Anda di halaman 1dari 21

63

KARAKTERISTIK TANAH PADA LAHAN POTENSIAL


TERSEDIA DI SUMATERA DAN ARAHAN PENGGUNAANNYA
UNTUK PERTANIAN
D. Subardja dan Rudi Eko S.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
ABSTRAK
Lahan potensial tersedia untuk pertanian merupakan lahan-lahan yang
sesuai untuk pengembangan pertanian, namun belum dimanfaatkan dan
kondisinya sekarang masih berupa hutan, semak belukar dan padang alang-
alang. Di Sumatera, luas lahan potensial tersedia tercatat sekitar 5,5 juta hektar,
dimana > 3,8 juta hektar berada di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Bangka
Belitung, Jambi dan Riau yang terdiri dari lahan kering 2,54 juta ha dan lahan
basah/rawa 1,28 juta ha. Untuk dapat memanfaatkan lahan tersebut secara
optimal dan berkelanjutan maka perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi
jenis tanah utama serta lingkungan pembentukannya. Informasi yang rinci
mengenai sebaran, karakteristik, potensi dan kendala penggunaan tanah dari
Jenis-jenis tanah utama yang terdapat pada lahan potensial tersedia tersebut
sangat diperlukan dalam menentukan arahan pengembangan komoditas dan
alternatif inovasi teknologi pengelolaannya yang tepat. Penelitian dilakukan di
lapang dan di laboratorium yang meliputi pengamatan sifat morfologi tanah dan
lingkungan pembentukannya, pengambilan contoh tanah dan analisis mineralogi,
sifat fisika dan kimia tanah di laboratorium. Faktor bahan induk tanah yang
berinteraksi dengan iklim mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap
pembentukan tanah dengan memberikan keragaman sifat dan karakteristik tanah
yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian. Bahan induk tanah di daerah
penelitian didominasi oleh batuan sedimen, bahan volkanik masam dan bahan
organik membentuk tanah-tanah Oxisols, Ultisols, Inceptisols dan Histosols. Pada
tingkat greatgrup berturut-turut adalah: Hapludox, Kandiudox, Hapludults,
Haplohumults, Dystrudepts, Endoaquepts, dan Haplohemists. Iklim umumnya
basah dan suhu udara cukup tinggi mendorong proses pelapukan tanah sangat
intensif sehingga pada lahan kering terbentuk tanah-tanah terlapuk lanjut
berwarna coklat kemerahan, umumnya dalam, struktur gumpal, gembur, pori
aerasi sedang sampai tinggi, air tersedia rendah sampai sedang, dan
permeabilitas tanah sedang sampai cepat. Dalam kondisi ini, akar tanaman dapat
berkembang dengan baik, namun karena porus maka tanah mudah kekeringan
kalau tidak ada hujan dalam beberapa hari saja. Kesuburan tanah umumnya
tergolong rendah sampai sangat rendah, dicirikan oleh cadangan mineral sangat
rendah (didominasi kuarsa), pH tanah sangat masam sampai masam, kadar C-
organik tanah sangat rendah, hara N, P, K dan kation basa (Ca, Mg, K) sangat
rendah, kemampuan tanah mempertukarkan kation dan memegang hara dan air
sangat rendah. Komplek pertukaran kation didominasi oleh alumunium sehingga
D. Subardja dan Rudi Eko S.
64
tanaman berpotensi mengalami defisiensi hara dan keracunan aluminium.
Perbaikan produktivitas tanah dan peningkatan produksi sangat ditentukan oleh
faktor input produksi yang diberikan, yaitu pemberian kapur (dolomit), bahan
organik/pupuk kandang, pupuk anorganik (N, P, K) secara berimbang sesuai
kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Sedangkan tanah-tanah pada lahan
basah/rawa, selain faktor kesuburan tanah rendah, juga masalah kedalaman dan
kematangan gambut, genangan air dan keracunan pirit (sulfat). Pengelolaan
tanah rawa/gambut perlu berhati-hati, selain memperbaiki kesuburan tanahnya
juga perlu melakukan penataan lahan dan air. Overdrainage pada tanah gambut
dapat menyebabkan penurunan dan rusak tidak dapat balik. Berdasarkan pada
kondisi iklim dan karakteristik tanahnya, pada lahan kering dapat dikembangkan
berbagai komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta tanaman
perkebunan, sedangkan tanah mineral pada lahan basah/rawa lebih sesuai untuk
padi sawah. Tanah gambut pada lahan rawa sebaiknya dikonservasi dan tidak
digunakan untuk pertanian.
PENDAHULUAN
Lahan potensial tersedia untuk pertanian adalah lahan-lahan yang sesuai
untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian dan kondisinya sekarang
belum digunakan untuk pertanian, tetapi masih berupa hutan, semak belukar dan
padang alang-alang. Di Indonesia, luas lahan tersebut mencapai 30 juta ha,
tersebar di beberapa pulau besar di luar J awa, terutama di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua, termasuk di dalamnya lahan terlantar atau
lahan tidur (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008). Di
Sumatera, luas lahan potensial tersedia tercatat sekitar 5,5 juta hektar yang
tersebar di 10 provinsi, terdiri dari lahan kering (4,22 juta ha) dan lahan
basah/rawa (1,28 juta ha). Untuk dapat memanfaatkan lahan tersebut secara
maksimal, maka perlu dilakukan identifikasi dan diketahui sebaran serta
karakteristik tanah dan lingkungannya terlebih dahulu. Informasi yang rinci
mengenai sebaran, karakteristik, potensi dan kendala penggunaan tanah dari
J enis-jenis tanah tersebut untuk pertanian belum banyak diketahui.
Dalam proses pembentukan tanah, faktor-faktor pembentuk tanah yang
berpengaruh terhadap sifat dan ciri tanah telah diidentifikasi oleh J enny (1941),
yaitu iklim, bahan induk, organisme, relief/bentuk wilayah, dan waktu. Dari kelima
faktor tersebut, bahan induk tanah merupakan faktor yang sangat dominan
pengaruhnya di Indonesia. Sebaran dan keragaman jenis bahan induk tanah
memberikan keragaman sifat dan karakteristik tanah yang terbentuk dan
potensinya untuk pertanian di suatu wilayah (Buol et al., 1980). Di pulau
Sumatera, bahan induk didominasi oleh batuan sedimen (34,89% dari total area)
diikuti dengan batuan volkanik tua (28,74%) dan bahan organik sekitar 8,19%.
Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

65

Selain dari faktor bahan induk, yang penting juga adalah faktor iklim. Sumatera
tergolong iklim tropika basah, dengan suhu rata-rata umumnya tinggi (>22C) dan
curah hujan >2000 mm/th, dengan musim hujan >6 bulan. Kondisi iklim demikian
mengakibatkan proses pelapukan kimia berjalan sangat intensif. Proses
pelapukan tersebut sangat cepat melapukkan mineral-mineral primer dan batuan
induk tanah. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kation-kation basa tidak
tertinggal lama di dalam tanah, dan segera tercuci keluar. Sehingga tanah
menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa yang rendah, dan kejenuhan Al
yang tinggi. Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berpenampang dalam,
bereaksi masam, dan kesuburan alaminya rendah. Faktor pembentuk tanah
lainnya adalah relief yang sangat mempengaruhi proses pembentukan tanah dan
penggunaannya untuk pertanian. Lahan potensial tersedia untuk pertanian di
Sumatera cukup luas, dengan relief datar (28,6% dari total area), dan relief
berombak-bergelombang 21,69% (Puslittanak, 2000). Wilayah dengan relief datar
bisa dikembangkan untuk perluasan areal sawah, sedang daerah dengan relief
berombak-bergelombang bisa dikembangkan untuk pertanian lahan kering yang
dikombinasi dengan tanaman tahunan disertai tindakan-tindakan konservasi yang
sesuai (Subagyo et al., 2004).
Keragaman sifat dan jenis tanah menuntut pengelolaan yang berbeda agar
tanah tetap produktif dan lestari. Berdasarkan pada karakteristik dari masing-
masing jenis tanah pada lahan potensial tersedia, maka dapat ditetapkan jenis-
jenis komoditas yang sesuai dikembangkan dan teknologi pengelolaan tanah
spesifik lokasi, sehingga pemanfaatan tanah dapat dikelola secara optimal dan
tidak merusak lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran, karakteristik, potensi
dan kendala dari J enis-jenis tanah pada Lahan Potensial Tersedia untuk
Pertanian di Sumatera, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan, Bangka
Belitung, J ambi dan Riau, serta memberikan rekomendasi komoditas dan
teknologi pengelolaan tanah dan air yang sesuai agar dapat dimanfaatkan secara
optimal, produktif dan lestari tanpa merusak lingkungan.
METODE PENELITIAN
Kegiatan penelitian di Sumatera diprioritaskan di 4 provinsi, yaitu:
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, J ambi dan Riau. Lingkup kegiatan
penelitian meliputi (1) deskwork, (2) penelitian lapang, dan (3) penelitian
laboratorium. Kegiatan deskwork terdiri dari studi pustaka, pengumpulan dan
kompilasi data, identifikasi lokasi, sebaran dan jenis tanah pada lahan potensial
D. Subardja dan Rudi Eko S.
66
tersedia untuk pertanian, dengan sistem overlay Peta satuan lahan dan tanah
dari daerah penelitian di P. Sumatera skala 1:250.000 (LREP-I, 1990) dan Peta
ketersediaan lahan untuk pertanian di Indonesia skala 1:750.000 (Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008). Penggunaan lahan saat ini
diidentifikasi dari data citra satelit (Landsat ETM7+, 2007). Penelitian lapangan
meliputi karakterisasi setiap J enis tanah yang dominan penyebarannya di daerah
yang diteliti dibedakan berdasarkan bahan induk, relief/landform, dan
penggunaan tanah yang diamati secara transek (topo-litosekuen), pencatatan
sifat morfologi tanah dan lingkungannya (relief, bahan induk, iklim, penggunaan
tanah) serta pengambilan contoh tanah profil pewakil. Penelitian laboratorium
meliputi analisis sifat-sifat kimia tanah, fisika tanah, dan komposisi mineral pasir
dan liat. Pengolahan data meliputi interpretasi karakteristik tanah, penetapan
klasifikasi tanah, evaluasi status kesuburan tanah, dan evaluasi lahan untuk
tanaman pertanian sebagai dasar dalam memberikan arahan pengembangan
komoditas dan teknologi pengelolaan tanah yang diperlukan dari setiap jenis
tanah. Semua data hasil penelitian disimpan dalam basis data, dalam rangka
pengembangan teknologi pengelolaan tanah spesifik lokasi dan pengembangan
sistem klasifikasi tanah nasional.
Wilayah observasi lapang pada lahan potensial tersedia di 4 provinsi
Sumatera ditetapkan secara sample area berdasarkan pertimbangan sebaran
dan luas lahan potensial tersedia serta keragaman penutupan/penggunaan lahan,
landform/bentuk wilayah, bahan induk dan jenis tanah terluas. Pengamatan tanah
dilakukan secara transek (lito-toposekuen). Peta rupabumi dari Bakosurtanal
skala 1:50.000-100.000 digunakan sebagai peta kerja di lapang untuk plotting
lokasi pengamatan. Posisi lokasi pengamatan tanah di lapang ditetapkan dengan
alat GPS. Pengamatan tanah dilakukan pada profil tanah pewakil dari setiap
J enis tanah yang dominan penyebarannya di suatu wilayah. Metode pengamatan
tanah mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff, 1993) dan
Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004). Sifat-sifat
morfologi tanah yang diamati meliputi kedalaman tanah, drainasse, ketebalan
lapisan tanah, warna, struktur, tekstur, keadaan pori tanah, perakaran,
kemasaman tanah (pH). Faktor lingkungan yang diamati adalah iklim, bentuk
wilayah dan lereng, keadaan batuan di permukaan, vegetasi dan penggunaan
tanah. Contoh tanah diambil dari semua lapisan tanah dalam profil pewakil untuk
keperluan analisis sifat kimia dan mineralogi tanah di laboratorium Balai
Penelitian Tanah. Contoh ring tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm dan 30-50
cm untuk keperluan analisis sifat fisika tanah.
Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

67

Analisis sifat fisika tanah terdiri dari BD, pori tanah, air tersedia, dan
permeabilitas. J enis analisis sifat kimia tanah meliputi: tekstur, pH, C-organik, N-
total, P dan K total, P-tersedia, nilai tukar kation (kation basa, KTK dan KB) dan
Al-dapat tukar, serta analisis kimia khusus untuk J enis tanah tertentu (Oxisols).
Analisis mineral pasir dilakukan secara mikroskopis dengan metode
penghitungan garis (line counting). Metode analisis tanah mengacu pada Soil
Survey Laboratory Methods Manual (Soil Survey Laboratory Staff, 1991).
Semua data baik tabular maupun spasial disimpan dalam basisdata tanah.
Genesis tanah-tanah tersebut dipelajari dan tanah diklasifikasikan menurut
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010). Evaluasi status kesuburan tanah
ditetapkan dengan Kriteria Penilaian Kesuburan Tanah menurut Pusat Penelitian
Tanah (1983). Evaluasi lahan dilakukan secara komputerisasi untuk menetapkan
komoditas pertanian yang sesuai dikembangkan dan kendala penggunaannya
dengan program ALES (Rossiter & Van Wambeke, 1997). Kriteria kesesuaian
lahan untuk tanaman pertanian mengacu pada Djaenuddin et al, (2003).
Rekomendasi komoditas dan teknologi pengelolaan tanah dan air spesifik lokasi
disusun berdasarkan sifat dan karakteristik dari setiap jenis tanah yang terdapat
pada lahan potensial tersedia untuk pertanian di 4 provinsi Sumatera.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Informasi sebaran lahan potensial tersedia di empat provinsi di Bangka
Belitung, Sumatera Selatan, J ambi dan Riau disajikan pada Tabel 1 (Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008). Berdasarkan informasi tersebut,
maka penetapan prioritas pengembangan komoditas pertanian di masing-masing
provinsi cukup bervariasi. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penelitian
diarahkan di P. Bangka pada tanah-tanah lahan kering untuk pengembangan
komoditas perkebunan (lada, karet, kelapa sawit). Di Sumatera Selatan, J ambi
dan Riau ditekankan pada pengembangan lahan basah semusim (padi sawah),
lahan kering semusim (tanaman pangan dan hortikultura) dan
perkebunan/tahunan (karet, kelapa sawit, kakao).





D. Subardja dan Rudi Eko S.
68
Tabel 1. Sebaran lahan potensial tersedia di daerah penelitian

Provinsi
Arahan pengembangan
Lahan
basah/rawa
Lahan
kering
semusim
Lahan kering
tahunan
Luas total
ha
Bangka Belitung 51.614 0 225.470 277.084
Sumatera Selatan 470.785 307.225 424.846 1.202.856
J ambi 394.100 177.341 258.997 830.438
Riau 372.100 252.980 896.245 1.521.325
J umlah 1.288.599 737.546 1.805.558 3.831.703
Keadaan Iklim
Kondisi curah hujan di P. Bangka diwakili oleh empat stasiun, yaitu
Sungailiat, Pangkalpinang, Rias dan Payung (Gambar 1). Curah hujan tahunan
berkisar dari 1.727 mm (Sungailiat) sampai 3.090 mm (Payung). Di sekitar
Pangkalpinang 2.449 mm dan di sekitar Rias 2.870 mm dengan bulan basah
(>200 mm) berkisar dari 6-10 bulan dan bulan kering (<100 mm) 1-3 bulan,
termasuk zona agroklimat A dan B1. Zona agroklimat Sungailiat termasuk D2
(terkering) dan Payung zona A, terbasah (Oldeman et. al., 1978). Musim
kemarau terjadi pada bulan Agustus-September. Suhu udara rata-rata berkisar
antara 26 oC hingga 28 o C. Kelembaban udara berkisar antara 76% hingga
88%.
Iklim di Provinsi Sumatera Selatan diwakili oleh 3 stasiun iklim di
Palembang, Sekayu dan Sungsang. Curah hujan tahunan berkisar dari 2.345 mm
sampai 2.942 mm, bulan basah 6-7 bulan dan tanpa bulan kering nyata. Suhu
udara rata-rata 26 oC, lama penyinaran 65%, kelembaban udara 83%. Daerah
ini termasuk zona agroklimat B1 dan B2 relatif lebih basah dari Pulau Bangka.
Iklim di J ambi termasuk zona agroklimat A sampai B2. Curah hujan
tahunan berkisar dari 1.900 mm sampai 3.200 mm, bulan basah 8-10 bulan dan
bulan kering 2-3 bulan. Suhu udara 24-31 oC, penyinaran matahari 36% dan
kelembaban udara >75%. Iklim di Provinsi Riau diwakili oleh stasiun iklim
Pekanbaru dan Pelalawan. Curah hujan tahunan berkisar dari 2.782 mm sampai
3.216 mm. Bulan basah 7-9 bulan dan bulan kering <2 bulan, termasuk zona
agroklimat A sampai B1. Suhu udara rata-rata 27 oC dan kelembaban udara 79-
81%.

Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

69

Penggunaan Lahan
Hasil pengamatan di lapangan dan interpretasi citra, penggunaan lahan di
daerah penelitian dibedakan ke dalam penggunaan pertanian dan non-pertanian.
Penggunaan pertanian terdiri dari kebun campuran dan perkebunan rakyat (lada,
karet, kelapa, kelapa sawit, kebun buah-buahan: rambutan, durian, langsat,
manggis) serta tanaman pangan (padi, jagung, kacang-kacangan dan umbi-
umbian). Penggunaan lahan non-pertanian terdiri atas: hutan sekunder, belukar,
semak, galian/pertambangan dan kolong (khusus di Bangka) dan pemukiman.
Pada sebagian wilayah hutan produksi umumnya telah berubah menjadi belukar,
semak, bahkan di beberapa daerah penelitian banyak dijumpai kebun karet,
kebun kelapa sawit, kebun lada dan belukar-karet. Vegetasi yang dijumpai pada
belukar (lahan kering) adalah seru, simpur, betor, samak, pelawan, pelempang,
libut, medang, sungkai, dan jenis perdu seperti melastoma, pakis-pakisan, resam,
dan alang-alang. Sedangkan pada lahan rawa didominasi gelam dan vegetasi
perdu seperti karamunting, rumput pedangan, rumput purun, dan mendongan.
Kondisi penggunaan lahan pada lahan potensial tersedia saat ini telah
banyak berubah penggunaannya (40-70%) kearah pertanian dan non-pertanian
(pemukiman). Lahan potensial tersedia dalam bentuk hutan, belukar, semak, dan
padang alang-alang sebagian besar telah menjadi lahan-lahan pertanian yang
produktif, terutama berupa kebun karet dan kelapa sawit. Oleh karenanya, Peta
ketersediaan lahan yang dihasilkan oleh Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian (2008) perlu segera direvisi, disesuaikan dengan perkembangan
penggunaan lahan pada saat ini.
Karakteristik Jenis Tanah
Tanah-tanah dominan di daerah penelitian lahan kering berkembang dari
batuan sedimen masam (batuliat, batupasir) dan bahan volkanik (tuf volkan
masam) membentuk tanah-tanah Inceptisols, Ultisols dan Oxisols, sedangkan
pada lahan basah/rawa tanah berkembang dari bahan tanah mineral (aluvium)
dan bahan organik membentuk tanah Inceptisols dan Histosols. Komposisi
mineral pasir didominasi oleh kuarsa dan sangat sedikit sekali mineral dapat
lapuk sebagai cadangan mineral atau hara bagi tanaman. Oleh karenanya,
produktivitas tanah dan keberhasilan peningkatan produksi sangat tergantung
dari status hara tanah saat ini dan upaya pemberian input produksi, berupa pupuk
(organik dan anorganik) dan kapur pertanian (kaptan/dolomit).
D. Subardja dan Rudi Eko S.
70
Tanah-tanah di daerah penelitian Bangka
Tanah yang dominan pada lahan potensial tersedia di P. Bangka terbentuk
dari batuan volkanik dan sedimen masam berumur tua (Tersier) yang tersusun
terutama atas granit, batupasir dan batuliat pada dataran tektonik datar sampai
bergelombang, menghasilkan tanah-tanah terlapuk lanjut yang diklasifikasikan
menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staf, 2010) sebagai Plinthic dan Xanthic
Hapludox serta Humic, Xanthic dan Typic Kandiudox. Ke dua greatgrup tanah ini
sangat luas penyebarannya di daerah penelitian P. Bangka.
Tanah-tanah dari Bangka umumnya mempunyai kedalaman efektif dalam
(>100 cm), kecuali pada Plinthic Hapludox terdapat lapisan krokos/plintit yang
keras dan memadat pada kedalaman lebih 60 cm. Tanah berwarna coklat
kekuningan sampai coklat kemerahan (10YR-5YR), gumpal, sangat gembur,
tekstur lempung liat berpasir sampai liat berpasir, drainase baik, pori aerasi
sedang sampai tinggi, permeabilitas cepat. Air sangat mudah hilang meresap ke
bawah, sehingga tanah dan tanaman pangan rentan kekeringan bila tidak turun
hujan dalam beberapa hari saja. Tanah dicirikan oleh epipedon ochric dan atau
umbrik (warna gelap, tebal) dan horison bawah oxic dan kandic (kenaikan liat),
dengan rejim kelembaban udic. Kesuburan tanah sangat rendah, reaksi tanah
masam sampai sangat masam, kandungan bahan organik bervariasi rendah
sampai tinggi, kadar hara (N,P,K) total dan tersedia sangat rendah, demikian juga
dengan kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na), KB, dan KTK liat sangat rendah.
Kejenuhan aluminium tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Tanaman pertanian,
terutama tanaman pangan berpotensi mengalami keracunan aluminium dan
defisiensi hara makro.
Tanah-tanah di daerah penelitian Sumatera Selatan
Tanah-tanah dominan pada lahan potensial tersedia di Sumatera Selatan
berkembang dari bahan tuf volkan masam dan pada lahan basah/rawa dari
bahan aluvial membentuk tanah Sulfic dan Aeric Endoaquepts. Pada lahan kering
terbentuk tanah-tanah Oxic Dystrudepts, Typic Hapludults, dan Typic Hapludox.
Tanah pada lahan basah dicirikan epipedon ochric dan horison bawah
cambic, umumnya dalam, memiliki drainase terhambat, jenuh air dan sebagian
tergenang air, warna tanah kekelabuan, tekstur liat, sangat masam, bahan
organik rendah dan sebagian sangat tinggi, kadar hara total dan tersedia (N,P,K)
sangat rendah, demikian juga dengan kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na) sangat
rendah. KTK sedang, KB rendah, dan kejenuhan Al sangat tinggi. Tanah pada
Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

71

lahan kering dicirikan oleh epipedon ochric dan horison argilik (kenaikan liat) dan
atau oxic. Umumnya tanah dalam, gumpal, gembur, pori aerasi tinggi, air tersedia
sedang, permeabilitas agak cepat, tekstur lempung berliat sampai liat, sangat
masam, bahan organik sangat rendah, kadar hara makro total dan tersedia serta
kation-kation basa sangat rendah, KTK dan kejenuhan basa sangat rendah,
sedangkan kejenuhan Al sangat tinggi. Tanah mudah kekeringan dan tanaman
pangan berpotensi mengalami defisiensi hara makro dan keracunan aluminium.
Tanah-tanah di daerah penelitian Jambi
Tanah-tanah dominan pada lahan potensial tersedia di Provinsi J ambi
terdapat pada lahan lahan kering dan sedikit pada lahan basah/rawa. Pada lahan
kering tanah berkembang dari bahan sedimen masam dan tuf volkan masam
membentuk tanah Oxic dan Typic Dystrudepts, Typic Hapludults, Xanthic dan
Typic Hapludox. Pada lahan basah/rawa yang tidak begitu luas, tanah
berkembang dari bahan organik membentuk tanah Sapric Haplohemists.
Tanah organik (Sapric Haplohemists) tergenang air, drainase terhambat,
tebal gambut >200 cm, gambut matang (saprik) setebal 35 cm di lapisan atas dan
agak matang (hemik) di bawahnya, sangat masam, kandungan hara (P, K) dan
kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na) sangat rendah. Tanah pada lahan kering
didominasi oleh Dystrudepts, Hapludults dan Hapludox. Dystrudepts dicirikan
oleh epipedon ochric dan horison cambic, dalam, gumpal, gembur, permeabilitas
sedang, tekstur lempung liat berpasir sampai lempung berliat, masam sampai
sangat masam, bahan organik sedang sampai rendah, kadar hara makro (N, P,
K) dan kation-kation basa rendah, KTK dan KB rendah, kejenuhan Al sangat
tinggi. KTK liat lebih baik dari tanah-tanah lainnya. Hapludults dicirikan oleh
epipedon ochric dan horison argillic (kenaikan liat), dalam, gumpal bersudut, agak
gembur, pori aerasi tinggi, air tersedia rendah dan permeabilitas sedang, tekstur
liat, sangat masam, kandungan bahan organik, hara makro dan kation basa
sangat rendah, KTK dan KB rendah , kejenuhan Al sangat tinggi. Hapludox
dicirikan oleh epipedon ochric dan horison oxic, KTK liat <16 me dan KTK Efektif
liat <12 me, mineral dapat lapuk sangat rendah, tanah dalam, sangat gembur,
pori aerasi tinggi, air tersedia rendah, permeabilitas sedang sampai agak cepat,
tekstur lempung liat berpasir sampai liat, masam sampai sangat masam, bahan
organik rendah, hara makro dan kation basa sangat rendah, KTK dan KTKE
sangat rendah, kejenuhan Al tinggi-sangat tinggi. Tanah ini memiliki sifat fisik
baik, namun mudah kekeringan dan kesuburan alaminya rendah, tanaman
berpotensi akan mengalami defisiensi hara makro dan keracunan Al.
D. Subardja dan Rudi Eko S.
72
Plinthic
Hapludox
Lapisan
krokos/plintit
Xanthic Hapludox Humic
Kandiudox
Xanthic
Hapludox
Typic Kandiudox Xanthic
Kandiudox
Sulfic
Endoaquepts
Gambar 2. Profil-Profil J enis Tanah Utama di Daerah Penelitian
Tanah-tanah dari daerah penelitian Riau
Tanah-tanah dominan pada lahan kering potensial tersedia di Provinsi Riau
berkembang dari batuan sedimen dan tufa masam membentuk tanah
Fluvaquentic, Fluventic Humic dan Fluventic Dystrudepts, serta Xanthic
Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

73

Hapludox. Sedangkan tanah pada lahan basah/rawa berkembang dari bahan
organik membentuk Sapric Haplohemists.
Sapric Haplohemists mempunyai ketebalan gambut 2 m, matang (saprik) di
lapisan atas dan agak matang (hemik) di bawahnya, drainase terhambat, jenuh
air, reaksi tanah sangat masam (pH-H2O 3,7 3,9), C-organik dan hara N total
sangat tinggi, kadar hara P sedang dan K sangat rendah, KTK dan KB rendah,
kejenuha Al masih tergolong tinggi.
Dystrudepts (Fluventic, Fluvaquentic) dicirikan oleh epipedon ochric dan
horison cambic, regim kelembaban udic, kadar C-organik tidak teratur di dalam
penampang tanah (fluventic). Drainase sedang sampai agak terhambat (aquic
subgrup), tanah dalam, gumpal lemah, agak gembur, pori aerasi sedang-agak
tinggi, air tersedia sedang-sangat tinggi, permeabilitas agak cepat. Tanah selalu
lembab dan tidah mudah kekeringan. Reaksi tanah sangat masam-masam,
bahan organik rendah-tinggi, reaksi tanah masam-sangat masam, kadar hara
makro (N,P,K) sangat rendah-sedang, kation-kation basa (Ca, mG, K, Na) sangat
rendah. KTK tanah dan liat lebih baik dari tanah lainnya , tergolong sedang-tinggi.
KB sangat rendah, sedangkan kejenuhan Al sangat tinggi. Kesuburan tanah
tergolong rendah. Sedangkan Xanthic Hapludox dicirikan oleh epipedon ochric
dan horison oxic, warna coklat kekuningan (7,5YR, 10YR), gumpal halus,
gembur, drainase baik, pori aerasi sangat tinggi (porus), air tersedia rendah dan
permeabilitas sedang, tekstur lempung liat berpasir, masam-sangat masam, hara
makro dan kation basa sangat rendah, KTK dan KB sangat rendah, sedangkan
kejenuhan Al sangat tinggi. Tanah ini rentan kekeringan dan berpotensi
mengalami defisiensi hara makro dan keracunan Al.
Potensi Penggunaan dan Teknologi Pengelolaan Tanah untuk Pertanian
Iklim di daerah penelitian umumnya tergolong basah, curah hujan tahunan
>2.000 mm, dan suhu udara >25 oC. Bentuk wilayah datar sampai
bergelombang, lereng <15%. Tanah pada lahan potensial tersedia di daerah
penelitian terbentuk dari batuan sedimen, tuf volkan masam, bahan aluvial dan
bahan organik. Berdasarkan karakteristik dari jenis-jenis tanah dominan dapat
diinterpretasikan mengenai potensi dan kendala penggunaan tanah untuk
pertanian, serta teknologi pengelolaannya, baik untuk tanaman pangan (padi,
jagung, kacang tanah) dan sayuran daun maupun tanaman perkebunan (karet,
kelapa sawit, lada). Kesesuaian komoditas untuk masing-masing jenis tanah
disajikan pada Tabel 2.
D. Subardja dan Rudi Eko S.
74
Tabel 2. Kesesuaian komoditas untuk J enis-jenis tanah di daerah yang diteliti

No

J enis Tanah
Kelas kesesuaian
Padi sawah Tanam. pangan
dan sayuran
Tanaman
perkebunan
1 Haplohemists N-f,n N-f,n N-f,n
2 Endoaquepts S2-n S2-f,n S3-f,n
3 Dystrudepts S2-w,n S2-n S2-n
4 Hapludults S3-w,n S3-n S2-n
5 Haplohumults S3-w,n S3-n S2-n
6 Hapludox S3-w,n S3-n S2-n
7 Kandiudox S3-w,n S3-n S2-n
Keterangan: S2: cukup sesuai, S3: sesuai marjinal, N: tidak sesuai, f: genangan,
drainase buruk, w: ketersediaan air, n: kesuburan tanah (retensi hara, hara
tersedia)
Pada lahan rawa, tanah Haplohemists dengan ketebalan gambut >2 m
sebaiknya tidak dibuka untuk keperluan pertanian karena tidak sesuai
dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit atau sawah, terutama disebabkan
karena faktor genangan, kedalaman dan kematangan gambut, sifat gambut yang
mudah rusak tidak balik dan mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan.
Tanah Endoaquepts lebih sesuai untuk padi sawah dengan memperbaiki
kesuburan tanah dan mengatur tata air tanah untuk mencegah oksidasi pirit atau
bahaya keracunan sulfat (pada Sulfic Endoaquepts). Kandungan C-organik tanah
rendah dan hara makro N, P , K yang sangat rendah dapat diatasi dengan
pemberian bahan organik (jerami) 2-5 ton jerami/ha/musim tanam dan
pemupukan berimbang. Dosis pupuk anjuran berdasarkan status hara tanahnya
untuk varietas padi unggul baru per-ha adalah 250-300 Urea, 100-150 kg SP-36
dan 100 kg KCl atau 50 kg KCl +5 ton jerami (Balai Besar Litbang Sumberdaya
Lahan Pertanian, 2007). Pemberian bahan organik 2 ton/ha akan membantu
peningkatan bahan organik tanah dan perbaikan sifat fisik dan kimia tanah sawah
dan pada akhirnya akan diikuti oleh peningkatan produksi secara nyata.
Tanah Dystrudepts pada lahan kering mempunyai sifat kimia relatif lebih
baik dari tanah lainnya (Hapludults, Hapludox) terutama dari kapasitas tukar
kation liatnya lebih tinggi. Artinya kemampuan menyangga kation dan hara pupuk
yang diberikan lebih kuat. Namun demikian Dystrudepts di daerah yang diteliti
memiliki kesuburan tanah yang rendah dan kejenuhan Al sangat tinggi,
berpotensi mengalami defisiensi hara makro dan keracunan alumunium. Tanah
ini cukup sesuai untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian, baik
tanaman pangan (padi, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian dan sayuran
hijau) maupun tanaman perkebunan (karet, kelapa sawit, kakao, lada, dll). Untuk
padi sawah dapat dilakukan pencetakan pada lahan datar dengan menyediakan
Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

75

jaringan irigasi. Dosis pupuk anjuran untuk padi gogo dan jagung adalah 250 kg
Urea, 100-150 kg SP-36 dan 100 kg KCl. Pemberian bahan organik 2-5 ton/ha
dan pengapuran dengan dolomit 0,5-1,0 ton/ha akan meningkatkan produksi
pangan pada lahan kering secara nyata (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian, 2007).
Tanah Hapludults, Haplohumults memiliki lapisan bawah yang agak
memadat (argilik) dan permeabilitas lambat sehingga peka erosi dan
perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, mudah kekeringan pada musim
kemarau. Tanaman pangan selain rentan kekeringan juga berpotensi mengalami
defisiensi hara makro dan keracunan alumunium. Tanah ini lebih sesuai untuk
tanaman tahunan berakar dalam dan toleran kemasaman tanah, misalnya karet
dan atau kelapa sawit. Pemanfaatan untuk tanaman pangan memerlukan input
relatif tinggi, yaitu pemberian bahan organik minimal 5 ton/ha untuk menjaga
kelembaban tanah dan memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, pengapuran
(dolomit) 1-2 ton/ha, pemupukan anorganik misalnya untuk jagung diperlukan 250
kg Urea, 100-150 kg SP-36 dan 100 kg KCl untuk menghasilkan biji jagung kering
5-6 ton/ha (Sutaatmadja, 2005).
Demikian juga halnya dengan tanah Hapludox dan Kandiudox lebih sesuai
dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan/tahunan, seperti karet, kelapa sawit
atau buah-buahan: durian, rambutan, dll. Tanah porus, C-organik rendah,
permeabilitas sedang sampai cepat, pori air tersedia rendah sehingga tanaman
pangan rentan terhadap kekeringan. KTK liat yang sangat rendah menjadikan
kemampuan tanah menyangga kation/hara rendah menyebabkan pemberian hara
(pupuk) dan atau kation basa dalam tanah mudah hilang tercuci, akibatnya
tanaman pangan sering menunjukkan gejala defisiensi hara serta penggunaan
pupuk anorganik pada tanah ini sering efisiensinya menjadi sangat rendah. KTK
liat rendah berhubungan dengan komposisi mineral liatnya yang didominasi oleh
mineral liat tipe 1:1 seperti kaolinit serta mineral liat oksida besi (goetit) dan
alumunium (gibsit). Pemanfaatan tanah ini untuk tanaman pangan akan
memerlukan input tinggi. Pemberian bahan organik 5-10 ton/ha akan membantu
menjaga kelembaban tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta
meningkatkan daya sangga tanah (KTK) terhadap pupuk yang diberikan sehingga
menjadi lebih efisien dan mampu meningkatkan produksi secara nyata. Dosis
pupuk anjuran untuk tanaman pangan (padi ladang, jagung) sesuai status hara
tanah dan kebutuhan tanamannya adalah 250-300 kg Urea, 100-150 kg SP-36
dan 100 kg KCl. Pemberian dolomit untuk menetralisir kemasaman tanah dan
memperkaya basa-basa tanah (Ca, Mg) diberikan sebanyak 1-2 ton/ha (Balai
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2007). Untuk efisiensi pemupukan,
D. Subardja dan Rudi Eko S.
76
sebaiknya pupuk diberikan 2-3 kali dari dosis anjuran selama masa pertanaman
tanaman pangan untuk mencegah kehilangan pupuk karena pencucian.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar lahan potensial tersedia (40-70%) telah berubah cepat
menjadi lahan-lahan pertanian yang produktif, baik berupa pertanian tanaman
pangan maupun perkebunan (karet, kelapa sawit dan lada). Oleh karenanya
status lahan potensial tersedia untuk pertanian di Sumatera (BBSDLP, 2008)
perlu segera direvisi pada skala lebih besar untuk memberikan informasi
sumberdaya lahan yang akurat dalam rangka mendukung pengembangan
pertanian secara berkelanjutan.
2. Bahan induk pembentuk tanah di daerah penelitian umumnya lahan kering
terutama terdiri dari batuan sedimen dan tuf volkan masam dan sedikit lahan
basah/rawa dari bahan aluvial dan bahan organik. Batuan sedimen dan tuf
masam membentuk tanah-tanah Dystrudepts, Hapludults, Haplohumults,
Hapludox dan Kandiudox, sedangkan tanah-tanah dari bahan aluvial dan
bahan organik membentuk tanah Endoaquepts dan Haplohemists.
3. Komposisi mineral pasir pada tanah-tanah yang diteliti didominasi oleh
mineral kuarsa dan sangat sedikit sekali jumlah mineral dapat lapuk serta
mineral liat didominasi oleh tipe liat 1:1 kaolinit, mengindikasikan bahwa
tanah telah terlapuk lanjut dan miskin cadangan mineral (sumber hara tanah).
Oleh karenanya, peningkatan produksi pertanian sangat tergantung dari input
(pupuk) yang diberikan.
4. Pengaruh iklim yang sangat basah dan suhu udara yang tinggi mendorong
meningkatkan proses pelapukan tanah dan pencucian hara dan kation basa-
basa tanah, sehingga tanah yang terbentuk umumnya dalam, berwarna
coklat sampai coklat kemerahan, tekstur cenderung halus, gembur, cadangan
mineral sangat rendah, tanah sangat masam, hara makro (N, P, K) dan
kation-kation basa sangat rendah, KTK dan KB sangat rendah, sedangkan
kejenuhan Al sangat tinggi.
5. Pada lahan basah/rawa, tanah Endoaquepts lebih sesuai dimanfaatkan untuk
lahan sawah dengan memperbaiki tata air (drainase) dan kesuburan
tanahnya, sedangkan tanah gambut (Haplohemists) sebaiknya tidak dibuka
untuk pertanian karena pertimbangan factor genangan, sifat gambut mudah
rusak tidak balik dan dampak kerusakan lingkungan.
Karakteristik Tanah pada Lahan Potensial Tersedia

77

6. Tanah-tanah pada lahan kering dapat dimanfaatkan untuk berbagai
komoditas pertanian, baik tanaman pangan dan hortikultura maupun tanaman
perkebunan. Tanah-tanah Hapludult, Halohumults, Hapludox dan Kandiudox
sebaiknya di manfaatkan untuk tanaman perkebunan yang toleran terhadap
kemasaman tanah, seperti karet dan kelapa sawit. Sedangkan pada
Dystrudepts yang memiliki sifat fisik, kimia dan mineralogik lebih baik dari
tanah lainnya sebaiknya untuk tanaman pangan dan hortikultura.
7. Teknologi pengelolaan tanah yang dianjurkan yaitu: pemberian bahan
organik, pengapuran dan pemupukan berimbang secara tepat dosis, waktu
dan cara pemberian dapat memperbaiki dan meningkatkan kelembaban
tanah, sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang berdampak pada kenaikan
produksi pertanian secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pedoman Pengamatan Tanah .
Dok. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2008. Peta
Ketersediaan Lahan untuk Pertanian di Indonesia Skala 1:750.000. Dok.
BBSDLP, Bogor.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2007. Panduan
Umum Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Mendukung
PRIMA TANI. Publ. BBSDLP, Bogor.
Buol, S.W., F.D. Hole and R.J . McCraken. 1980. Soil Genesis and Classification.
The Iowa State University Press.
Djaenuddin, D., Marwan H., H. Subagyo, A. Mulyani dan N. Suharta. 2003.
Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
J enny. H. 1941. Factors of Soil Formation. Mc Graw Hill, New York USA
Oldeman L.R., S.N. Darwis dan Irsal Las. 1978. Agro-Climatic of Sumatera.
Central Research Institute of Agriculture, Bogor.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria penilaian kesuburan tanah, dalam Laporan
Teknis No.7, Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman
Kehutanan. Dok. LREP-II. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. 1994. Bogor.
Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia. Skala
1:1.000.000. Dok. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Rossiter, D., and van Wambeke, A., 1997. Automated Land Evaluation System
(ALES). User Manual ver.4.65d. Cornell University. Ithaca. New York.
D. Subardja dan Rudi Eko S.
78
Soil Survey Division Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18.
SCS-USDA, Washington DC.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11
th
edition. Natural Resources
Conservation Service. USDA.
Soil Survey Laboratory Staff. 1991. Soil Survey Laboratory Methods Manual.
SCS-USDA.
Subagyo, N.Suharta dan A.B.Siswanto, 2004. Tanah-tanah pertanian di
Indonesia. Dalam: Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Sutaatmadja, D.S. 2005. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan
Lahan Berbasis J agung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor. Disertasi
Program Doktor. SPS-IPB, Bogor.
Sutaatmadja, D.S. 2005. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan
Lahan Berbasis J agung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor. Disertasi
Program Doktor. SPS-IPB, Bogor.




















K
a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k

T
a
n
a
h

p
a
d
a

L
a
h
a
n

P
o
t
e
n
s
i
a
l
7
9

Lampiran 1. Komposisi mineral pasir dan sifat fisika tanah
Kode
Profil
BD
(g/cc)
Pori
aerasi
Air
tersedia
Permbl
cm/jam
Komposisi mineral
Opak Zirkon,
lainnya
Kuarsa
keruh
Kuarsa
bening
Mineral
lapuk
Tanah Bangka
Plinthic Hapludox
.% .%
DS1/1 0,86 35,6 10,04 10,66 1 - 67 27 5
DS1/2 1,05 22,08 14,21 39,76 1 1 74 21 3
DS1/3 - - - - 1 1 67 21 5
Xanthic Hapludox
DS3/1 0,81 30,41 15,14 17,38 1 - 59 40 -
DS3/2 1,05 16,64 9,33 27,14 1 1 58 39 1
DS3/3 - - - - 1 - 55 43 1
Xanthic Kandiudox
DS7/1 - - - - 1 1 38 52 8
DS7/2 - - - - 1 1 31 56 11
DS7/3 - - - - - - 33 55 12
Tanah Sumatera Selatan
Oxic Dystrudepts
MW1/1 0,89 17,42 15,78 13,25 4 1 58 36 1
MW1/2 1,08 8,35 12,29 1,60 1 1 57 40 1
Typic Hapludox
MW3/1 1,04 6,72 16,65 17,32 - - 72 28 0
MW3/2 1,05 16,55 11,71 15,35 1 - 69 30 0
Typic Hapludults
MW4/1 1,09 10,61 12,49 4,61 2 3 71 23 1
MW4/2 1,19 10,83 11,69 2,61 3 1 72 22 2
Tanah Jambi
Xanthic Hapludox
UG2/1 1,17 18,76 9,66 10,89 10 1 56 32 1
UG2/2 1,43 12,25 3,19 9,11 10 1 57 31 1
Typic Hapludults


D
.

S
u
b
a
r
d
j
a

d
a
n

R
u
d
i

E
k
o

S
.
8
0

UG5/1 1,04 42,24 1,80 3,14 2 43 22 30 3
UG5/2 1,18 23,49 7,61 7,84 2 39 25 33 1
Tanah Riau
Fluventic Humic Dystrudepts
YP3/1 0,75 36,52 14,23 8,62 - - 61 38 1
YP3/2 0,78 23,97 13,62 2,17 1 1 55 40 3
Fluventic Dystrudepts
YP4/1 0,95 10,73 34,98 7,00 1 - 53 45 1
YP4/2 1,20 10,60 27,35 11,42 1 1 55 42 1
Xanthic Hapludox
YP7/1 1,19 20,03 7,43 3,59 3 1 55 40 1
YP7/2 1,16 19,75 9,92 2,60 2 2 57 38 1

















8
1

Lampiran 2. Data analisis sifat kimia tanah dan klasifikasi tanah
Kode
Profil
Kedalm
(cm)
Kelas
Tekstr
Liat
(%)
pH
H2O
C-org
(%)
N-tot
(%)
P-tot K-tot KTK KTKliat KTKEliat KB
(%)
K-Al
(%)
Klasifikasi
Tanah *) (mg/100 g) cmol/kg
Tanah Bangka
DS1/1 0-19 C 62 4,3 2,98 0,21 25 3 7,14 12 4 10 57
Plinthic
Hapludox
DS1/2 19-62 C 61 4,7 1,06 0,09 6 4 2,63 4 2 18 56
DS1/3 62-140 C 57 4,8 0,77 0,05 8 3 1,76 3 2 42 10
DS3/1 0-19 SCL 30 4,7 2,79 0,19 25 2 6,34 21 7 7 64
Xanthic
Hapludox
DS3/2 19-51 SCL 32 4,7 0,69 0,05 2 1 2,81 9 4 16 54
DS3/3 51-103 SC 40 4,6 0,35 0,03 2 3 1,78 4 3 29 48
DS3/4 103-140 SC 38 4,5 0,25 0,02 3 2 1,81 5 3 24 53
DS7/1 0-14 SCL 26 4,1 1,52 0,11 15 1 5,81 22 8 7 69
Xanthic
Kandiudox
DS7/2 14-38 SCL 33 4,5 0,87 0,07 5 1 4,53 14 4 7 62
DS7/3 38-66 SC 39 4,3 0,59 0,05 3 1 3,93 10 4 11 56
DS7/4 66-100 SC 38 4,4 0,25 0,02 2 2 5,35 14 4 9 60
DS7/5 100-120 SC 44 4,4 0,27 0,02 3 2 3,88 9 4 13 57
Tanah Sumatera Selatan
MW1/1 0-20 CL 39 4,1 5,62 0,30 10 5 18,09 46 10 3 75
Oxic
Dystrudepts
MW1/2 20-53 CL 34 4,3 0,94 0,07 1 2 6,44 19 10 7 79
MW1/3 53-80 CL 32 4,4 0,87 0,07 1 2 6,85 21 11 8 75
MW1/4 80-120 CL 43 4,4 0,36 0,03 1 2 7,28 17 9 8 74
MW3/1 0-18 SCL 20 4,5 1,86 0,13 4 4 5,87 29 11 12 57

