Anda di halaman 1dari 9

205

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LUAR MUSIM PADA LAHAN


PASIR PANTAI YOGYAKARTA UNTUK PERBENIHAN
Sarjiman dan Murwati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
ABSTRAK
Lahan pesisir selatan Yogyakarta menjadi sumber pendapatan bagi
masyarakat disekitarnya dan tidak dibatasi oleh perubahan iklim. Ada kurang
lebih 3300 ha lahan pasir pantai Yogyakarta, dengan karakteristik sampai
kedalaman 150 cm mengandung 98% tekstur pasir, kadar P
2
O
5
sangat tinggi dan
K
2
0 sedang, bahan organik sangat rendah dan pH tanah agak masam. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui produksi bawang merah pada lahan pasir yang
ditanam di luar musim. Penelitian dilaksanakan di pantai Galur, Kulonprogo,
Yogyakarta pada tahun 2007-2009. Dengan cara survei melalaui wawancara dan
pendampingan budidaya bawang merah. Data yang dikumpulkan meliputi musim
tanam untuk varietas bawang merah (Tiron dan local) pada tanah pasir dan tanah
liat/sawah, data biaya, produksi dan harga jual serta penyimpanan untuk
perbenihan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa produksi bawang di lahan
pasir; pada musim kemarau mencapai 18611kg/ha dengan simpangan baku
sebesar 3448 kg/ha , dan pada musim penghujan 6665 kg/ha dengan simpangan
baku sebesar 2509 kg/ha. Keuntungan yang diperoleh penanaman bawang di
lahan pasir; pada musim tanam Juli sampai September 2009, mencapai Rp
3,177,500, (Varietas Tiron) dan Rp 1,657,500,- (Varietas local) untuk luas 1000
m2. Keuntungan yang diperoleh penanaman bawang di lahan pasir dijadikan
benih; pada musim tanam Juli sampai September 2009 mencapai Rp 6,810,000 ,-
(Varietas Tiron) dan Rp 4,530,000,- (varietas local)/1000 m2. Keuntungan yang
diperoleh penanaman bawang di lahan sawah; pada musim tanam Agustus dan
panen Oktober mencapai Rp 2.531.550,- (Varietas Tiron) dan Rp 1.827.550,-
(Varietas local) untuk luas 1000 m2. Keuntungan yang diperoleh penanaman
bawang di lahan sawah dijadikan benih; pada musim tanam Agustus dan panen
Oktober mencapai Rp 4,080,000,- (Varietas Tiron) dan Rp 3,200,000,- (varietas
local)/1000 m2.
PENDAHULUAN
Sebaran dan karakteristik lahan pasir pantai Yogyakarta menurut Laporan
BAPPEDA, D.I. Yogyakarta (2003) menunjukkan bahwa terdapat 8.250 ha lahan
pasir dan sekitar 3.300 ha (40%) merupakan lahan pasir di pantai selatan
Yogyakarta, menyebar di Kabupaten Bantul (Kecamatan Kretek, Sanden dan
Srandakan) dan Kabupaten Kulonprogo (Kecamatan Galur, Panjatan , Wates dan
Sarjiman dan Murwati


