Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Nama unsur rupabumi disebut juga dengan toponimi yang berasal dari bahasa Yunani,
yaitu kata topos yang memiliki makna ‘tempat’ dan onoma yang berarti ‘nama’1. Jadi secara
harfiah toponimi berarti ‘nama tempat’. Nama tempat tersebut tidak hanya berupa nama
pemukiman tapi nama unsur rupabumi yang ada di suatu tempat (wilayah).

Berkaitan dengan unsur rupabumi, PBB memiliki pedoman penamaan nama rupabumi
yang dirangkum dalam enam unsur rupabumi, yaitu unsur bentang alam alami, tempat-tempat
berpendudukan dan lokalitas lainnya, pembagian pemerintahan atau politik, kawasan
administratif, rute transportasi, dan unsur-unsur yang dibangun lainnya.

Selain pedoman tersebut, negara Indonesia juga memiliki pedoman sendiri dalam
penamaan suatu tempat atau wilayah. Hal itu diatur dalam Undang-undang nomor 24 tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pada pasal 36
ayat 1 menyebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama rupabumi di
Indonesia. Akan tetapi peraturan tersebut tidak bersifat statis. Penggunaan bahasa daerah dan
bahasa asing juga diperbolehkan dalam nama rupabumi. Sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 36 ayat 4 bahwasannya penamaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah,
budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan. Jadi dapat diketahui bahwa toponimi di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh keragaman bahasanya.

Pemberian dan pembakuan nama rupabumi terhadap unsur rupabumi sangat penting
dilakukan. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan tertib administrasi penyelenggaraan
pemerintah sehingga diperlukan inventarisasi nama rupabumi dalam bentuk dokumen resmi.
Salah satu kebijakan pembakuan nama tersebut telah dituangkan dalam Perpres 112 tahun
2006 untuk membentuk lembaga otoritas nama rupabumi yang diberi nama Tim Nasional
Pembakuan Nama Rupabumi. Hal itu dilakukan karena pemerintah sadar bahwa toponimi
tidak hanya sebatas keperluan pemetaan, tetapi terkait dengan aspek-aspek lain seperti
kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Keterkaitan toponimi dengan aspek-aspek tersebut
dapat dilihat pada penyaluran bantuan bagi korban bencana alam, pelestarian budaya dan
cagar alam, kepentingan pertahanan negara, serta aksesibilitas dalam kegiatan ekonomi.

Pemberian nama pada unsur-unsur rupabumi di suatu wilayah biasanya berdasarkan


pada apa yang dilihat masyarakat, seperti pepohonan, buah-buahan, atau binatang yang
menghuni suatu wilayah. Namun tidak sedikit pula nama rupabumi diciptakan dari legenda
atau cerita rakyat. Jadi nama suatu wilayah tidak hanya sebagai kebutuhan administratif,
tetapi juga menyimpan sejarah tertentu. Sehingga, toponimi dapat dikatakan sebagai
cerminan budaya suatu bangsa, kelompok, atau negara.

Dalam pembahasan mengenai toponimi, bahasa memiliki peranan yang penting.


Peranan tersebut dapat dilihat dalam memaknai nama suatu wilayah. Dalam proses
memahami makna nama suatu tempat, seringkali masyarakat tidak memahami betul makna
sebenarnya. Sehingga, memungkinkan terjadi salah tafsir jika proses pemaknaan tersebut
tidak dilakukan dengan bantuan ilmu bahasa. Padahal, makna ini sangat penting untuk
mengungkapkan sejarah suatu wilayah. Oleh sebab itu, dengan bantuan ilmu bahasa, maka
dapat diketahui makna serta latar belakang penamaan suatu wilayah.

Berdasarkan hal tersebut, program studi Magister Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gadjah Mada mengadakan pengabdian kepada masyarakat terkait tentang
toponimi. Pengabdian ini dilakukan untuk mengenalkan toponimi kepada masyarakat,
khususnya bagi pemerintah kabupaten Magelang. Hal ini dilakukan agar masyarakat
Magelang dapat memahami masalah toponimi yang mencerminan budaya di wilayahnya.

METODE PELAKSANAAN PENGABDIAN

Tim program studi (prodi) Magister Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada, terlebih dahulu mengadakan survei lapangan sebelum melakukan pengabdian.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui materi yang dibutuhkan. Tim pengabdian menyiapkan
bahan dan instrumen kegiatan berupa materi yang diperoleh dari berbagai sumber rujukan
serta beberapa data yang relevan yang dituangkan dalam bentuk tayangan presentasi.
Tayangan presentasi ini ditampilkan pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang
dilaksanakan di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Magelang Jawa Tengah. Materi yang dipresentasikan dalam kegiatan tersebut mengenai
perubahan dan salah pemahaman nama-nama tempat di Jawa dan Bali. Penyampaian materi
tersebut dilakukan dengan pendekatan ceramah dan diskusi tanya jawab.

REFERENSI

1Berg dan Voulteenahoo. 2017. Critical Toponymies: The Contested Politics of Place
Naming. London: Routledge.

Anda mungkin juga menyukai