Typic
Hapludox
MW3/2 18-45 SCL 27 4,9 0,69 0,05 1 3 3,76 14 5 16 43
MW3/3 45-75 SL 19 4,9 0,26 0,02 2 5 2,54 13 6 24 38
MW3/4 75-103 SL 18 4,9 0,21 0,02 1 5 2,36 13 6 17 42
MW3/5 103-135 SCL 21 4,9 0,20 0,02 1 5 2,12 10 6 34 32
MW3/6 135-160 SiC 44 4,9 0,28 0,02 2 5 2,40 5 3 20 42
*) Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2006)


D
.

S
u
b
a
r
d
j
a

d
a
n

R
u
d
i

E
k
o

S
.
8
2

Tabel 2. (Lanjutan)

Kode
Profil
Kedalm
(cm)
Kelas
Tekstr
Liat
(%)
pH
H2O
C-org
(%)
N-tot
(%)
P-tot K-tot KTK KTKliat KTKEliat KB
(%)
K-Al
(%)
Klasifikasi
Tanah *) (mg/100 g) cmol/kg
Tanah Sumatera Selatan
MW4/1 0-15 SCL 20 4,2 2,53 0,22 10 7 13,54 67 38 6 80

Typic
Hapludults
MW4/2 15-42 SiC 47 4,3 0,89 0,09 7 6 11,77 25 16 5 85
MW4/3 42-87 C 53 4,4 0,51 0,05 8 7 11,75 22 18 9 82
MW4/4 87-113 C 66 4,6 0,30 0,03 8 6 12,23 18 16 4 89
MW4/5 113-150 C 55 4,5 0,27 0,02 12 7 11,76 21 19 4 92
MW5/1 0-15 C 44 4,5 7,05 0,37 8 5 19,80 45 22 7 79
Sulfic
Endoaquepts
MW5/2 15-45 C 49 4,5 2,64 0,21 3 7 13,16 27 23 12 76
MW5/3 45-70 C 51 4,5 3,46 0,25 3 7 21.24 41 27 10 79
MW5/4 70-100 C 52 3,1 0,92 0,09 2 7 30,43 58 56 7 72
MW5/5 100-120 C 63 3,3 0,62 0,25 3 10 40,28 64 51 12 73
Tanah Jambi
UG1/1 0-40 saprik - 3,4 16,66 0,91 4 20 121,8 - - 10 8 Sapric
Haplohemists UG1/2 40-200 hemik - 3,3 12,70 0,87 2 30 125,1 - - 6 13
UG2/1 0-10 SCL 28 3,6 1,70 0,13 3 7 6,57 23 14 11 69
Xanthic
Hapludox
UG2/2 10-40 SC 39 4,2 1,21 0,11 1 5 5,32 14 9 17 66
UG2/3 40-65 SCL 31 4,4 0,56 0,04 4 7 7,27 23 11 10 70
UG2/4 65-130 C 53 4,3 0,61 0,05 1 7 11,40 21 7 7 72
UG4/1 0-15 SCL 27 3,8 4,10 0,31 15 19 9,58 35 28 27 57
Typic
Dystrudepts
UG4/2 15-40 CL 28 3,9 2,78 0,21 5 7 7,28 26 22 14 78
UG4/3 40-85 CL 34 3,9 0,56 0,05 5 7 9,00 26 21 12 80
UG4/4 85-120 C 41 4,0 0,43 0,04 4 8 9,77 24 20 13 77
UG5/1 0-5 CL 31 4,2 2,19 0,17 5 10 14,64 47 38 19 68
Typic
Hapludults
UG5/2 5-40 C 45 4,3 0,57 0,04 1 13 13,91 31 31 7 88
UG5/3 40-90 C 45 4,4 0,29 0,03 1 12 15,50 34 34 8 87
UG5/4 90-120 C 44 4,5 0,24 0,02 1 11 14,84 34 45 8 82
*) Soil Taxonomy ( Soil Survey Staff , 2006)





8
3

Tabel 2. (Lanjutan)
Kode
Profil
Kedalm
(cm)
Kelas
Tekstr
Liat
(%)
pH
H2O
C-org
(%)
N-tot
(%)
P-tot K-
tot
KTK KTK
liat
KTKE
liat
KB
(%)
K-Al
(%)
Klasifikasi
Tanah *)
(mg/100 g) cmol/kg
Tanah Riau
YP3/1 0-22 SL 9 3,9 3,67 0,27 5 3 15,05 167 42 3 79 Fluventic Humic Dystrudepts
YP3/2 22-54 SL 7 4,0 8,11 0,21 102 3 46,27 661 85 1 91
YP3/3 54-79 SL 5 4,3 4,17 0,29 85 2 32,17 643 43 1 76
YP3/4 79-120 LS 3 4,6 0,82 0,07 30 12 18,89 629 32 2 52
YP4/1 0-17 SL 12 4,3 1,91 0,15 2 3 6,34 53 14 6 66
YP4/2 17-43 SL 15 4,4 0,58 0,04 1 3 3,35 22 5 8 43 Fluventic Dystrudepts
YP4/3 43-75 SL 9 4,4 0,26 0,02 1 3 3,19 35 8 8 45
YP4/4 75-106 SL 12 4,4 0,26 0,02 1 2 2,42 20 6 13 30
YP4/5 106-150 SL 16 4,4 0,68 0,13 1 3 2,53 16 4 15 29
YP7/1 0-9 SCL 22 4,3 2,44 0,1 7 15 4 4,91 22 13 25 50 Xanthic Hapludox
YP7/2 9-28 SCL 24 4,5 1,17 0,09 1 2 2,30 10 8 28 54
YP7/3 28-53 SCL 23 4,5 0,38 0,03 1 2 2,67 11 6 15 61
YP7/4 53-85 SCL 29 4,5 0,23 0,02 1 2 1,36 5 4 20 64
YP7/5 85-150 SCL 32 4,6 0,19 0,02 1 8 2,59 8 5 26 50
YP8/1 0-35 saprik - 3,7 19,06 1,29 48 6 107 - - 4 65 Sapric Haplohemists
YP8/2 35-200 hemik - 3,9 20,41 2,20 11 3 120 - - 7 51
*) Soil Taxonomy (USDA Soil Survey Staff, 2010)

Anda mungkin juga menyukai