206
Temon). Karakteristik tanah di lahan Pasir Pantai Selatan DIY dilaporkan oleh
Puslittanak (1994) bahwa sampai kedalaman 150 cm mengandung 98% tekstur
pasir, kadar P
2
O
5
sangat tinggi (170 mg/100 g tanah) dan K
2
0 sedang ( 15 mg/
100 g tanah), bahan organik sangat rendah (0,05 %) dan pH tanah 6 - 6,5. Sifat
fisik tanah tersebut kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman, karena
dibatasi oleh ketersediaan air/lengas tanah bagi tanaman.
Pola tanam di lahan pasir pantai DIY yang sudah berjalan targantung
ketersediaan tenaga kerja, sumberdaya air, sifat tanah dan ketersediaan sarana
produksi maupun pangsa pasar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP)
Yogyakarta telah banyak mengkaji beberapa teknologi terapan rehabilitasi,
konservasi maupun produktivitas lahan, sehingga pemanfaatan lahan pasir dapat
dioptimalkan. Mulyadi dan Sudaryanto (2003) melaporkan bahwa hasil
pengkajian menunjukkan bahwa penggunaan soil conditioner dalam bentuk zeolit
maupun pupuk organik dapat memperbaiki kualitas lahan pasir. Pada tanah yang
telah diperbaiki dengan soil conditioner tersebut, tanaman bawang merah dan
cabe dapat memberikan hasil dan keuntungan yang cukup tinggi. Penggunaan
mulsa jerami dan pengairan yang cukup, sangat menentukan keberhasilan
usahatani di lahan pasir.
Komoditas bawang merah mempunyai nilai ekonomi tinggi dan tidak
membutuhkan waktu/umur yang panjang dan dapat ditumpangsarikan dengan
tanaman cabe. Harga jual bawang merah untuk keperluan konsumsi pada musim
panen raya sangat berfluktuasi dan cenderung sangat rendah. Penanaman
bawang merah di luar musim memungkinkan saat panen pada kondisi harga jual
tinggi. Sistem budidaya tanam bawang merah tidak saja monokultur melainkan
dapat juga dengan sistem sisipan (mixe farming). Sistem sisipan menggunakan
komoditas cabe merah disisipkan pada saat bawang merah berumur 40 hari.
Keuntungan yang diperoleh pada sistem sisipan adalah kebutuhan tenaga dan
waktu lebih efisien maupun pendapatan lebih tinggi. Menurut Bulu et al. (2008)
hasil penelitian di Pantai Bugel, Kulonprogo menunjukan bahwa teknologi
budidaya sayuran di lahan pasir secara teknis dan ekonomi mampu dilakukan
oleh semua lapisan petani di lahan pasir. Usahatani sayuran yang dominan di
daerah ini yaitu cabai merah dan sawi. Rata-rata luas tanam cabai merah yaitu
0,152 hektar dengan rata-rata produktivitas 2,014 ton per satuan luas,
pendapatan bersih yang diterima petani mencapai Rp 11.554.090,- dengan nilai
B/C ratio 4,54.
Kebutuhan benih bawang merah menurut Hano Hanafi dan Reki Hendrata
( 2007 ) dari hasil survai di dua kecamatan (Kretek dan Sanden), Kabupaten
Bantul 1.625 ha mempunyai kelas sesuai untuk bawang merah dan kebutuhan
Budidaya Bawang Merah di Luar Musim pada Lahan Pasir Pantai Yogyakarta


207
benih bawang merah untuk satu kali musim tanam saat MH II pada areal 800 ha
adalah 800 ton. Varietas benih bawang merah yang ditanam di lahan sawah
pada MH I, bulan Maret adalah varietas Tiron (Lokal Bantul) dan Super Biru
(sejenis Probolinggo). Sedangkan pada MH II yang ditanam pada bulan J uli
adalah varietas bawang merah Philipine, Tiron Lokal Bantul, dan Super Biru.
Budidaya sayuran bawang merah di lahan pesisir Kulonprogo belum
banyak berkembang, di sisi lain kebutuhan untuk konsumsi maupun benih di
Kulonprogo cukup tinggi. Kaitannya dengan kemungkinan penyediaan benih dan
kualitas bawang merah yang diproduksi di lahan pesisir telah dilaporkan oleh
Titiek F Djaafar et al. (2004) bahwa kadar air, susut berat dan umbi keropos
semakin meningkat sieiring dengan lama penyimpanan. Perlakuan pemberian
pupuk tidak berpengaruh pada kadar air, kadar abu, lemak, protein tetapi
berpengaruh terhadap kandungan serat kasar dan kalsium. Tulisan ini
merupakan hasil pengkajian penanaman bawang merah di lahan pesisir pada
berbagai musim tanam yang memungkinkan untuk penyediaan benih, dengan
harapan dapat dijadikan bahan masukan untuk pengembangan lahan marginal.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di kelompok tani dua desa, yaitu Banaran dan
Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo; mulai bulan Februari
2008 sampai J anuari 2010. Metode penelitian dengan survei melalui wawancara
dan pendampingan petani untuk menanam bawang merah. Penanaman bawang
merah sesuai jadwal pada Tabel 1. Penggunaan varietas lokal maupun super biru
tidak dilakukan pada setiap musim tanam karena keterbatasan bahan. Varietas
lokal adalah vareitas yang telah adaptasi di lahan sawah dan ditanam petani
sudah sejak lama di wilayah tersebut, seperti di Desa Cerme Kecamatan
Panjatan. Varietas Tiron maupun varietas Super Biru adalah introduksi dari
Kabupaten Bantul.
Tabel 1. Waktu tanam bawang merah pada penelitian musim tanam
No. Tgl tanam Musim variety Lahan
1 03-02-08 hujan Tiron Pesissir
2 19-02-08 hujan Tiron Pesissir
3 05-08-08 kemarau Tiron Pesissir
4 28-05-09 kemarau Super biru Sawah
5 29-07-09 kemarau Tiron Pesissir
6 29-07-09 kemarau lokal Pesissir
7 21-08-09 kemarau Tiron Sawah
8 21-08-09 kemarau lokal Sawah
9 25-11-09 hujan Super biru Pesissir
Sarjiman dan Murwati


