Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Kedokteran Hewan

ISSN : 1978-225X

Tjok Gde Oka Pemayun, dkk

KADAR PROSTAGLANDIN F2 LFA PADA PRODUK BIAKAN SEL


MONOLAYER VESIKULA SEMINALIS DAN ENDOMETRIUM
SAPI BALI DENGAN PENAMBAHAN HIPOTAURIN
Concentrations of Prostaglandin F2 in the Product of Seminal Vesicle and Endometrial
Monolayer Cells Culture of Bali Cattle with the Presence of Hypotaurine
Tjok Gde Oka Pemayun1, Laba Mahaputra2, Ismudiono2, dan Soetjipto3

Laboratorium Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar


2
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya
3
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya
E-mail: tjokormas@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengukur kadar PGF2 pada produk biakan sel monolayer vesikula seminalis dan endometrium sapi bali dengan
penambahan hipotaurin. Sel epitel vesikula seminalis dan sel epitel endometrium dibiakkan dalam tissue culture medium (TCM 199) + fetal calf
serum (FCS) 10%, dan estrus mare serum (EMS) 10%. Konsentrasi sel kultur adalah 1,9x106 dan setiap kultur ditambahkan hipotaurin dengan
konsentrasi 0, 4, dan 8 mM sebagai antioksidan, kemudian diinkubasikan pada temperatur 38,5 C dengan 5% CO2 dan masa inkubasi 6 hari.
Konsentrasi PGF2 diukur dengan teknik radioimmunoassay (RIA). Rataan kadar PGF2 yang diproduksi monolayer sel vesikula seminalis
adalah 1287,503,00; 313,751,50, dan 221,252,22 pg/ml masing-masing untuk konsentrasi hipotaurin 0; 4; dan 8 mM. Rataan kadar PGF2
pada produk monolayer sel endometrium adalah 40,001,63; 87,250,95; dan 54,753,59 pg/ml masing-masing untuk konsentrasi hipotaurin 0;
4; dan 8 mM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kadar PGF2 tertinggi diperoleh pada produk sel monolayer vesikula seminalis lebih
tinggi dibanding kadar PGF2 pada produk sel monolayer endometrium (P<0,05). Penambahan hipotaurin pada media kultur sel vesikula
seminalis menyebabkan penurunan kadar PGF2, sebaliknya penambahan hipotaurin pada media kultur sel epitel endometrium dapat
meningkatkan kadar PGF2. Kadar PGF2 tertinggi diperoleh pada produk sel monolayer vesikula seminalis tanpa hipotaurin.
____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: PGF2, hipotaurin, vesikula seminalis, endometrium

ABSTRACT
In this study, the concentration of PGF2 produced by seminal vesicle and endometrial monolayer cells culture with the presence of
hypotaurine was determined. The epithelial cells of the seminal vesicle and endometrium were cultured in TCM 199 growth medium with 10%
fetal calf serum (FCS) and 10% estrus mare serum (EMS). The cells were cultured at a density of 1.9x106 per ml medium with the presence of 0,
4, and 8 mM hypotaurine as an antioxidant, followed by incubation at 38.5 C in 5% CO2 atmosphere for 6 days. Levels of PGF2 in the cell
culture medium were determined by radioimmunoassay (RIA) techniques. The average of PGF2 produced by seminal vesicle monolayer culture
were 1287.503,00, 313.751.50, and 221.252.22 pg/ml in 0, 4, and 8 mM hypotaurine concentration respectively. The average of PGF2
concentration produced by endometrial monolayer culture were 40.001.63, 87.250.95, and 54.753.59 pg/ml in 0, 4, and 8 mM hypotaurine
concentration respectively. The result showed that PGF2 levels in the monolayer culture of seminal vesicle cells was significantly higher than in
the monolayer culture of endometrial cells(P<0.05). The presence of hypotaurine reduced the level of PGF2 produced by the monolayer culture
of seminal vesicle. In contrast, the presence of hypotaurine increased the level of PGF2 in the monolayer culture of endometrial cells. In
conclusion the highest level of PGF2 was found in the monolayer culture of seminal vesicle without the presence of hypotaurine.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: PGF2 , hypotaurine, seminal vesicle, endometrium

PENDAHULUAN
Prostaglandin merupakan hormon lokal atau secara
umum bukan merupakan hormon sistemik karena
mempunyai masa paruh yang pendek (Mayes, 1993).
Pada awalnya, prostaglandin diperkirakan diproduksi
dari kelenjar prostat. Namun sekarang diketahui bahwa
bagian terbesar prostaglandin dalam cairan seminal
disekresikan oleh kelenjar vesikula seminalis
(Margolius et al., 1987; Fallon and Mary, 1999; Daniel
et al., 2004). Senyawa prostaglandin bersifat asam,
larut dalam lemak, dan merupakan turunan dari asam
lemak tidak jenuh yang mengandung 20 atom C yang
dihasilkan dari membran fosfolipid oleh aktivitas
fosfolipase A2 dan prostaglandin sintase spesifik
lainnya (Goff, 2004).
Endometrium dan kelenjar vesikula seminalis
merupakan sumber prostaglandin F2 (PGF2), dan
kedua organ tersebut dilaporkan dapat dibiakkan

melalui monolayer cell. Pada biakan sel endometrium


sapi dilaporkan bahwa sel epitel dan sel stroma paling
berperan dalam memproduksi prostaglandin baik
PGF2 maupun prostaglandin E2 (PGE2) (WoclawekPotocka et al., 2005). Produksi PGF2 pada
endometrium sangat tergantung dari spesies, yang
berkaitan dengan panjang pendeknya siklus estrus.
Pada sel endometrium babi yang dikultur pada hari ke10 sampai ke-12 dan hari ke-14 sampai ke-16 siklus
estrus, sekresi PGF2 tertinggi diperoleh pada hari ke10 sampai ke-12 siklus estrus. Pada kultur jaringan
endometrium kera, produksi PGF2 paling tinggi
diperoleh pada hari ke-14 siklus estrus, dan mengalami
penurunan pada hari ke-23 siklus estrus (Eldering et al.,
1993). Tingginya kadar PGF2 pada pertengahan siklus
estrus berkaitan dengan regresi korpus luteum yang
terjadi pada hari ke-16 sampai ke-17 pada sapi
(Bearden dan Fuquay, 1992; Hafez, 2000; Leung et al.,
2001).
11

Jurnal Kedokteran Hewan

Skarzynsky et al. (2000) melaporkan selain hormon


steroid, tumor necrosis factor (TNF) juga merupakan
stimulator yang potensial untuk sekresi PGF2 pada sel
stroma endometrium sapi, sebaliknya hormon oksitosin
menstimulasi produksi PGF2 pada sel epitel. Hal ini
telah dibuktikan dengan ditemukan beberapa reseptor
spesifik TNF dalam konsentrasi yang tinggi pada hari
ke-15 sampai ke-17 siklus estrus (Miyamoto et al.,
2000). Tumor necrosis factor berfungsi mengaktifkan
enzim fosfolipase A2 yang berperanan merubah asam
lemak (linolenat) menjadi asam arakhidonat yang
merupakan prekursor prostaglandin (Skarzynsky et al.,
2000).
Beberapa peneliti telah mencoba mengkultur
jaringan endometrium dengan penambahan beberapa
faktor penumbuh seperti penambahan protein dari fetal
calf serum (FCS) yang dapat membentuk struktur
multiseluler pada hari ke-4 sampai ke-5 (Fleming,
1995). Penambahan hormon pada kultur jaringan
seperti hormon dehidroepiandrosteron sulfat dilaporkan
dapat meningkatkan sekresi PGF2 pada kultur jaringan
endometrium manusia yang diinkubasi dalam media
Hams F-10 yang mengandung 10% FCS (Markiewicz
dan Gurpide, 1998).
Vesikula seminalis adalah salah satu kelenjar
asesoris pada saluran alat kelamin jantan. Pada
berbagai spesies terdapat variasi yang sangat berbeda,
baik mengenai ukuran maupun bentuk anatominya
(Hafez, 2000). Beberapa peneliti telah melaporkan
bahwa kelenjar vesikula seminalis mensekresikan
PGF2. Semen manusia mengandung sejumlah besar
prostaglandin yang diproduksi dari kelenjar vesikula
seminalis dan telah diketahui mempunyai konsentrasi
yang tinggi pada kondisi vasektomi (Gonzales, 2001).
Cell line dari kelenjar vesikula seminalis tikus
dilaporkan merupakan sumber PGE2 dan PGF2
(Freyberger et al., 1987). Selain prostaglandin, pada
sekresi kelenjar vesikula seminalis juga terdapat growth
hormone (Dyck et al., 1999), dan beberapa enzim yang
berperan dalam biosintesis PGF2 seperti enzim
prostaglandin endoperoksidase dan reduktase yang
berfungsi mereduksi 2 elektron prostaglandin H2
menjadi PGF2 (Burgess dan Reddy, 1997).
Dalam metabolisme sel diperlukan keseimbangan
antara prooksidan dengan antioksidan (Murray 1993;
Agarwal et al., 2005), akan tetapi keseimbangan dapat
berubah apabila terjadi peningkatan produksi reactive
oxygen species (ROS) yang sangat besar. Perubahan ini
bisa terjadi pada metabolisme normal untuk
menghasilkan ATP melalui fosforilasi oksidatif pada
mitokondria dan dalam proses ini akan menghasilkan
hasil sampingan berupa ROS yang merupakan
sekelompok senyawa oksigen yang bersifat reaktif.
Antioksidan secara normal akan merubah ROS menjadi
air (H2O) untuk mencegah produksi ROS yang tinggi.
Hipotaurin (2-aminoethanesulfinic acid atau
C2H7NO2S) merupakan antioksidan yang banyak
ditemukan pada tuba Falopii dan cairan folikel yang
berfungsi mempertahankan embrio dari stres oksidasi
(Guerin et al., 2001), melindungi kehidupan
12

Vol. 6 No. 1, Maret 2012

spermatozoa, proses kapasitasi, dan fertilisasi dari


kerusakan akibat peroksidasi (Guerin et al.,1995),
mencegah peroksidasi lemak membran (Tadolini et al.,
1995), dan mencegah terjadinya reaksi H2O2 menjadi
H2O + O2 oleh enzim superoxide dismutase (Pecci et
al., 2000).
Penambahan hipotaurin pada beberapa media
seperti pada media fertilisasi dapat melindungi
spermatozoa dari kerusakan akibat oksidasi radikal
serta dapat menghambat Na+, K+-ATPase yang
berpengaruh pada motilitas dan kapasitasi spermatozoa
(Mrsny dan Meizel, 1985; Wikayama et al., 1996;
Boatman et al., 1990). Pada media perkembangan
embrio secara in vitro, hipotaurin berperan melindungi
kondisi lingkungan seperti peroksidasi membran lipid,
kerusakan atau hambatan pembelahan embrio akibat
radikal bebas yang terbentuk selama perkembangan
embrio (Barnett dan Bavister, 1992).
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
hipotaurin pada sel biakan monolayer sel vesikula
seminalis dan endomerium sapi bali terhadap kadar
PGF2. Penambahan hipotaurin diharapkan dapat
meningkatkan produksi sel biakan yang nantinya dapat
dipakai sebagai sumber produksi PGF2.
MATERI DAN METODE
Sampel penelitian berupa vesikula seminalis sapi
bali jantan yang berumur 3-4 tahun dengan kisaran
berat badan 300-350 kg dan uterus sapi bali betina yang
berumur 3-4 tahun dan sudah pernah melahirkan 2-3
kali. Sampel diambil dari rumah potong hewan (RPH)
Pesanggaran Kota Denpasar.
Sampel kelenjar vesikula seminalis dan uterus
dicuci dengan phosphate buffer solution (PBS) steril.
Setelah bersih kemudian dari lumen kelenjar vesikula
seminalis dan lumen uterus dimasukkan tripsin 0,125%
dalam PBS dengan spuit 2,5 cc untuk melepaskan sel
epitel dan kemudian diikat dan diikubasikan dengan
suhu 32 C selama 10 menit. Sel epitel yang diperoleh
dibiakkan pada TCM 199+FCS 10% dan estrus mare
serum (EMS) 10%. Konsentrasi sel kultur yang
dipakai adalah 1,9x106/ml, kemudian suspensi sel
dimasukkan ke dalam flask biakan sel dan masingmasing ditambahkan hipotaurin dengan konsentrasi 0,
4, dan 8 mM sebagai antioksidan. Sel kultur kemudian
dibiarkan dalam inkubator pada suhu 38,5 C di bawah
tekanan CO2 5% selama 6 hari. Selanjutnya, kadar
PGF2 produk sel monolayer vesikula seminalis dan
endometrium yang diperoleh pada hari ke-6 diukur
dengan teknik radioimmunoassay (RIA) menggunakan
kit RIA I-125 PGF2 (Institute of Isotopes Co., LTD)
dengan kepekaan uji 0,2 pg/ml (Technical Reports
Series, 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rataan kadar PGF2 yang diproduksi monolayer
sel vesikula seminalis adalah 1287,503,00;
313,751,50; dan 221,252,22 pg/ml masing-masing

Jurnal Kedokteran Hewan

Tjok Gde Oka Pemayun, dkk

untuk konsentrasi hipotaurin 0; 4; dan 8 mM. Rataan


kadar PGF2 pada produk monolayer sel endometrium
adalah 40,001,63; 87,250,95; dan 54,753,59
pg/ml masing-masing untuk konsentrasi hipotaurin 0;
4; dan 8 mM seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar PGF2 yang
diperoleh pada produk sel monolayer endometrium
dengan masing-masing konsentrasi hipotaurin 0, 4, dan
8 mM menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) yaitu terjadi kenaikan dibandingkan dengan
kontrol. Penambahan hipotaurin 4 dan 8 mM
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan
kadar PGF2 pada sel monolayer endometrium tanpa
hipotaurin (kontrol), namun terjadi penurunan kadar
PGF2 pada penambahan konsentrasi hipotaurin 8 mM
dibandingkan dengan konsentrasi hipotaurin 4 mM.
Sebaliknya kadar PGF2 yang diperoleh pada produk
monolayer sel vesikula seminalis mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,01).
Penambahan hipotaurin sebagai antioksidan pada
media kultur pada kedua jenis sel yang dikultur
diperoleh hasil yang berbeda yaitu penambahan
hipotaurin pada monolayer sel vesikula seminalis
menurunkan kadar PGF2, sebaliknya penambahan
hipotaurin dengan konsentrasi 4 dan 8 mM pada
monolayer sel endometrium mampu meningkatkan
produksi PGF2. Menurunnya kadar PGF2 pada sel
monolayer vesikula seminalis akibat penambahan
hipotaurin sampai saat ini belum pernah dilaporkan
oleh peneliti sebelumnya, namun menurut Fontana et
al. (2005) kemungkinan terbentuknya radikal
intermediate sulphonil radical yang dihasilkan dari
perubahan sulfonik hipotaurin menjadi sulfonik taurin.
Intermediate sulphonyl radical merupakan inisiator
yang potensial terhadap peroksidasi lemak serta
merupakan oksidan yang mempunyai efek merusak
secara in vivo. Pembentukan intermediet reaktif karena
reaksi oksidasi dapat menjadi hal yang patofisiologis.
Akibat dari peroksidasi lemak akan menyebabkan
rendahnya kadar PGF2, karena asam lemak atau asam
arakidonat merupakan prekursor dari prostaglandin.
Kemungkinan lain adalah tingginya antioksidan yang
terkandung pada vesikula seminalis. Gonzales (2001)
melaporkan bahwa vesikula seminalis banyak
mengandung antioksidan seperti superoxide dismutase,
katalase, glutation peroksidase/ reduktase, dan ascorbic
acid (vitamin C). Antioksidan yang dihasilkan pada
vesikula seminalis berfungsi melindungi spermatozoa
dari pengaruh ROS. Penambahan hipotaurin akan
menghasilkan radikal peroksil yang dapat menjadi
inisiator peroksidasi lemak selanjutnya. Menurut
Halliwell dan Gutteridge (1999) bahwa radikal peroksil

yang terbentuk dari reaksi asam lemak dengan gugus


hidroksil (OH) dapat mempropagasi peroksidasi
lemak selanjutnya. Konsentrasi antioksidan yang tinggi
akan menyebabkan menurunnya aktivitas enzim yang
berperan dalam biosintesis prostagladin yaitu enzim
fosfolipase A2 dan enzim siklooksigenase.
Pada kultur sel epitel endometrium, penambahan
hipotaurin konsentrasi 4 mM justru dapat
meningkatkan kadar PGF2. Hal ini sesuai dengan
fungsi hipotaurin sebagai antioksidan yang berperan
melindungi kondisi lingkungan seperti peroksidasi
membran lemak yang bereaksi terhadap OH (Barnett
dan Bavister, 1992). Murray (1993) dan Agrawal et al.
(2005) melaporkan bahwa dalam metabolisme sel
diperlukan keseimbangan antara pro-oksidan dengan
antioksidan, dan keseimbangan dapat berubah apabila
terjadi peningkatan produksi ROS yang sangat besar.
Dalam kondisi normal, 85-90% oksigen diperlukan
oleh mitokondria untuk menghasilkan ATP dan sekitar
1-3% dari jumlah oksigen tersebut akan dirubah
menjadi radikal superoksid anion (O) yang merupakan
salah satu bentuk ROS melalui reaksi univalent
(Halliwell dan Gutteridge, 1999). Salah satu ROS yaitu
OH merupakan molekul reaktif yang dapat bereaksi
dengan protein, asam nukleat, dan lipid yang
selanjutnya
akan
merubah
strukturnya
dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Ion OH juga
dilaporkan dapat memodifikasi purin dan pirimidin
yang akan menyebabkan kerusakan pada DNA (Fhilo
et al., 1984; Donnelly et al., 2000). Penambahan
hipotaurin konsentrasi 8 mM menyebabkan penurunan
kadar PGF2 dibandingkan penambahan hipotaurin
konsentrasi 4 mM. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena pembentukan radikal peroksil meningkat
sehingga dapat menjadi inisiator peroksidasi lemak dan
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya kerusakan
membran sel.
Kadar PGF2 dari sel monolayer endometrium lebih
rendah dibandingkan dengan kadar PGF2 pada produk
sel monolayer vesikula seminalis. Rendahnya kadar
PGF2 pada produk sel monolayer endometrium
disebabkan karena beberapa faktor yang memegang
peranan penting dalam pelepasan/sekresi PGF2 dari
sel epitel endometrium. Silvia et al. (1991) melaporkan
bahwa pada ruminansia ada 3 hormon yang memegang
peranan penting dalam mengatur sekresi PGF2 pada
endometrium yaitu hormon oksitosin, progesteron, dan
estradiol. Hormon oksitosin bekerja menstimulasi
sekresi PGF2, sedangkan hormon estrogen secara
bersamaan dengan hormon progesteron mengatur
sekresi PGF2 pada uterus dan memodulasi ekspresi
enzim yang diperlukan dalam sintesis prostaglandin

Tabel 1. Rataan (X)SD kadar PGF2 (pg/ml) produksi monolayer sel vesikula seminalis (MVS) dan endometrium (ME) sapi bali
Konsentrasi hipotaurin (mM)
Kelompok
Jumlah sampel
0
4
8
MVS

1287,503,00

313,751,50

221,252,22

ME

40,00 1,63

87,250,95

54,753,59

13

Jurnal Kedokteran Hewan

(Kieborz et al., 1991; Gross et al., 1998). Selain itu


pelepasan PGF2 endometrium juga berkaitan dengan
kerja PGF2 sebagai agen luteolitik yang sekresinya
sangat tergantung pada siklus estrus. Umumnya sekresi
PGF2 tertinggi terjadi pada akhir fase luteal (pada sapi
hari ke-13 sampai ke-15 siklus estrus) (Shaw dan Britt,
2000). Sebaliknya tingginya kadar PGF2 yang
diperoleh pada produk sel monolayer kemungkinan
berhubungan dengan status reproduksi yang berbeda
antara hewan betina dan hewan jantan. Kelenjar
vesikula seminalis pada hewan jantan dilaporkan aktif
secara terus menerus mensekresikan PGF2 (Burgess
dan Reddy, 1997). Selain itu, pada kelenjar vesikula
seminalis terdapat enzim cyclooxigenase 1 (COX 1)
yang berperan dalam biosintesis PGF2 (Simon et al.,
2004).
KESIMPULAN
Kadar PGF2 pada kultur sel epitel vesikula
seminalis lebih tinggi dibandingkan dengan pada kultur
sel epitel endometrium. Penambahan hipotaurin sebagai
antioksidan pada kultur sel epitel vesikula seminalis
menyebabkan penurunan kadar PGF2.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat terlaksana atas pendanaan dari
BPPS. Ucapan terima kasih kepada Kepala
Laboratorium Fertilisasi In Vitro dan Endokrinologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan
kepada berbagai pihak yang telah membantu
terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, S., S.Gupta, and R.K. Sharma. 2005. Role of oxidative
stress in female reproduction. Reproductive Biology and
Endocrinology 3:28.
Barnet, D.K. and B.D. Bavister. 1992. Hypotaurin requirement for in
vitro development of golden hamster one-cell embryos into
morulae and blastocysts and production of term offspring from in
vitro fertilized ova. Biol. Reprod. 47(2):297-304.
Bearden, H.J. and J. Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction.
Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company
Reston, Virginia.
Boatman, D.E., D.D. Bavister, and E. Cruz. 1990. Edition of
hypotaurine can reactive immotil golden hamster spermatozoa. J.
Androl. 11(1):66-72.
Burgess, J.R. and C.C. Reddy. 1997. Isolation and characterization of
enzyme from sheep seminal vesicles that catalyzes the
glutathion-dependent reduction of prostaglandin H2 to
prostaglandin F2 . Biochem. Mol. Biol. Int. 41(2):217-26.
Daniel, L.S., M.B Regina, and H.L.A. Timothy. 2004.
Cyclooxygenase isozymes: The biology of prostaglandin
synthesis and inhibition. Pharmacol. Rev. 56:387-437.
Donnelly, E.T., N. Mcclure, and S.E.M. Lewis. 2000. Glutathione
and hypotaurine in vitro: Effects on human sperm motility, DNA
integrity and production of reactive oxygen species.
Mutagenesis 15:61-68.
Dyck, M.K., D. Gagne, M. Quellet, J.F. Senechal, E. Belanger, D.
Lacroix, M.A. Sirard, and F. Pothier. 1999. Seminal vesicle
production and secretion of growth hormone into seminal fluid.
Nature Biotechnology 17:87-94.
Eldering, J.A., M.G. Nay, L.M. Hoberg, C. Longcope, and J.A.
McCracken. 1993. Hormonal regulation of endometrial

