Anda di halaman 1dari 15

LATISSIMUS DORSI MUSCLE FLAP (LDMF)

SEBAGAI MODALITAS REKONSTRUKSI


DEFEK AKSILA BILATERAL PASCA LUKA BAKAR LISTRIK
(Laporan Kasus)

Oleh :
Luna Fitria Kusuma
S561302005

PEMBIMBING:
dr. Amru Sungkar Sp.B., Sp.BP(K)RE

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU BEDAH FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN

LATISSIMUS DORSI MUSCLE FLAP (LDMF)


SEBAGAI MODALITAS REKONSTRUKSI
DEFEK AKSILA BILATERAL PASCA LUKA BAKAR LISTRIK
(Laporan Kasus )
PPDS I IlmuBedah FK UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013

DISUSUN OLEH:
dr. Luna Fitria Kusuma
S561302005

Telah disetujui tanggal:


Pembimbing,

dr. Amru Sungkar,Sp.B,Sp.BP-RE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bedah rekonstruksi merupakan tindakan bedah yang mengkhususkan diri pada
penanganan deformitas/kecacatan serta defek/kelainan pada kulit, jaringan lunak, dan rangka
tulang dan otot di bawahnya. Cacat tersebut dapat disebabkan oleh kelainan bawaan, trauma,
penyakit infeksi dan keganasan.15
Aksila merupakan daerah dengan aktivitas gerakan yang banyak dan termasuk mobile
joint. Jika daerah aksila dibiarkan dalam posisi istirahat, maka memicu terjadinya kontraktur.
Untuk meminimalkan atau mencegah kontraktur pada regio aksila, manajemen awal luka
bakar di regio ini harus dapat mencegah kontraktur dengan splint posisi abduksi bahu sedini
mungkin dan fisioterapi agresif yang diikuti latihan gerak aktif yang berguna untuk
mempertahankan fungsi dan meminimalkan deformitas sekunder. Luka bakar dalam pada
regio aksila dapat mengakibatkan kontraktur yang membatasi gerakan sendi bahu, terutama
abduksi dan ekstensi. 5,6, 13
Flap adalah cangkok jaringan kulit beserta jaringan lunak dibawahnya, yang diangkat
dari tempat asalnya tetapi tetap mempunyai hubungan pendarahan dengan tempat asal. Flap
yang dipindahkan akan membentuk pendarahan baru di tempat resipien. Tindakan bedah
rekonstruksi ini antara lain sering digunakan untuk memperbaiki kecacatan atau kelainan
yang timbul akibat kecelakaan. Aplikasi teknik bedah ini antara lain digunakan pada
rekonstruksi cuping hidung, memperbaiki kelainan pada wajah pasca operasi (misalnya
kelainan pada pipi pasca operasi tumor), kelainan pada pasien yang mengalami kerusakan
kulit akibat luka bakar. 12
Laporan kasus ini membahas mengenai defek pada regio aksila akibat luka bakar
listrik, yang melibatkan kubah aksila kanan dan kiri, serta teknik rekonstruksi yang
dilakukan.

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 37 tahun datang ke Rumah Sakit dr. Moewardi dengan keluhan luka
dan nyeri pada tubuh setelah tersengat listrik. Sekitar 20 jam sebelum masuk RS saat sedang
bekerja memotong antena televisi di atas genteng, karena terlalu berat, tiang jatuh mengenai
kabel listrik. Setelah kejadian pasien mengeluh luka dan nyeri pada tubuh. Tangan kanan dan
kiri semakin bengkak dan kaku. Pingsan (-), muntah (-), kejang (-). Oleh penolong pasien
dibawa ke RSUD Salatiga, diinfus, diinjeksi obat-obatan dan dirawat di HCU. Oleh karena
keterbatasan sarana, dirujuk ke RSDM. Di RS Dr Moewardi, pasien diberikan pertolongan di
UGD serta dilakukan assesmen ulang, dengan diagnosa Combustio Listrik 19 %, kemudian
diamputasi pada kedua ektremitas atas atas indikasi dead limb, masih terdapat raw surface
pada kedua regio aksila. Sudah dilakukan eskarektomi pada luka bakar grade III di kedua
aksila, kemudian dilakukan lattisimus dorsi muscle flap pada aksila dekstra. Karena
didapatkan dehisiensi post lattisimus dorsi flap maka dilakukan tindakan VY advancement
flap pada aksila dekstra, serta untuk menutup defek pada aksila sinisitra, dilakukan lattisimus
dorsi muscle flap.

Aksila kiri, sebelum dilakukan LDMF

Aksila kiri post LDMF

Aksila kiri, 3 bulan post LDMF

Aksila kanan sebelum dilakukan tindakan operasi

Aksila kanan post latissimus dorsi flap

Aksila kanan post LDMF dan VY advancement flap

Aksila kanan, 3 bulan post LDMF dan VY advancement flap

Aksila kanan, 3 bulan post LDMF dan VY advancement flap

BAB III
DISKUSI

Pada kasus ini, anamnesis yang didapat adalah pasien mengalami luka bakar jenis
thermal flame, secara tidak sengaja pada saat memotong antena, pasien jatuh ke kabel listrik,
lama kontak 15-20 menit, saat pertama kali mengalami kejadian pasien sadar, pertolongan
pertama di rumah tidak dilakukan, pasien dibawa ke RSUD Salatiga dan disana dilakukan
pertolongan dengan pemasangan infus dan obat-obatan, kemudian dirujuk ke RSUD Dr
Moewardi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit berat dan alergi.
Luka bakar menyebabkan kehilangan jaringan, luka yang menyembuh mengalami
kontraksi dan menghasilkan kontraktur. Band-band yang menegangkan jaringan skar dapat
membatasi gerakan sendi, sehingga mengikabatkan hilangnya mobilitas sendi, dan secara
permanen merusak fungsi sendi yang normal. Pada pasien ini terjadi luka bakar yang
melibatkan kedua tangan dan lengan. Pasien mengalami sindroma kompartemen, yang setelah
dilakukan fasciotomi, ekstremitas yang terlibat tidak menunjukkan perbaikan dan harus
dilakukan amputasi. Luka bakar yang terjadi melibatkan kubah dari kedua aksila, sehingga
defek yang timbul perlu ditutup dengan graft atau flap. 11
Luka bakar pada aksila dapat mengakibatkan gangguan fungsi ekstremitas atas dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, terutama pada usia yang paling rentan, seperti dewasa muda
dan anak-anak. 5
Kedalaman dan kerusakan luka bakar berhubungan dengan jumlah energi panas yang
dihantarkan dan ketebalan kulit. Berdasarkan tingkat kerusakan jaringan, luka bakar
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu: 16,17
1. Luka bakar parsial (partial thickness burn)
a. Epidermal/superfisial: luka bakar hanya meliputi epidermis, tidak sampai ke
dermis. Misalnya luka bakar akibat sengatan matahari. Sering disebut luka bakar
epidermal/luka bakar derajat I

b. Dermal superficial : luka bakar yang meluas sampai ke lapisan atas dermis. Sering
terjadi pembentukan bula. Disebur juga luka bakar derajat II (superfisial). Dapat
sembuh kira-kira dalam 14 hari dengan meninggalkan sedikit bekas luka.
c. Dermal deep: luka bakar derajad II (deep) dimana luka bakar tersebut meluas
hingga ke lapisan bawah dermis tetapi belum sampai seluruh ketebalan dermis.
Luka bakar ini membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan meninggalkan
bekas luka yang berat.
2. Luka bakar yang meliputi seluruh ketebalan kulit (full thickness burn) disebut juga luka
bakar derajat III.
Permasalahan pada kasus ini adalah ditemukannya defek yang cukup luas pada kedua
kubah aksila, sehingga diperlukan jaringan lunak yang cukup luas untuk menutup defek.
Dengan keterbatasan jaringan lunak pada aksila, maka diperlukan berbagai teknik
rekonstruksi yang telah diperkenalkan untuk memperbaiki keadaan ini. Beberapa pilihan
teknik rekonstruktif telah lama diperkenalkan, meskipun dengan berbagai macam kelebihan
dan kekurangannya, diantaranya: 14
a. Skin Graft
Dapat berupa split thickness skin grafts (anterior or lateral thigh) atau full
thickness skin grafts (inguinal atau subclavicular). Dilakukan jika didapat defek
yang cukup lebar. Jahitan harus dilakukan dengan hati-hati, kemudian dilakukan
balut tekan.
b. Flap
Dapat berupa:
1. Local flap transfer (Z plasty, square flap, transposition flap, propeller flap)
2. Regional flap transfers (aksial/pedicled)
3. Free flap transfer
Apabila terjadi bulkiness pasca rekonstruksi, hal tersebut membatasi abduksi dan
mengganggu kosmetik, untuk mengatasinya dapat dilakukan lipectomy atau liposuction. 10

