Tesa Iswa Rahman 102012179 D8 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Koresponden: tesarahman@gmail.com
Pendahuluan Hepatitis virus B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit akut dan kronis. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi. Di Indonesia Infeksi Virus Hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar. Dari berbagai penelitian yang ada, frekuensi pengidap HbsAg (antigen Virus Hepatitis B) berkisar antar 3-20%. Setelah seseorang terinfeksi dan menderita hepatitis B akut, pada kelompok orang dewasa yang daya tahan tubuhnya sudah kuat, angka kesembuhannya adalah 95% dan 5% sisanya berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Sementara, pada bayi yang sistem imunitasnya masih lemah, angka kesembuhan hanya 5% dan 95% berlanjut menjadi penderita hepatitis B kronis.
Pada saat ini definisi hepatitis B kronik adalah adanya persistensi virus hepatitis B (VHB) lebih dari 6 bulan. Hepatitis B kronik dibagai menjadi kronik aktif dan inaktif (carrier). Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75% dari seluruh individuHBsAg positif menetap di seluruh dunia. Di Asia sebagian besar pasien B kronik mendapat infeksi pada masa perinatal. Kebanyakan pasien ini tidak mengalami keluhan ataupun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati kronik. 1
Pembahasan Anamnesis Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis yang baik terdiri dari: Identitas (meliputi nama, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama pasien). 2
Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter). Riwayat penyakit sekarang (kronologis keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat). Riwayat penyakit dahulu (bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang). Riwayat penyakit dalam keluarga (bertujuan untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi). Riwayat pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, kebiasaan, obat-obatan, dan lingkungan).
Contoh pertanyaan-pertanyaan yang dapat ditanyakan ke pasien seperti: apakah pasien pernah menderita hepatitis akut sebelumnya, adakah anggota keluarga pasien menghidap gejala yang sama, pasien tinggal dengan penghidap hepatitis, apakah pasien pernah melakukan transfusi darah sebelum ini atau pasien merupakan intravena drug abuser, bagaimana aktifitas seks pasien, apakah pasien pernah tertusuk dengan jarum yang telah digunakan atau tidak steril atau pasien pernah membuat tato atau bertindik, apakah pasien menggunakan obat- obatan atau sering meminum alkohol. 2
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum penderita (status generalis) untuk evaluasi keadaan sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler dan sistem saraf yang merupakan sistem vital untuk kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada penderita dilaksanakan secara sistematis dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agardapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh pasien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh: sklera ikterik, Palpasi Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran. Pada kasus ini kita dapat melakukan palpasi hepar: 3
Melakukan palpasi dari regio lower quadran (RLQ) menuju ke arah inferior arcus costae dextra saat pasien inspirasi dan melakukan palpasi dari regio suprapubic menuju ke procesus xyphoideus saat pasien inspirasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: ukuran pembesaran di bawah arcus costae kanan dan di bawah proc. Xyphoideus, tepi hepar, konsistensi hepar, permukaan dan adanya nyeri atau tidak. Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara. Mungkin dapat dilakukan perkusi untuk mencari batas paru hati dan peranjakannnya. Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang bisa didengarkan contohnya bruit hepar pada kasus hepatoma. 3
Pemeriksaan Penunjang Tes Fungsi Hati Fungsi hati umumnya diukur dengan memeriksa aktivitas enzim serum (yaitu, alkali fosfatase, laktik dehidrogenase, serum aminotranferase (transaminase), dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia, faktor pembekuan serta lipid. Serum aminotransferase (yang juga disebut transaminase) merupakan indikator yan sensitif untuk menunjukan cedera sel hati dan sangat membantu dalam pendeteksian penyakit hati akut seperti hepatitis. SGOT-SGPT merupakan test paling sering dilakukan untuk menunjukan kerusakan hati. Kadar SGPT meningkat terutama pada penyakit hati dan dapat digunakan untuk menunjukan kerusakan hati. Kadar SGPT meningkat terutama pada penyakit hati dan dapat digunakan untuk memantau perjalanan penyakit hepatitis, sirosis atau hasil pengobatan yang mungkin toksik bagi hati. Tes Serologi 4,5 Tidak semua pemeriksaan serologi mutlak diterapkan pada seseorang yang dicurigai menderita hepatitis B. Manfaat pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis adanya infeksi VHB dan memastikan sejauh mana infeksi VHB berada pada keadaan infeksi akut, kronis, atau telah sembuh. Berikut hasil pemeriksaan serologi pada infeksi VHB.
4
HBsAg (Antigen permukaan surface hepatitis B) Sejumlah besar antigen permukaan HBV dapat ditemukan dalam jumlah besar di dalam serum. Pemeriksaan HBsAg positif yang menetap lebih dari enam bulan disebut sebagai infeksi VHB kronis. Hasil pemeriksaan HBsAg positif bisa mengandung dua arti, telah terjadi infeksi VHB akut atau kronis. Pada infeksi VHB akut didapatkan IgM anti HBc positif. Pada infeksi VHB kronis anti-HBc total positif atau meningkat.
HBeAg (Antigen e hepatitis B) Pemeriksaan HBeAg hanya dilakukan pada seseorang yang menderita hepatitis B kronis, atau seseorang yang memberikan hasil HBsAg positif tanpa diketahui kapan infeksi VHB tersebut diperoleh. Seseorang dengan HBeAg positif memperlihatkan virus di dalam tubuh orang tersebut bersifat aktif menggandakan diri. Apabila kadar enzim hati (GPT) meningkat jauh di atas normal dan terlebih lagi muatan VHB lebih dari 105 copies/ml, pengobatan antiviral harus segera diberikan.
HBcAg (Antigen inti core hepatitis B) Tidak ada tes yang dapat dipakai secara rutin.
Anti-HBs (Antibodi terhadap HBsAg) Menunjukkan imunitas terhadap HBV karena infeksi HBV di masa lalu atau pernah mendapatkan vaksinasi hepatitis B dan adanya antibodi pasif dari HBIG. Pada keadaan ini tidak ada HBsAg, merupakan perlindungan terhadap reinfeksi (imunitas). Bertahan tahunan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan bersama- sama dengan HBsAg ketika seseorang perlu atau tidak mendapatkan vaksin hepatitis B. Seseorang dengan hasil HBsAg negatif dan tidak ada kadar anti HBs (atau titer kurang dari 10 Ul/ml), memberikan arti bahwa orang tersebut tidak sedang menderita infeksi VHB dan tidak memiliki perlindungan terhadap VHB sehingga ia perlu mendapatkan vaksin hepatitis B. Namun, bila seseorang telah memiliki kadar anti HBs tinggi, lebih dari 100 Ul/ml, ia tidak perlu mendapatkan vaksinasi hepatitis B.
Anti-Hbe (Antibodi terhadap HBeAg) Keberadaannya di dalam serum pembawa HBsAg menunjukkan rendahnya titer HBV. Bila ditemukan pada pembawa HBsAg, potensi infeksi oleh darahnya kecil. Pemeriksaan antibodi ini bermanfaat untuk mengevaluasi hasil pengobatan antiviral. Misalkan, pada seseorang yang mendapatkan pengobatan antiviral, apabila sebelum diterapi memiliki HBeAg positif dan setelah mendapatkan obat antiviral menjadi negatif serta anti Hbe- nya positif (terjadi serokonversi), hal ini menandakan terapi memberikan hasil yang baik.
Anti-HBc (Antibodi terhadap HBcAg) 5
Menunjukkan pernah adanya infeksi di masa lalu. Pada keadaan yang tidak ada anti- HBs, tidak dapat disingkirkan kemungkinan infeksi HBV aktif. Infeksi HBV terakhir dapat dibuktikan dengan memeriksa bahan untuk mencari titer IgM anti-HBc yang tinggi. 6 IgM Anti-HBc (Antibodi kelas IgM terhadap HBcAg) Menunjukkan adanya infeksi baru dari HBV, positif selama 4-6 bulan setelah infeksi. Pada penderita hepatitis B normal atau sedikit meninggi.
Pemeriksaan penunjang menurut konsensus tatalaksana hepatitis B di Indonesia tahun 2004, pemeriksaan HBV DNA tidak di perlukan untuk penegakan diagnosis. Namun kemudian dalam konsensus tatalakasana hepatitis B di Indonesia tahun 2012, pemeriksaan HBV DNA disebutkan sebagai indikator morbiditas dan mortalitas paling kuat. Pada hepatitis B kronik inaktif akan ditemukan : - Carier sehat bisa mempunyai nilai SGOT dan SGPT normal - HBeAg, HBV DNA (marker infektifitas) negatif - HBsAg dan Anti HBc positif Pada hepatitis B kronik aktif bisa ditemukan : - Peningkatan ringan hingga sedang enzim aminotransferase. Kadar AGPT sering lebih tinggi dibanding SGOT. - Kadar HBV DNA meningkat. HBsAg dan Anti HBc positif - Hipoalbuminemia dan pemanjangan protrombin time (PT) bisa terjadi pada kasusu berat atau fase akhir penyakit. - HBe Ag bisa positif atau negatif sehingga berdasarkan status HBe, hepatitis B kronik aktif dibedakan Hepatitis B kronik eAg positif.Pada jenis ini, eAg positif petanda replikasi aktif (infeksi tinggi), dan serokonversi HBeAg (+) menjadi HBeAg (-) Anti HBe positif tidak dapat menjadi target keberhasilan terapi Hepatitis B kronik eAg negatif. Pada jenis ini, serokonversi HBeAg (+) menjadi HBeAg (-) Anti HBe positif tidak dapat menjadi target keberhasilan sehingga nilai kuantitatif HBV DNA harus dijadikan paramenter indikasi dan keberhasilan terapi. 6 Pemeriksaan Diagnostik Lainnya Ultrasonografi, CT dan MRI digunakan unutk mengidentifikasi struktur normal dan abnormalitas dari hati serta percabangan bilier. Laproskopi digunakan unutk memeriksa hati dan struktur pelvis lainnya. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melaksanakan biopsi hati yang dipandu, unutuk menetukan etiologi ascites dan unutk menegakkan diagnosis serta 6
stadium tumor hati dan tumor abdomen lainnya. Biopsi hati. Biopsi hati, yaitu pengambilan sedikit jaringan hati yang biasanya dilakukan lewat aspirasi jarum, memungkinkan pemeriksaan terhadap sel-sel hati. Indikasi yang paling sering untuk melakukan pemeriksaan ini adalah memastikan adanya malignasi pada hati. Diagnosis Kerja Hepatitis B Kronik Inaktif (Carrier). Hepatitis B Kronik definisinya adalah penyakit hepatitis B persisten yang selama 6 bulan, tidak sembuh secara klinis atau laboratorium atau gambaran patologi anatomi.Kriteria diagnosis menurut AASLD 2009 dan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B 2012 adalah: HbsAg Positif lebih dari 6 bulan, HBV DNA Serum dibawah 2000 IU/mL, Hbe Ag negatif anti Hbe Positif, SGOT/SGPT persisten normal, biopsi hati tidak menunjukkan ada tanda-tanda hepatitis kronis. 6
Diagnosis Banding Hepatitis B Kronik Aktif HBsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 10 5 kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik: hepatomegali, splenomegali atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema palmaris dan spider nevi, serta pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT walaupun hal itu tidak selalu didapatkan. Pada biopsi hati didapatkan gambaran peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis B kronik HBeAg negatif. 6 Hepatitis B kronik HBeAg negatif sering ditandai dengan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dan jarang mengalami remisi spontan. Karena itu pasien dengan HBeAg negatif dan konsentrasi DNA VHB tinggi merupakan indikasi terapi antivirus. Hepatitis C Hepatits C disebebkan oleh infeksi virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus, bersama-sama dengan virus hepatits G, yellow fever dan dengue.
Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus langsung terpapar dengan sirkulasi darah. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 6 7 minggu. Manifestasi klinik hepatitis C biasanya asimptomatik, hanya 20 30% kasus menunjukan gejala tidak spesifik, seperti hepatitis infeksi virus pada umumnya seperti malaise, nausea, nyeri perut kuadran kanan atas yang diikuti dengan urin berwarna tua dan ikterus. Walaupun demikian, 7
infeksi akut sangat sukar dikenali karena pada umumnya tidak bergejala. Infeksi akan menjadi kronik pada 70 - 90% kasus dan sering kali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Gejala klinik timbul pada saat terjadi sirosis hati. Setelah beberapa minggu kadar serum alanin amino transferase (ALT) meningkat diikuti dengan timbulnya gejala klinis. Untuk penegakkan diagnosis sebaiknya dilakukan uji serologi. 5 Hepatitis D Virus hepatitis D (HDV) merupakan virus RNA berukuran 35 nm, virus ini membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang menular. Sehingga hanya penderita yang positif terhadap HBsAg dapat tertular oleh HDV. Penularannya terutama melalui serum, dan di Amerika Serikat penyakit ini terutama menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemofilia. Di negara-negara Laut Tengah, infeksi HDV merupakan suatu keadaan endemic bersama HBV. Masa inkubasinya diduga menyerupai HBV yaitu sekitar 2 bulan. HDV timbul dengan tiga keadaan klinis: koinfeksi dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV, dan sebagai hepatitis fulminan. 5
Etiologi VHB (Virus Hepatitis B) VHB diklasifikasikan sebagai hepadnavirus. VHB menimbulkan infeksi kronik, terutama yang terinfeksi ketika bayi. Masa inkubasinya yaitu 8-12 minggu. Mikroskop elektron serum reaktif HBsAg menampilkan tiga bentuk morfologik. Kebanyakan merupakan partikel membulat dengan diameter 22 nm. Partikel kecil ini terbentuk oleh HBsAg sebagai bentuk tubuler atau filament, yang memiliki diameter sama tetapi mungkin 200 nm lebih panjang- dan merupakan hasil dari produksi berlebihan HBsAg. Yang lebih besar, virion bulat ukuran 42 nm (partikel Dane) terlihat agak jarang. Permukaan luar, atau selubung, mengandung HBsAg dan mengelilingi inti nukleokapsid dalam yang berukuran 27 dan mengandung HBcAg. Nukleokapsid mempunyai HBV-DNA dan DNA polimerase. Panjang daerah untai tunggal genom DNA sirkuler bervariasi. 5,7 Pada fase replikatif didapatkan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif dan anti-Hbe negatif serta konsentrasi DNA VHB yang tinggi. Pada sekelompok pasien dengan HBeAg negatif dan bahkan anti-Hbe positif dapat pula dijumpai konsentrasi DNA VHB dengan titer yang masih tinggi (>100.000 atau 10 5 kopi/ml) dengan tanda-tanda aktivitas penyakit. Pada kelompok pasien tersebut didapatkan mutasi pada daerah precore dari genom 8
VHB yang menyebabkan HBeAg tidak bisa diproduksi. Mutasi tersebut dinamakan mutasi precore.
