Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu
exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh
lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat
badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang
diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut
homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan
keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel

dengan

mempertahankan

keseimbangan

cairan.

Ginjal

mempertahankan

keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain
ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan
mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dibentuk dari pembahasan fisiologi cairan dalam tubuh
yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana susunan cairan dalam tubuh?
2. Bagaimana keseimbangan air dan elektrolit?

3. Bagaimana pengaturan volume cairan oleh ginjal?


1.3 Tujuan
Tujuan yang dapat dibentuk dari pembahasan fisiologi cairan dalam tubuh yakni antara
lain sebagai berikut:
1. Supaya susunan dari cairan dalam tubuh dapat diketahui dan ditelaah
2. Untuk mengetahui bagaimana kesemibangan air dal elektrolit dalam tubuh
terpenuhi
3. Untuk mengetahui cara mengatur volume cairan dalam tubuh supaya tidak terjadi
kelebihan atau kekurangan dan berdampak pada kesehatan

BAB II
ISI
2.1 Susunan Cairan Tubuh
Semua cairan tubuh didistribusikan terutama di antara dua kompartmen yaitu cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan interstisial dan plasma
darah.
Ada juga kompartmen cairan lainnya yang kecil yang disebut sebagai cairan transeluler.
Kompartmen ini meliputi cairan dalam rongga sinovia, peritoneum, perikardium, dan
intraokular, serta cairan serebrospinal, cairan-cairan tersebur biasanya dianggap sebagai jenis
cairan ekstraseluler khusus, walaupun pada beberapa kasus, komposisinya dapat sangat
berbeda dengan komposisi plasma atau cairan interstisial. Cairan transeluler seluruhnya
berjumlah sekitar 1 sampai 2 liter.
Rata-rata orang dengan berat 70 kilogram, memiliki total cairan tubuh sekitar 60%
berat badan, atau sekitar 42 liter. Persentase ini dapat berubah, bergantung pada umur, jenis
kelamin, dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase total cairan
tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Hal tersebut adalah sebagian akibat dari
penuaan yang biasanya berhubungan dengan peningkatan persentase lemak tubuh, sehingga
mengurangi persentase cairan dalam tubuh.

Karena wanita pada normalnya mempunyai lemak tubuh lebih banyak dari pria, wanita
mempunyai lebih sedikit cairan daripada pria dengan berat badan yang sebanding. Jadi, bila
kita membahas kompartmen cairan tubuh rata-rata, kita harus menyadari adanya variasi,
bergantung pada umur, jenis kelamin, dan persentase lemak tubuh.
2.1.1 Kompartmen Cairan Intrasel
Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada di dalam 75 triliun sel dan secara keseluruhan
disebut cairan intrasel. Jadi, cairan merupakan 40% dari berat badan total pada orang ratarata.
Cairan masing-masing sel mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai zat,
namun konsentrasi zat-zat ini mirip antara satu sel dengan sel lainnya. Sebenarnya komposisi
cairan sel sangat mirip, bahkan pada hewan yang berbeda, mulai dari mikroorganismepaling
primitif sampai manusia. Oleh sebab itu cairan intraseldari sleuruh sel yang berbeda-beda
dianggap sebagai satu kompartmen cairan yang besar.
2.1.2 Kompartmen Cairan Ekstrasel
Semua cairan di luar sel secara keseluruham disebut cairan ekstrasel. Cairan ini
merupakan 20% dari berat badan atau sekitar 14 liter pada orang dewasa normal dengan berat
badan 70 kilogram. Dua kompartmen terbesar dari cairan ekstrasel adalah cairan interstisial..
yang berjumlah lebih dari tiga perempat bagian cairan ekstrasel, dan plasma, yang berjumlah
hampir seperempat cairan ekstrasel, atau sekitar 3 liter. Plasma dalah bagian darah yang tak
mengandung sel, plasma terus-menerus menukar zat dengan cairan interstisial melalui poripori membran kapiler.
Pori-pori ini bersifat sangat permeable untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan
ekstrasel. kecuali protein. Oleh karena itu, cairan ekstrasel secara konstan terus tercampur,
sehingga plasma dan cairan interstisial mempunyai komposisi yang hampir sama kecuali
untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi di dalam plasma.
2.1.3 Volume Darah
Darah mengandung cairan ekstrasel (cairan dalam plasma) dan cairan intrasel (Cairan
dalam sel darah merah). Akan tetapi, darah dianggap sebagai kompartmen cairan terpisah

karena, darah terkandung dalam ruangnya sendiri, yaitu sistem sirkulasi. Volume darah
khususnya penting untuk mengatur dinamika sistem kardiovaskuler.
Rata-rata volume darah orang dewasa adalah sekitar 7% dari berat tubuh, atau sekitar 5
liter. Sekitar 60% darah berupa plasma dan 40% berupa sel darah merah, namun persentase
ini dapat bervariasi pada masing-masing orang, bergantung pada jenis kelamin, berat badan,
dan faktor lainnya.
2.1.4 Hematokrit (Packed Red Cell)
Hematokrit adalah fraksi darah yang terdiri atas sel darah merah, yang ditentukan
melalui sentrifugasi darah dalam tabung hematokrit sampai sel-sel ini menjadi benar-benar
mempat di bagian bawah tabung. Semua sel darah merah tidak mungkin untuk dimampatkan,
karenanya sekitar 3-4% plasma tetap terjebak di antara sel-sel dan nilai hematokrit yang
sebenarnya hanya sekitar 96% dari nilai hematokrit yang terukur.
Pada pria, nilai hematokrit yang terukur normalnya sekitar 0,40 dan pada wanita 0,36.
Pada anemia berat, hematokrit dapat turun sampai 0,10 yaitu suatu nilai yang hampir tidak
cukup untuk mempertahankan hidup. Sebaliknya, ada beberapa kondisi yang mengakibatkan
terjadinya produksi sel darah merahyang berlebihan, yaitu polisitemia. Pada kondisi tersebut,
nilai hematokrit dapat meningkat sampai 0,65.
2.1.5 Komposisi Ion Plasma Serupa Dengan Komposisi Ion Cairan Interstisial
Komposisi ion plasma serupa dengan komposisi cairan interstisial, karena keduanya
hanya dipisahkan oleh membran kapiler yang sangat permeabel. Perbedaan paling utama
antara kedua kompartmen ini adalah konsentrasi protein dalam plasma yang lebih tinggi,
karena kapiler mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap protein plasma, hanya
sejumlah kecil protein yang masuk ke dalam ruang interstial di kebanyakan jaringan.
Karena efek Donan, konsentrasi ion bermuatan positif (kation) sedikit lebih besar
(sekitar 2%) dalam plasma daripada cairan interstisial. Protein plasma mempunyai muatan
akhir negatif dan karenanya cenderung mengikat kation, seperti ion natrium dan kalium,
sehingga sejumlah kation ini tertahan di dalam plasma bersama dengan protein plasma.
Sebaliknya, konsentrasi ion bermuatan negatif (anion) dalam cairan intertisial cenderung
lebih dtinggi dibandingkan dengan plasma. Karena muatan ngatif protein plasma akan

menolak anion yang bermuatan negatif. Namun, untuk tujuan praktis, konsentrasi ion dalam
cairan interstisial dan plasma dianggap serupa.
Cairan ekstrasel yang meliputi plasma dan cairan interstisial, mengandung sejumlah
besar ion natrium dan klorida, serta ion bikarbonat dalam jumlah yang cukup besar. Namun
cairan ekstrasel hanya sedikit mengandung ion kalium, kalsium, magnesium, fosfat, dan asam
organik.
Komposisi cairan ekstrasel diatur dengan cermat oleh berbagai mekanisme, khususnya
oleh ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap terus terendam dalam cairan yang
mengandung konsentrasi elektrolit dan zat nutrisi yang sesuai untuk fungsi sel yang optimal.
2.1.6 Konstituen Penting Pada Cairan Intrasel

Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membran sel yang sangat
permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar elektrolit dalam
tubuh. Berbeda dengan cairan ekstrasel, cairan intrasel hanya mengandung sejumlah kecil ion
kalium dan ion fosfat ditambah ion magnesium dan ion sulfat dalam jumlah sedang, semua
ion ini memiliki konsentrasi yang rendah di cairan ekstrasel. Sel juga mengandung sejumlah
besar protein, hampir empat kali jumlah protein dalam plasma.
2.2 Pengaturan Pertukaran Cairan Dan Keseimbangan Osmotik Antara Cairan
Ekstrasel Dan Intrasel
Masalah sering kali muncul dalam menangani pasien yang sakit berat adalah
mempertahankan cairan yang kuat pada satu atau dua kompartmen intrasel dan ekstrasel.
Jumlah relatif cairan ekstrasel yang didistribusikan antara plasma dan ruang interstisial
terutama ditentukan oleh keseimbangan daya hidrostatik dan osmotik koloid di sepanjang
membran kapiler.
Sebaliknya distribusi cairan antara kompartmen ekstrasel dan intrasel terutama
ditentukan oleh efek osmotik dari zat terlarut yang lebih sedikit, khususnya natrium klorida
dan elektrolit lain yang bekerja di sepanjang membran sel. Alasan untuk hal ini ialah bahwa
membran sel sangat permeabel terhadap cairan tetapi relatif impermeabel terhadap ion yang
kecil seperti natrium dan klorida. Oleh karena itu, cairan dengan cepat bergerak melintasi
membran sel, sehingga cairan intrasel tetap isotonik terhadap cairan ekstrasel.
Di bagian berikutnya, kita akan membahas mengenau=i hubungan antara volume cairan
intrasel dan ekstrasel serta faktor-faktor osmotik yang dapat dapat menyebabkan perpindahan
cairan antara kedua kompartmen tersebut.
2.2.1 Prinsip Dasar Osmosis Dan Tekanan Osmotik
Osmosis adalah difusi netto cairan yang menyeberangi membran permeabel selektif
dari tempat yang konsentrasi airnya tinggi ke konsentrasi airnya lebih renda. Bila suatu zat
terlarut ditambahkan pada air murni, zat ini akan menurunkan konsentrasi air dalam
campuran. Jadi semakin tinggi konsentrasi zat terlarut dalam suatu larutan, semakin rendah
konsentrasi airnya. Selanjutnya cairna berdifusi dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut

yang rendah (konsentrasi air yang tinggi) ke daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang
tinggi (konsentrasi air yang rendah).
Karena membran sel realtif impermeabel terhadap kebanyakan zat terlarut tapi sangat
permeabel terhadap air (selektif permeabel), maka bila pada salah satu sisi membran sel
konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi, air akan berdifusi melintasi membran menuju daerah
dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi. Jadi, jika suatu zat terlarut seperti natrium
klorida ditambahkan ke dalam cairan ekstrasel, sampai konsentrasi air pada kedua sisi
membran sama. Sebaliknya, jika suatu zat terlarut seperti natrium klorida dikeluarkan dari
cairan ekstrasel, air akan berdifusi dari sel melalui membran sel dan masuk ke dalam sel.
Kecepatan difusi air ini disebut kecepatan osmosis.
2.2.2 Keseimbangan Osmotik Dipertahankan Antara Cairan Intrasel Dan Cairan
Ekstrasel
Dengan perubahan konsentrasi yrelatif kecil pada zat terlarut dalam cairan ekstrasel,
tekanan osmotik yang besar dapat terbentuk di sepanjang membran sel. Untuk setiap gradien
kosentrasi miliosmol suatu zat terlarut impermeabel (zat terlarut yang tidak dapat menembus
membran sel) dihasilkan tekanan osmotik sekitar 19,3 mmHg di sepanjang membran sel. Jika
membran sel terpajan air murni dan osmolaritas cairan intrasel adalah lebih dari 5400 mmHg.
Hal ini memperlihatkan bahwa dibutuhkan daya yang besar untuk memindahkan air agar
dapat melintasi membran sel bila cairan intrasel dan ekstrasel tidak berada dalam
keseimbangan osmotik. Akibat daya itu, perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi zat
terlarut impermeabel dalam cairan ekstrasel sudah dapat menyebabkan perubahan besar pada
volume sel.
2.2.2.1 Cairan Isotonik, Hipotonik, dan Hipertonik
Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat terlarut impermeabel yang
mempunyai osmolaritas 282mOsm/liter, sel tidak akan mengkerut atau membengkak karena
konsentrasi air dalam cairan intrasel dan ekstrasel adalah sama dan zat terlarut tidak dapat
masuk atau keluar dari sel. ;arutan seperti ini disebut Isotonik karena tidak menimbulkan
pengerutan maupun pembengkakan sel. Contoh larutan isotonik meliputi larutan0,9 persen
natrium klorida atau larutan glukosa 5 persen. Larutan-larutan ini penting dalam pengobatan
secara klinis karena dapat diinfus ke dalam darah tanpa adanya bahaya yang mengancam
keseimbangan osmotik antara cairans intrasel dan ekstrasel.

Jika sebuah sel diletakkan di cairan hipotonik yang mempunyai konsentrasi zat terlarut
impermeabel lebih rendah (kurang dari 282 mOsm/liter), air akan berdifusi ke dalam sel dan
menyebabkan sel membengkak, air akan terus berdifusi ke dalam sel, yang akan
mengencerkan cairan intrasel dan juga memekatkan cairan ekstrasel sampai kedua larutan
mempunyai osmolaritas yang sama. Larutan natrium klorida dengan konsentrasi kurang dari
0,9 persen bersifat hipotonik dan menyebabkan pembengkakan sel.
Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipertonik yang mempunyai konsentrasi zat
terlarut impermeabel yang lebih tinggi, air akan mengalir keluar dari sel ke dalam cairan
ekstrasel. Dalam hal ini sela kaan mengkerut sampai kedua konsentrasi menjadi sama.
Larutan natrium klorida yang lebih besar dari 0,9% bersifat hipertonik.
2.2.2.2 Cairan Isosmotik, Hiperosmotik, dan Hipoosmotik
Istilah Isotonik, Hipotonik, dan Hipertonik merujuk pada dapat-tidaknya suatu larutan
menyebabkan perubahan volume sel. Kekentalan larutan bergantung pada konsentrasi zat
terlarut impermeabel. Namun, beberapa zat terlarut dapat menembus membran sel. Larutan
dengan osmolaritas yang sama dengan sel disebut isosmotik, tanpa memperhatikan zat
terlarut tersebut dapat menembus membran sel atau tidak.
Istilah hipersmotik dan hipo-osmotik secara berturut-turut merujuk pada laurtan yang
mempunyai osmolaritas lebih tinggi atau lebih rendah, dibandingkan dengan cairan ekstrasel
normal tanpa memperhatikan kemampuan zat terlarut tersebut untuk menembus membran sel.
Zat-zat yang sangat permeabel, seperti ureum dapat menyebabkan pergeseran sementara
volume cairan antara cairan intrasel dan ekstrasel tetapi memberikan cukup waktu sampai
akhirnya konsentrasi zat-zat ini menjadi sama pada kedua kompartmen dan memberi sedikit
efek pada volume intrasel dalam keadaan mantap.
2.2.2.3 Keseimbangan Osmotik Antara Cairan Intrasel dan Ekstrasel Dicapai
Dengan Cepat
Perpindahan atau yang melintasi membran sel terjadi sedemikian cepat sehingga setiap
perbedaan osmolaritas antara kedua kompartmen unu biasanya akan dikoreksi dalam waktu
beberapa detik, atau umumnya dalam beberapa menit. Pergerakan air yang cepat ini tidak
berarti bahwa keseimbangan lengkap yang terjadi antara kompartmen ekstrasel dan intrasel di
seluruh tubuh, timbul dalam waktu yang singkat secara bersamaan. Alasannya adalah bahwa
cairan biasanya memasuki tubuh melalui usus dan harus ditransportasi oleh darah ke seluruh

jaringan sebelum terjadi keseimbangan osmotik lengkap. Biasnya dibutuhkan waktu 30 menit
sebelum tercpainya keseimbangan osmotik di seluruh tubuh setelah minum air.
2.2.3 Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstrasel.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan.
semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah
konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi
solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak
ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak
merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini
bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:

Perubahan osmolaritas di nefron

Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang
pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara
keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus
proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable
terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa
recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.

Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air.
Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada
tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di
keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).

Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)

peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di


hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis
vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan
berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di
duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks
duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke
vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas
cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk
perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.
2.2.4 Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit
diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus
karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium.
Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan
tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.

perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain
yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu
lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
2.2.5 Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan
tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35
dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari
aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke
cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat.
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme
lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:

1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk


perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah

akinat

rangsangan

pada

kemoreseptor

dan

pusat

pernafasan,

kemudian

mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal


mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
2.3 Pengaturan Volume Cairan Tubuh Dan Tekanan Arteri
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka
panjang.

Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk
mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi
karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan
lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange,
pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange,
pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di
kapiler ginjal.

Memeperhatikan

keseimbangan

garam.

Seperti

halnya

keseimbangan

air,

keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan
keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan
jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi,

seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari
kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk
mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
1. mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2. mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol
tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi
Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga
meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain
sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon
atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium
jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium
dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah
kembali normal.
Pengaruh peningkatan tekanan darah untuk meningkatkan keluaran urin adalah bagian
dari sistem umpan balik yang bekerja untuk mempertahankan asupan dan keluaran cairan.
Mekanisme ini sama seperti mekanisme yang dibahas sebelumnya yakni untuk pengaturan
tekanan arteri. Volume cairan ekstrasel, volume darah, curah jantung, tekanan arteri dan
keluaran urin semuanya dikontrol pada saat yang bersamaan sebagai bagian terpisah dari
mekanisme umpan balik dasar ini.
Selama terjadi perubahan pada asupan natrium dan cairan, mekanisme umpan balik ini
membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan memperkecil perubahan volume darah,
volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri sebagai berikut:
1. Peningkatan asupan cairan (dianggap bahwa natrium menyertai asupan cairan) di atas
batas keluaran urin menyebabkan pengumpulan cairan yang sementara di dalam
tubuh.
2. Selama asupan cairan melalui keluaran urin, cairan berkumpul dalam darah dan ruang
interstisial, menyebabkan peningkatan yang sama pada volume darah dan volume

cairan ekstrasel. Seperti akan dibahas kemudian, peningkatan yang sebenarnya dari
variabel-variabel ini biasanya kecil karena efektifitas umpan balik ini.
3. Peningkatan volume darah meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata.
4. Peningkatan pengisian sirkulasi rata-rata meningkatkan gradien tekanan untuk aliran
balik vena.
5. Peningkatan gradien tekanan untuk aliran balik vena meningkatkan curah jantung
6. Peningkatan curah jantung meningkatkan tekanan arteri.
7. Peningkatan tekanan arteri meningkatkan keluaran urin melalui diuresis tekanan.
Kecuraman hubungan natriuresis tekanan yang normal menunjukkan bahwa hanya
dibutuhkan peningkatan tekanan darah sedikit saja untuk meningkatkan ekskresi urin
menjadi beberapa kali lipat.
8. Peningkatan ekskresi cairan mengimbangi peningkatan asupan, dan mecegah
pengumpulan cairan lebih jauh.

Jadi mekanisme umpan balik cairan tubuh-ginjal bekerja untuk mencegah pengumpulan
garam dan air yang terus menerus dalam tubuh selama terjadi peningkatan asupan garam dan
air. Selama ginjal berfungsi normal dan mekanisme diuresis tekanan bekerja secara efektif,
perubahan besar pada asupan garam dan air dapat disesuaikan hanya dengan sedikit volume
darah, volume cairan ekstrasel, curah jantung dan tekanan arteri.
Bila asupan cairan menurun di bawah normal, terjadi rangkaian kejadian yang
berlawanan. Pada kasus ini, ada kecenderungan terjadi penurunan volume darah dan volume
cairan ekstrasel juga penurunan tekanan arteri. Bahkan penurunan tekanan darah yang kecil
sekalipun dapat menyebabkan penurunan keluaran urin yang besar, dengan demikian sekali
lagi membuat keseimbangan cairan dapat dipertahankan melalui perubahan tekanan darah,
volume darah atau volume cairan ekstrasel yang minimal. Efektifitas mekanisme ini dapat
ditunjukkan pada gambar di bawah ini yang menunjukkan bahwa perubahan volume darah
hampir tidak kentara walaupun tejadi variasi asupan air dan elektrolit yang besar setiap
harinya kecuali, bila asupan menjadi sangat rendah sehingga tidak cukup untuk menggantikan
kehilangan cairan yang disebabkan oleh evaporasi atau kehilangan yang tidak terliah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai