Penulis : Drs. J. U. Nasution Cetakan : I, 1965 Penerbit : PT. Gunung Agung, Jakarta Kami Penabur Kami bekerdja dipadang masa Menaburkan benih tjinta mulia Jang nanti akan senantiasa Semerbakkan wangi bahgia-dunia Tapi kami hanja penabur Bila dunia berbahagia nati Kami sudah lama berkubur Tiada dapat merasainja lagi Sungguhpun begitu kami ichlas Bekerdja sekarang dipadang masa Kami tiada harapkan balas Bahgia kami ialah berdjasa Pelopor Gerindo, April-Mei 1938 Ulasan puisi Kami Penabur. Genre dari puisi ini adalah nasionalisme. Isi yang ingin di sampaikan oleh penulis melalui puisi ini adalah mengenai gambaran jiwa para pejuang dahulu, dan yang disini disebutkan sebagai kami penabur dari kalimat tersebut memiliki makna kami para pejuang yang sedang berjuang saat itu, penabur disini diartikan sebagai bentuk sebuah perjuangan mereka di masa mereka dengan semangat membara demi memperpejuangkan kemerdekaan. Hal ini disambung di larik selanjutnya yaitu Menaburkan benih tjinta mulia benih cinta yang di maksud di sini adalah ketulusan dan keiklasan mereka dalam berjuang. Jang nanti akan senantiasa, Semerbakkan wangi bahgia-dunia kemudian larik selanjutnya ini menjelaskan benih mulia yang mereka tebar, bahwa keiklasan dan ketulusan akan memperjuangkan sebuah tujuan yang mulia yaitu kemerdekaan akan membuat dunia ini berada dalam kedamaian. Selaki lagi mereka mengatakan di larik selanjutnya bahwa, Tapi kami hanja penabur Bila dunia berbahagia nati Kami sudah lama berkubur Tiada dapat merasainja lagi Bait ini menjelaskan bahwa mereka adalah hanya para pejuang dahulu, dan saat dunia dalah bahagia dan damai mereka telah meninggal lama dan tidak dapat merasakan dunia yang penuh kedamaian karena mereka hidup hanya di masanya, masa untuk berjuang dan memperjuangkan kemerdekaan. Disambung pada bait selanjutnya, Sungguhpun begitu kami ichlas Bekerdja sekarang dipadang masa. Kami tiada harapkan balas. Bahgia kami ialah berdjasa. Hal ini menjelaskan bahwa meskipun mereka tidak bisa menikmati dunia yang dalam keadaan damai mereka iklas melakukannya bekerja dan berusaha di medan bahaya, di masa yang sama sekali belum merdeka. Usaha mereka yang begitu gigih ini tidak mengharapkan untuk di balas, dan kebahagiaan mereka adalah mereka turut berjuang dalam membangun dunia yang penuh dengan perdamaian.
Mawar Terorak kelopak mawar djuita Warna berseri mendandan sari Mengalun wangi kematahari Ketika pagi indah tjuatja Datang lebah, hinggap kebunga Hendak menjeri, itu maksudnja Mawar menjerah bagia-rela Lebah menghisap sepuas-puasnya Setelah habis wangi dan madu Terbanglah lebah, pulang kesarang Mawar sendu terkulai laju Mengenangkan tjinta lebah jang tjurang
Penjelasan editor dalam buku tersebut sebagai berikut: sadjak ,,Mawar diatas diambil dari dokumentasi Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan, Djakarta. Sadjak tersebut hendak dimuat dalam madjalah Pandji Pustaka djaman Djepang, tapi karena dianggap mengandung ketjaman terhadap pemerintah Djepang maka tak dapat dimuat. Puisi marawar ini memang berisikan sebuah ungkapan yang dibuat oleh penyair untuk mengkritik pemerintahan Jepang. Puisi ini menceritakan bagaimana tindakan Jepang saat itu kepada Indonesia. Pertama datang Jepang mengatas namakan dirinya Saudara Tua dan menjanjikan sebuah kemerdekaan bagi Indonesia, namun kenyataanya Jepang justru bertindak atau besikap lebih kejam terhadap masyarakat Indonesia, bahkan melebihi apa yang di lakukan Belanda kepada Indonesia. Jepang tidak hanya menjarah kekayaan alam namun juga tenaga manusia yang dipekerjakan secara berlebihan. Hal ini diungkapkan dalam puisi tersebut, Mawar sendu terkulai laju. Mengenangkan tjinta lebah jang tjurang saat itu masyarakat Indonesia kecewa dan sedih akan tindakan Jepang yang katanya ingin menolong Indonesia.
Bilakah Bilakah alam bersinar senang Diterangi Surja Kemerdekaan? Bilakah rakjat bernafas tenang Mengisap udara Kemerdekaan? Bilakah terbit bintang ,,Merdeka Menjinari alam Indonesia? Bilakah hilang malam tjelaka Kehidupan senang bersuka ria? Disitulah baru senang dihati Indonesia telah merdeka Merah-Putih telah berkibar Disanalah baru aku berhenti Dari bermenung berhati duka Hari panas, tiada sabar Fikiran Rakjat, no. 24, Des 1932 Puisi ini menggambarkan harapan penulis mengenai Indonesia yang merdeka. Mengadai- andai indonesia merdeka dan rakyat hidup dalam ketenangan yang damai tidak ada lagi pertumpahan darah. Sepenuhnya isi dari puisi ini kurang lebih berisikan sebuah harapan misal bait berikut. Bilakah alam bersinar senang Diterangi Surja Kemerdekaan? Bilakah rakjat bernafas tenang Mengisap udara Kemerdekaan? Bilakah terbit bintang ,,Merdeka Menjinari alam Indonesia? Bilakah hilang malam tjelaka Kehidupan senang bersuka ria? Disitulah baru senang dihati