Penggunaan graft dan flap merupakan modalitas terapi yang biasa digunakan. Skin
grafts lebih mudah digunakan, tapi tidak dapat dipakai pada defek yang luas dan dalam. Pada
keadaan ini digunakan latissimus dorsi muscule flap yang merupakan salah satu modalitas
terapi untuk rekonstruksi aksila. 5,8
Bila tampak defek pada tendon, nervus, tulang atau sendi, penutupan luka dilakukan
dengan teknik flap. Namun bila tendon, nervus, tulang atau sendi tidak tampak, dapat
dilakukan teknik skin graft. 7
Teknik flap dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Berdasarkan komponen yang di
flap,

dapat

dibagi

atas

cutaneous,

musculocutaneus,

osseocutaneus.

Berdasarkan

hubungannya dengan daerah defek dapat dibagi menjadi lokal, regional dan distant.
Berdasarkan asal vascularisasi dapat dibagi menjadi random dan axial. 2
Pada kasus ini, terdapat defek pada regio aksila, dengan kedalaman 1-2 cm dan luas
permukaan 8x6 cm, dengan dasar otot. Regio aksila merupakan daerah gerak pergerakan
sendi bahu, maka perlu diperhitungkan keterbatasan gerak pada sendi bahu. Dengan
pertimbangan tersebut, agar luka dapat menutup dengan baik, maka dipilih prosedur flap,
yaitu latisimus dorsi muscle flap (LDMF), karena flap ini paling fleksibel dan memiliki luas
permukaan dan pembuluh darah yang besar yang digunakan untuk penutupan kerusakan
jaringan lunak besar. 8,18
LDMF awalnya digunakan untuk rekonstruksi payudara setelah mastektomi, dengan
berkembangnya pengetahuan tentang teknik operasi, teknik ini mulai digunakan untuk
menutup defek di tempat lain. 4
Latisimus dorsi merupakan otot yang berbentuk kipas, datar, luas berukuran sekitar 20
x 40 cm yang cukup luas untuk menutupi hamper separuh daerah punggung. Latisimus dorsi
adalah otot yang berasal dari krista iliaka posterior dan dari prosesus spinosus vertebra
thoracal 6, vertebra lumbal dan sacrum dan fascia thoracolumbalis muncul dari krista iliaka
dorsalis. Latisimus berfungsi sebagai adductor dan medial rotator lengan atas untuk menarik
bahu ke inferior dan posterior. 9
Otot latisimus dorsi dipersarafi oleh nervus thoracodorsal (C6-C8). Walaupun otot
latisimus dorsi berperan dalam adduksi, ekstensi, rotasi ke medial bahu, dengan teknik
muscle-sparing otot latisimus dorsi dapat digunakan secara luas untuk rekonstruksi bagian
punggung tanpa menimbulkan gangguan fungsional bermakna. 2

Yang perlu diperhatikan selama prosedur operasi adalah penempatan flap serta
pembalutan luka flap yang baik untuk menghindari tekanan berlebihan pada pedikel
pembuluh darah. Selain itu perawatan pasca operasi, posisi dari sendi bahu harus dijaga
dalam kondisi abduksi, pembalutan luka untuk imobilisasi yang benar yaitu tidak terlalu ketat
supaya tidak menekan pembuluh darah dan fisioterapi. Komplikasi pasca operasi adalah flap
loss, nekrosis tepi flap, infeksi serta hematom. 3
Keuntungan LDMF meliputi: 1
1. Volume jaringan besar, dengan panjang pedikel vascular memiliki rentang yang
sangat baik untuk pedikel flaps
2. Paddle kulit multiple dan kedua terbesar
3. Memungkinkan axillary megaflap
4. Morbiditas tempat donor minimal
5. Memungkinkan re-inervasi otot dan melalui saraf thoracodorsal
6. Terdapat tulang costa dan scapula
Kerugian LDMF, meliputi: 1
1. Sulit memposisikan
2. Pembentukan seroma pasca operasi

Pada pasien ini, masih didapatkan raw surface pasca LDMF flap pada aksila dekstra,
karena terjadi dehisiensi. Untuk menutup defek tersebut, dilakukan V-Y advancement flap.
Pada dasarnya desain yang dibuat berupa sayatan berbentuk segitiga sama kaki (seperti huruf
V) dengan puncak segitiga berada pada titik terjauh dari defek. Sementara basis segitiga juga
merupakan bagian tepi defek. Sayatan yang dibuat mengikuti desain huruf V tersebut
memberi makna menghasilkan sebuah pulau kulit berbentuk segitiga sama kaki yang terputus
dari hubungan kontinum dengan epitel kulit di sekitarnya. Dengan demikian terkesan bahwa
flap tersebut tidak memiliki basis. Namun demikian kesan flap tanpa basis ini tidak berarti
bahwa flap tersebut tidak memiliki pedikel karena pedikel flap tetap ada dan merupakan
jaringan subcutis di sekitar garis sayatan segitiga. 12

Dari hasil observasi selama tiga bulan pasca rekontruksi defek dengan LDMF,
diperoleh hasil yang baik, dengan evaluasi pasca operasi didapatkan flap viabel, ROM sendi
bahu kanan 140 dan sendi bahu kiri 90. Dilaporkan oleh Mahadi, Endi P (2008) dan Fadli,
M (2012) tentang penggunaan LDMF sebagai modalitas rekonstruksi kontraktur aksila,
dengan hasil yang baik pula. 5,8

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien dengan defek regio aksila bilateral post luka bakar listrik
yang dilakukan eskarektomi dan rekonstruksi defek kubah aksila menggunakan latissimus
dorsi muscle flap, serta V-Y advancement flap pada aksila dekstra. Evaluasi pascaoperasi:
flap viabel, ROM sendi bahu kanan 140 dan sendi bahu kiri 90, masih diperlukan
fisioterapi untuk ROM yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abo-Hashem A, Zakaria Y. Role of Latissimus Dorsi Island Flap in Coverage of
Mutilating Upper Limb Injuries in Pediatric Age Group. Annals of Pediatric Surgery.
2010; 6(3): 154-160.
2. Brunicardi C. Schwartzs Priciples of Surgery. 8th Ed. Mc Graw Hill 2005;1784-9.
3. Converse JM. Reconstructive Plastic Surgery. 2nd Ed. WB Saunders, 1977; 15961635
4. Emsen IM. A New Method in the Treatment of Postburn and Posttraumatic Scar
Contractures; Double-opposing Z and V-(K-M-N) Plasty. Can J Plast Surg 2012;
18(2):20-26.
5. Fadli, M. Laporan Kasus: Latissimus Dorsi Musculocutaneus Flap sebgai Modalitas
Reonstruksi Kontraktur Aksila Pasca Luka Bakar. 2012.
6. Goel A, Shricastava P. Post Burn Scar and Scar Contracture: Review article.
Association of Plastic Surgeon of India. 2010; 43:63-71.
7. Grabb W, Smith J. Plastic Surgery, 3rd Ed. Boston: Little Brown Comapny; 1978.
8. Mahadi, Endi P. Laporan Kasus: Latissimus Dorsi Musculocutaneus Flap sebagai
Salah Satu Modalitas Rekonstruksi Kontraktur Aksila. 2008.
9. Mc Carthy J. Current Therapy in Plastic Surgery. Texas; Saunders Elsevier; 2006.
10. Ogawa, Rei et al. Reconstruction of Axilary Scar Contractures. BMJ. 2003.
11. Palmieri TL, Petuskey K, Bagley A, Takashiba S, Greenhalgh DG, Ledbetter K, et al.
Alterations in Functional Movement After Axillary Burn Scar Contracture: A Motion
Analysis Study. J Burn Care Rehabil. 2003; 24:104-108.
12. Prasetyono, T. Flap, Penuntun Dasar dalam Ilmu Bedah Plastik. Edisi pertama.
Sagung Seto, 2011.
13. Sakr WM, Maged MA, El Mez W, Ismail M. Options for Treatment of Post Burn
Axilla Deformities. J. Plast Reconstruction Surg. 2007. 31(1):63-71

14. Schwartz RJ. Management of Postburn Contractures of the Upper Extremity. J. Burn
Care Res. 2007. 28:212-219
15. Shenaq S. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam: Schwartzs Principles of
Surgery. 8th Ed. USA: Mc Graw Hill Companies, 2005.
16. Spanholtz TA, Theodoru P, Amini P, Spliker G. Severe Burn Injury: Review Article.
Medicine. 2009. 38:6-7-13
17. Sudjatmiko, G. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta;2007.
18. Vasconez H. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam: Current Surgical Diagnosis
and Treatment. USA: McGraw Hill Companies. 2006.

Anda mungkin juga menyukai