HBsAg stabil pada suhu -20C selama lebih dari 20 tahun dan tahan terhadap pembekuan serta pencairan berulang-ulang. Virus juga tahan pada pemanasan 37C selama 60 menit dan tetap hidup setelah dikeringkan dan disimpan pada suhu 25C selama paling sedikit 1 minggu. VHB (tetapi bukan HBsAg) peka terhadap suhu tinggi (100C selama 1 menit) atau terhadap masa inkubasi yang lebih lama (60C selama 10 jam). HBsAg stabil pada pH 2,4 selama 6 jam, tetapi infektivitas VHB akan menghilang. Natrium hipoklorit 0,5% (misalnya klor pemutih 1:10) dapat merusak antigenisitas dalam waktu 3 menit pada konsentrasi protein yang rendah, tetapi bahan serum yang tidak diencerkan membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi (5%). HBsAg di dalam plasma atau produk darah lainnya tidak dapat dirusak oleh penyinaran ultraungu, dan infektivitas virus juga tahan terhadap penyinaran tersebut, VHB menyebar secara tidak merata selama fraksionasi etanol Cohn dari plasma. Sebagian besar virus bertahan dalam fraksi I (fibrinogen, faktor VIII) atau III (kompleks protrombin), sedangkan HBsAg dipindahkan ke fraksi II (globulin gama) dan IV (protein plasma). 5 Cara transmisi virus yaitu: Melalui darah (penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah), transmisi seksual, penetrasijaringan (perkutan) atau permukosa : tertususk jarum, penggunaan ulang peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akupuntur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama, transmisi maternal-neonatal, maternal-infant, dan tak ada bukti penyebaran fekal-oral. 6
Epidemiologi Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75% dari seluruhnya 300 juta individu HBsAg positif menetap di seluruh dunia. Di Asia sebagian besar pasien B kronik mendapat infeksi pada masa perinatal. Kebanyakan pasien ini tidak mengalami keluhan ataupun gejala sampai akhimya terjadi penyakit hati kronik. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal karena proses hati atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria Cina yang HBsAg positif bahkan mendapatkan angka yang lebih besar yaitu antara 40- 50%. 9
Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Penelitian dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi, frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. 1
Patogenesis Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral (kasus terbanyak), contohnya pada transfusi, produk darah, tertusuk jarum, pemakaian jarum suntik bersama- sama pada pecandu obat, dan bayi neonatus pada saat persalinan; atau melalui cairan tubuh (saliva, semen dan cairan vagina), karena itulah menjadi risiko penularan seksual. Dari peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respons imun tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respons imun nonspesifik (innate Immune response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T. Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktifasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB- MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptida kapsid yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik). Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti- HBc dan anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan 10
gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B Kronik temyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HBsAg. 6
Gejala Klinis Pasien dengan hepatitis B kronik carrier bisa tampak sehat dan simptomatis. Pada replikasi, gejala klinis dapat timbul sperti malaise, anoreksia, mual, nyeri ringan di kuadran atas, dekompensasi hati. 6