208
Cara pelaksanaannya : Benih bawang merah varietas Tiron telah disimpan
2-3 bulan. Satu minggu sebelum tanam, lahan diolah terlebih dahulu sedalam
30 cm, kemudian diberi campuran pupuk (organik 50 ton/ha, dan KCl 150 kg/ha)
dilanjutkan penyiraman. Cara tanam ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak satu
benih/lubang, Pupuk Ponska =150 kg/ha dan ZA 50 kg/ha masing-masing 50%
diberikan 7 hari dan 15 hari setelah tanam, dengan cara ditaburkan kemudian
disiram. Pengendalian hama/penyakit dengan cara PHT. Data yang dikumpulkan
meliputi produksi dan biaya usahatani. Analisis data secara diskriptif dan
keuntungan usahatani. Sebagai bahan pembanding dilakukan analisis usahatani
pada sentral produksi di lahan sawah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran hujan bulanan selama setahun menurut distribusi Normal pada
peluang kejadian sebesar 50% dan distribusi Gamma pada peluang kejadian
70% tertera pada gambar 1. Pada kondisi normal setiap bulan ada kemungkinan
50% terjadi hujan meskipun sangat rendah, akan tetapi untuk kepercayaan 70 %
kejadian hujan adalah mulai bulan November sampai April saja. Berdasarkan
analisis hujan tersebut maka dikenal musim kemarau (Mei sampai Oktober) dan
musim hujan (November sampai April).


Gambar 1. Peluang hujan terendah bulanan (mm) selama setahun di lokasi
penelitian.
Budidaya Bawang Merah di Luar Musim pada Lahan Pasir Pantai Yogyakarta


209
Pemeliharaan bawang merah di lahan pesisir pada musim hujan maupun
musim kemarau tidak jauh berbeda, terutama kebutuhan air penyiraman. Fungsi
penyiraman antara lain untuk menurunkan suhu tanah, meningkatkan
kelembaban disekitar daun, mencuci kadar garam yang menempel di daun dan
mencukupi evapotranspirasi tanaman.
Tabel 2. Rerata hasil bawang merah pada berbagai waktu dan musim tanam
No. Tgl tanam Tgl panen Musim varietas Hasil kg/ha Lahan
1 03-02-08 01-03-08 hujan Tiron 7,584 Pesissir
2 19-02-08 17-04-08 hujan Tiron 8,585 Pesissir
3 05-08-08 07-10-08 kemarau Tiron 21,935 Pesissir
4 28-05-09 30-07-09 kemarau Super biru 7,500 Sawah
5 29-07-09 19-09-09 kemarau Tiron 18,850 Pesissir
6 29-07-09 19-09-09 kemarau lokal 15,050 Pesissir
7 21-08-09 16-10-09 kemarau Tiron 17,160 Sawah
8 21-08-09 16-10-09 kemarau lokal 15,400 Sawah
9 25-11-09 25 -01-10 hujan Super biru 3,825 Pesissir
Produksi tertinggi dapat dicapai pada musim kemarau, (tanam Agustus dan
panen Oktober), sedangkan hasil paling rendah pada musim hujan (tanam
November-J anuari) (Tabel 2). Beberapa hambatan yang muncul pada
penanaman musim hujan antara lain populasi gulma yang tinggi, cuaca yang
tidak stabil, serangan ulat, sehingga hasilnya juga kurang optimal. Cuaca yang
tidak stabil seperti keawanan pada siang hari yang tinggi menyebabkan proses
fotosintesis terganggu, intensitas radiasi matahari yang sangat tinggi berubah
tertutup awan menyebabkan perubahan suhu daun yang drastis, sehingga terjadi
stress. Hal ini digambarkan dengan adanya daun bagian atas layu dan mengering
pada fase menjelang generatif. Selain itu hujan yang jatuh pada waktu siang hari
dapat menyebabkan perubahan iklim mikro yang tegas, percikan butir tanah
karena hujan yang menempel pada daun tidak segera disiram sehingga
memungkinkan terjadinya induksi pathogen ke dalam jaringan daun. Sebaliknya
bila hujan jatuh pada malam hari, maka keesokan harinya petani akan melakukan
penyiraman. Penyiraman ini akan menambah jumlah lengas tanah dan
kemungkinan terjadi penjenuhan zone perakaran. Kondisi jenuh tersebut akan
mengganggu metabolisme jaringan akar, kekurangan oksigen, sehingga daya
jangkauan akar terbatas, pada gilirannya penyerapan hara juga terbatas.
Produksi umbi yang tanam pada musim kemarau cukup tinggi (diatas 17 t/ha,
Tabel 2) baik pada lahan sawah maupun di pesisir. Ada beberapa faktor budidaya
yang mendukung untuk pertumbuhan bawang merah seperti suhu radiasi surya
siang hari yang maksimal tanpa gangguan awan yang significant, suhu malam
Sarjiman dan Murwati


210
dingin, dan serangan OPT dan gulma yang mudah terkendali. Zone perakaran
cukup kondusif seperti kandungan oksigen dan lengas tanah yang optimal, maka
jangkauan akar dan serapan hara dapat maksimal.
Tabel 3. Hasil analisis t-hitung untuk musim tanam dan lokasi terhadap hasil
umbi bawang merah (kg/ha)
Lokasi dan musim
tanam
Rerata penyimpangan t-hitung t-tabel
Musim
hujan 6664.67 2509.64 5.73 2.78
kemarau 17679.00 2822.22
Lokasi
Lahan pesisir 12638.17 7077.85 0.17 2.57
Lahan sawah 13353.33 5144.95
Pesisir
kemarau 18611.67 3448.68 4.85 3.18
penghujan 6664.67 2509.64
Hasil analisis t hitung (Tabel 3) menunjukkan bahwa penanaman antar
musim (penghujan dan kemarau) ada beda nyata, sedangkan antar lokasi (sawah
dan pesisir) tidak menunjukkan beda nyata. Meskipun informasinya masih sangat
terbatas (standar deviasi sangat tinggi), tetapi sudah menjadikan rambu-rambu
bahwa penanaman off season seperti pada musim hujan memerlukan teknik
tersendiri, artinya tidak sama dengan penanaman pada musim kemarau.
Pengaruh lokasi (sawah dan pesisir) tidak beda nyata, sehingga jika
memungkinkan lokasi di luar musim tanam bawang merah di lahan sawah juga
akan memberikan peluang cukup baik.
Hasil analisis usahatani secara sederhana disajikan pada Tabel 4 dan 5,
data tersebut sebagai bahan pertimbangan bahwa budidaya bawang merah di
luar musim tanam maupun pada musim tanam harus perlu dipertimbangkan
secara matang, agar resiko kerugian dapat dihindari. Berdasarkan hasil analisis
usahatani bahwa komoditas bawang merah varietas tiron memberikan peluang
bisnis cukup besar dengan tingkat keuntungan yang diperoleh relatif tinggi, yaitu
sebesar Rp. 3,177,500,-/1000 m2/musim tanam dengan nilai B/C ratio sebesar
0,73 (Tabel 4). J ika efesiensi biaya produksi dapat dilakukan oleh petani maka
keuntungan yang diterima petani akan semakin meningkat. Efsiensi yang
memungkinkan dilakukan oleh petani antara lain ketersediaan kompos, tenaga
kerja dan benih. Ketiga variabel tersebut memungkinkan karena petani
mempunyai ternak, mempunyai tenaga kerja keluarga dan benih memungkinkan
untuk memproduksi. Khusus produksi benih tentunya harus melalaui tahapan
tertentu, seperti teknik budidayanya, teknik penyimpannanya dan karakteristik
varietas. Kesemuanya harus dipahami oleh produsen benih. Selama ini sertifikasi
benih bawang merah sudah berjalan baik di Kabupaten Bantul meskipun tidak
Budidaya Bawang Merah di Luar Musim pada Lahan Pasir Pantai Yogyakarta


211
sebaik pada komoditas tanaman pangan. Biaya untuk menanam bawang merah
beda varietas tidak berbeda, karena nama varietas dan kualitas belum di
klasifikasikan, sehingga input biaya tidak dibedakan (Rp 4,362,500.-/1000 m2).
Produksi bawang merah lokal lebih rendah (varietas lokal 1505 kg/1000 m2,dan
varietas tiron 1885 kg/1000 m2) jika harga jual benih tidak beda maka
keuntungan menanam bawang merah tiron lebih besar 97% (Rp.1,520,000,-
/1000m2) untuk di lahan pasir atau sebesar Rp 3,177,500,- dibanding varietas
lokal dari Cerme Rp 1,657,500,- untuk luasan 1000 m2. Keunggulan varietas tiron
pada jumlah umbi per rumpun dan besarnya umbi lebih besar dari pada varietas
lokal. Rerata tinggi tanaman 42 cm, dan jumlah umbi per rumpun untuk varietas
tiron sebanyak 12.67 dan varietas lokal sebanyak 7,83.
Perbedaan keuntungan antara lahan pasir pantai dibandingkan dengan di
lahan sawah (Tabel 4 dan 5), untuk varietas tiron di lahan sawah keuntungan
sebesar Rp 2.531.550,- dan varietas lokal Rp 1.827.550,- per 1000 m2.
Rendahnya produksi varietas lokal dari Desa Cerme disebabkan jumlah umbinya
lebih sedikit (jumlah umbi varietas lokal 7,83 umbi/rumpun) dibandingkan varietas
Tiron (jumlah umbi 12,67 umbi/rumpun). Tinggi tanaman hampir sama sekitar 42-
45 cm. Berdasarkan hal tersebut pengenalan varietas baru sangat penting baik
sifat unggul produksi maupun kualitas umbi. Hasil wawancara dengan petani
produsen bawang merah lokal dari Panjatan menunjukkan bahwa kualitas
bawang goreng lebih baik daripada bawang dari Brebes.
Tabel 4. Analisis usahatani uji coba budidaya bawang merah di lahan pasir 29
J uli sampai 19 September 2009, Luas 1000 M2
Bahan Satuan Volume Harga J umlah

Rp
Rp
Benih Kg 75 15,000 1,125,000
Pupuk
Kompos ton 5 100,000 500,000
Ponska kg 15 2,000 30,000
KCL kg 15 11,000 165,000
ZA kg 5 1,500 7,500
Obat
Goal botol 5 17,000 85,000
Regent bungkus 5 25,000 125,000
Antracol bungkus 6.25 92,000 575,000
Tenaga semua HOK 50 25,000 1,250,000
Bensin Liter 100 5,000 500,000
J umlah biaya 4,362,500
Hasil varietas tiron (1885kg) @ Rp.4,000 7,540,000
Keuntungan varietas TIRON (B/C=0.73) 3,177,500
Hasil varietas LOKAL (1505Kg) @ Rp. 4,000 6,020,000
Keuntungan varietas LOKAL (B/C=0.38) 1,657,500
Sarjiman dan Murwati


