Anda di halaman 1dari 10

PRAPROPOSAL

1.1 Topik/Pokok Bahasan


Dalam penelitian ini penulis mengacu pada mata kuliah Analisis
Keuangan dan Penganggaran yaitu yang bertujuan menilai atau menganalisis
rasio-rasio perbankan baik terhadap profitabilitas, return atau lainnya yang dapat
berpengaruh terhadap kinerja perbankan. Dalam mata kuliah tersebut membahas
tentang cara menganalisis kinerja bank melalui berbagai rasio. Dari analisis rasio
tersebut dapat diketahui informasi mengenai keuangan perusahaan perbankan.
Setiap perusahaan baik bank maupun perusahaan lainnya non bank pada
periode tertentu akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan
keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan, baik kepada
pemegang saham, pemilik, manajemen, pemerintah maupun pihak luar yang
berkepentingan dan membutuhkan informasi tentang laporan tersebut. Laporan
keuangan bank menunjukan kondisi bank secara keseluruhan. Dari laporan ini
akan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kelemahan
dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukan kinerja manajemen
bank selama periode tertentu. Keuntungan dengan membaca laporan keuangan ini
pihak manajemen diharapkan dapat mengelola dan memperbaiki kelemahan yang
ada dan mempertahankan serta meningkatkan kekuatan yang dimilikinya.
Kegiatan analisis laporan keuangan meliputi perhitungan dan interpretasi
rasio keuangan. Dengan menganalisis laporan keuangan akan didapatkan
informasi yang secara terinci terhadap hasil interpretasi mengenai hasil yang
dicapai perusahaan selama periode tertentu, serta masalah yang mungkin terjadi
dalam perusahaan. Analisis rasio keuangan dapat membantu para pelaku bisnis
dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan
suatu perusahaan tidak terkecuali perusahaan perbankan. Dengan analisis rasio
keuangan, informasi keuangan yang rinci dan rumit akan lebih mudah dibaca dan
ditafsirkan, sehingga laporan keuangan suatu perusahaan mudah dibandingkan
dengan laporan keuangan perusahaan lain, serta lebih cepat melihat
perkembangan dan kinerja perusahaan secara periodik.
Analisis laporan keuangan disini sangatlah diperlukan selain untuk
menilai kinerja dan tingkat kesehatan bank, analisis laporan keuangan disini juga
bisa digunakan untuk menilai risiko yang dihadapi oleh bank. Menurut PBI
No.6/10/PBI/2004 tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian atas berbagai
aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui
penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas
terhadap risiko pasar. Hal tersebut biasa disebut dengan tingkat kesehatan Bank
Metode CAMELS (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity).
Menurut Adyani (2011) kinerja keuangan bank merupakan gambaran
kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kepercayaan dan loyalitas
pemilik dana terhadap bank merupakan faktor yang sangat membantu dan
mempermudah pihak manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik.
Sebaliknya para pemilik dana yang kurang menaruh kepercayaan kepada bank
yang bersangkutan maka loyalitasnya pun sangat tipis, hal ini sangat tidak
menguntungkan bagi bank yang bersangkutan karena para pemilik dana sewaktu-
waktu dapat menarik dananya dan memindahkannya ke bank lain.
Penilaian kinerja keuangan perbankan merupakan salah satu faktor yang
penting bagi perbankan untuk melihat bagaimana bank tersebut dalam melakukan
kinerjanya apakah sudah baik atau belum. Selain itu penilaian juga dapat
digunakan untuk mengetahui seberapa besar profitabilitas atau keuntungan bank
dengan membandingkan hasil laba pada tahun tertentu dengan laba tahun-tahun
sebelum dan sesudahnya atau membandingkan kinerja perbankan yang satu
dengan perbankan yang lainnya.
Jadi analisis laporan keuangan perbankan disini sangatlah penting karena
dengan melakukan analisis tersebut maka mendapatkan informasi mengenai
kondisi, posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Sehingga
tingkat kesehatan bank bisa ditentukan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan
bank itu sendiri supaya dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Penilaian
tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam
perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi
intermediasi.
Keberadaan bank disini dianggap penting karena bank memiliki
pengaruh penting dalam menjaga kestabilan perekonomian melalui fungsi
intermediasi yaitu menyalurkan dana dari pihak ketiga kepada masyarakat yang
membutuhkan dana melalui kredit. Maka dari itu perlu dilakukan penilaian kinerja
bank salah satunya penilaian terhadap fungsi intermediasi tersebut untuk menjaga
kestabilan terhadap penyaluran dana tersebut.

1.2 Latar Belakang
Kondisi perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah faktor pembiayaan. Pembangunan ekonomi di suatu negara
sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor
perbankan. Ketika sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut
terpuruk karena ketidak stabilan dalam penyaluran dana dari fungsi bank itu
sendiri sebagai lembaga intermediasi.
Menurut peraturan yang tertera di dalam Undang-Undang No.10 tahun
1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa bank dapat berperan sebagai
perantara keuangan dengan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat yang
kelebihan dana dalam berbagai bentuk simpanan. Menurut Satria dan Subegti
(2010) lembaga perbankan merupakan lembaga keuangan yang fungsinya sebagai
perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak
yang kekurangan dana (deficit unit). Sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan
regulasi dari pemerintah atau bank sentral untuk menghindari adanya resiko yang
diperkirakan akan mengakibatkan kekacauan dalam perekonomian Indonesia.
Perbankan yang lebih banyak pangsa pasarnya atau lebih banyak diminati
oleh UKM (Usaha, Kecil dan Menengah) adalah Bank Perkreditan Rakyat. Dalam
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa ada dua jenis bank yaitu
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR merupakan salah satu
jenis bank yang melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan
lokasi yang cukup dekat dengan masyarakat yang membutuhkan. Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR sendiri terbagi menjadi dua
yaitu BPR konvensional dan BPR syariah. BPR konvensional adalah bank
perkreditan rakyat yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga.
Sedangkan BPR Syariah sendiri adalah lembaga keuangan bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR
yang pelaksanaannya berdasarkan prinsip syariah. Secara umum tidak ada
perbadaan fungsi antara BPR syariah dengan BPR konvensional, yaitu sebagai
lembaga intermediasi atau intermediary institution yang mengerahkan dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam bentuk pinjaman atau fasilitas pembiayaan. Namun
perbedaan yang mendasarinya terletak pada jenis keuntungan yang diambil bank
dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan
keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah mendasarkan
keuntungan dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base
income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit
sharing).
Menurut Kasmir (2002:22) Layanan yang diberikan BPR ada 2 jenis
yaitu sebagai tempat untuk menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan,
deposito berjangka, atau bentuk lainnya. Serta layanan yang kedua yang diberikan
BPR adalah memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi
maupun kredit konsumsi. Penyaluran kredit merupakan aktivitas utama BPR,
kredit yang disalurkan memiliki peran penting dalam perekonomian karena kredit
yang digunakan bisa digunakan oleh masyarakat untuk menigkatkan kegiatan
produksi. Kredit konsumsi juga demikian, digunakan untuk membiayai barang-
barang konsumsi, jadi kedua kredit tersebut bisa untuk membatu pertumbuhan
ekonomi.
Kredit menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Dengan adanya ketentuan seperti itu, maka
kredit merupakan salah satu sumber penghasilan bagi bank dengan diterimanya
bunga dari pinjaman tersebut. Semakin besar kredit yang diberikan maka semakin
besar pula pendapatan bunga yang akan diperoleh bank.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2014, pertumbuhan
kredit di Indonesia semakin meningkat terutama pada BPR, total kredit BPR per
Juli 2014 mencapai Rp 66,26 triliun. Tumbuh 15,31% secara year on year (yoy)
dibanding per Juli 2013 yang mencapai Rp 57,46 triliun (Sumber:
http://keuangan.kontan.co.id/). Meningkatnya penyaluran kredit BPR turut
mendongkrak perolehan laba BPR. Laba konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) per Mei 2014 mencapai Rp1,2 triliun, atau tumbuh 26,64% dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. (Sumber:www.m.bisnis.com). BPR disini
sudah menjadi lembaga intermediasi yang baik dalam masyarakat yang kelebihan
dan kekurangan dana.
Kemampuan bank dalam meningkatkan profit dapat dilakukan dengan
meningkatkan kinerja bank, baik dalam mengelola aset dan liabilitas namun juga
dengan memanfaatkan sebaik mungkin dana pihak ketiga. Namun ada banyak
faktor lain seperti Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang digunakan
untuk untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang
diberikan. Menurut SK Direksi Bank Indonesia No.31/146/KEP/DIR tanggal 12
November 1998, tentang penyediaan modal minimum yaitu sebersar 8% dari
aktiva tertimbang, maka jika bank mampu memenuhi kriteria tersebut maka bank
bisa dikatakan bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional. Menurut
laporan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) rasio kecukupan modal/CAR (Capital
Adequacy Ratio) pada triwulan Juli tahun 2014 adalah 28,20%, membaik
dibandingkan dengan posisi CAR pada Juli tahun lalu 26,79%
(Sumber:www.bi.go.id).
Tidak jarang kredit yang bank salurkan ke masyarakat mengalami
berbagai permasalahan. Pemberian kredit tersebut menimbulkan berbagai resiko
salah satunya adalah kredit macet atau sering disebut Non Performing Loan
(NPL). Bank harus berhati-hati dalam memberikan kreditnya karena NPL disini
juga mempengaruhi kinerja bank karena hal ini berhubungan langsung dengan
kegiatan utama bank yaitu penyaluran kredit. Bank Indonesia telah menetapkan
NPL minimal yaitu 5%, jika suatu bank mampu menekan NPL dibawah 5% maka
potensi keuangan bank untuk memperoleh profit yang tinggi akan terbuka lebar.
Hal tersebut bisa terjadi karena bank bisa menghemat pembiayaan melalui
cadangan kerugian kredit bermasalah. NPL BPR per Juli 2013 sebesar 4,97%
menjadi 5,25% per Juli 2014 (Sumber:www.bi.go.id). Hal ini menunjukkan
bahwa dari satu periode tersebut jumlah kredit yang disalurkan mengalami
permasalahan.
Dikemukakan juga oleh Galih (2011) bahwa Loan to Deposit Ratio
(LDR) juga berkaitan dengan penyaluran kredit sebab dari kegiatan inilah bank
dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya, membayar kembali semua deposan
yang mengambil uang sewaktu-waktu, serta memenuhi permintaan kredit yang
telah diajukan. Semakin tinggi rasio tersebut, maka makin rendah likuiditas bank
tersebut. Pertumbuhan dana pihak ketiga juga mengangkat Loan to Deposit Ratio
(LDR) dari 85,44% pada Juli tahun 2013 menjadi 85,82% pada Juli 2014 tetapi
keduanya masuk rasio ideal 78-100 persen (Sumber:www.bi.go.id). LDR BPR
yang makin tebal itu menyiratkan fungsi intermediasi keuangan BPR makin cantik
oleh karena itu, LDR juga dianggap berpengaruh terhadap penyaluran kredit.
Dari tingkat profitabilitas juga harus selalu menjadi perhatian bank.
Bahwa bagaimana bank tersebut harus mampu mengoptimalkan aktiva yang
dimiliki agar mampu menghasilkan pendapatan. Dengan kata lain penilaian disini
digunakan untuk menganalisis kemampuan perbankan untuk mengoptimalkan
aktivanya dalam penyaluran kredit dalam meningkatkan profitnya. Kaitannya
dengan cara mengukur tingkat profitabilitas, dapat menggunakan rasio ROA atau
return on assets. Semakin besar ROA suatu bank, maka makin besar tingkat
keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan assets.
ROA per Juli 2014 3,17% cukup menurun dari Juli tahun 2013 yang sebesar
3,70% (Sumber:www.bi.go.id). Karena disini aset dari bank adalah digunakan
untuk penyaluran kredit maka dari itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan
ROA terhadap penyaluran kredit.

Berikut adalah ringkasan mengenai pertumbuhan CAR, NPL, LDR, serta
ROA dari tahun ke tahun
Rasio Juli 2011 Juli 2012 Juli 2013 Juli 2014
CAR 28.72% 27,51% 26,79 28,20%
NPL 6.17% 5,28% 4,97% 5,25%
LDR 83.16% 84,43% 85,44% 85,82%
ROA 3.77% 3,88% 3,70% 3,70%
Sumber : www.bi.go.id
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasanudin dan Prihatiningsih
(2010) menyatakan bahwa Non performing Ratio (NPL) berpengaruh positif tidak
signifikan sedangakan dalam penelitian Prabowo (2014) NPL justru menunjukkan
hasil negatif tidak signifikan. Selain itu dalam penelitian Luzatty dan Mahastanti
(2012) Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan hasil negatif signifikan, hal
ini berbeda dengan hasil penelitian Suartati (2013) yang menunjukkan Capital
Adequacy Ratio berpengaruh namun tidak signifikan. Masih adanya perbedaan
dan ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu atas variabel-variabel tersebut
menarik penulis untuk mengujinya kembali.
Dari uraian diatas mengingat betapa pentingnya peran bank dalam
perekonomian maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
ANALISIS PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), NON
PERFORMING LOAN (NPL), LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR), DAN
RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PENYALURAN KREDIT
PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT KONVENSIONAL DI
WILAYAH JAWA TIMUR TAHUN 2012-2013
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan
yanghendak diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL),
Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Assets (ROA) berpengaruh
terhadap penyaluran kredit pada BPR konvensional daerah Jawa Timur?

1.4 Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menggali atau mencari data dan
informasi yang berhubungan dengan kebijakan penyaluran kredit perbankan
khususnya Bank Perkreditan Rakyat. Sesuai dengan permasalahan yang telah
dikemukakan, tujuan dari penelitian iniadalah:
1. Mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing
Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Assets (ROA)
berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada BPR konvensional daerah
Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai