Anda di halaman 1dari 15

179

KARAKTERISTIK TANAH SAWAH DARI BAHAN ENDAPAN


LAKUSTRIN DI SULAWESI UTARA
Hikmatullah, E. Yatno, dan Suratman
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
ABSTRAK
Informasi karakteristik tanah-tanah sawah di suatu wilayah sangat penting
untuk perencanaan pengelolaan lahan sawah yang lebih baik. Tujuan penelitian
adalah untuk mempelajari karakteristik tanah-tanah sawah yang terbentuk dari
endapan lakustrin yang berasal dari bahan volkan di Sulawesi Utara. Sebanyak
lima profil tanah sawah berasal dari daerah Tondano, Kotamobagu, dan Dumoga
di Sulawesi Utara telah diteliti sifat-sifat morfologinya di lapangan dan sebanyak
25 contoh telah dianalisis sifat-sifat fisik, kimia, dan komposisi mineralnya di
laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat fisik-kimia dan
komposisi mineral tanah-tanah sawah tersebut cukup bervariasi yang dipengaruhi
oleh bahan volkan. Tekstur tanah bervariasi dari sedang sampai halus. Reaksi
tanah masam sampai agak masam (pH 4.7-6.4), kandungan C organik sedang
sampai tinggi (0,94-7,73%) di lapisan atas dan menurun dengan kedalaman
tanah, kecuali tanah sawah dari Tondano II tetapi tinggi (7,73-8,81%) di semua
lapisan. Kandungan P
2
O
5
(ekstraksi HCl 25%) sedang sampai tinggi (23-91 mg
100g
-1
), dan kandungan K
2
O (ekstraksi HCl 25%) rendah sampai sedang (4-45
mg 100g
-1
). Retensi P rendah (<20%), kecuali tanah sawah dari Tondano I dan II
lebih tinggi (>23-31%). Kation tukar didominasi oleh Ca dan Mg. Kapasitas tukar
kation tanah rendah sampai tinggi (15-39 cmol(+) kg
-1
), sedangkan kejenuhan
basa tinggi (>50%) di semua lapisan. Komposisi mineral pasir total didominasi
oleh gelas volkanik dan mineral mudah lapuk dari asosiasi labradorit-andesin-
augit-hiperstin, yang mencerminkan cadangan mineral tinggi. Komposisi mineral
liat mengandung banyak smektit dan haloisit hidrat, dan sedikit kaolinit, kecuali
tanah dari Tondano II selain haloisit hidrat juga masih mengandung bahan amorf
di lapisan bawahnya.
PENDAHULUAN
Informasi karakteristik dan distribusi tanah-tanah sawah di suatu wilayah
sangat penting untuk per encanaan pengelolaan lahan yang lebih baik. Di
Provinsi Sulawesi Utara banyak dijumpai lahan sawah yang terbentuk dari bahan
endapan yang bersumber dari bahan volkan. Selain ditanami padi sawah, lahan
sawah tersebut dimanfaatkan untuk tanaman palawija. Menurut hasil pemetaan
tanah tingkat tinjau skala 1: 250.000, lahan sawah di provinsi ini luasnya sekitar
62.000 ha atau 4,1% dari luas provinsi (Tim BBSDLP, 2010). Menurut BPS
Hikmatullah et al.

180
Provinsi Sulawesi Utara (2009) luas lahan sawah di provinsi ini tercatat seluas
64.990 ha, yang terdiri atas sawah irigasi 52.382 ha dan sawah tadah hujan
12.608 ha dengan produksi 492.177 ton dan produktivitas rata-rata 5,0 t/ha,
dengan masa tanam umumnya dua kali setahun. Lahan sawah tersebut terdiri
atas tanah-tanah yang berkembang dari endapan lakustrin, endapan fluviatil dan
fluvio-marin, yang umumnya dipengaruhi oleh fluktuasi air tanah sehingga
berdrainase terhambat. Lahan sawah dari endapan lakustrin di daerah-daerah
Tondano, Kotamobagu dan Dumoga merupakan sentra produksi padi di Provinsi
Sulawesi Utara.
Penelitian tanah-tanah sawah dari bahan endapan telah dilakukan oleh
para peneliti terdahulu. Penelitian bidang genesis dan karakteristik tanah-tanah
sawah di Indonesia telah dipelopori antara lain oleh Koenigs (1950) dan Tan
(1968). Peneliti lain yang meneliti karakteristik tanah-tanah sawah antara lain di
J awa (Prasetyo et al., 1996; Rayes, 2003), di Lampung (Prasetyo dan Kasno,
2001), di Sulawesi Tengah (Hikmatullah, 2008), di Sumatera Barat (Suryani et al.,
2008), di Gorontalo (Hikmatullah dan Prasetyo, 2002). Lahan sawah dapat
dideteksi dari citra satelit, karena memiliki ciri-ciri bentukan landscape yang khas
(Suryanto et al., 2002).
Tanah-tanah dari bahan endapan lakustrin termasuk kedalam landform
Aluvial. Landform tersebut terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan yang
dibawa oleh aktivitas aliran sungai, gravitasi atau kombinasi keduanya yang
diendapakan pada lingkungan danau (Marsoedi et al., 1997; Desaunettes, 1977).
Dalam peta geologi lembar Manado (Effendi dan Bawono, 1997) dan lembar
Kotamobagu Sulawesi Utara skala 1:250.000 (Apandi dan Bachri, 1997) bahan
endapan tersebut disebut endapan lakustrin (danau) yang berumur lebih tua dari
endapan permukaan. Bahan endapan tersebut berasal dari rombakan bahan
volkan, yang banyak mengandung gelas volkan dan mineral mudah lapuk. Oleh
karena itu, tanah-tanah tersebut mempunyai cadangan hara tanah cukup tinggi.
Provinsi Sulawesi Utara termasuk beriklim cukup basah dengan curah
hujan rata-rata tahunan bervariasi dari 1.600 mm (Tondano) sampai 2.500 mm
(Modoinding). J umlah bulan basah (>200 mm) berkisar antara 6-10 bulan dan
jumlah bulan kering (<100 mm) <4 bulan. Wilayah ini termasuk kedalam zone
agroklimat B1 dan C1 (Oldeman dan Darmiyati, 1977). Dari aspek jumlah curah
hujan tahunan dan sebaran bulanannya, wilayah ini mempunyai cukup sumber air
untuk irigasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia,
dan komposisi mineral tanah-tanah sawah yang terbentuk dari bahan endapan
lakustrin di Provinsi Sulawesi Utara.
Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin

181
BAHAN DAN METODE
Sebanyak lima profil tanah sawah dari bahan endapan lakustrin telah dipilih
dari hasil pemetaan tanah tingkat tinjau Provinsi Sulawesi Utara. Tanah-tanah
sawah dari endapan lakustrin termasuk grup Endoaquands, Humaquepts,
Endoaquepts dan Epiaquepts (Soil Survey Staff, 2010). Lokasi profil tanah sawah
yang diteliti disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Analisis sifat-sifat fisik-kimia tanah meliputi penetapan tekstur 3 fraksi
(pasir, debu, liat) dengan metode Pipet, pH
H2O
dan pH
KCl
(rasio 1: 2.5), kadar C
organik (metode Walkley dan Black) dan N organik (metode Kjeldahl), kadar P
2
O
5

dan K
2
O (ekstraksi HCl 25%) dan P
2
O
5
tersedia (ekstraksi Olsen). Retensi P
ditetapkan menurut metode Blackmore et al. (1981). Kandungan basa-basa dapat
ditukar (Ca, Mg, K dan Na) dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah ditetapkan
dalam larutan amonium asetat pH 7,0, dan kadar basa-basa individual diukur
dengan alat Atomic Absorption Spectro-photometer. Kadar Al dapat ditukar
ditetapkan dalam ekstrak 1N KCl. Metoda analisis contoh tanah mengikuti yang
diuraikan oleh Balai Penelitian Tanah (Sulaeman et al., 2005), yang mengacu
metoda dalam Soil Survey Laboratory Methods Manual (Burt, 2004). Komposisi
mineral fraksi pasir total ditetapkan dengan metode line counting, menggunakan
mikroskop polarisasi. Komposisi mineral liat ditetapkan dengan perlakukan Mg
2+
,
Mg
2+
+glycerol, K
+
, K
+
+pemanasan 550
o
C.
Tabel 1. Lokasi profil tanah sawah dari endapan lakustrin di Sulawesi Utara
Profil Formasi geologi Elevasi
m, dpl
Lokasi Klasifikasi tanah (Soil
Survey Staff, 2010)
HD22 Qs - Pleistosen 700 Tondano I Typic Endoaquands
HK3 Qs - Pleistosen 700 Tondano II Aquandic Humaquepts
SL22 Qpl - Holosen 250 Kotamobagu Typic Endoaquepts
SL34 Qpl - Holosen 200 Dumoga I Typic Endoaquepts
RM6 Qpl - Holosen 225 Dumoga II Typic Epiaquepts






Hikmatullah et al.

182











Gambar 1. Peta lokasi profil tanah sawah yang diteliti

Sawah di daerah
Tondano
Sawah di daerah
Kotamobagu
Sawah di daerah
Dumoga
Gambar 2. Lahan sawah di daerah penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat morfologi dan fisik tanah
Tanah-tanah dari endapan lakustrin umumnya berwarna kelabu (10YR2/1-
N5/1) di lapisan atas, dan kelabu muda sampai kelabu kehijauan (2.5Y2/0-N5/0)
Dumoga
Kotamobagu
Lokasi Profil
Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin

183
di lapisan bawah tanpa karatan, kecuali tanah dari Dumoga II yang posisinya
agak lebih tinggi ke arah perbukitan berwarna coklat tua kekelabuan (10YR3/2) di
lapisan atas dan coklat kekelabuan (10YR3/2-5Y5/2) di lapisan bawah. Warna
kelabu tersebut mencerminkan tanah mempunyai sifat hidromorfik atau zone
jenuh air dengan rejim kelembaban akuik dan drainase terhambat. Kedalaman
tanah umumnya dalam dan di dalam penampang tanah tidak ditemukan bahan
kasar seperti kerikil atau fragmen batuan. Pada tanah sawah dari Tondano II
(profil HK3) tanah berwarna gelap baik di lapisan atas maupun lapisan bawah,
yang diduga karena pengaruh kandungan bahan organik sangat tinggi di semua
lapisan.
Tekstur tanah bervariasi dari sedang sampai halus, dengan variasi
lempung berpasir, lempung berdebu, lempung liat berpasir, liat berdebu dan liat.
Kandungan pasir bervariasi antara 9-60% di lapisan atas, sedangkan kadar
liatnya berkisar antara 19-47%. Tekstur yang agak kasar pada profil HD22
berasal dari bahan volkan G. Soputan yang umumnya berpasir. Sedangkan profil
HK3 bahan endapannya berasal dari G. Tompusu yang umumnya berdebu
sampai berliat. Perbedaan tekstur terjadi di lapisan bawah pada semua profil,
kecuali profil SL34. Perbedaan tersebut mencerminkan bahwa bahan induk tanah
berasal dari bahan-bahan yang diendapkan beberapa kali, dan berasal dari
berbagai macam sumber. Dari pengamatan di lapangan, tidak ditemukan adanya
lapisan bajak yang signifikan. Hal ini disebabakan tekstur tanah sawah yang
terlalu kasar atau terlalu halus, atau tanah selalu dalam kondisi tergenang atau
muka air tanah tinggi, yang tidak memungkinkan terjadinya gerakan air ke bawah
solum tanah, sehingga lapisan bajak atau horison iluviasi Fe dan Mn sulit
terbentuk (Hardjowigeno et al., 2004)
Sifat kimia tanah
Reaksi tanah umumya masam sampai agak masam yang berkisar antara
5,1-6,4. Kisaran nilai pH tersebut termasuk cukup baik untuk ketersediaan hara
tanah. Delta pH (selisih pH-KCl dan pH-H
2
O) semuanya negatif yang
mencerminkan koloid tanah bermuatan negatif, yang mampu melakukan
pertukaran kation.
Kandungan bahan organik (C organik dan N total) tanah-tanah dari bahan
endapan tersebut bervariasi dari tinggi sampai rendah di lapisan atas dan
menurun secara teratur dengan kedalaman tanah, kecuali pada profil HK3 dari
Tondano II kadar bahan organik sangat tinggi di semua lapisan. Diduga bahan
organik membentuk senyawa kompleks dengan mineral alofan, sehingga
kandungannya tetap tinggi.
Hikmatullah et al.

184
Kandungan P
2
O
5
(ekstraksi HCl 25%) tergolong sedang sampai tinggi,
sedangkan kandungan K
2
O (ekstraksi HCl 25%) umumnya rendah sampai
sedang. Kandungan P tersedia (ekstraksi Olsen) berkisar dari sedang sampai
tinggi. Sebagian kadar P yang tinggi mungkin pengaruh residu pemupukan P
pada tanah-tanah sawah tersebut, seperti pada sawah dari lokasi Dumoga (profil
SL34 dan RM6). Retensi P umumnya rendah (<20%) baik di lapisan atas maupun
lapisan bawah, kecuali tanah sawah dari Tondano (profil HD22 dan HK3) lebih
tinggi di lapisan atas (23-37%). Rendahnya retensi P diharapkan fiksasi P juga
rendah, sehingga pemberian pupuk P akan menjadi lebih efisien. Kandungan
basa-basa dapat ditukar didominasi oleh Ca dan Mg cukup tinggi. Tingginya Ca
dan Mg merupakan hasil pengendapan bahan dari daerah hulu yang dibawa oleh
aliran sungai atau gravitasi. Kandungan Ca dan Mg yang tinggi dihasilkan dari
pelapukan mineral primer dari grup plagioklas, piroksen dan amfibol. Kapasitas
tukar kation tanah umumnya rendah sampai tinggi, sedangkan kejenuhan basa
umumnya tinggi di semua lapisan. Kandungan Al dapat ditukar umumnya rendah
sampai tidak terdeteksi, sehingga kejenuhan Al juga rendah



1
8
5

K
a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k

T
a
n
a
h

S
a
w
a
h

d
a
r
i

B
a
h
a
n

E
n
d
a
p
a
n

L
a
k
u
s
t
r
i
n

Tabel 2. Sifat fisik-kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara

Profil
Hori-
son

Dalam
Warna
matrik
Tekstur pH Bahan organik HCl 25% Olsen Bray1
Ret.
P
Pasir Debu Liat Kelas H
2
O KCl C N C/N P
2
O
5
K
2
O P
2
O
5
P
2
O
5

- cm - --- % --- --- % --- mg100g
-1
-- ppm -- %
Tondano I
HD22 Ap 0-13 10YR3/2 60 21 19 SL 5,1 4,6 2,34 0,21 11 27 10 20 31
Bg1 13-40 5Y4/1 62 20 18 SL 5,7 5,1 1,93 0,15 13 19 6 16 37
Bg2 40-70 2.5Y2/0 61 23 16 SL 4,5 4,0 1,24 0,08 16 17 13 20 47
2Bg1 70-100 2.5Y2/0 54 23 23 SCL 4,0 3,4 1,08 0,07 15 16 18 17 -
2Bg2 100-120 2.5Y2/0 53 24 23 SCL 4,4 3,7 0,74 0,05 15 19 21 19 -
Tondano II
HK3 Ap 0-25 10YR2/1 17 61 22 SiL 4,7 4,1 7,73 0,35 22 33 4 - 2,3 23
AB 25-45 7.5YR2/1 15 59 26 SiL 4,9 4,2 8,81 0,50 18 22 2 - 1,3 21
Bg1 45-70 7.5YR2.5/3 16 60 24 SiL 4,9 4,2 7,70 0,44 18 20 1 - 2,6 13
2Bg 70-120 7.5YR3/3 11 53 36 SiCL 4,5 4,2 8,69 0,62 14 31 3 - 3,4 7
Kotamobagu
SL22 A 0-30 N 0/0 21 38 41 C 5,2 4,3 2,21 0,22 10 23 13 36 - 10
Bg1 30-60 N 1/0 26 37 37 CL 5,6 4,6 1,79 0,14 13 18 9 31 - 5
Bg2 60-80 N 1/0 25 39 36 CL 5,9 4,8 0,53 0,05 11 16 19 28 - -
2Bg3 80-120 N 1/0 27 29 44 C 5,7 4,6 0,28 0,02 14 18 23 15 - -
Dumoga I
SL34 Ap 0-25 N 5/1 9 44 47 SiC 4,1 3,3 1,85 0,19 10 91 4 149 - 17
Bg1 25-55 N 5/0 9 47 44 SiC 5,0 4,2 1,20 0,13 9 87 2 62 - 7
Bg2 55-90 N 5/0 8 48 44 SiC 5,2 4,2 0,38 0,04 10 23 7 30 - 5
Bg3 90-120 N 5/0 9 43 48 SiC 5,2 4,0 0,29 0,03 10 14 5 19 - 4
Dumoga II
RM6 Ap 0-17 10YR3/2 42 30 28 L 6,4 5,2 0,94 0,09 10 78 45 74 - 2
Bg1 17-33 10YR4/4 57 21 22 SCL 6,4 4,6 0,37 0,04 9 55 21 38 - 4
2Bg2 33-65 10YR4/4 78 9 13 SL 6,3 4,3 0,18 0,02 9 68 17 36 - 2
2Bg3 65-90 5Y5/2 66 17 17 SL 6,4 4,5 0,17 0,02 9 55 11 30 - 0


1
8
6

H
i
k
m
a
t
u
l
l
a
h

e
t

a
l
.

Tabel 3. Sifat-sifat kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara
Nilai Tukar Kation (dalam NH
4
-Acetat 1N, pH7) KCl 1N
Profil Horison Dalam Ca Mg K Na J umlah KTK-tanah Kej.basa Al
3+
H
+

-- cm -- ------------- cmol(+) kg
-1
--------- % --cmol(+) kg
-1
--
Lokasi Tondano I
HD22 Ap 0-13 13,97 5,41 0,18 0,69 20,25 26 79 0,00 0,00
Bg1 13-40 12,41 5,87 0,13 0,53 18,94 27 71 0,00 0,00
Bg2 40-70 14,80 7,27 0,30 0,49 22,86 34 67 0,76 0,13
2Bg1 70-100 18,27 9,38 0,39 0,59 28,63 42 68
2Bg2 100-120 14,48 7,02 0,46 0,55 22,51 34 66
Lokasi Tondano II
HK3 Ap 0-25 14,83 2,89 0,03 1,45 19,20 39 50 0,05 0,16
AB 25-45 12,22 2,73 0,02 1,11 16,08 31 51 0,13 0,18
Bg1 45-70 13,45 3,06 0,01 1,19 17,71 36 49 0,09 0,20
2Bg2 70-120 13,93 2,92 0,03 1,17 18,05 32 56 0,12 0,21
Lokasi Kotamobagu
SL22 A 0-30 12,42 3,93 0,20 0,67 17,22 15 >100 0,00 0,02
Bg1 30-60 13,28 4,35 0,17 0,82 18,62 15 >100 0,00 0,04
Bg2 60-80 9,94 4,29 0,27 0,51 15,01 11 >100 0,00 0,04
2Bg3 80-120 12,07 5,74 0,36 0,63 18,80 15 >100 0,00 0,02
Lokasi Dumoga I
SL34 Ap 0-25 15,16 4,82 0,11 0,34 20,43 23 87 0,48 0,32
Bg1 25-55 16,83 5,79 0,08 0,43 23,13 17 >100 0,00 0,02
Bg2 55-90 11,67 4,84 0,17 0,41 17,09 15 >100 0,00 0,02
Bg3 90-120 14,82 7,14 0,12 0,60 22,68 20 >100 0,00 0,04
Lokasi Dumoga II
RM6 Ap 0-17 23,04 5,13 0,38 0,33 28,88 21 >100 0,00 0,00
Bg1 17-33 21,32 5,19 0,30 0,20 27,01 21 >100 0,00 0,02
2Bg2 33-65 17,40 4,58 0,22 0,15 22,35 20 >100 0,00 0,02
2Bg3 65-90 18,90 4,75 0,20 0,30 24,15 18 >100 0,00 0,00
Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin


187
Komposisi mineral fraksi pasir dan liat
Komposisi mineral fraksi pasir umumnya didominasi oleh gelas volkanik,
fragmen batuan, dan mineral mudah lapuk dari grup plagioklas (a.l. labradorit,
andesin, bitownit), piroksen (augit, hiperstin), amfibol (hornblende), dan sedikit
olivin. Grup mineral plagioklas terutama sebagai sumber unsur Ca dan Na,
sedangkan grup piroksen dan amfibol sebagai sumber Ca, Mg, Fe. Oleh sebab
itu kandungan kation Ca paling dominan dalam tanah sawah tersebut. Mineral
grup feldspar (ortoklas, sanidin) yang merupakan sumber K dijumpai sedikit
sekali pada profil SL34 dan RM6. Tingginya persentase gelas volkanik dan
mineral mudah lapuk merupakan cadangan sumber hara yang tinggi yang dapat
memperkaya hara tanah (Tabel 4). Cadangan mineral yang tinggi tersebut
bersumber dari rombakan bahan volkan yang belum banyak melapuk. Gelas
volkan dapat mengandung komposisi kimia seperti Ca, Mg, P, K, dan lain-lain,
tetapi dapat juga mengandung banyak SiO
2
seperti pada batuapung. Pelapukan
gelas volkan dapat menghasilkan mineral amorf (alofan).
.


1
8
8

H
i
k
m
a
t
u
l
l
a
h

e
t

a
l
Tabel 4. Komposisi mineral fraksi pasir tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara
Profil dalam
Mineral fraksi pasir total
Op Kk Kj Kb Li Lp Fb Gv An Lb Bt Ar Or Sa Hh Hc Au Hi Ov Ep
cm ------------------------------------------------- % -------------------------------------------------------
Tondano I
HD22 0-13 12 sp 1 1 - - 19 24 2 35 - - - - - 3 2 1 -
13-40 13 1 2 1 - - 17 28 2 27 - sp - - - - 3 3 3 -
40-70 15 1 5 4 - 2 10 21 12 16 1 2 - - sp - 4 7 sp -
70-120
1 3 18 sp - 4 3 20 29 1
- - - -
6 15
- -
Tondano II
HK3 0-25 7 sp 1 - 2 5 13 41 1 19 sp - - - 1 - 3 7 - -
25-45 8 - 1 - 2 5 16 55 sp 9 - - - - sp - 2 2 - -
45-70 9 sp 1 - sp 5 11 52 1 12 - - - - sp - 4 5 - -
70-120 6 - - - 1
2 11 68 sp 6 2
- - - - -
1 3
- -
Kotamobagu
SL22 0-30 4 - 5 - 1 1 3 4 - 45 - - - sp 5 27 2 3 - -
30-60 11 - 5 - - 3 1 4 - 35 - sp - - 10 26 1 4 - -
Dumoga I
SL34 0-25 6 14 8 - sp 7 47 2 2 6 - - sp 1 4 sp sp 1 - 2
25-55 6 13 9 - 9 38 5 1 5 - - sp 1 8 1 2 1 - 1
Dumoga II
RM6 0-17 7 2 2 - sp 5 22 3 - 52 sp - sp sp 1 sp 2 4 - -
17-33 sp 3 5 - sp 6 23 7 1 50 - - 2 sp sp sp 2 1 - -
Keterangan: Op=opak; Kk=kuarsa keruh; Kj=kuarsa jernih; Kb=konkresi besi; Li=limonit; Lp=lapukan mineral; Fb=fragmen batuan;
Gv=gelas volkanik; An=andesin; Lb=labradorit; Bt=bitownit; Ar=anortit; Or=ortoklas; Sa=sanidin; Hh=hornblende hijau; Hc=hornblende
coklat; Au=augit; Hi=hiperstin; Ov=olivin; Ep=epidot; sp=sparse/jarang.
Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin

189
Komposisi mineral liat menunjukkan sudah terbentuk mineral smektit cukup
banyak (Tabel 5) dengan sedikit haloisit-hidrat dan kaolinit, kecuali tanah dari
Tondano II (profil HK3) didominasi oleh haloisit-hidrat di lapisan atas dan bahan
amorf (alofan) di lapisan bawahnya. Smektit merupakan tipe mineral 2:1 yang
mempunyai sifat khas yang mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah sawah tersebut.
Sifat yang penting adalah mempunyai muatan negatif yang reaktif terhadap
lingkungannya, mempunyai KTK cukup tinggi, dan mempunyai sifat mengembang
bila basah dan mengkerut bila kering. Kondisi drainase jelek, pH netral hingga
alkalis, dan akumulasi basa-basa dan silika merupakan lingkungan yang sesuai
untuk pembentukan smektit (Van Wambeke, 1992). Mineral smektit dapat juga
terbentuk melalui proses pelarutan mineral plagioklas dari pelapukan batuan
volkan andesit atau augit (Glassman, 1982) atau hasil pelapukan hornblende
(Rice et al, 1985). Selain smektit terdeteksi pula kaolinit dan ilit. Kaolinit dapat
terbentuk dari hasil pelapukan smektit pada kondisi pH masam, atau merupakan
hasil pengendapan dari daerah hulu pada kondisi pH netral-agak alkalis. Diduga
kaolinit tersebut terbentuk dari hasil pengendapan dari daerah hulu, karena pada
tanah sawah yang datar lingkungan akumulasi lebih dominan daripada
pencucian.
Tabel 5. Komposisi mineral liat lapisan atas tanah-tanah sawah di Sulawesi
Utara
Profil Dalam Haloisit- Kaolinit- Kaolinit Smektit Illit Amorf
cm hidrat disorder
HD22 0-13 + (+) ++
40-70 + (+) +

HK3 0-25 ++++ +
45-70 ++ +++

SL22 0-30 ++ ++ +

SL34 0-25 + +++

RM6 0-33 + +++

Keterangan: ++++=sangat banyak; +++=banyak; ++=sedang; +=sedikit; (+) =sangat
sedikit.
Hasil analisis difraktogram sinar-X (XRD) tanah-tanah sawah lapisan atas
(Gambar 3) menunjukkan bahwa pada profil HK3 (Tondano II) menunjukkan
dominasi haloisit-hidrat (peak 10,26 dan 4,45 ). Di lapisan bawahnya (gambar
tidak ditunjukkan) masih tetap sama hanya bentuknya yang menggelembung
yang mencerminkan adanya bahan amorf (alofan). Pada profil SL22, mineral
Hikmatullah et al.

190
smektit ditunjukkan oleh peak 15,98 (perlakukan Mg
2+
) dan 18,24 (perlakuan
Mg
2+
+glycerol). Demikian pula halnya pada profil SL34 dan RM6, kandungan
smektit lebih banyak dibandingkan dengan profil SL22.

Lokasi: Tondano II Lokasi: Kotamobagu
Lokasi: Dumoga I Lokasi: Dumoga II
Gambar 3 Diaktogram sinar-X contoh tanah sawah lapisan atas di daerah
penelitian

Pengelolaan lahan sawah
Berdasarkan hasil pengujian status hara NPK tanah-tanah sawah di daerah
penelitian menunjukkan bahwa status hara N tergolong rendah, sedang dan
tinggi, hara P sedang dan tinggi, dan hara K rendah, sedang dan tinggi. Menurut
Setyorini et al. (2004) dan Badan Litbang Pertanian (2006) dosis pemupukan
NPK yang dianjurkan untuk tanah-tanah sawah dapat berbeda tergantung pada
status hara NPK dan perlakuan terhadap lahan sawah, yaitu: (a) tanpa pemberian
bahan organik, (b) diberi jerami 5 t/ha, atau (c) diberi 2 t/ha pupuk kandang,
seperti terlihat pada Tabel 6.
Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin

191
Tabel 6. Rekomendasi pemupukan tanah sawah di daerah penelitian
berdasarkan uji tanah
Profil
Status hara *
Tanpa bahan
organik
Diberi 5 t jerami
Diberi 2 t pupuk
kandang
N P K Urea
SP-
36
KCl Urea
SP-
36
KCl Urea
SP-
36
KCl
----------------------------- kg/ha ----------------------------
HD22
Sedang Sedang Rendah 200 75 100 175 75 50 175 25 80
HK3
Tinggi Sedang Rendah 150 75 100 175 75 50 125 25 80
SL22
Sedang Sedang Sedang 200 75 50 175 75 0 175 25 30
SL34
Rendah Tinggi Rendah 250 50 100 225 50 50 225 0 80
RM6
Rendah Tinggi Tinggi 250 50 50 225 50 0 225 0 30
* Status hara: N rendah <0,2, sedang 0,2-0,3, tinggi >0,3 % N total
P rendah <20, sedang 20-40, tinggi >40 mg P
2
O
5
per 100 g
K rendah <10, sedang 10-20, tinggi >20 mg K
2
O per 100 g
Sebagai contoh, untuk lahan sawah Tondano I (profil HD22) apabila tanpa
pemberian bahan organik maka dosis pemupukan NPK masing-masing 200 kg
Urea, 75 kg SP-36 dan 100 kg KCl/ha. Apabila lahan sawah tersebut diberi jerami
5 t/ha, maka pemberian NPK masing-masing 175 kg Urea, 75 kg SP-36 dan 50
kg KCl/ha.dan apabila diberi pupuk kandang 2 t/ ha, maka dosis pemupukan NPK
menjadi 175 kg Urea, 25 kg SP-36 dan 80 kg KCl/ha. Pemberian jerami dapat
mengurangi dosis pupuk KCl, sedangkan pemberian pupuk kandang dapat
mengurangi dosis pupuk SP-36. Rekomendasi tersebut merupakan indikasi awal
dari kondisi lahan sawah di wilayah tersebut. Oleh karena itu, masih dibutuhkan
penelitian yang lebih mendalam tanah-tanah sawah di wilayah tersebut dalam
rangka mendukung peningkatan ketahanan pangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Tanah-tanah sawah dari endapan lakustrin di Sulawesi Utara mempunyai
sifat-sifat fisik, kimia dan komposisi mineral yang cukup bervariasi. Sifat-sifat
tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber bahan induknya yang berasal dari
bahan volkan yang tercermin dari komposisi mineral pasir.
2. Tanah-tanah sawah di daerah penelitian mempunyai cadangan mineral
tinggi yang tercermin dari kandungan gelas volkan dan mineral mudah lapuk
cukup tinggi, yang berasal dari rombakan bahan volkan. Kondisi tersebut
sangat menguntungkan, karena dapat memperkaya unsur hara tanah.
Hikmatullah et al.

192
3. Data karakteristik tanah-tanah sawah tersebut dapat dijadikan sebagai data
awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam mendukung usaha
peningkatan produktivitas lahan sawah dan ketahanan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, T. dan S. Bachri. 1997. Peta geologi lembar Kotamobagu, Sulawesi,
skala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
Badan Litbang Pertanian. 2006. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi
sawah spesifik lokasi. Keputusan Menteri Pertanian No.
01/Kpts/SR.130/1/2006.
BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Sulawesi Utara. 2009. Provinsi Utara Dalam
Angka Tahun 2008. BPS Provinsi Sulawesi Utara, Manado.
Burt, R. 2004 (Ed). Soil Survey Laboratory Methods Manual. Soil Survey
Investigation Report No. 42. Version 4, Nov. 2004. USDA Soil
Conservation Service. 700p.
Desaunettes, J . R. 1977. Catalogue of landforms for Indonesia. FAO-Soil
Research Institute, Bogor. AGL/TF/INS/44. Working Paper No.13.
Effendi, A.C. dan S.S. Bawono. 1997. Peta geologi lembar Manado Sulawesi,
skala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
Glassman, J .R. 1982. Alteration of andesit in wet, unstable soil of Oregons
Western Cascades. Clays and Clay Min. 30:253-263.
Hardjowigeno, S., H. Subagyo, dan M.L. Rayes. 2004. Morfologi dan klasifikasi
tanah sawah. Hal. 1-28. Dalam F. Agus (Eds) Tanah sawah dan teknologi
Pengelolaannya. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Hikmatullah. 2008. Karakteristik tanah sawah dan pengelolaannya di Kabupaten
Donggala Sulawesi Tengah. J urnal Wacana Pertanian 7 (2):87-94.
Hikmatullah dan Prasetyo, B.H. 2002. Vertisols dari daerah Gorontalo: sifat-sifat
fisik-kimia dan komposisi mineralnya. J urnal Tanah dan Air 3:21-32.
Koenigs, F.F.R. 1950. A sawah profile near Bogor J ava. Contr. General Agric.
Res. Sta. Bogor No. 15.
Marsoedi, DS., Widagdo, J . Dai, N. Suharta, Darul, S.W.P, Hardjowigeno, S., J .
Hof, dan E. R. J ordans. 1997. Pedoman klasifikasi landform. Laporan
Teknis no. 5. Versi 3. LREP II Project, Center for Soil and Agroclimate
Research, Bogor.
Oldeman, L.R., and S. Darmiyati. 1977. An agroclimatic map of Sulawesi, scale
1:3.000.000. Contr. Res. Inst. of Agric. Bulletin No. Bogor.
Karakteristik Tanah Sawah dari Bahan Endapan Lakustrin

193
Prasetyo, B. H, dan A. Kasno. 2001. Sifat morfologi, komposisi mineral, dan fisik-
kimia tanah sawah irigasi di Provinsi Lampung. J urnal Tanah Tropika
12:155-168.
Prasetyo, B. H, M. Soekardi dan Subagjo, H. 1996. Tanah-tanah sawah
intensifikasi di J awa: susunan mineral, sifat-sifat kimia, dan klasifikasinya.
Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 14:12-24.
Prasetyo, B.H., Sri Adiningsih, K. Subagyono, dan R.D.M. Simanungkalit. 2004.
Mineralogi, kimia, fisika dan biologi tanah sawah. Hal. 29-82. Dalam F.
Agus (Eds) Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Puslitbang
Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Rayes, M.L. 2000. Karakteristik, genesis dan klasifikasi tanah sawah berasal dari
bahan volkan Merapi. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB, Bogor (tidak
diterbitkan).
Rice, T. J ., S. W. Buol, and S. B. Weed. 1985. Soil saprolite profiles derived from
mafic rock in the North California Piedmont I: Chemical, morhological, and
mineralogical characteristics and transformation. Soil Sci. Soc. Am. J .
49:171-178.
Setyorini, D., L. R. Widowati, dan S. Rochayati. 2004. Teknologi pengelolaan
hara lahan sawah intensifikasi. Hal. 137-167. Dalam F. Agus (Eds) Tanah
Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Puslitbang Tanah dan Agroklimat.
Bogor.
Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Petunjuk teknis analisa kimia tanah,
tanaman, air dan pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian.
Bogor. Hal.136
Suryanto, W.J ., S. R. Murdiati, dan Wahyunto. 2002. Identifikasi dan inventarisasi
lahan sawah dengan menggunakan citra satelit di Pulau Lombok. Hal. 269-
286. Dalam D. Djaenudin (Eds) Pros. Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua Bogor 30-31 Okt. 2001. Buku I.
Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Tan, K. H. 1968. The genesis and characteristics of paddy soils in Indonesia. Soil
Sci. and Plant Nutr. 14 3:117-121.
Tim Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2010. Laporan Tengah
Tahun Pemetaan Potensi Sumberdaya Lahan Tingkat Tinjau Skala
1:250.000 Seluas 1,5 J uta ha di Sulawesi Bagian Utara. Badan Litbang
Pertanian, Bogor (tidak diterbitkan).
Van Wambeke, A. 1992. Soil of the Tropics. Properties and Appraisal. McGraw-
Hill. Inc. New York.

Anda mungkin juga menyukai