Dalam penelitian ini penulis mengacu pada mata kuliah Analisis Keuangan dan Penganggaran yaitu yang bertujuan menilai atau menganalisis rasio-rasio perbankan baik terhadap profitabilitas, return atau lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kinerja perbankan. Dalam mata kuliah tersebut membahas tentang cara menganalisis kinerja bank melalui berbagai rasio. Dari analisis rasio tersebut dapat diketahui informasi mengenai keuangan perusahaan perbankan. Setiap perusahaan baik bank maupun perusahaan lainnya non bank pada periode tertentu akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan, baik kepada pemegang saham, pemilik, manajemen, pemerintah maupun pihak luar yang berkepentingan dan membutuhkan informasi tentang laporan tersebut. Laporan keuangan bank menunjukan kondisi bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukan kinerja manajemen bank selama periode tertentu. Keuntungan dengan membaca laporan keuangan ini pihak manajemen diharapkan dapat mengelola dan memperbaiki kelemahan yang ada dan mempertahankan serta meningkatkan kekuatan yang dimilikinya. Kegiatan analisis laporan keuangan meliputi perhitungan dan interpretasi rasio keuangan. Dengan menganalisis laporan keuangan akan didapatkan informasi yang secara terinci terhadap hasil interpretasi mengenai hasil yang dicapai perusahaan selama periode tertentu, serta masalah yang mungkin terjadi dalam perusahaan. Analisis rasio keuangan dapat membantu para pelaku bisnis dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan suatu perusahaan tidak terkecuali perusahaan perbankan. Dengan analisis rasio keuangan, informasi keuangan yang rinci dan rumit akan lebih mudah dibaca dan ditafsirkan, sehingga laporan keuangan suatu perusahaan mudah dibandingkan dengan laporan keuangan perusahaan lain, serta lebih cepat melihat perkembangan dan kinerja perusahaan secara periodik. Analisis laporan keuangan disini sangatlah diperlukan selain untuk menilai kinerja dan tingkat kesehatan bank, analisis laporan keuangan disini juga bisa digunakan untuk menilai risiko yang dihadapi oleh bank. Menurut PBI No.6/10/PBI/2004 tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Hal tersebut biasa disebut dengan tingkat kesehatan Bank Metode CAMELS (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity). Menurut Adyani (2011) kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana terhadap bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Sebaliknya para pemilik dana yang kurang menaruh kepercayaan kepada bank yang bersangkutan maka loyalitasnya pun sangat tipis, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi bank yang bersangkutan karena para pemilik dana sewaktu- waktu dapat menarik dananya dan memindahkannya ke bank lain. Penilaian kinerja keuangan perbankan merupakan salah satu faktor yang penting bagi perbankan untuk melihat bagaimana bank tersebut dalam melakukan kinerjanya apakah sudah baik atau belum. Selain itu penilaian juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar profitabilitas atau keuntungan bank dengan membandingkan hasil laba pada tahun tertentu dengan laba tahun-tahun sebelum dan sesudahnya atau membandingkan kinerja perbankan yang satu dengan perbankan yang lainnya. Jadi analisis laporan keuangan perbankan disini sangatlah penting karena dengan melakukan analisis tersebut maka mendapatkan informasi mengenai kondisi, posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Sehingga tingkat kesehatan bank bisa ditentukan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan bank itu sendiri supaya dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Keberadaan bank disini dianggap penting karena bank memiliki pengaruh penting dalam menjaga kestabilan perekonomian melalui fungsi intermediasi yaitu menyalurkan dana dari pihak ketiga kepada masyarakat yang membutuhkan dana melalui kredit. Maka dari itu perlu dilakukan penilaian kinerja bank salah satunya penilaian terhadap fungsi intermediasi tersebut untuk menjaga kestabilan terhadap penyaluran dana tersebut.
1.2 Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pembiayaan. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk karena ketidak stabilan dalam penyaluran dana dari fungsi bank itu sendiri sebagai lembaga intermediasi. Menurut peraturan yang tertera di dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa bank dapat berperan sebagai perantara keuangan dengan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat yang kelebihan dana dalam berbagai bentuk simpanan. Menurut Satria dan Subegti (2010) lembaga perbankan merupakan lembaga keuangan yang fungsinya sebagai perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan regulasi dari pemerintah atau bank sentral untuk menghindari adanya resiko yang diperkirakan akan mengakibatkan kekacauan dalam perekonomian Indonesia. Perbankan yang lebih banyak pangsa pasarnya atau lebih banyak diminati oleh UKM (Usaha, Kecil dan Menengah) adalah Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa ada dua jenis bank yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR merupakan salah satu jenis bank yang melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang cukup dekat dengan masyarakat yang membutuhkan. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR sendiri terbagi menjadi dua yaitu BPR konvensional dan BPR syariah. BPR konvensional adalah bank perkreditan rakyat yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga. Sedangkan BPR Syariah sendiri adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR yang pelaksanaannya berdasarkan prinsip syariah. Secara umum tidak ada perbadaan fungsi antara BPR syariah dengan BPR konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi atau intermediary institution yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk pinjaman atau fasilitas pembiayaan. Namun perbedaan yang mendasarinya terletak pada jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah mendasarkan keuntungan dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing). Menurut Kasmir (2002:22) Layanan yang diberikan BPR ada 2 jenis yaitu sebagai tempat untuk menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, atau bentuk lainnya. Serta layanan yang kedua yang diberikan BPR adalah memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumsi. Penyaluran kredit merupakan aktivitas utama BPR, kredit yang disalurkan memiliki peran penting dalam perekonomian karena kredit yang digunakan bisa digunakan oleh masyarakat untuk menigkatkan kegiatan produksi. Kredit konsumsi juga demikian, digunakan untuk membiayai barang- barang konsumsi, jadi kedua kredit tersebut bisa untuk membatu pertumbuhan ekonomi. Kredit menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dengan adanya ketentuan seperti itu, maka kredit merupakan salah satu sumber penghasilan bagi bank dengan diterimanya bunga dari pinjaman tersebut. Semakin besar kredit yang diberikan maka semakin besar pula pendapatan bunga yang akan diperoleh bank. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2014, pertumbuhan kredit di Indonesia semakin meningkat terutama pada BPR, total kredit BPR per Juli 2014 mencapai Rp 66,26 triliun. Tumbuh 15,31% secara year on year (yoy) dibanding per Juli 2013 yang mencapai Rp 57,46 triliun (Sumber: http://keuangan.kontan.co.id/). Meningkatnya penyaluran kredit BPR turut mendongkrak perolehan laba BPR. Laba konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) per Mei 2014 mencapai Rp1,2 triliun, atau tumbuh 26,64% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. (Sumber:www.m.bisnis.com). BPR disini sudah menjadi lembaga intermediasi yang baik dalam masyarakat yang kelebihan dan kekurangan dana. Kemampuan bank dalam meningkatkan profit dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja bank, baik dalam mengelola aset dan liabilitas namun juga dengan memanfaatkan sebaik mungkin dana pihak ketiga. Namun ada banyak faktor lain seperti Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang digunakan untuk untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Menurut SK Direksi Bank Indonesia No.31/146/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, tentang penyediaan modal minimum yaitu sebersar 8% dari aktiva tertimbang, maka jika bank mampu memenuhi kriteria tersebut maka bank bisa dikatakan bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional. Menurut laporan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) rasio kecukupan modal/CAR (Capital Adequacy Ratio) pada triwulan Juli tahun 2014 adalah 28,20%, membaik dibandingkan dengan posisi CAR pada Juli tahun lalu 26,79% (Sumber:www.bi.go.id). Tidak jarang kredit yang bank salurkan ke masyarakat mengalami berbagai permasalahan. Pemberian kredit tersebut menimbulkan berbagai resiko salah satunya adalah kredit macet atau sering disebut Non Performing Loan (NPL). Bank harus berhati-hati dalam memberikan kreditnya karena NPL disini juga mempengaruhi kinerja bank karena hal ini berhubungan langsung dengan kegiatan utama bank yaitu penyaluran kredit. Bank Indonesia telah menetapkan NPL minimal yaitu 5%, jika suatu bank mampu menekan NPL dibawah 5% maka potensi keuangan bank untuk memperoleh profit yang tinggi akan terbuka lebar. Hal tersebut bisa terjadi karena bank bisa menghemat pembiayaan melalui cadangan kerugian kredit bermasalah. NPL BPR per Juli 2013 sebesar 4,97% menjadi 5,25% per Juli 2014 (Sumber:www.bi.go.id). Hal ini menunjukkan bahwa dari satu periode tersebut jumlah kredit yang disalurkan mengalami permasalahan. Dikemukakan juga oleh Galih (2011) bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) juga berkaitan dengan penyaluran kredit sebab dari kegiatan inilah bank dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya, membayar kembali semua deposan yang mengambil uang sewaktu-waktu, serta memenuhi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin tinggi rasio tersebut, maka makin rendah likuiditas bank tersebut. Pertumbuhan dana pihak ketiga juga mengangkat Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 85,44% pada Juli tahun 2013 menjadi 85,82% pada Juli 2014 tetapi keduanya masuk rasio ideal 78-100 persen (Sumber:www.bi.go.id). LDR BPR yang makin tebal itu menyiratkan fungsi intermediasi keuangan BPR makin cantik oleh karena itu, LDR juga dianggap berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Dari tingkat profitabilitas juga harus selalu menjadi perhatian bank. Bahwa bagaimana bank tersebut harus mampu mengoptimalkan aktiva yang dimiliki agar mampu menghasilkan pendapatan. Dengan kata lain penilaian disini digunakan untuk menganalisis kemampuan perbankan untuk mengoptimalkan aktivanya dalam penyaluran kredit dalam meningkatkan profitnya. Kaitannya dengan cara mengukur tingkat profitabilitas, dapat menggunakan rasio ROA atau return on assets. Semakin besar ROA suatu bank, maka makin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan assets. ROA per Juli 2014 3,17% cukup menurun dari Juli tahun 2013 yang sebesar 3,70% (Sumber:www.bi.go.id). Karena disini aset dari bank adalah digunakan untuk penyaluran kredit maka dari itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan ROA terhadap penyaluran kredit.
Berikut adalah ringkasan mengenai pertumbuhan CAR, NPL, LDR, serta ROA dari tahun ke tahun Rasio Juli 2011 Juli 2012 Juli 2013 Juli 2014 CAR 28.72% 27,51% 26,79 28,20% NPL 6.17% 5,28% 4,97% 5,25% LDR 83.16% 84,43% 85,44% 85,82% ROA 3.77% 3,88% 3,70% 3,70% Sumber : www.bi.go.id Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasanudin dan Prihatiningsih (2010) menyatakan bahwa Non performing Ratio (NPL) berpengaruh positif tidak signifikan sedangakan dalam penelitian Prabowo (2014) NPL justru menunjukkan hasil negatif tidak signifikan. Selain itu dalam penelitian Luzatty dan Mahastanti (2012) Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan hasil negatif signifikan, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Suartati (2013) yang menunjukkan Capital Adequacy Ratio berpengaruh namun tidak signifikan. Masih adanya perbedaan dan ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu atas variabel-variabel tersebut menarik penulis untuk mengujinya kembali. Dari uraian diatas mengingat betapa pentingnya peran bank dalam perekonomian maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), NON PERFORMING LOAN (NPL), LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR), DAN RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PENYALURAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT KONVENSIONAL DI WILAYAH JAWA TIMUR TAHUN 2012-2013 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yanghendak diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Assets (ROA) berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada BPR konvensional daerah Jawa Timur?
1.4 Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menggali atau mencari data dan informasi yang berhubungan dengan kebijakan penyaluran kredit perbankan khususnya Bank Perkreditan Rakyat. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian iniadalah: 1. Mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Assets (ROA) berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada BPR konvensional daerah Jawa Timur.