14

Vol. 6 No. 1, Maret 2012


prostaglandin F2 alpha production during the luteal phase of the
rhesus monkey. Biol. Reprod. 49: 809-815.
Fallon, S. and G. Mary. 1999. Tripping Lightly Down the
Prostaglandin Pathways. Articles Price-Pottenger Nutrition
Foundation. info @price-pottenger org.
Fhilo, M.A.C., M.E. Hofmann, and R. Meneghini. 1984. Cell killing
and DNA damage by hydrogen peroxide are mediated by
intracellular iron. Biochem. J. 218:273-275.
Fleming, H. 1995. Differentiation in human and endometrial cells in
monolayer culture: Dependence on a factor in fetal bovine
serum. J. Cell Biochem. 57:262-270.
Fontana, M., D. Amendola, E.Orsini, A. Boffi, and L. Pecci. 2005.
Oxidation of hypotaurine and cysteine sulfinic acid by
peroxynitrite. Biochem. J. 389:233-240.
Freyberger, A., R. Schnitzler, D. Schiffmann, and G.H. Degen. 1987.
Prostaglandin-H-synthase competent cells derived from ram
seminal vesicles: A tool for studying cooxidation of xenobiotics.
Mol. Toxicol. 1:503-512.
Gonzales, G.F. 2001. Function of seminal vesicles and their role on
male fertility. Asian J. Androl. 3:251-258.
Goff, A.K. 2004. Steroid hormon modulation of prostaglandin
secretion in the ruminant endometrium during the estrous cycle.
Biol. Reprod. 71:11-16.
Gross, T.S., M.C. Lacroix, F.W. Bazer, W.W. Thatcher, J.P. Harney.
1998. Prostaglandin secretion by perifused porcine endometrium:
Further evidence for an endocrine versus exocrine secretion of
prostaglandins. Prostaglandins 35: 327-341.
Guerin, P., E.L. Mouatassim, and Y. Menezo. 2001. Oxidative stress
and protection against reactive oxygen species I the preimplantasion embryo and its surroundings. Hum. Reprod.
7:175-189.
Guerin, P., J. Guillaud, and Y. Menezo. 1995. Hypotaurin in
spermatozoa and genital secretions and its production by oviduct
epithelia cells in vitro. Hum. Reprod. 10:866-872.
Hafez, E.S.E. 2000. Anatomy of Male Reproduction. In
Reproduction in Farm Animals. Hafez, B. and E.S.E. Hafez
(Eds.) 7th ed. Lippincott William & Wilkins, Philadelphia.
Halliwell, B., and J.M.C. Gutteridge. 1999. Free Radicals in Biology
and Medicine. 3rd ed. Oxford University Press, Oxford.
Kieborz, K.R., W.J. Silvia, and L.A. Edgerton. 1991. Changes in
uterine secretion of prostaglandin F2 and luteal secretion of
progesterone in response to oxytocin during the porcine estrous
cycle. Biol. Reprod. 45:950-954.
Leung, S.T., Z. Cheng, E.L. Sheldrick, K. Derecka, A.P.F. Flint, and
D.C. Wathes. 2001. The effect of lipopolysaccharide and
interleukins- 1, -2 and -6 on oxytocin receptor expression and
prostaglandin production in bovine endometrium. Journal of
Endocrinology 168:497-508.
Margolius, H.S., P.V. Halushka, and J.C. Frolich. 1987.
Prostaglandin, Kallikreins and Kinins, and Bartters Syndrome.
In Endocrinology and Metabolism. Felig, P. and L.A. Frohman
(Eds.). 2nd ed. McGraw-Hill Book Company, New York.
Markiewicz, L. and E. Gurpide. 1988. C19 adrenal steroids enhance
prostaglandin F2 alpha output by human endometrium in vitro.
AM. J. Obstet. Gynecol.159:500-504.
Mayes, P.A. 1993. Metabolism of Unsaturated Fatty Acids &
Ecicosanoids. In Biochemistry Harpers. Murray, R.K., D.A.
Bender, K.M. Bothan, P.J. Kennelly, V.W. Rodwell, and P.A.
Well (Eds.). 20th ed. Prentice-Hall International Inc,
Philadelphia.
Miyamoto, Y., D.J. Skarzynski, and K. Okuda. 2000. Is tumor
necrosis factor a trigger for the initiation of endometrial
prostaglandin F2 release at luteolysis in cattle? Biol. Reprod.
62:1109-1115.
Mrsny, R.J., and S. Meizel. 1985. Inhibition of hamster sperm Na+,
K+ -ATPase by taurine and hypotaurine. Life Sciences: 36:271275.
Murray, R. 1993. Red & White Blood Cells. In Biochemistry
Harpers. Murray, R.K., D.A. Bender, K.M. Bothan, P.J.
Kennelly, V.W. Rodwell, and P.A. Well (Eds.). 20th ed. PrenticeHall International Inc, Philadelphia.
Pecci, L., M. Fontana, S. Dupre, M. Costa, and D. Cavallini. 2000.
Hypotaurine and superoxide dismutase protection of enzyme
against inactivation by hydrogen peroxide and peroxidation to
taurine. Adv. Exp. Med. Biol. 483:163-168.

Jurnal Kedokteran Hewan


Shaw, D.W. and J.H. Britt. 2000. In vivo oxytocin release from
microdialyzed bovine corpora lutea during spontaneous and
prostaglandin-induced regression. Biol. Reprod. 62:726-730.
Silvia, W.J., G.S. Lewis, J.A. McCracken, W.W. Thatcher, and L.
Wilson Jr. 1991. Hormonal regulation of uterine secretion of
prostaglandin F2 alpha during luteolysis in ruminants. Biol.
Reprod. 45:655-663.
Simmon, D.L., M.B. Regina, and H.L.A Timothy. 2004.
Cyclooxygenase isozymes: The biology of prostaglandin
synthesis and inhibition. Pharmacol. Rev. 56:387-437.
Skarzynski, D.J., Y. Miyamoto, and K. Okuda. 2000. Production of
prostaglandin F2 by cultured bovine endometrial cells in
response to tumor necrosis factor: cell type specificity and
intracellular mechanism. Biol. Reprod. 62:116-1120.
Tadolini, B., G. Pintus, G.G. Pinna, F. Bennardini, and F. Franconi.

Tjok Gde Oka Pemayun, dkk


1995. Effects of taurine and hypotaurine on lipid peroxidation.
Biochem. Biophys. Res. Commun. 213:820-826.
Technical Reports Series. 1984. Laboratory Training Manual on
Radioimmu-noassay in Animal Reproduction. International
Atomic EnergyAgency, Vienna.
Wikayama, T., J.L. Suto, K. Imamura, Y. Toyoda, M. Kurohmaru,
and Y. Hayashi. 1996. Effect of hypotaurine on in vitro fertilezation and production of term offspring from in vitro-fertilized
ova of the Japanese field vole Microtus montebelli. Biol.
Reprod. 54(3):625-630.
Woclawek-Potocka, I., J.A. Tomas, K. Anna, M.B. Mamadou, S.
Masami, O. Kiyoshi, and J.S. Dariusz. 2005. Phytoestrogens
modulate prostaglandin production in bovine endometrium: Cell
type specificity and intracellular mechanism. Experimental
Biology and Medicine. 230:326-333.

15

Anda mungkin juga menyukai