LAKUSTRIN DI SULAWESI UTARA Hikmatullah, E. Yatno, dan Suratman Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian ABSTRAK Informasi karakteristik tanah-tanah sawah di suatu wilayah sangat penting untuk perencanaan pengelolaan lahan sawah yang lebih baik. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari karakteristik tanah-tanah sawah yang terbentuk dari endapan lakustrin yang berasal dari bahan volkan di Sulawesi Utara. Sebanyak lima profil tanah sawah berasal dari daerah Tondano, Kotamobagu, dan Dumoga di Sulawesi Utara telah diteliti sifat-sifat morfologinya di lapangan dan sebanyak 25 contoh telah dianalisis sifat-sifat fisik, kimia, dan komposisi mineralnya di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat fisik-kimia dan komposisi mineral tanah-tanah sawah tersebut cukup bervariasi yang dipengaruhi oleh bahan volkan. Tekstur tanah bervariasi dari sedang sampai halus. Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4.7-6.4), kandungan C organik sedang sampai tinggi (0,94-7,73%) di lapisan atas dan menurun dengan kedalaman tanah, kecuali tanah sawah dari Tondano II tetapi tinggi (7,73-8,81%) di semua lapisan. Kandungan P 2 O 5 (ekstraksi HCl 25%) sedang sampai tinggi (23-91 mg 100g -1 ), dan kandungan K 2 O (ekstraksi HCl 25%) rendah sampai sedang (4-45 mg 100g -1 ). Retensi P rendah (<20%), kecuali tanah sawah dari Tondano I dan II lebih tinggi (>23-31%). Kation tukar didominasi oleh Ca dan Mg. Kapasitas tukar kation tanah rendah sampai tinggi (15-39 cmol(+) kg -1 ), sedangkan kejenuhan basa tinggi (>50%) di semua lapisan. Komposisi mineral pasir total didominasi oleh gelas volkanik dan mineral mudah lapuk dari asosiasi labradorit-andesin- augit-hiperstin, yang mencerminkan cadangan mineral tinggi. Komposisi mineral liat mengandung banyak smektit dan haloisit hidrat, dan sedikit kaolinit, kecuali tanah dari Tondano II selain haloisit hidrat juga masih mengandung bahan amorf di lapisan bawahnya. PENDAHULUAN Informasi karakteristik dan distribusi tanah-tanah sawah di suatu wilayah sangat penting untuk per encanaan pengelolaan lahan yang lebih baik. Di Provinsi Sulawesi Utara banyak dijumpai lahan sawah yang terbentuk dari bahan endapan yang bersumber dari bahan volkan. Selain ditanami padi sawah, lahan sawah tersebut dimanfaatkan untuk tanaman palawija. Menurut hasil pemetaan tanah tingkat tinjau skala 1: 250.000, lahan sawah di provinsi ini luasnya sekitar 62.000 ha atau 4,1% dari luas provinsi (Tim BBSDLP, 2010). Menurut BPS Hikmatullah et al.
180 Provinsi Sulawesi Utara (2009) luas lahan sawah di provinsi ini tercatat seluas 64.990 ha, yang terdiri atas sawah irigasi 52.382 ha dan sawah tadah hujan 12.608 ha dengan produksi 492.177 ton dan produktivitas rata-rata 5,0 t/ha, dengan masa tanam umumnya dua kali setahun. Lahan sawah tersebut terdiri atas tanah-tanah yang berkembang dari endapan lakustrin, endapan fluviatil dan fluvio-marin, yang umumnya dipengaruhi oleh fluktuasi air tanah sehingga berdrainase terhambat. Lahan sawah dari endapan lakustrin di daerah-daerah Tondano, Kotamobagu dan Dumoga merupakan sentra produksi padi di Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian tanah-tanah sawah dari bahan endapan telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian bidang genesis dan karakteristik tanah-tanah sawah di Indonesia telah dipelopori antara lain oleh Koenigs (1950) dan Tan (1968). Peneliti lain yang meneliti karakteristik tanah-tanah sawah antara lain di J awa (Prasetyo et al., 1996; Rayes, 2003), di Lampung (Prasetyo dan Kasno, 2001), di Sulawesi Tengah (Hikmatullah, 2008), di Sumatera Barat (Suryani et al., 2008), di Gorontalo (Hikmatullah dan Prasetyo, 2002). Lahan sawah dapat dideteksi dari citra satelit, karena memiliki ciri-ciri bentukan landscape yang khas (Suryanto et al., 2002). Tanah-tanah dari bahan endapan lakustrin termasuk kedalam landform Aluvial. Landform tersebut terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan yang dibawa oleh aktivitas aliran sungai, gravitasi atau kombinasi keduanya yang diendapakan pada lingkungan danau (Marsoedi et al., 1997; Desaunettes, 1977). Dalam peta geologi lembar Manado (Effendi dan Bawono, 1997) dan lembar Kotamobagu Sulawesi Utara skala 1:250.000 (Apandi dan Bachri, 1997) bahan endapan tersebut disebut endapan lakustrin (danau) yang berumur lebih tua dari endapan permukaan. Bahan endapan tersebut berasal dari rombakan bahan volkan, yang banyak mengandung gelas volkan dan mineral mudah lapuk. Oleh karena itu, tanah-tanah tersebut mempunyai cadangan hara tanah cukup tinggi. Provinsi Sulawesi Utara termasuk beriklim cukup basah dengan curah hujan rata-rata tahunan bervariasi dari 1.600 mm (Tondano) sampai 2.500 mm (Modoinding). J umlah bulan basah (>200 mm) berkisar antara 6-10 bulan dan jumlah bulan kering (<100 mm) <4 bulan. Wilayah ini termasuk kedalam zone agroklimat B1 dan C1 (Oldeman dan Darmiyati, 1977). Dari aspek jumlah curah hujan tahunan dan sebaran bulanannya, wilayah ini mempunyai cukup sumber air untuk irigasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia, dan komposisi mineral tanah-tanah sawah yang terbentuk dari bahan endapan lakustrin di Provinsi Sulawesi Utara. Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin
181 BAHAN DAN METODE Sebanyak lima profil tanah sawah dari bahan endapan lakustrin telah dipilih dari hasil pemetaan tanah tingkat tinjau Provinsi Sulawesi Utara. Tanah-tanah sawah dari endapan lakustrin termasuk grup Endoaquands, Humaquepts, Endoaquepts dan Epiaquepts (Soil Survey Staff, 2010). Lokasi profil tanah sawah yang diteliti disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Analisis sifat-sifat fisik-kimia tanah meliputi penetapan tekstur 3 fraksi (pasir, debu, liat) dengan metode Pipet, pH H2O dan pH KCl (rasio 1: 2.5), kadar C organik (metode Walkley dan Black) dan N organik (metode Kjeldahl), kadar P 2 O 5
dan K 2 O (ekstraksi HCl 25%) dan P 2 O 5 tersedia (ekstraksi Olsen). Retensi P ditetapkan menurut metode Blackmore et al. (1981). Kandungan basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K dan Na) dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah ditetapkan dalam larutan amonium asetat pH 7,0, dan kadar basa-basa individual diukur dengan alat Atomic Absorption Spectro-photometer. Kadar Al dapat ditukar ditetapkan dalam ekstrak 1N KCl. Metoda analisis contoh tanah mengikuti yang diuraikan oleh Balai Penelitian Tanah (Sulaeman et al., 2005), yang mengacu metoda dalam Soil Survey Laboratory Methods Manual (Burt, 2004). Komposisi mineral fraksi pasir total ditetapkan dengan metode line counting, menggunakan mikroskop polarisasi. Komposisi mineral liat ditetapkan dengan perlakukan Mg 2+ , Mg 2+ +glycerol, K + , K + +pemanasan 550 o C. Tabel 1. Lokasi profil tanah sawah dari endapan lakustrin di Sulawesi Utara Profil Formasi geologi Elevasi m, dpl Lokasi Klasifikasi tanah (Soil Survey Staff, 2010) HD22 Qs - Pleistosen 700 Tondano I Typic Endoaquands HK3 Qs - Pleistosen 700 Tondano II Aquandic Humaquepts SL22 Qpl - Holosen 250 Kotamobagu Typic Endoaquepts SL34 Qpl - Holosen 200 Dumoga I Typic Endoaquepts RM6 Qpl - Holosen 225 Dumoga II Typic Epiaquepts
Hikmatullah et al.
182
Gambar 1. Peta lokasi profil tanah sawah yang diteliti
Sawah di daerah Tondano Sawah di daerah Kotamobagu Sawah di daerah Dumoga Gambar 2. Lahan sawah di daerah penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat morfologi dan fisik tanah Tanah-tanah dari endapan lakustrin umumnya berwarna kelabu (10YR2/1- N5/1) di lapisan atas, dan kelabu muda sampai kelabu kehijauan (2.5Y2/0-N5/0) Dumoga Kotamobagu Lokasi Profil Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin
183 di lapisan bawah tanpa karatan, kecuali tanah dari Dumoga II yang posisinya agak lebih tinggi ke arah perbukitan berwarna coklat tua kekelabuan (10YR3/2) di lapisan atas dan coklat kekelabuan (10YR3/2-5Y5/2) di lapisan bawah. Warna kelabu tersebut mencerminkan tanah mempunyai sifat hidromorfik atau zone jenuh air dengan rejim kelembaban akuik dan drainase terhambat. Kedalaman tanah umumnya dalam dan di dalam penampang tanah tidak ditemukan bahan kasar seperti kerikil atau fragmen batuan. Pada tanah sawah dari Tondano II (profil HK3) tanah berwarna gelap baik di lapisan atas maupun lapisan bawah, yang diduga karena pengaruh kandungan bahan organik sangat tinggi di semua lapisan. Tekstur tanah bervariasi dari sedang sampai halus, dengan variasi lempung berpasir, lempung berdebu, lempung liat berpasir, liat berdebu dan liat. Kandungan pasir bervariasi antara 9-60% di lapisan atas, sedangkan kadar liatnya berkisar antara 19-47%. Tekstur yang agak kasar pada profil HD22 berasal dari bahan volkan G. Soputan yang umumnya berpasir. Sedangkan profil HK3 bahan endapannya berasal dari G. Tompusu yang umumnya berdebu sampai berliat. Perbedaan tekstur terjadi di lapisan bawah pada semua profil, kecuali profil SL34. Perbedaan tersebut mencerminkan bahwa bahan induk tanah berasal dari bahan-bahan yang diendapkan beberapa kali, dan berasal dari berbagai macam sumber. Dari pengamatan di lapangan, tidak ditemukan adanya lapisan bajak yang signifikan. Hal ini disebabakan tekstur tanah sawah yang terlalu kasar atau terlalu halus, atau tanah selalu dalam kondisi tergenang atau muka air tanah tinggi, yang tidak memungkinkan terjadinya gerakan air ke bawah solum tanah, sehingga lapisan bajak atau horison iluviasi Fe dan Mn sulit terbentuk (Hardjowigeno et al., 2004) Sifat kimia tanah Reaksi tanah umumya masam sampai agak masam yang berkisar antara 5,1-6,4. Kisaran nilai pH tersebut termasuk cukup baik untuk ketersediaan hara tanah. Delta pH (selisih pH-KCl dan pH-H 2 O) semuanya negatif yang mencerminkan koloid tanah bermuatan negatif, yang mampu melakukan pertukaran kation. Kandungan bahan organik (C organik dan N total) tanah-tanah dari bahan endapan tersebut bervariasi dari tinggi sampai rendah di lapisan atas dan menurun secara teratur dengan kedalaman tanah, kecuali pada profil HK3 dari Tondano II kadar bahan organik sangat tinggi di semua lapisan. Diduga bahan organik membentuk senyawa kompleks dengan mineral alofan, sehingga kandungannya tetap tinggi. Hikmatullah et al.
184 Kandungan P 2 O 5 (ekstraksi HCl 25%) tergolong sedang sampai tinggi, sedangkan kandungan K 2 O (ekstraksi HCl 25%) umumnya rendah sampai sedang. Kandungan P tersedia (ekstraksi Olsen) berkisar dari sedang sampai tinggi. Sebagian kadar P yang tinggi mungkin pengaruh residu pemupukan P pada tanah-tanah sawah tersebut, seperti pada sawah dari lokasi Dumoga (profil SL34 dan RM6). Retensi P umumnya rendah (<20%) baik di lapisan atas maupun lapisan bawah, kecuali tanah sawah dari Tondano (profil HD22 dan HK3) lebih tinggi di lapisan atas (23-37%). Rendahnya retensi P diharapkan fiksasi P juga rendah, sehingga pemberian pupuk P akan menjadi lebih efisien. Kandungan basa-basa dapat ditukar didominasi oleh Ca dan Mg cukup tinggi. Tingginya Ca dan Mg merupakan hasil pengendapan bahan dari daerah hulu yang dibawa oleh aliran sungai atau gravitasi. Kandungan Ca dan Mg yang tinggi dihasilkan dari pelapukan mineral primer dari grup plagioklas, piroksen dan amfibol. Kapasitas tukar kation tanah umumnya rendah sampai tinggi, sedangkan kejenuhan basa umumnya tinggi di semua lapisan. Kandungan Al dapat ditukar umumnya rendah sampai tidak terdeteksi, sehingga kejenuhan Al juga rendah
1 8 5
K a r a k t e r i s t i k
T a n a h
S a w a h
d a r i
B a h a n
E n d a p a n
L a k u s t r i n
Tabel 2. Sifat fisik-kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara
Profil Hori- son
Dalam Warna matrik Tekstur pH Bahan organik HCl 25% Olsen Bray1 Ret. P Pasir Debu Liat Kelas H 2 O KCl C N C/N P 2 O 5 K 2 O P 2 O 5 P 2 O 5
Tabel 3. Sifat-sifat kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara Nilai Tukar Kation (dalam NH 4 -Acetat 1N, pH7) KCl 1N Profil Horison Dalam Ca Mg K Na J umlah KTK-tanah Kej.basa Al 3+ H +
187 Komposisi mineral fraksi pasir dan liat Komposisi mineral fraksi pasir umumnya didominasi oleh gelas volkanik, fragmen batuan, dan mineral mudah lapuk dari grup plagioklas (a.l. labradorit, andesin, bitownit), piroksen (augit, hiperstin), amfibol (hornblende), dan sedikit olivin. Grup mineral plagioklas terutama sebagai sumber unsur Ca dan Na, sedangkan grup piroksen dan amfibol sebagai sumber Ca, Mg, Fe. Oleh sebab itu kandungan kation Ca paling dominan dalam tanah sawah tersebut. Mineral grup feldspar (ortoklas, sanidin) yang merupakan sumber K dijumpai sedikit sekali pada profil SL34 dan RM6. Tingginya persentase gelas volkanik dan mineral mudah lapuk merupakan cadangan sumber hara yang tinggi yang dapat memperkaya hara tanah (Tabel 4). Cadangan mineral yang tinggi tersebut bersumber dari rombakan bahan volkan yang belum banyak melapuk. Gelas volkan dapat mengandung komposisi kimia seperti Ca, Mg, P, K, dan lain-lain, tetapi dapat juga mengandung banyak SiO 2 seperti pada batuapung. Pelapukan gelas volkan dapat menghasilkan mineral amorf (alofan). .
189 Komposisi mineral liat menunjukkan sudah terbentuk mineral smektit cukup banyak (Tabel 5) dengan sedikit haloisit-hidrat dan kaolinit, kecuali tanah dari Tondano II (profil HK3) didominasi oleh haloisit-hidrat di lapisan atas dan bahan amorf (alofan) di lapisan bawahnya. Smektit merupakan tipe mineral 2:1 yang mempunyai sifat khas yang mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah sawah tersebut. Sifat yang penting adalah mempunyai muatan negatif yang reaktif terhadap lingkungannya, mempunyai KTK cukup tinggi, dan mempunyai sifat mengembang bila basah dan mengkerut bila kering. Kondisi drainase jelek, pH netral hingga alkalis, dan akumulasi basa-basa dan silika merupakan lingkungan yang sesuai untuk pembentukan smektit (Van Wambeke, 1992). Mineral smektit dapat juga terbentuk melalui proses pelarutan mineral plagioklas dari pelapukan batuan volkan andesit atau augit (Glassman, 1982) atau hasil pelapukan hornblende (Rice et al, 1985). Selain smektit terdeteksi pula kaolinit dan ilit. Kaolinit dapat terbentuk dari hasil pelapukan smektit pada kondisi pH masam, atau merupakan hasil pengendapan dari daerah hulu pada kondisi pH netral-agak alkalis. Diduga kaolinit tersebut terbentuk dari hasil pengendapan dari daerah hulu, karena pada tanah sawah yang datar lingkungan akumulasi lebih dominan daripada pencucian. Tabel 5. Komposisi mineral liat lapisan atas tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara Profil Dalam Haloisit- Kaolinit- Kaolinit Smektit Illit Amorf cm hidrat disorder HD22 0-13 + (+) ++ 40-70 + (+) +
HK3 0-25 ++++ + 45-70 ++ +++
SL22 0-30 ++ ++ +
SL34 0-25 + +++
RM6 0-33 + +++
Keterangan: ++++=sangat banyak; +++=banyak; ++=sedang; +=sedikit; (+) =sangat sedikit. Hasil analisis difraktogram sinar-X (XRD) tanah-tanah sawah lapisan atas (Gambar 3) menunjukkan bahwa pada profil HK3 (Tondano II) menunjukkan dominasi haloisit-hidrat (peak 10,26 dan 4,45 ). Di lapisan bawahnya (gambar tidak ditunjukkan) masih tetap sama hanya bentuknya yang menggelembung yang mencerminkan adanya bahan amorf (alofan). Pada profil SL22, mineral Hikmatullah et al.
190 smektit ditunjukkan oleh peak 15,98 (perlakukan Mg 2+ ) dan 18,24 (perlakuan Mg 2+ +glycerol). Demikian pula halnya pada profil SL34 dan RM6, kandungan smektit lebih banyak dibandingkan dengan profil SL22.
Lokasi: Tondano II Lokasi: Kotamobagu Lokasi: Dumoga I Lokasi: Dumoga II Gambar 3 Diaktogram sinar-X contoh tanah sawah lapisan atas di daerah penelitian
Pengelolaan lahan sawah Berdasarkan hasil pengujian status hara NPK tanah-tanah sawah di daerah penelitian menunjukkan bahwa status hara N tergolong rendah, sedang dan tinggi, hara P sedang dan tinggi, dan hara K rendah, sedang dan tinggi. Menurut Setyorini et al. (2004) dan Badan Litbang Pertanian (2006) dosis pemupukan NPK yang dianjurkan untuk tanah-tanah sawah dapat berbeda tergantung pada status hara NPK dan perlakuan terhadap lahan sawah, yaitu: (a) tanpa pemberian bahan organik, (b) diberi jerami 5 t/ha, atau (c) diberi 2 t/ha pupuk kandang, seperti terlihat pada Tabel 6. Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin
191 Tabel 6. Rekomendasi pemupukan tanah sawah di daerah penelitian berdasarkan uji tanah Profil Status hara * Tanpa bahan organik Diberi 5 t jerami Diberi 2 t pupuk kandang N P K Urea SP- 36 KCl Urea SP- 36 KCl Urea SP- 36 KCl ----------------------------- kg/ha ---------------------------- HD22 Sedang Sedang Rendah 200 75 100 175 75 50 175 25 80 HK3 Tinggi Sedang Rendah 150 75 100 175 75 50 125 25 80 SL22 Sedang Sedang Sedang 200 75 50 175 75 0 175 25 30 SL34 Rendah Tinggi Rendah 250 50 100 225 50 50 225 0 80 RM6 Rendah Tinggi Tinggi 250 50 50 225 50 0 225 0 30 * Status hara: N rendah <0,2, sedang 0,2-0,3, tinggi >0,3 % N total P rendah <20, sedang 20-40, tinggi >40 mg P 2 O 5 per 100 g K rendah <10, sedang 10-20, tinggi >20 mg K 2 O per 100 g Sebagai contoh, untuk lahan sawah Tondano I (profil HD22) apabila tanpa pemberian bahan organik maka dosis pemupukan NPK masing-masing 200 kg Urea, 75 kg SP-36 dan 100 kg KCl/ha. Apabila lahan sawah tersebut diberi jerami 5 t/ha, maka pemberian NPK masing-masing 175 kg Urea, 75 kg SP-36 dan 50 kg KCl/ha.dan apabila diberi pupuk kandang 2 t/ ha, maka dosis pemupukan NPK menjadi 175 kg Urea, 25 kg SP-36 dan 80 kg KCl/ha. Pemberian jerami dapat mengurangi dosis pupuk KCl, sedangkan pemberian pupuk kandang dapat mengurangi dosis pupuk SP-36. Rekomendasi tersebut merupakan indikasi awal dari kondisi lahan sawah di wilayah tersebut. Oleh karena itu, masih dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam tanah-tanah sawah di wilayah tersebut dalam rangka mendukung peningkatan ketahanan pangan. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Tanah-tanah sawah dari endapan lakustrin di Sulawesi Utara mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan komposisi mineral yang cukup bervariasi. Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber bahan induknya yang berasal dari bahan volkan yang tercermin dari komposisi mineral pasir. 2. Tanah-tanah sawah di daerah penelitian mempunyai cadangan mineral tinggi yang tercermin dari kandungan gelas volkan dan mineral mudah lapuk cukup tinggi, yang berasal dari rombakan bahan volkan. Kondisi tersebut sangat menguntungkan, karena dapat memperkaya unsur hara tanah. Hikmatullah et al.
192 3. Data karakteristik tanah-tanah sawah tersebut dapat dijadikan sebagai data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam mendukung usaha peningkatan produktivitas lahan sawah dan ketahanan pangan. DAFTAR PUSTAKA Apandi, T. dan S. Bachri. 1997. Peta geologi lembar Kotamobagu, Sulawesi, skala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Badan Litbang Pertanian. 2006. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/2006. BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Sulawesi Utara. 2009. Provinsi Utara Dalam Angka Tahun 2008. BPS Provinsi Sulawesi Utara, Manado. Burt, R. 2004 (Ed). Soil Survey Laboratory Methods Manual. Soil Survey Investigation Report No. 42. Version 4, Nov. 2004. USDA Soil Conservation Service. 700p. Desaunettes, J . R. 1977. Catalogue of landforms for Indonesia. FAO-Soil Research Institute, Bogor. AGL/TF/INS/44. Working Paper No.13. Effendi, A.C. dan S.S. Bawono. 1997. Peta geologi lembar Manado Sulawesi, skala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Glassman, J .R. 1982. Alteration of andesit in wet, unstable soil of Oregons Western Cascades. Clays and Clay Min. 30:253-263. Hardjowigeno, S., H. Subagyo, dan M.L. Rayes. 2004. Morfologi dan klasifikasi tanah sawah. Hal. 1-28. Dalam F. Agus (Eds) Tanah sawah dan teknologi Pengelolaannya. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hikmatullah. 2008. Karakteristik tanah sawah dan pengelolaannya di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. J urnal Wacana Pertanian 7 (2):87-94. Hikmatullah dan Prasetyo, B.H. 2002. Vertisols dari daerah Gorontalo: sifat-sifat fisik-kimia dan komposisi mineralnya. J urnal Tanah dan Air 3:21-32. Koenigs, F.F.R. 1950. A sawah profile near Bogor J ava. Contr. General Agric. Res. Sta. Bogor No. 15. Marsoedi, DS., Widagdo, J . Dai, N. Suharta, Darul, S.W.P, Hardjowigeno, S., J . Hof, dan E. R. J ordans. 1997. Pedoman klasifikasi landform. Laporan Teknis no. 5. Versi 3. LREP II Project, Center for Soil and Agroclimate Research, Bogor. Oldeman, L.R., and S. Darmiyati. 1977. An agroclimatic map of Sulawesi, scale 1:3.000.000. Contr. Res. Inst. of Agric. Bulletin No. Bogor. Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin
193 Prasetyo, B. H, dan A. Kasno. 2001. Sifat morfologi, komposisi mineral, dan fisik- kimia tanah sawah irigasi di Provinsi Lampung. J urnal Tanah Tropika 12:155-168. Prasetyo, B. H, M. Soekardi dan Subagjo, H. 1996. Tanah-tanah sawah intensifikasi di J awa: susunan mineral, sifat-sifat kimia, dan klasifikasinya. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 14:12-24. Prasetyo, B.H., Sri Adiningsih, K. Subagyono, dan R.D.M. Simanungkalit. 2004. Mineralogi, kimia, fisika dan biologi tanah sawah. Hal. 29-82. Dalam F. Agus (Eds) Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Rayes, M.L. 2000. Karakteristik, genesis dan klasifikasi tanah sawah berasal dari bahan volkan Merapi. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB, Bogor (tidak diterbitkan). Rice, T. J ., S. W. Buol, and S. B. Weed. 1985. Soil saprolite profiles derived from mafic rock in the North California Piedmont I: Chemical, morhological, and mineralogical characteristics and transformation. Soil Sci. Soc. Am. J . 49:171-178. Setyorini, D., L. R. Widowati, dan S. Rochayati. 2004. Teknologi pengelolaan hara lahan sawah intensifikasi. Hal. 137-167. Dalam F. Agus (Eds) Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Petunjuk teknis analisa kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Hal.136 Suryanto, W.J ., S. R. Murdiati, dan Wahyunto. 2002. Identifikasi dan inventarisasi lahan sawah dengan menggunakan citra satelit di Pulau Lombok. Hal. 269- 286. Dalam D. Djaenudin (Eds) Pros. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua Bogor 30-31 Okt. 2001. Buku I. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor. Tan, K. H. 1968. The genesis and characteristics of paddy soils in Indonesia. Soil Sci. and Plant Nutr. 14 3:117-121. Tim Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2010. Laporan Tengah Tahun Pemetaan Potensi Sumberdaya Lahan Tingkat Tinjau Skala 1:250.000 Seluas 1,5 J uta ha di Sulawesi Bagian Utara. Badan Litbang Pertanian, Bogor (tidak diterbitkan). Van Wambeke, A. 1992. Soil of the Tropics. Properties and Appraisal. McGraw- Hill. Inc. New York.