Anda di halaman 1dari 3

Pertimbangan Agama

Menurut Karmana (2009), kajian agama yang ditemukan mengenai penggunan tanaman
transgenik adalah dari kajian agama Islam, agama Katolik, agama Hindu dan dari kajian agama
Yahudi.
1. Islam
Dalam menanggapi isu tentang tanaman transgenik, Dewan Yuriprudensi Islam dan
Badan Sertifikasi Makanan Islam di Amerika (IFANCA) menyatakan bahwa makanan dari
tanaman transgenik yang ada telah dikembangkan bersifat halal dan dapat dikonsumsi oleh
umat Islam. Untuk tanaman yang disisipi gen dari binatang haram, produk tanaman
transgenik tersebut akan disebut Masbuh, yang berarti masih diragukan (belum diketahui)
status halal atau haramnya. Contohnya pada kasus penyedap rasa (monosodium glutamat)
yang diproduksi dengan menggunakan enzim yang disolasi dari gen babi pada awal tahun
2001 yang dikategorikan sebagai haram. Sebagaimana dalam Al-Baqarah 173 disebutkan:

Artinya:
Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
(yang ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana.

Adapun MUI sendiri belum mengeluarkan fatwa mengenai penggunaan tanaman
transgenik, namun prinsip kehati-hatian selalu diutamakan. Status GMO akan halal sepanjang
sumber gen dan seluruh proses rekayasanya halal (Karmana, 2009). Sertifikasi makanan yang
telah dikeluarkan oleh IFANCA juga diakui dan diterima oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), Liga Muslim Dunia, Arab Saudi, dan
pemerintah Malaysia (Anonim, 2014).

2. Katolik
Pemikiran teologis Katolik memandang bahwa manipulasi atau rekayasa genetik
merupakan suatu kemungkinan yang disediakan oleh Tuhan karena tanaman diberikan
kepada manusia untuk dipelihara dan dimanfaatkan. Dalam sudut pandang agama tersebut,
modifikasi genetika tanaman tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun
kelestarian alam juga harus diperhatikan karena merupakan tanggung jawab manusia (Zulfa,
2013).

3. Hindu
Menurut penulis bahwa dikaji dari agama Hindu, tanaman transgenik salah satunya
disinyalir dapat menyebabkan terputusnya rantai ekosistem karena sifatnya yang resisten, ini
dapat menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan. Ketidakseimbangan lingkungan atau
terganggunya homeostasis sangat bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana yaitu suatu
konsep yang merupakan ajaran dalam agama Hindu yang pada prinsipnya mengajarkan
adaya keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan
hubungan manusia dengan lingkungannya. Ini berarti ada tingkat tropik tertentu yang mati
atau berkurang, dengan demikian berarti membunuh organisme tertentu yang tidak
diharapkan. Ini juga bertentangan dengan konsep ajaran Ahimsa dalam agama Hindu yang
berarti tidak boleh membunuh organisme secara sembarangan tanpa tujuan yang jelas,
apalagi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan lingkungan yang akan membawa
malapetaka dan bencana bagi umat manusia (Karmana, 2009)..

4. Yahudi
Agama Yahudi mensyaratkan pemeluknya untuk mengkonsumsi makanan yang kosher
(kosher law). Kosher berasal dari bahasa Hebrew (Ibrani) berarti produk yang dianggap halal
untuk dikonsumsi, baik berupa makanan, minuman, maupun bahan gunaan lainnya. Ajaran
agamanya mengizinkan penyisipan gen dari sumber makanan yang non-kosher sepanjang
tidak merubah rasa dan penampakan dari makanan tersebut (Zulfa, 2013).

DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2014. Tanaman Transgenik. (online),
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik), diakses pada tanggal 23 Oktober
2014.

Karmana, I Wayan. 2009. Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek
Pertimbangannya. (online), (http://unmasmataram.ac.id/wp/wp-content/uploads/3.-I-
Wayan-Karmana2.pdf), diakses pada tanggal 23 Oktober 2014.
Zulfa, Farah dkk. 2013. Bioetika Tanaman Transgenik. (online),
(http://prezi.com/wiho5lodek4i/bioetika-tanaman-transgenik/), diakses pada tanggal
23 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai