Anda di halaman 1dari 4

8

Galeri Foto

Edisi I, 11 November 2014

WARTA SIDANG RAYA XVI PGI

Pandu Tulang Punggung Sidang Raya


Ada lebih dari 160 pandu yang bertugas di
seluruh Nias untuk Sidang Raya XVI. Untuk
PRPG, ada 60 pandu. Sebanyak 35 orang berasal
dari pandu lokal Nias Barat dibantu pandu PGI
pusat 25 orang.

Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya

Mereka bekerja keras untuk memastikan acaraacara berjalan lancar.

Prosesi Ibadah Pertemuan Raya


Perempuan Gereja
Prosesi pada Sabtu (8/11) menegaskan bahwa
gereja berkomitmen untuk menangani dan
mencegah kekerasan dan eksploitasi kepada
anak.

Gereja Sahabat Alam


Buku-buku teknis untuk hidup yang ramah
dengan alam dibagikan kepada seluruh gereja
peserta Pertemuan Raya Perempuan Gereja.

aAhowu! Selamat datang di Kepulauan Nias yang indah! Sepanjang Sidang Raya
XVI PGI, yang berlangsung mulai hari ini sampai Senin, 17 November nanti, Anda
akan sering mendengar seruan penuh persahabatan itu. Maknanya, lebih kurang,
sama dengan Halo, atau Horas! di Batak. Sebuah sapaan akrab.

Nias memang menawarkan keindahan alam, sekaligus keramahan penduduknya. Tetapi


pulau ini juga rawan bencana. Ketika tsunami dahsyat menghantam Aceh, bagian Barat Nias
ikut dilanda gelombang tinggi. Lalu tanggal 28 Maret 2005 gempa dahsyat memporakporandakan Nias dan menewaskan sedikitnya 638 jiwa. Konon, gempa itu disebut gempat
terkuat kedua di dunia!
Harapan pun pupus. Bahkan sempat terdengar isu bahwa Nias akan tenggelam. Namun,
pasca-gempa, perlahan-lahan Nias bangkit. Kehidupan kembali normal. Bagi orang beriman,
itu merupakan tanda jelas bahwa Allah Sumber Kehidupan tidak pernah meninggalkan umatNya.

Penerbit: Biro Litkom PGI.


Penanggungjawab: Henrek Lokra (Kabiro Litkom)
Redaksi: Rainy Hutabarat (Editor), Jeirry Sumampouw Trisno Sutanto, Vesto P. Magany, Markus Saragih, Bayu
Probo, dan Prasasta Widiadi.
Didukung oleh Berita Oikoumene, YAKOMA-PGI dan satuharapan.com

Pengalaman itulah yang menjadi inspirasi


Sidang Raya XVI PGI, dengan mengambil
tema Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera
Raya (Mzm 71:20b). Selama seminggu
pesta iman berlangsung, gereja-gereja
anggota PGI di seluruh Indonesia, beserta
(Bersambung ke hlm 6)

Dari redaksi
Laporan Utama
Opini
Serba-Serbi
Foto-foto

1
2
4
6
8

Laporan Utama

Sekilas Sidang Raya XVI

Edisi I, 11 November 2014

Masyarakat Nias Dukung SR XVI PGI


Sebab itu, melalui kegiatan Sidang Raya ini
dia berharap akan memberi dampak positif
bagi perkembangan dan kemajuan Nias.
Pesan saya kepada peserta selama ada di
sini nikmatilah keindahan Nias secara
langsung, dan kemudian undang para
investor untuk membangun daerah ini,
imbuhnya.
Sokhiatulo berharap pelaksanaan SR dapat
berjalan lancar, dan menghasilkan keputusankeputusan strategis bagi umat Kristen di
seluruh Indonesia.

Menpora Imam Nahrowi saat pembukaan PRPG, 5 Nov 2014 di Sirombu, Nias Barat

GUNUNGSITOLI Persekutuan Gerejagereja Indonesia selama ini mengawal pergerakan ge-reja di Indonesia dengan
melaksanakan Sidang Raya yang digelar setiap lima tahun sekali di berbagai tempat yang
berbeda-beda.
Pengertian Sidang Raya menurut Tata Dasar
PGI pasal 12 dan 19 serta Tata Rumah Tangga PGI Bab V, Pasal 9, 11, dan 14 adalah
sumber pengambilan keputusan tertinggi dalam Persekutuan Gereja-gereja Indonesia.
Apabila kita melihat awal berdirinya, maka
Manifesto Dewan Gereja Indonesia yang
ditetapkan 25 Mei 1950 menegaskan PGI
(yang kala itu masih bernama DGI) berusaha
menjadi acuan bagi gereja yang ada di seluruh Indonesia. Manifesto tersebut memperlihatkan Dewan Gereja-gereja Indonesia

merupakan bentuk keesaan awal gerejagereja di Indonesia. Gereja-gereja tidak harus


menjadi nomor satu melainkan berlombalomba mewujudkan misi yang sama, dan
dengan itu menemukan keesaannya..
Dalam perjalanan sejarahnya, pada Sidang
Raya X di Ambon tahun 1984, nama Dewan
Gereja-gereja di Indonesia diubah menjadi
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Pergantian nama itu mengandung perubahan
makna. Persekutuan adalah bahasa Alkitab,
yang menyentuh segi eksistensial, internal
dan spiritual dari kebersamaan umat Kristiani.
Kata "persekutuan" ini lebih mengedepankan
keterikatan lahir dan batin antar gereja anggota.
PRPG dan PRPrG
Sudah menjadi kebiasaan, sebelum Sidang

GUNUNGSITOLI, Perhelatan Sidang Raya


(SR) XVI PGI di Nias tidak hanya pekerjaan
bagi umat Kristen tetapi semua elemen
masyarakat di Nias. Sebab itu, dukungan
penuh diberikan agar pelakasanaannya dapat
berjalan dengan baik.

Pada kesempatan itu, dia juga menyampaikan


terima kasih kepada seluruh gereja-gereja
anggota PGI yang telah mempercayakan Nias
menjadi tuan rumah dari kegiatan
limatahunan dari PGI ini.

Pasti ada kekurangan dan kelemahan dalam


pelaksanaan acara ini. Biarlah yang baik bisa
Seperti yang disampaikan Bupati Nias Drs.
dijadikan contoh, tetapi yang tidak baik jangan
Sokhiatulo Laoli MM, kepada Tim Media SR di dicontoh, ditinggalkan saja jangan sampai
Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera
melewati laut. Selain itu kami berharap karena
Utara.
Nias sebagai tempat pelaksanaan Sidang
Raya kiranya ada wakil dari Nias yang bisa
Meskipun ini event keagamaan umat Kristen
masuk dalam struktur pengurus pusat PGI,
bukan berarti hanya umat Kristen saja, atau
ujarnya sambil tersenyum.
hanya 4 sinode yang ada di Nias, tetapi dari
agama lain juga sangat mendukungnya,
termasuk pemerintah daerah. Inilah wujud
kesatuan dan kebersamaan dari seluruh
Yaahowu
masyarakat Nias, katanya.
Bicara kondisi Nias, dia mengakui daerahnya
masih dalam pembenahan di berbagai sektor.
Namun demikian menurutnya potensi yang
ada di Nias sangat besar, baik potensi alam,
pariwisata, budaya dan lainnya, yang jika
dikembangkan tidak kalah dengan daerah
wisata lainnya seperti Bali dan tempat-tempat
wisata lainnya yang ada di Indonesia ini.

Selamat Datang Seluruh Peserta


Sidang Raya XVI PGI
Bupati Nias
Drs. Sokhiatulo Laoli, M.M.

Serba-Serbi

20 Bis DAMRI untuk Sidang Raya XVI

GUNUNGSITOLI Sebagai wujud dukungan


Departemen Perhubungan (DEPHUB) Republik Indonesia terhadap pelaksanaan
Sidang Raya XVI PGI, 11-18 November 2014
di Nias, Sumatera Utara, lembaga tersebut
telah menyiapkan 20 bis DAMRI sebagai sarana transportasi.

bawa ke Nias Barat karena medannya sangat


berat, tapi kalau Nias Selatan boleh lah,
ujarnya dengan logat Batak yang kental.

Sebenarnya tidak hanya DAMRI, ada juga


kendaraan mini bis seperti Avanza, Cenia,
dan Innova yang disiapkan oleh panitia guna
mendukung Sidang Raya XVI PGI untuk
transportasi yang memang akan sangat dibuBis tersebut, menurut Marwan, salah satu
pengemudi bis DAMRI yang sehari-hari bertu- tuhkan oleh seluruh peserta Sidang Raya.
gas di Bandara Kualanamu, sebanyak 15 bis
Semoga dukungan ini semakin menyemangadidatangkan dari Medan, sedangkan sisanya
ti para peserta Sidang Raya untuk dapat
dari Jakarta.
menelorkan segala sesuatu yang betul-betul
bermanfaat bagi gereja, masyarakat dan
Dari Jakarta bis DAMRI-nya warna silver,
kalau yang biru dari Medan. Tapi kalau aku
bangsa. (MS/Pras)
lihat yang silver itu tidak kuat tenaganya di

ditampilkan rangkaian refleksi tentang makna


mitra dan gereja-gereja lain, akan merayakan Sidang Raya itu untuk kita.
tangan pemeliharaan Allah Kehidupan.
Mari kita mensyukuri keindahan alam Nias
Media ini juga akan hadir setiap hari untuk
dan keramahan penduduknya, sembari
ikut memeriahkan pesta iman tersebut. Di
merenungkan ulang tugas panggilan bersama
dalamnya, selain berita Sidang Raya, juga
kita sebagai gereja-Nya. YaAhowu!
(Dari hlm 1)

Edisi I, 11 November 2014

Raya digelar, akan selalu didahului oleh dua


pertemuan raya pra-Sidang Raya yang melibatkan para pemuda dan perempuan. PRPG
atau Pertemuan Raya Pemuda Gereja merupakan pertemuan para pemuda utusan seluruh gereja yang menjadi anggota PGI.

Nias Barat, dimulai peresmian PRPG yang


dilakukan bersama oleh Menteri Pemuda dan
Olah Raga (Menpora) Republik Indonesia,
Imam Nahrawi, Sekretaris Umum PGI,
Gomar Gultom, dan Ephorus Majelis Sinode
ONKP, Pdt. Drs. Fatieli Gulo.

Sama seperti PRPG, kaum perempuan juga


memiliki agenda Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG). PRPrG merupakan ruang saling berbagi, mendengarkan, dan
merumuskan suara perempuan dalam menyikapi seluruh persoalan yang muncul di
tengah masyarakat dari sudut pandang serta
pengalaman perempuan.

Seluruh rangkaian kegiatan ditutup dengan


Pagelaran Budaya Nusantara di tempat sama
pada Sabtu (8/11) di Pantai Sirombu. Atraksi
budaya itu menandai panitia PRPG ingin
menghormati budaya setempat atau kearifan
lokal. Penutupan PRPG antara lain dihadiri
oleh Bupati dan wakil Nias Barat, Aroziduhu
Gulo dan Hermit Hia, S.IP, Bupati Simalungun, J.R. Saragih, dan Wali Kota Manado
Vicky Lumentut.

Saat ini terdapat 88 Sinode gereja yang bernaung di bawah PGI dan akan terus bertambah. PGI juga memiliki MPH yang terdapat di 27 wilayah.

Lain lagi pembukaan PRPrG Rabu (5/11) di


Teluk Dalam, Nias Selatan. Sejak pagi
masyarakat dari berbagai lapisan dengan
Kegiatan sehari-hari PGI ditangani oleh
semangat sudah berbondong-bondong
"Majelis Pekerja Harian" yang terdiri atas Ketmenuju lapangan Orurusa. Dominasi baju
ua Umum, beberapa ketua, Sekretaris Umum,
warna kuning dan merah dikenakan oleh penWakil Sekretaris Umum, Bendahara, dan
dukung acara, peserta sidang, serta suasana
Wakil Bendahara, serta sejumlah anggota.
panggung menambah cerahnya suasana
Periode 2009-2014, Ketua Umum PGI dijabat pembukaan Pertemuan Raya Perempuan.
kembali oleh Pdt. Dr. A.A. Yewangoe dari
Peserta dan warga setempat dengan semanGereja Kristen Sumba yang terpilih kembali,
gat menyambut acara ini karena pertemuan
sementara jabatan Sekretaris Umum diseperti ini jarang terjadi di Teluk Dalam. Mapegang oleh Pdt. Dr. Gomar Gultom, M.Th
lah menurut panitia, belum tentu dalam waktu
dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
100 tahun mendatang acara serupa akan diDalam menjalankan roda organisasinya, MPH gelar di Teluk Dalam. Pembukaan PRPrG
dihadiri oleh Bupati Teluk Dalam, Idealisman
PGI dibantu oleh sejumlah Departemen dan
Dachi, Ketua PGI, Pejabat Pemerintah, pemBidang, yaitu Departemen Perempuan &
Anak, Departemen Pemuda dan Remaja, Bi- impin gereja dan warga masyarakat.
dang Koinonia, Bidang Marturia, dan Bidang
Setelah beberapa hari berdiskusi intensif,
Diakonia. Selain itu ada pula Biro Penilitian
bahkan kadang sampai subuh, akhirnya
dan Komunikasi (Litkom) dan Biro Papua.
PRPrG ditutup pada Sabtu (8/11) di gereja
BNKP resor Yohanes, dengan menampilkan
kekayaan budaya Nias. Rekomendasi kedua
PRPG dan PRPrG 2014
pertemuan itu akan menjadi masukan bagi
Pada hari Rabu (5/11) lalu, baik PRPG mau- Sidang Raya kali ini.
pun PRPrG 2014 resmi dibuka. Di Sirombu,
(Pras, MS, Retno)

Opini

Merawat Visi Oikoumene

Pertemuan Peserta PRPrG, Jumat (6/11) dengan anggota Yayasan Hanna Gemilang. (By)
Oleh: Trisno Sutanto

ajah gerakan oikoumene memang sedang mengalami perubahan mendasar. Dalam tulisan
yang lalu, saya menggambarkan
perubahan itu lewat pergeseran demografis
dan geografis kekristenan global dari Utara ke
Selatan. Tetapi, jika dicermati dari sejarahnya, gagasan tentang oikoumene itu
sendiri sudah mengalami perubahan dan perluasan makna.

cakrawala guna memahami misi Allah (missio


Dei) untuk memperdamaikan segala sesuatu
dengan Allah (bdk. Kol 1:20) yang mencakup
seluruh semesta.

Umumnya orang memakai pembabakan sejarah perluasan makna itu begini: Pertama,
dari Konferensi Misi di Edinburgh 1910 sampai Pembentukan DGD (Dewan Gereja seDunia) di Amsterdam 1948 yang mencerminkan penemuan-kembali makna gereja
sedunia sebagai konsekuensi tak terelakkan
Walau awalnya istilah oikoumenikos hanya
dari pengabaran Injil ke seluruh dunia. Kedua,
sekadar penanda locus tertentu seluruh
dari 1948 sampai Sidang Raya IV DGD di
wilayah kekaisaran Romawi pada abad pertama Masehi, atau seluruh dunia yang didia- Uppsala 1968 yang mencerminkan
penemuan-kembali makna dunia. Dan
mi yang waktu itu dikenal namun, ketika
akhirnya, ketiga, dari 1968 sampai sekarang
ditemukan kembali dalam konferensi misi di
Edinburgh tahun 1910, istilah tersebut mem- yang mencerminkan penemuan-kembali
peroleh vitalitas mengagumkan. Di situ istilah jaring-jaring kehidupan (web of life) yang
oikoumene menandai visi gerakan yang mu- melingkupi seluruh semesta.
lanya terbatas pada upaya-upaya penyatuan
Setiap babakan historis itu sekaligus
gereja, namun kini berkembang menjadi
mengajukan pertanyaan krusial yang men-

Edisi I, 11 November 2014

cerminkan tidak saja meluasnya kesadaran,


namun sekaligus juga dinamika oikumene
sebagai gerakan. Jika pada babakan pertama
orang dituntun untuk menemukan apa makna gereja, dan pada babakan kedua
menemukan untuk apa gereja ada, dalam
konteks babakan terakhir muncul kesadaran
planeter di mana seluruh ciptaan merupakan
wujud daya kreatif penciptaan dan penebusan
Allah, dan karena itu segalanya terikat dalam
jaring-jaring kehidupan.
Tentu saja, kesadaran planeter ini menggugat
seluruh konstruk dan matriks bahasa teologis,
yakni cara kita sebagai umat beriman melihat
dan memaknai pengalaman iman, serta tugas
dan tanggungjawabnya. Yang jelas, dalam
kesadaran baru ini gereja sebagai institusi
tidak lagi menempati posisi sentral, melainkan
menjadi hanya salah satu peserta dari arakarakan oikumenis yang melingkupi seluruh
ciptaan. Tetapi, pada saat bersamaan, kita
juga dapat mengatakan bahwa kesadaran
planeter tersebut, yang dewasa ini makin
menguat seiring dengan revolusi teknologi
transportasi dan komunikasi, menantang kita
untuk merumuskan ulang makna gereja.
Sayangnya dalam konteks menggereja di
Indonesia, sejauh amatan saya yang
terbatas, hampir tidak ada percakapan teologis dan serius mengenai visi oikumene sebagai gerakan. Ketika istilah 'oikumene' disebut, orang cenderung, dengan cepat, mereduksikannya sebagai percakapan soal-soal
teknis birokratis, seperti jadwal pertukaran
mimbar, perjamuan kudus bersama, atestasi,
pemberkatan nikah, dan sejenisnya. Juga
pertarungan memilih Ketua Umum PGI yang
baru. Suatu percakapan teknis birokratis yang
tercerabut sama sekali dari pemahaman tentang makna kehadiran gereja, sebagai paguyuban umat beriman yang sedang berarak,
dan sekaligus tugas dan panggilannya.
Percakapan teknis semacam itu lama-lama

akan membuat gereja, meminjam istilah alm.


Pdt. Eka Darmaputera, mengalami
'insignifikansi internal', tak lagi mampu memberi makna pada kehidupan jemaat, maupun
'irrelevansi eksternal', tak lagi gayut dengan
persoalan-persoalan masyarakat di mana
gereja ada. Dan ini, pada giliranya, makin
menambah parah kelumpuhan dan kebuntuan yang dialami. Situasi itu membuat Eka,
pada Seminar Agama-Agama ke XX di Salatiga, September 2000, pernah melontarkan
kritik tajam tentang kebuntuan gerakan oikoumene, dan bahkan mengajukan usul
mengejutkan untuk mencabut hak PGI sebagai pemegang hak monopoli atas gerakan
oikumene di Indonesia!
Setiap kali Sidang Raya PGI berlangsung,
kalimat-kalimat tajam Eka itu kembali terngiang. Soalnya Sidang Raya kerap kali hanya
menjadi ajang kasak-kusuk, intrik dan lobi,
untuk menentukan siapa Ketua Umum PGI
yang baru. Bahkan tidak jarang terjadi, kasakkusuk itu tidak kalah ramai dengan pertarungan di partai-partai politik. Lobi-lobi berlangsung seru sampai menit terakhir sebelum
pemilihan. Karenanya, banyak Ketua Sinode
yang menjadi peserta sidang tidak lupa
mengantongi cap stempel guna memberi rekomendasi di menit terakhir.
Apakah Sidang Raya XVI PGI di Nias juga
akan terjebak menjadi ajang kasak-kusuk itu?
Atau mampu mendorong percakapan serius
tentang visi oikoumene sebagai gerakan yang
makin meluas, tidak hanya melibatkan mereka yang beragama lain, tetapi bahkan seluruh
ciptaan sebagai rumah tangga Allah sendiri?
Tentu hasilnya masih harus dicermati.

Penulis adalah Koordinator Penelitian Biro Litkom-PGI,


Jakarta
Artikel ini juga diakses di www.satuharapan.com

Anda mungkin juga menyukai