian Lahan
NO. SPT
L u a s
Kelas Sub. Kelas
Faktor Pebatas Ha %
Simbol
S2 S2-nr Retensi hara 6,11 7.257 13,58
S3
S3-fh,oa,nr
Bahaya banjir/ Genangan,
Drainase, dan Retensi hara
3,4 6.643 12,43
S3-nr Retensi hara 5,7,8,9,10,12,13 33.147 62,04
N N-fh Bahaya banjir dan Genangan 1,2 5.359 10,03
X Tidak dinilai (Sungai dan Danau) 99 1.023 1,91
L u a s t o t a l 53.429 100,00
5. Usahatani Tanaman Kedelai
Pada tingkat kabupaten, usahatani kedelai masih sangat terbatas di
Kabupaten Lampung Tengah. Salah satu sentra produksi kedelai yang ada
adalah Kecamatan Bumi Nabung, dimana kecamatan ini termasuk pada
daerah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa petani, baik
dari kelompok tani mawar maupun petani lainnya di wilayah Kec. Bumi
Nabung, produktivitas rata-rata kedelai sekitar 1.600-2.400 kg/ha, dengan
harga jual Rp 4.000-6.000,-/kg, sehingga petani dapat memperoleh
keuntungan berkisar dari 3,2 juta sampai 5,4 juta rupiah per ha per musim
tanam (75-85 hari). Bagi petani yang sudah terbiasa menanam kedelai, tidak
merasa repot karena harus merawat tanaman kedelai agak intensif yaitu
untuk pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan, dibanding dengan
bertanam jagung atau ubikayu yang banyak diusahakan. Varietas yang
biasa ditanam adalah wilis dan anjasmoro, dengan pola tanam kedelai-
kedelai-jagung atau kedelai-jagung-bera. Salah satu hasil analisis usahatani
kedelai di Desa Bumi Nabung Ilir disajikan pada Tabel 7.
Ditinjau dari aspek sumberdaya lahan, pada umumnya lahan kering di
Provinsi Lampung mempunyai sifat fisik tanah, iklim, dan lingkungan yang
cukup baik, meskipun umumnya mempunyai tingkat kesuburan tanah
rendah, yang dicirikan oleh kemasaman tanah masam sampai agak masam
(pH 4-5), kejenuhan Al tinggi, dan kandungan hara dan bahan organik
rendah. Namun, semua kendala tingkat kesuburan tanah dapat diatasi
dengan pemupukan berimbang dan sedikit pengapuran untuk meningkatkan
pH tanah, terutama untuk usahatani kedelai. Kebiasaan petani
menggunakan pupuk kandang dan kompos, serta mengembalikan sebagian
sisa panen, merupakan kebiasaan yang baik, yang dapat meningkatkan
bahan organik tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah.
A. Mulyani

et al.

54
Tabel 7. Analisis usahatani kedelai varietas anjasmoro di Desa Bumi
Nabung Ilir
I. Biaya Produksi
A. Penggunaan TK Satuan J umlah Upah/sat. Nilai Keterangan
(Rp) (Rp)
1. Pengolahan tanah HKO 5 40000 200000 Upah/borong
HKT Upah/borong
Mesin Upah/borong
2. Aplikasi pupuk dasar HKO
HKT
3. Tanam 16 20000 320000
4. Penyiangan 20 25000 500000
5. Pemupukan 10 25000 250000
6. Pemeliharaan
7. Panen 16 25000 400000
8. Pasca panen 18 25000 450000
9. Trasher +napi 14 25000 350000
Subtotal (1) Rp 2470000
B. Sarana Produksi Satuan J umlah Harga/sat. Nilai Keterangan
1. Benih Kg 40 8000 320000
2. Urea Kg 75 1300 97500
3. ZA Kg 0 0 0
4. SP-36 Kg 100 2000 200000
5. KCl Kg 100 2000 200000
6. Pupuk kandang karung 8 17000 136000
7. Obat-obatan padat Kg 0
8. Obat-obatan Liter 1 25000 25000
Subtotal (2) Rp 978500
9. Biaya modal %/MT
Total biaya produksi Rp 3448500
II. Hasil usahatani
Parameter Satuan J umlah Harga/sat. Nilai Keterangan
1. Produksi Kg pipilan 1600 5000
2. Penerimaan Rp xxxxxxx xxxxxxxx 8000000 Rumus
3. Pendapatan Rp xxxxxxx xxxxxxxx 4551500 Rumus
4. B/C Unit xxxxxxx xxxxxxxx 1.319849 Rumus
5. R/C 2.319849
Arahan Pengembangan dan Rekomendasi Pemupukan
Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan yang
ditumpangtindihkan (overlayed) dengan peta penggunaan lahan, serta hasil
analisis tanah dapat disusun peta arahan pengembangan kedelai serta
rekomendasi pemupukan seperti disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 3. Dari
tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa penyebaran terluas adalah lahan
yang diarahkan untuk pengembangan kedelai di lahan tegalan prioritas II
(PT 2) karena kelas kesesuaiannya termasuk kelas S3 seluas 22.693 ha,
dengan faktor pembatas retensi hara (pH masam dan KTK rendah).
Selanjutnya adalah lahan yang diarahkan untuk pengembangan di lahan
Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

55
sawah prioritas II dan lahan tegalan prioritas I dengan luasan masing-
masing seluas 6.753 ha dan 6.020 ha. Untuk lahan sawah tidak ditemukan
lahan yang termasuk sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2), sehingga
tidak ditemukan yang diarahkan menjadi PS1. Arahan pengembangan
kedelai untuk perluasan areal baru (PB) tidak ditemukan, karena lahan telah
dimanfaatkan secara intensif sehingga tidak ditemukan lahan yang sesuai
dan saat ini masih belum dimanfaatkan.
Tabel 7. Arahan pengembangan dan rekomendasi pemupukan di daerah
penelitian
Simbol Uraian N0 SPT
Dosis Pemupukan
(kg/Ha) Tanpa Bahan
Organik
L u a s
UREA SP36 KCl Ha %
I. ARAHAN DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN UNTUK TANAMAN KEDELE
PS 2
Pengembangan
Prioritas II di
lahan Sawah
3,4,9 50 150 100 6.753 12,64
PT 1
Pengembangan
Prioritas I di
lahan Tegalan
6,11 50 75 100
6.020 11,27
(5,7,8) 50 150 100
PT 2
Pengembangan
Prioritas II di
lahan Tegalan
(10,12,13) 50 150 100 22.693 42,47
Jumlah Luas yang Direkomendasikan untuk Tanaman Kedelai 35.466 66,38
II. PENGGUNAAN LAIN-LAIN/TIDAK DIREKOMENDASIKAN
K
Pemukiman
Penduduk dan
Kebun
Campuran
(Lahan
Pekarangan)
(1,5,6,10,11,12,13) - - - 8.704 16,29
E
Perkebunan
Rakyat
(Karet,Kelapa
Sawit, dan lain-
lain)
(5,6,7,8,10,11,12,13) - - - 2.963 5,55
TD
Tidak
disarankan
(Tergolong
Tidak Sesuai)
1,2 - - - 5.273 9,87
X
Penggunaan
Lain (Tubuh
Air/Sungai dan
Danau)
99 - - - 1.023 1,91
Jumlah luas Penggunaan Lain-Lain/Tidak direkomendasikan 17.963 33,62
L u a s T o t a l 53.429 100,00


A. Mulyani

et al.

56





















Gambar 3. Peta Arahan Pengembangan Tanaman Kedelai
Berdasarkan hasil analisis tanah, telah disusun rekomendasi
pemupukan untuk pertumbuhan kedelai, seperti yang disajikan pada Tabel
7. Untuk seluruh lahan baik lahan sawah maupun tegalan dosis urea sama
yaitu 50 kg/ha dan untuk KCl 100 kg/ha, sedangkan untuk SP 36 sebesar 75
kg/ha untuk lahan tegalan (SPT 6, 11), 150 kg/ha untuk lahan sawah (SPT
3, 4, dan 9) dan lahan tegalan (SPT 10, 12, 13).
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan untuk
pengembangan kedelai telah dilakukan di Kabupaten Lampung
Tengah, yang mencakup 5 kecamatan yaitu Kecamatan Seputih
Surabaya, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung dan sebagian
Kecamatan Way Seputih, seluas 53.429 ha.
2. Daerah penelitian mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.150
mm, dengan tipe hujan A yang ditandai oleh 8 bulan basah (BB >100
mm) dan 1 bulan kering (BK <60 mm) dalam tiap tahun berturut-turut,
Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

57
memiliki periode masa tanam 11 bulan. Sedangkan zone
agroklimatnya termasuk C1 dengan 5 bulan basah (>200 mm) dan 1
bulan kering (<100 mm) memiliki periode masa tanam 5 bulan
3. Daerah penelitian mempunyai tanah dominan Ultisols, Inceptisols, dan
Oxisols, dengan bentuk wilayah umumnya datar sampai berombak,
dan sedikit gelombang dengan lereng < 15%. Penggunaan lahan
dominan berupa tegalan dan sawah, dengan tanaman utama jagung,
ubikayu dan padi, serta kedelai di beberapa sentra produksi.
4. Hasil evaluasi lahan berdasarkan sifat biofisik dan hasil analisis
contoh tanah menunjukkan bahwa di daerah penelitian tidak dijumpai
lahan dengan kelas kesesuaian lahan yang sangat sesuai (S1).
Kesesuaian lahan terluas adalah kelas sesuai marjinal (S3) dan cukup
sesuai (S2) dengan faktor pembatas dominan berupa retensi hara
yaitu KTK, KB, C-organik yang rendah, serta pH masam. Pada daerah
cekungan, selain faktor pembatas retensi hara juga ditemui adanya
bahaya banjir (genangan) dan ketersediaan oksigen (drainase
terhambat).
5. Hasil tumpangtepat antara peta kesesuaian lahan dan penggunaan
lahan menunjukkan bahwa lahan yang diarahkan untuk tanaman
kedelai umumnya berada di lahan tegalan prioritas II (PT2) karena
kelas kesesuaian lahannya dominan kelas S3, menyusul lahan sawah
prioritas II (PS2) dan lahan tegalan prioritas I (PT 1). Arahan
pengembangan kedelai untuk perluasan areal baru (PB) tidak
ditemukan, karena seluruh lahan yang ada telah dimanfaatkan secara
intensif. Oleh karena itu, pengembangan kedelai hanya bisa dilakukan
dengan pengaturan pola tanam dan peningkatkan indeks pertanaman
dari IP 100 ke IP 200 atau IP 200 ke IP 300, dengan penyediaan air
irigasi suplementer (pompanisasi dari air permukaan atau air tanah).
6. Berdasarkan hasil analisis tanah telah disusun rekomendasi
pemupukan untuk kedelai. Untuk seluruh lahan baik di lahan sawah
maupun tegalan dosis urea sama yaitu 50 kg/ha dan untuk KCl 100
kg/ha, sedangkan untuk SP 36 sebesar 75 kg/ha untuk lahan tegalan
(SPT 6, 11), 150 kg/ha untuk lahan sawah (SPT 3, 4, dan 9) dan lahan
tegalan (SPT 10, 12, 13). Pemakaian pupuk organik dan kapur sangat
dianjurkan untuk ditambahkan untuk meningkatkan pH dan
memperbaiki sifat fisik tanah


A. Mulyani

et al.

58
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 1997. Lahan dan Agroklimat
untuk Kedelai di Indonesia. Paper Seminar Prospek dan Perspektif
Agribisnis Kedelai. J akarta, 9 Desember 1997.
(BPS) Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Indonesia tahun 1993. Biro
Pusat Statistik, J akarta.
(BPS) Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia tahun 2007. Badan
Pusat Statistik, J akarta.
Badan Litbang Pertanian. 2008. Kesiapan Teknologi Mendukung
Peningkatan Produksi menuju Swasembada Kedelai. Diskusi panel
dan Konferensi Pers Ketersediaan Teknologi mendukung
Peningkatan Produksi Kedelai. Badan Litbang Pertanian, J akarta, 12
Februari 2008.
(BBSDLP) Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Potensi
dan Inovasi Teknologi Sumberdaya Lahan untuk Menuju
Swasembada Kedelai. Diskusi panel dan Konferensi Pers
Ketersediaan Teknologi mendukung Peningkatan Produksi Kedelai.
Badan Litbang Pertanian, J akarta, 12 Februari 2008.
(BBSDLP) Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2009. Policy
Brief. Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Perluasan Areal Tanam
Kedelai. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian, Bogor.
Burhan, Gunawan, dan Noya.1993. Peta Geologi lembar Menggala. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Burt, R. (ed.). 2004. Soil survey laboratory methods manual. Soil Survey
Investigations Report No. 42, Versi 4.0, November 2004. USDA-
NRCS.
Ditjen Tanaman Pangan. 2008. Proyeksi kebutuhan, luas panen, dan
produksi sampai tahun 2010. Direktorat J enderal Tanaman Pangan,
J akarta.
Deptan. 2008. Luas tanam, produktivitas dan produksi kedelai periode 1990-
2006. Departemen Pertanian, J akarta. (www.deptan.go.id)
Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk
teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian. Versi 3. Balai
Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
(FAO) Food anf Agriculture Organisation. 1976. A Framework of Land
Evaluation. FAO Soil Bulletin No.6, Rome.
(FAO) Food anf Agriculture Organisation. 1990. Guidelines for soil
description. 3rd Edition (Revised). FAO/UNESCO, Rome, Italy.
Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

59
Marsoedi, Ds., Widagdo, J . Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J .
Hof dan E.R. J ordens.1997. Pedoman Klasifikasi Landform. LT 5
Versi 3.0. LREP II, CSAR, Bogor.
Mulyani, A., Hikmatullaah, Saeful Bachri, Chendy, T.F., Alkusuma, Ropik.
2004. Laporan Akhir Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas
Pertanian Berdasarkan Zona Agro-Ekologi (Zae) Skala 1:50.000, di 5
kabupaten. Kerjasama antara Balai Penelitian Tanah dengan Poor
Farmers Income Improvement Through Innovation Project
(PFI3P)/P4MI, Badan Litbang Pertanian.
(Puslitbangtan) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
2008. Ketersediaan Teknologi dalam Mendukung Peningkatan
Produksi Kedelai Menuju Swasembada. Diskusi panel dan Konferensi
Pers Ketersediaan Teknologi mendukung Peningkatan Produksi
Kedelai. Badan Litbang Pertanian, J akarta, 12 Februari 2008.
Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke, 1997. Automated Land Evaluation
System ALES Version 4.65d Users Manual. Cornell Univ. Dept of Soil
Crop & Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA.
Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. Ekonomi Kedelai di Indonesia.
Hal 1-27 dalam Buku Kedelai: Teknik Produksi dan
Pengembangannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan, Bogor.
Soil Survey Division Staff. 1993. Soil survey manual. USDA Handbook
no.436. Washington DC.













A. Mulyani

et al.

60
TANYA JAWAB
Pertanyaan Danu Ismadi Saderi (BPTP-Kalsel) :
Sebagian besar lokasi yang ada S3 bagaimana prospek ekonominya ?

Jawaban :
Hasil kesesuaian lahan dominan S3 dengan faktor pembatas retensi
hara yaitu KTK, KB, C-Organik yang rendah atau pH masam. Retensi
hara ini dapat ditingkatkan dengan pemupukan berimbang (organik dan
anorganik) serta pengapuran untuk meningkatkan pH.
Prospek ekonominya cukup baik apabila didukung oleh kelembagaan
pemasaran dan harga yang baik yang dapat bersaing dengan komoditas
lain seperti jagung.

Pertanyaan M Al-Jabri (Balittanah) :
1. Skala peta yang dibuat berskala kecil, sebaiknya skalanya
diperbesar dengan skala 1 : 50.000
2. Data faktor pembatas pertumbuhan tanaman seperti kejenugan Al.
Tanah di Lampung umumnya mempunyai kandungan Al yang relatif
rendah sehinga tidak diperoleh kapur selama persentase kejenuhan
Al <20%
3. Bagaimana cara yang sebaiknya dilakukan agar petani berlomba-
lomba untuk menanam kedelai

Jawaban :
1. Skala yang digunakan adalah skala 1 : 50.000, sedangkan skala
yang 1 ; 125.000 sudah dilaksanakan pada tahun 2008, dan
digunakan sebagai salah satu acuan untuk kegiatan pemetaan skala
1 : 50.000
2. Dalam kriteria kesesuaian lahan kedelai kejenuhan Al tidak dijadikan
sebagai faktor pembatas, yang digunakan adalah KTK, KB, C-org.
Dan pH. Terima kasih informasinya
3. Kunci utama untuk pengembangan kedelai adalah adanya pasar
dan harga yang bagus yang didukung oleh bantuan bibit unggul, dan
penyediaan pupuk dan teknologinya.

Pertanyaan Santun R.P. Sitorus (Faperta IPB-Bogor) :
1. Kenapa dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah, karena sudah
diketahui penggunaan lahan sudah penuh tidak intensif, perluasan
areal sebaiknya pada lahan tidak produktif, bukan menggusuur
komoditas lain
2. Kenapa skala perencanaan yang digunakan masih 1 : 250.000
tidak skala yang lebih besar
Identifikasi Potensi Sumberdaya lahan untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai

61

Jawaban :
1. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan konsorsium kedelai,
data hasil identifikasi lahan akan digunakan untuk penelitian
lapangan dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Pengembangan kedelai bisa dilakukan dengan intensifikasi
maupun ekstensifikasi. Intensifikasi bisa dilakukan dengan
peningkatan indeks pertanaman atau pergiliran tanaman
ekstensifikasi merupakan areal pengembangan di lokasi baru baik
di lahan sawah/tegalan/lahan tidur yang selama ini belum pernah
menanam kedelai
2. Skala yang digunakan adalah skala 1 : 50.000, sedangkan skala 1 :
250.000 hanya sebagai referensi awal

Pertanyaan Hikmatullah (BBSDLP) :
Kenapa pengembangan kedelai diarahkan ke tanah-tanah masam
kenapa tidak diarahkan/dicari ke tanah-tanah agak basis dan agak
kering iklimnya seperti Gorontalo dan Nusa Tenggara

Jawaban :
Pengembangan kedelai diarahkan pada wilayah yang secara historis
telah menanam kedelai pada tahun 1992 dimana kedelai mencapai
puncaknya produksi dan terluas areal tanamnya. Lampung merupakan
wilayah terluas ke tiga setelah J atim dan NTB.
Selain itu, pertimbangan lainnya adalah Lampung Tengah merupakan
lokasi pengembangan dari Dirjen Tanaman Pangan

Anda mungkin juga menyukai