212
Bahan Satuan Volume Harga J umlah
Simpan 2 Bulan menjadi benih tiron 1131 kg, @ Rp. 10,000 11,310,000
Simpan 2 Bulan, menjadi benih lokal 903, @ Rp 10,000 9,030,000
Total biaya dan simpan (biaya simpan =Rp.13,7500) 4,500,000
Keuntungan varietas tiron B/C=1,51 6,810,000
Keuntungan varietas Lokal B/C=1,01 4,530,000
Total biaya cukup tinggi yaitu sekitar Rp 4.332.450,-. Sebaran terbesar
pada penggunaan bahan bakar bensin dan tenaga penyiraman sebesar Rp
1.144.750,- dan kompos sebesar Rp 658.000,-. Untuk efisiensi atau menurunkan
biaya sebaiknya petani menggunakan pupuk organik dari petani sendiri dan
penghematan penyiraman. Hasil analisis terhadap kebutuhan tenaga kerja di
lahan pasir pada musim kemarau dan musim hujan tidak jauh berbeda demikian
juga penggunaan biaya penyiramannya, tetapi produksinya berbeda sangat nyata
(berdasrkan uji t studen). Besarnya biaya bensin mesin pompa air untuk di lahan
sawah cukup rendah yaitu Rp 244.750,- sedangkan di lahan pasir sebesar Rp
500.000,-, untuk total tenaga penyiraman dan bensin, di lahan pasir sebesar
Rp.1.250.000,- di lahan sawah sebesar Rp 1.144.750,-
Tabel 5. Analisis usahatani uji coba budidaya dan perbenihan bawang merah di
lahan sawah, Cerme, 21 Agustus -16 Oktober 2009, Luas 1000 M2
Bahan Satuan Volume Harga J umlah
Rp Rp
Olah Tanah HOK 13 30 390.000
Benih Kg 114 10 1.140.000
Pupuk I
Kompos 1.316 500 658
NPK 22 9 198
ZA 22 1.4 30.8
Pupuk II
KCl 35 4.5 157.5
Urea 9 1.4 12.6
ZA 22 1.4 30.8
Obat
Obat Daun 4 18 72
Perata 4 13 52
Ulat Daun 4 14 56
Fung Vega 4 18 72
Tenaga
Penyiangan 4 30 120
Siram (30 HOK=Rp. 900.000,-) dan bensin (51,5 liter
=Rp 244.750,-)
1.144.750
Semprot 26 3 78
Panen 4 30 120
Total Biaya budidaya 4.332.450
Hasil panen basah tiron=1716 kg, @ Rp 4000,- 6.864.000
Hasil panen basah lokal =1540 kg, @ Rp 4000,- 6.160.000
Keuntungan varietas tiron (B/C =0.58) 2.531.550
Budidaya Bawang Merah di Luar Musim pada Lahan Pasir Pantai Yogyakarta


213
Bahan Satuan Volume Harga J umlah
Keuntungan varietas Lokal (B/C =0.42) 1.827.550
Hasil setelah Simpan 2 Bulan tiron=858 kg, @ Rp 10.000,- 8.580.000
Hasil setelah Simpan 2 Bulan local=770 kg, @ Rp 10.000,- 7.700.000
Total biaya budidaya dan simpan 4.500.000
Keuntungan varietas tiron (B/C =0.91) 4.080.000
Keuntungan varietas Lokal (B/C =0.71) 3.200.000
DAFTAR PUSTAKA
Bulu Y G., Shiddieq D., Sulakhudin dan Sudana W. 2008. Peluang
pengembangan agribisnis sayuran di lahan pasir pantai kabupaten kulon
progo yogyakarta (kasus Desa Bugel, Kecamatan Panjatan). Publikasi
internet.
Hano Hanafi dan Reki Hendrata. 2007. Prospek dan kebutuhan benih bawang
merah di lahan pesisir pantai selatan Bantul, daerah Istimewa Yogyakarta.
Publikasi internet.
Mulyadi dan Bambang Sudaryanto.2003. Teknologi Pertanian Lahan Pantai
Daerah Istimewa Yogyakarta. Makalah dipresentasikan pada temu
informasi teknologi pertanian di lahan pantai Daerah Istimewa Yogyakarta,
BPTP Yogyakarta, 28-29 J uli 2003
Titiek F. Djaafar, Siti Rahayu, Murwati dan Reki Hendrata. 2004. Karakteristik
umbi bawang merah tiron selama penyimpanan hasil pengembangan lahan
pasir pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Publikasi internet.

Anda mungkin juga menyukai