Penatalaksanaan Berdasarkan penelitian direkomendasikan agar pasien dengan hepatitis B carrier inaktif dipantau secara teratur untuk mendeteksi apabila terjadi reaktivasi dan segera memberikan obat anti virus sedini mungkin apabila diperlukan. Adanya reaktivasi berarti virus melakukan penyerangan dan pengrusakan sel-sel hati. Adanya reaktivasi hepatitis B ditandai dengan meningkatnya kembali kadar enzim GPT dan GOT, penanda keaktifan virus, yaitu HBeAg yang semula negatif bisa menjadi positif dan tentu saja jumlah virus meningkat secara drastis. Setiap penderita hepatitis B carrier inaktif disarankan untuk selalu memeriksakan enzim GPT setiap 6-12 bulan. 4 Medikamentosa Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu: Kelompok Imunomodulasi Interferon (IFN) alfa IFN adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Sebagai antivirus, imunomodulator, antiproliferatif dan antifibrotik. IFN tidak memiliki khasiat antivirus langsung, tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. IFN merupakan suatu pilihan untuk pasien hepatitis B kronik nonsirotik dengan HBeAg positif dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang. Dosis yang dianjurkan yaitu 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa terapi IFN untuk hepatitis B kronik HBeAg negatif sebaiknya diberikan sedikitnya selama 12 bulan. Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN: Konsentrasi ALT yang tinggi, konsentrasi DNA VHB yang rendah, timbulnya flare-up selama terapi, dan IgM anti-HBc yang positif. 11
Efek samping IFN: Gejala seperti flu, tanda-tanda supresi sumsum tulang, flare-up, depresi, rambut rontok, berat badan turun, gangguan fungsi tiroid. PEG Interferon Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senyawa IFN dengan umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa. 6 Kelompok Terapi Antivirus Lamivudin Suatu analog nukleosid oral dengan aktivitas antivirus yang kuat, dimana analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA ke DNA (pada replikasi VHB). Sehingga produksi VHB baru terhambat dan infeksi hepatosit sehat dapat dicegah, karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB berada dalam keadaan convalent closed circular (cccDNA). Maka jika konsumsi obat dihentikan akan terbentuk virus baru lagi. Jika diberikan dalam dosis 100 mg per hari, lamivudin akan menurunkan kosentrasi DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu. Khasiat lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka panjang. Mutan VHB yang kebal terhadap lamivudin biasanya muncul setelah terapi selama 6 bulan dan terdapat kecenderungan peningkatan dengan berjalannya waktu. Jika terjadi kekebalan bisa dipakai analog nukleosid lain (adefovir dan entecavir). Dosis anak: 3 mg/kg berat badan ntiap hari selama 52 minggu. Keuntungannya berupa keamanan, toleransi pasien, dan harga murah. Kerugiannya yaitu sering timbul kekebalan. Adefovir Dipivoksil Mekanisme kerja sama dengan lamivudin. Dosis pemakaian yaitu 10mg per hari selama 48 minggu, terbukti menurunkan konsentrasi DNA VHB, ALT, serta serokonversi HBeAg. Biasa digunakan sebagai pengganti lamivudin. Salah satu hambatan utama dalam pemakaian adefovir yaitu nefrotoksik pada dosis 30 mg atau lebih. Keuntungannya yaitu jarang terjadi kekebalan, sehingga ideal untuk terapi hepatitis B kronik disertai penyakit hati yang parah. Kerugiannya yaitu harga yang lebih mahal dan khasiat dan keamanan penggunaan jangka panjang belum diketahui. 6 Nonmedikamentosa untuk hepatitis virus Istirahat yang cukup, hindari pemakaian alkohol atau obat lain, pendidikan mengenai cara penularan kepada mitra seksual dan anggota keluarga, keluarga dari pasien hepatitis ditawarkan untuk menerima gama globulin murni yang spesifik terhadap HAV atau HBV, 12
yang dapat memberikan imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini berisfat sementara, tersedia vaksin untuk HBV karena sifat virus yang sangat menular dan berpotensi menyebabkan kematian, maka sangat dianjurkan bahwa semua individu yang termasuk kelompok berisiko tinggi (para pekerja kesehatan, orang-orang yang terpajan ke produk darah, kaum homoseks atau heteroseks yang aktif secara seksual, pecandu obat bius dan bayi). 8
Komplikasi Diperikirakan, 16-59% karier menunjukkan peradangan dalam jaringan hati dan replikasi virus. Kelompok inilah yang mempunyai risiko paling tinggi untuk menderita penyakit hati kronik berat. Pada carrier inaktif, reaktivasi dapat terjadi secara spontan atau setelah dilakukan terapi sitostatika (kemoterapi), yang sifatnya imunosupresan. Suatu penelitian menunjukkan risiko reaktivasi adalah 20-30%. 1 Komplikasi yang muncul akibat hepatitis B kronik adalah sebagai berikut. Sirosis hati Perkembangan hepatitis B kronik menjadi sirosis hepatis terjadi rata-rata 2-5% pertahun pada HbeAg [+] dan 8-10% pada HbeAg[-]. Sirosis lebih banyak terjadi pada HBV DNA yang tinggi. Gagal hati terjadi pada 3,3% sirosis setiap tahunnya. 6 Karsinoma hepatoselular (KHS)
Infeksi Hepatitis B menjadi tenang justru risiko untuk terjadi KHS mungkin meningkat. Sebagai contoh, Onata melaporkan dari 500 pasien KHS, 53 orang (11%) menunjukkan HBsAg yang positif. Dari jumlah ini, 46 (87%) anti-HBe positif dan 30% HBeAg positif. Diduga integrasi genom VHB ke dalam genom sel hati merupakan proses yang penting dalam karsinogenesis. Karena itu, terapi antivirus harus diberikan selama mungkin untuk mencegah sirosis tapi di samping itu juga sedini mungkin untuk mencegah integrasi genom VHB dalam genom sel hati yang dapat berkembang menjadi KHS. Pada penderita kanker hati primer, berkisar antara 50%-68,4% masih ditemukan HBsAg positif. 1,6 Koinfeksi atau superinfeksi dari virus hepatitis D Infeksi hepatitis D membutuhkan HBeAg sebagai envelopnya, sehingga infeksi VHD membutuhkan infeksi VHB. Koinfeksi terjadi ketika terjadi infeksi VHB dan VHD pada waktu yang bersamaan. Sementara superinfeksi terjadi ketika seseorang telah terinfeksi VHB kemudian baru diinfeksi oleh VHD. Gejala klinis lebih berat pada superinfeksi. Adanya infeksi VHD meningkatkan risiko sirosis hati dan kanker hepatoselular. 5 13
Prognosis
Pada hepatitis B kronik prognosis untuk hilangnya virus amat sukar. Angka kematian hepatitis kronik tanpa sirosis adalah 0-2%, bila ada sirosis 14-20%, dan sirosis dekompensasi meningkat menjadi 70-80% dalam 5 tahun. 6
Pencegahan Perbaikan Higiene dan Sanitasi Pencegahan penularan parenteral dengan penderita VHB (skrining pada donor darah, sterilisasi alat kedokteran, menghindari seks bebas, menghindari tato, penggunaan jarum narkoba secara bergantian, dan lain-lain) Pemberian Vaksinasi Imunisasi pasif, Hepatitis B immune globulin (HBIg) yang dibuat dari plasma manusia, mengandung anti HBs titer tinggi, dapat memberi proteksi cepat untuk jangka 3-6 bulan, HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar. Bila diberikan lebih dari 48 jam, efikasinya akan menurun. Dosisnya 0,06 ml/kg, secara IM, dideltoid atau gluteus. Bila diberikan bersama vaksin hepatitis B, lokasi penyuntiklan harus terpisah. Pemberian HBIg bersama vaksin hepatitis B memberi proteksi yang lebih baik. Imunisasi aktif, Vaksin hepatitis B menggunakan HbsAg dengan teknologi rekombinan ragi. Untuk vaksinasi dewasa diberikan 3 dosis pada bulan 0, 1 dan 6. Bila respon antibodi terbentuk, maka perlindungan akan terjadi selama minimal 20 tahun. Booster hanya diperlukan pada pasien imunokompromais dengan titer anti HBs < 10mU/ml. 6
Kesimpulan Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan yang besar, terutama dengan banyaknya penderita hepatitis B kronik tidak bergejala. Makin dini terinfeksi VHB risiko menetapnya infeksi hepatitis B makin besar. Diagnosis, evaluasi dan keputusan pemberian terapi anti virus didasarkan pada pemeriksaan serologi, virologi, kadar ALT dan pemeriksaan biopsi hati. Terapi antivirus efektif bila diberikan pada fase imunoaktif, namun pada fase imunotoleran dimana pasien tidak menunjukkan adanya gejala klinis, antivirus tidak berguna. Saat ini ada 4 jenis obat yang direkomendasikan untuk terapi hepatitis B kronis, yaitu: interferon, timosin alfa, lamivudin, adefovir dipivoxil. Hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pilihan obat adalah keamanan jangka panjang, efikasi dan biaya.
14
Daftar Pustaka 1. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2008 2. Supartondo, Setiyohadi B. Ilmu penyakit dalam. 6 th Ed, Jilid 1. Jakarta: Interna publishing; 2009. h.25-8. 3. Bickley L.S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. 5 th ed. Jakarta: EGC; 2006. h.155-75. 4. Cahyono JBSB. Hepatitis B. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2010. h.48-66 5. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke 25. Jakarta: EGC; 2008. 6. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Ukrida; 2012. 7. Robbins, Cotran, Kumar. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi ke 5. Jakarta: EGC; 2003. h. 518. 8. Corwin J. Buku saku patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; h.582