Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Dokter Kecil
II.1.1 Definisi
Dokter kecil adalah peserta didik (siswa sekolah) yang
memenuhi kriteria dan telah dilatih untuk ikut melaksanakan
sebagain usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap
diri sendiri, teman, keluarga dan lingkungannya. (Sumijatun, 2005)
II.1.2 Tujuan program dokter kecil
Program dokter kecil mempunyai dua tujuan yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya yaitu meningkatkan
partisipasi peserta didik dalam program Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS). Sedangkan tujuan khususnya yaitu agar peserta didik dapat
menjadi

penggerak

hidup

sehat

di

sekolah,

rumah

dan

lingkungannya, agar peserta didik dapat menolong dirinya sendiri,


teman, keluarga dan lingkungannya.
II.1.3 Kriteria dokter kecil
Kriteria dokter kecil yaitu siswa kelas 4 atau 5 Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan belum pernah mendapat pelatihan
Dokter Kecil sebelumnya, berprestasi di sekolah, berbadan sehat,
berwatak pemimpin dan bertanggung jawab, berpenampilan bersih
dan berperilaku sehat, berbudi pekerti baik dan suka menolong,
mendapat izin dari orang tua siswa.
II.1.4 Tugas dan kewajiban dokter kecil
Tugas dan kewajiban dokter kecil yaitu, selalu bersikap dan
berperilaku sehat sehingga dapat menjadi contoh bagi temantemannya, dapat menggerakkan sesama teman untuk bersama-sama
menjalankan usaha kesehatan terhadap dirinya masing-masing,
berusaha bagi tercapainya kesehatan lingkungan yang baik di
sekolah dan di rumah, membantu guru dan petugas kesehatan pada
waktu pelaksanaan pelayanan kesehatan di sekolah, berperan aktif

pada kegiatan-kegiatan dalam rangka upaya peningkatan kesehatan


di sekolah, misal: Pekan Kebersihan, Pekan Gizi, Pekan
Penimbangan berat badan dan tinggi badan, Pekan Kesehatan Gizi,
Pekan Kesehatan Mata, dll.
II.1.5 Kegiatan dokter kecil
1. Promosi Kesehatan
a. Menggerakkan

dan

membimbing

teman

dalam

melaksanakan: pengamatan kebersihan dan kesehatan


pribadi, pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan dan
penyuluhan kesehatan.
b. Pengamatan kebersihan Ruang UKS, warung sekolah dan
lingkungan sekolah, contoh: kebersihan ruang kelas dan
perlengkaKpannya, kebersihan halaman sekolah, tempat
suci, WC, kamar mandi, persediaan air bersih, tempat
sampah,

saluran

pembuangan,

termasuk

upaya

pemberantasan sarang nyamuk (PSN).


2. Pelayanan Kesehatan
a. Membantu petugas kesehatan melaksanakan pelayanan
kesehatan di sekolah, antara lain: distribusi obat cacing,
vitamin, dll; Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K),
Pertolongan Pertama Pada Penyakit (P3P).
b. Memperoleh

pembekalan

materi

pelatihan,

misal:

pengenalan tanda-tanda penyakit, kesehatan lingkungan, dll


c. Pencatatan dan pelaporan, antara lain: pencatatan dan
pelaporan kegiatan dalam Buku Harian Dokter Kecil.
d. Melaporkan hal-hal khusus yang ditemuinya kepada guru
UKS/Kepala Sekolah/guru yang ditunjuk.
II.1.6 Manfaat dokter kecil
Manfaat dokter kecil bagi dokter kecil itu sendiri yaitu
meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan
sehat, memiliki ketrampilan dalam upaya pelayanan kesehatan
sederhana, bertindak sebagai teladan, penggerak dan pendorong

hidup sehat bagi kawan-kawannya, memiliki rasa kepedulian


sosial. Bagi peserta didik lainnya yaitu ikut tergerak dan terbiasa
berperilaku hidup bersih dan sehat.
Bagi guru di sekolah manfaat adanya dokter kecil yaitu
untuk meningkatkan kerjasama antara guru dengan orang tua murid
dan petugas kesehatan dalam meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat di lingkungan sekolah, sedangkan bagi orang tua didik
dapat meningkatkan kesadaran orang tua dalam berperilaku hidup
bersih dan sehat bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya serta
mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan peningkatan
kesehatan anak sekolah. Manfaatnya bagi masyarakat agar
masyarakat tergerak untuk hidup bersih dan sehat dan akhirnya
akan berdampak pada meningkatnya kualitas lingkungan hidup
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
II.1.7 Kurikulum pelatihan dokter kecil
Sasaran pelatihan Program Dokter kecil yaitu peserta didik
(siswa) Sekolah Dasar kelas 4 dan 5 dengan jumlah 10-20 orang.
Setelah mengikuti pelatihan maka peserta didik akan memahami
program UKS dan Dokter Kecil, bersikap dan berperilaku sehat,
menggerakkan dan membimbing teman dalam melaksanakan
pengamatan kebersihan, kesehatan pribadi dan penyuluhan
kesehatan, membantu petugas kesehatan melaksanakan pelayanan
kesehatan di sekolah, melakukan pengenalan tanda-tanda penyakit,
kesehatan lingkungan, melakukan pengamatan kebersihan di
sekolah, membuat laporan kegiatan Dokter Kecil, mengetahui halhal khusus apa saja yang perlu dilaporkan kepada guru
UKS/Kepala Sekolah/guru yang ditunjuk.
Pelatihan dokter kecil mempunyai tujuan umum yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta membangun
sikap positif peserta didik dalam pelaksanaan upaya program
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan tujuan khusus untuk

membentuk peserta didik menjadi dokter kecil yang memiliki


kompetensi khusus (seperti telah diuraikan di bagian atas).
Materi pelatihan dokter kecil meliputi materi dasar program
UKS dan program dokter kecil, dengan materi inti : kesehatan
lingkungan, pencegahan penyakit menular, kesehatan gigi dan
mulut,

kesehatan

indera

penglihatan,

kesehatan

indera

pendengaran, imunisasi dan Gizi, pertolongan Pertama Pada


Kecelakaan (P3K), NAPZA, pemeriksaan kesehatan peserta dan
materi penunjang untuk membangun komitmen belajar siswa.
Metode dan proses pelatihan dokter kecil terdiri dari tiga
tahap yaitu tahap pencairan, tahap pembekalan materi, dan tahap
konsolidasi. Tahap pencairan yaitu tahap sebelum pelatihan
dimulai. Proses pencairan dilakukan menggunakan metode
dinamika kelompok dimana para pelaksana, pelatih dan peserta
pelatihan berkumpul di suatu ruangan untuk saling berkenalan,
mengisi kuesioner (misalnya mengenai hal-hal yang disukai, tidak
disukai, harapan, kekhawatiran, dll), membuat permainan, dst.
Tujuannya untuk: membangun komitmen belajar agar peserta siap
mengikuti pelatihan, membuat kesepakatan tentang norma yang
akan dipakai selama pelatihan dan membuat kontrak belajar.
Pada tahap pembekalan materi, peserta didik dibekali
pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan kegiatan Dokter
Kecil.

Materi

yang

diberikan

lebih

dititikberatkan

pada

peningkatan pemahaman peserta didik tentang berbagai faktor


penyebab penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama.
Teknik penyampaian dalam pembekalan materi menggunakan
metode ceramah diikuti tanya jawab, diskusi kelompok dan studi
kasus.
Dilanjutkan dengan tahap konsolidasi yang merupakan
tahap internalisasi komprehensif dari pengetahuan dan ketrampilan
yang diterima pada tahap pembekalan. Pada tahap ini peserta didik
diberikan tugas untuk menanggulangi 'kasus', menyusun rencana

kegiatan pencegahan dan menanggulangi masalah kesehatan di


lingkungan sekolah.
Di dalam penyelenggaraan pelatihan dokter kecil yang
terlibat adalah tim Pembina UKS tingkat Kabupaten/Kecamatan
dan Tim Pelaksana UKS, dipimpin oleh Dokter Puskesmas sebagai
pelaksana. Perencanaan pelatihan di Tingkat Kecamatan seperti
mengadakan pertemuan petugas kesehatan dan Tim Pembina UKS
tingkat Kecamatan, mempersiapka sarana dan biaya yang
diperlukan, persiapan pelatihan Dokter Kecil dan persiapan
administrasi. Pelatih dalam pelatihan adalah petugas Kesehatan
(Dokter Puskesmas/Petugas UKS) Guru UKS/Penjaskes atau Guru
lain yang ditunjuk. Kegiatan pelatihan diselenggarakn di ruang
kelas, ruang UKS dan lapangan atau yang ditentukan oleh
penyelanggara. Dengan waktu yang dibutuhan untuk teori dan
praktek 45 jam mata pelajaran dengan setiap mata pelajaran 45
menit. Dalam pelaksanaannya diatur oleh Kepala Sekolah,
diberikan secara ekstra kurikuler atau dapat juga dalam masa
liburan sekolah. Evaluasi dapat dilakukan pada peserta pelatihan
dan penyelenggara pelatihan. Tujuan dilakukannya evaluasi yaitu
untuk mengetahui adanya peningkatan pengetahuan peserta
didik sesudah pelatihan dibandingkan dengan sebelum pelatihan,
mengetahui keberhasilan pelatihan dan mendapatkan masukan
dalam rangka penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan dimasa
yang akan datang.
Setiap peserta yang telah mengikuti pelatihan Dokter Kecil
diberikan sertifikat yang ditandatangani Ketua Tim Pembina UKS
Kabupaten/Kota atau Pejabat berwenang di daerah. Pemberian
sertifikat dilaksanakan pada hari-hari besar khusus, antara lain Hari
Kesehatan

Nasional,

Hari

Pendidikan

Nasional,

HUT

Proklamasi RI, hari Anak Nasional, dll. Sumber dana pelatihan


dapat

berasal

dari

Pemerintah

Daerah

atau

Komite

Sekolah/Swadaya. Laporan tertulis tentang penyelenggaraan

pelatihan dibuat oleh Ketua Penyelenggara sebanyak minimal 3


rangkap, yaitu untuk tim embina UKS Kabupaten/Kota , tim
pembina UKS Kecamatan, dan arsip.
II.1.8 Contoh kurikulum pelatihan dokter kecil
Tabel 2.1
Contoh Kurikulum Pelatihan Dokter Kecil

No.

A.

Materi Pelatihan

Waktu Pembelajaran
T

PL

Jumlah

Materi Dasar (MD)


1.

Program UKS

2.

Program Dokter Kecil

10

B.

Materi Inti (MI)


1.

Kesehatan Lingkungan
a.

Lingkungan hidup manusia

b. Rumah sehat
c.

Air dan kesehatan

d. Air limbah dan kesehatan

2.

e.

Sampah dan kesehatan

f.

Kotoran manusia dan kesehatan

Pencegahan Penyakit Menular


a.

Pencegahan penyakit menular langsung

b. Pencegahan penyakit menular bersumber


binatang
3.

Kesehatan gigi dan mulut


a.

Bagian gigi dan mulut

b. Penyakit gigi dan mulut


c.

Pencegahan penyakit gigi dan mulut

(Sumber: Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes RI, 2008, Pedoman Pelatihan
Dokter Kecil)

II.2

Konsep Perilaku
II.2.1 Perilaku
Menurut

teori

Lawrence

Green

(1980)

disitasi

Notoatmodjo, 2003 bahwa perilaku seseorang atau masyarakat


tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan
dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung

seperti lingkungan fisik, prasarana dan faktor pendorong yaitu


sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya.
1. Bentuk Perilaku
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner
disebut teori S O - Ratau Stimulus Organisme Respon.
Skiner membedakan adanya dua proses.
a. Respondent respon atau reflexsive
Yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan
rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebutelecting stimulation karena menimbulkan respon
respon yang relative tetap. Misalnya : makanan yang lezat
menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent
respon ini juga mencakup perilaku emosinal misalnya
mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis,
lulus

ujian

meluapkan

kegembiraannya

dengan

mengadakan pesta, dan sebagainya.


b. Operant respon atau instrumental respon
Yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian
diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Peragsang
ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena
memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas
kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon
terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian
memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru),
maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya.

2. Domain Perilaku
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk
respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti
meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan
berbeda dari setiap orang. Faktor factor yang membedakan
respon

terhadap

stimulus

disebut

determinan

perilaku.

Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :


a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan misalnya : tingkat
kecerdasan,

tingkat

emosional,

jenis

kelamin,

dan

sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,
fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan
ini sering menjadi factor yang dominanyang mewarnai
perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2007 hal 139)
3. Proses Terjadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni.
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c.

Evaluation (menimbang nimbang baik dan tidaknya


stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.


e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Notojadmodjo (2003), mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :

a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari


dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek
tersebut.
c. Evaluation (menimbang nimbang) terhadap baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru, sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus.
II.2.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku

kesehatan

adalah

suatu

respons

seseorang

(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan


sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, dan
minuman, serta lingkungan. (Notoatmodjo, 2007). Perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)
Adalah

perilaku

atau

usaha-usaha

seseorang

untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha


untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh karena itu, perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit
bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah
sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam
keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu
sangat dinamis dan relative, maka dari itu orang yang sehat
pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan
yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan


minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan
seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang,
bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat
tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan
minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas
pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian
pengobatan (Health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana

seseorang

merespons

lingkungan,

baik

lingkungan fisik maupun social budaya, dan sebagainya,


sehingga

lingkungan

tersebut

tidak

mempengaruhi

kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang


mengelola

lingkungannya

sehingga

tidak

mengganggu

kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya


bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain
tentang perilaku kesehatan ini :
a. Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan

seseorang

untuk

mempertahankan

dan

meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara


lain :
1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
2) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan) dan
kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang
digunakan untuk olahraga.

b. Perilaku sakit (illness behaviour)


Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap
sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan
tentang : penyebab dan gejala penyakit, pengobatan
penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Adalah peran yang mencakup hak-hak orang sakit (right)
dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Perilaku ini
meliputi tindakan memperoleh kesembuhan, mengenal,
atau mengetahui fasilitas pelayanan yang layak, megetahui
hak memperoleh perawatan, memberitahukan penyakitnya
pada tenaga kesehatan, dan tidak menunjukkan penyakitnya
pada orang lain.
II.2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Definisi PHBS di sekolah
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
individu, keluarga, atau kelompok dapat menolong dirinya
sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan

derajat

kesehatan

masyarakat.

(http://promosikesehatan.com/pusat promosi kesehatan, depkes


RI)
2. Indikator PHBS di sekolah
Delapan indikator PHBS di sekolah adalah : (Bahan Pelatihan
Guru UKS Tk.Kab, Tahun 2010)
a. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan
menggunakan sabun.
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan
bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman
berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat
masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit
Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman,

karena tanpa sabun , kotoran dan kuman masih tertinggal di


tangan.
b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
Makanan dan minuman yang dijual cukup bergizi dan
terjamin kebersihannya. Terbebas dari zat-zat berbahaya
dan terlindung dari serangga dan tikus. Adanya pengawasan
secara teratur oleh guru, peserta didik dan komite sekolah.
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
Bila kita menggunakan jamban duduk jangan berjongkok
karena kaki kita akan mengotori jamban apalagi kita
memakai alas kaki. Perilaku kita sangat merugikan
pengguna jamban berikutnya. Buang air besar dan buang
air kecil haruslah di jamban untuk mencegah penularan
penyakit, karena tinja dan urine banyak mengadung kuman
penyakit. Menyiram hingga bersih setelah buang air besar
atau buang air kecil dan membuang sampah ditempatnya,
agar jamban tidak tersumbat dan penuh dengan sampah.
d. Olahraga yang teratur dan terukur
Olahraga di sekolah berfungsi untuk memelihara kesehatan
fisik dan mental agar tetap sehat dan tidak mudah sakit,
untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, berat badan
terkendali dan otot lebih lentur dan tulang lebih kuat. Lebih
bertenaga dan bugar sehingga keadaan kesehatan menjadi
lebih baik.
e. Memberantas jentik nyamuk
Agar sekolah bebas jentik nyamuk , peserta didik dan
masyarakat lingkungan sekolah terhindar dari berbagai
penyakit yang ditularkan melalui nyamuk. Dilakukan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus
(Menguras, menutup , mengubur , plus menghidari gigitan
nyamuk). PSN merupakan kegiatan memberantas telur,
jentik dan kepompong nyamuk menular berbagai penyakit

seperti Demam Berdarah, Demam Dengue, Chikungunya,


Malaria,

Filariasis

(Kaki

Gajah)

di

tempat-tempat

perkembangbiakannya).
f. Tidak merokok di sekolah
Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok
yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
berbahaya diantaranya yang paling berbahaya adalah
nikotin, tar dan CO. Nikotin menyebabkan ketagihan dan
merusak jantung dan aliran darah. Tar menyebabkan
kerusakan sel paru-paru dan kanker. CO menyebabkan
berkurangnya kemampuan darah membawa

oksigen,

sehingga sel-sel tubuh akan mati.


g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap
6 bulan
Untuk mengetahui apakah peserta didik tumbuh sehat dan
mencegah gangguan pertumbuhan siswa.
h. Membuang sampah pada tempatnya
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam. Apabila
tidak ditangani dengan benar maka sampah menjadi tempat
berkembang biak dan sarang serangga dan tikus, menjadi
sumber polusi dan pencernaan tanah, air dan udara, sampah
menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang
membahayakan kesehatan.
3. Cara-cara Penerapan PHBS di Sekolah
Cara-cara Penerapan PHBS di Sekolah (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat, 2010. PHBS di sekolah. http://diskes.
jabarprov.go.id)
a. Menanamkan nilai-nilai untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat di sekolah melalui pendidikan kesehatan agar peserta
didik dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan

lingkungan

serta

ikut

berpartisipasi

dalam

upaya

sebagai

upaya

meningkatkan kesehatan di sekolah.


b. Melakukan

kegiatan

ekstrakurikuler

menanamkan nilai-nilai ber-PHBS kepada peserta didik


yaitu antara lain dengan: mengadakan kerja bakti dan
lomba kebersihan kelas, aktivitas dokter kecil di sekolah,
demo gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan
benar, pemeriksaan kebersihan secara rutin baik itu kuku,
rambut, telinga, gigi.
c. Bimbingan hidup bersih dan sehat melalui komunikasi
interpersonal atau konseling. Kegiatan ini dilakukan oleh
guru bimbingan konseling kepada siswa. Di dalam ruang
konseling dapat pula dipasang berbagai media yang
memuat pesan-pesan kesehatan terkait PHBS.

II.3

Konsep Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)


II.3.1 Definisi
Anak usia antara 6-12 tahun, periode yang kadang-kadang
disebut masa anak-anak pertengahan atau masa laten, mempunyai
tantangan baru. Kekuatan kognitif atau memikirkan banyak factor
secara simultan memberikan kemampuan pada anak usia sekolah
untuk mengevaluasi diri sendiri dan merasakan evaluasi dari
teman-temannya. Sebagai akibatnya, penghargaan terhadap diri
sendiri menjadi masalah sentral. Tidak seperti bayi dan anak
prasekolah,

anak-anak

usia

sekolah

dinilai

menurut

kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang bernilai social,


seperti nilai-nilai atau pekerjaan yang baik. Karenanya Erikson
mendidentifikasikan masalah sentral psikososial pada masa ini
sebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan
kesehatan membutuhkan peningkatan pemisahan dari orang tua
dan kemampuan menemukan penerimaan dalam kelompok yang

sepadan serta merundingkan tantangan yang ada di dunia luar


(Richard, E. Behrman, 1999).
Menurut Erik H. Erikson dalam Suliswati (2005) anak usia
sekolah dimulai dari usia 6-12 tahun dimana pada saat itu anak
terdorong untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapinya
secara sempurna dan menghasilkan karya tertentu. Pada usia ini
anak tentu saja harus menyesuaikan diri dengan aturan-aturan baru
di lingkungan sekolah selain dari lingkungan di dalam keluarga.
Orang tua tidak lagi menjadi satu-satunya sumber identifikasi anak.
Anak mulai melihat dan mengagumi orang lain, orang tua teman
dan sebagainya. Guru sekolah dalam periode perkembangan ini
menjadi sangat penting peranannya dalam perkembangan anak.
Seringkali anak lebih percaya pada gurunya daripada kepada orang
tuanya. Sikap atau perilaku guru sering ditiru anak di rumah oleh
karena itu orang tua dan guru harus dapat menjadi figure dewasa
yang saling melengkapi.
Periode usia 6-12 tahun disebut dengan periode laten atau
masa tenang. Pada periode ini anak mengalami perkembangan
pesat pada aspek motorik dan kognitif. Penggunaan koping anak
dan mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu itu,
ketertarikan seksual mungkin disublimasi melalui bermain yang
giat dan perolehan keterampilan. (Sigmund Freud, dalam Suliswati,
2005)
II.3.2 Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah
Pengertian tumbuh kembang anak sebenarnya mencakup
dua hal kondisi yang berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit
dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran
dan dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur
dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan
keseimbangan metabolik.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill)


dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses
pematangan. Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi dari
sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikina rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi

fungsinya.

Termasuk

di

dalamnya

adalah

perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil


interaksi dengan lingkungannya.
Pertumbuhan berdampak pada aspek fisik sedangkan
perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ dan
individu. Kedua kondisi tersebut terjadi sangat berkaitan dan saling
mempengaruhi dalam setiap anak.
Menurut Soettjiningsih (1995), secara umum terdapat dua
faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu :
1. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai
hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui masturbasi
genetic yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi
dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai
dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sendifitas
jaringan terhadap rangsangan. Termasuk factor genetic antara
lain factor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin,
dan suku bangsa.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan

merupakan

faktor

yang

menentukan

tercapainya atau tidaknya potensi bawaan.


II.3.3 Perkembangan fisik
Selama masa usia sekolah terjadi pertumbuhan skelet yang
mantap pada tubuh dan ekstremitas, dan osofikasi tulang kecil dan
panjang tidak terjadi tetapi tidak kompleks sampai usia 12 tahun.
Tulang wajah bertumbuh dan membentuk, yang dibuktikan oleh

adanya sinus frontal pada usia 8 atau 9 tahun. Pertumbuhan gigi


selama usia sekolah menonjol. Pada usia 12 tahun, semua gigi
primer telah tanggal dan mayoritas gigi permanen telah tumbuh.
1. Tinggi dan berat badan
Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat
daripada setelah lahir tetapi meningkat secara terus-menerus.
Pada anak tertentu mungkin tidak mengikuti pola secara tepat.
Anak usia sekolah tampak lebih panjang daripada anak pra
sekolah, sebagai akibat perubahan distribusi dan ketebalan
lemak (Edelman dan Mandle, dalam Potter, Patricia A, 2005).
Laju pertumbuhan berbeda setiap anak dan waktu yang
berbeda. Rata-rata tinggi badan meningkat 5 cm pertahun dan
berat badan yang lebih bervariasi, meningkat 2 3,5 kg
pertahun. Banyak anak yang berat badannya dua kali lipat
selama tahun pertengahan masa anak-anak.
Pemeriksaan fisik yang biasanya diperlukan selama kelas
pertama merupakan kesempatan yang baik bagi perawat untuk
mendiskusikan dengan anak dan orang tua tentang pengaruh
genetik nutrisi, dan olah raga terhadap tinggi dan berat badan.
Pengukuran tahunan tinggi dan berat badan dapat menemukan
adanya pertumbuhan yang dapat merupakan gejala berbagai
penyakit anak-anak.
Anak laki-laki sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada
anak perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira-kira dua
tahun

sebelum

pubertas,

anak

mengalami

peningkatan

pertumbuhan yang cepat. Anak perempuan lebih dulu


mengalami pubertas, mulai melampaui anak laki-laki dalam
tinggi dan berat badan, yang menyebabkan rasa malu bagi
keduanya. Perubahan ini paling awal usia 9 tahun pada anak
perempuan tetapi biasanya tidak terjadi pada anak laki-laki
sebelum 12 tahun.

2. Fungsi motorik pada anak usia sekolah


Fungsi motorik anak pada usia sekolah menjadi lebih lentur
karena koordinasi otot besar meningkat dan kekuatannya dua
kali lipat. Banyak anak-anak mulai melatih keterampilan
motorik kasar seperti berlari, melompat, menyeimbangkan
gerak tubuh, melempar, dan menangkap selama bermain
menghasilkan

peningkatan

fungsi

dan

keterampilan

neuromuscular. Keterampilan motorik halus tertinggal oleh


keterampilan motorik kasar tetapi berkembang kira-kira dalam
kecepatan yang sama, saat control terhadap jari jemari dan
pergelangan tangan tercapai, anak menjadi pandai dalam
melakukan berbagai aktifitas. Kemampuan meningkatkan
motorik halus pada anak dalam masa pertengahan masa kanakkanak membuat mereka menjadi sangat mandiri untuk mandi,
berpakaian dan merawat kebutuhan personal lain.
II.3.4 Perkembangan kognitif
Perubahan kognitif pada usia sekolah adalah pada
kemampuan untuk berpikir dengan cara logis tentang saat ini dan
bukan tentang abstrak. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi
didominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk
memahami dunia secara luas. Sekitar 7 tahun anak memasuki
perkembangan kognitif, yang dikenal sebagai operasional konkrit,
ketika mereka mampu menggunakan simbol secara operasional
(aktivitas mental) dan pemikiran bukan kerja. Mereka mulai
menggunakan proses pemikiran yang logis dengan materi konkrit
(objek, manusia dan peristiwa yang dapat mereka lihat dan sentuh).
Anak dalam tahap operasional konkrit cenderung sedikit egosentris
daripada anak yang lebih kecil dan mengembangkan kemampuan
decenter yang memungkinkan mereka untuk berkonsentrasi lebih
dari satu aspek situasi. Decentering berkembang jika anak dapat
melihat dua garis antara titik yang berbeda panjangya dan
mengenali garis-garis tersebut memilki jumlah titik yang sama

meskipun jarak antar titik berbeda. Mereka juga mengembangkan


reversibilitas, kemampuan mencari cara memikirkan kembali suatu
hal pada asalnya. Proses mental klasifikasi menjadi lebih kompleks
selama usia sekolah.
Pada masa anak-anak tengah, anak dapat menggunakan
keterampilan kognitif yang baru dikembangkan untuk memecahkan
masalah. Beberapa individu lebih baik daripada individu yang lain
dalam memecahkan masalah karena intelegensi, pendidikan dan
pengalaman alami tetapi tidak semua anak dapat meningkatkan
keterampilan ini.
II.3.5 Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa sangat cepat selama masa kanakkanak tengah dan pencapaian berbahasa tidak lagi sesuai usianya.
Rata-rata anak usia 6 tahun memiliki kosakata sekitar 3000 kata
yang cepat berkembang dengan meluasnya pergaulan dengan
teman sebaya dan orang dewasa serta meningkatnya kemampuan
membaca. Anak meningkatkan penggunaan berbahasa dan
mengembangkan pengeahuan strukturalnya. Mereka menjadi lebih
menyadari aturan sintaksis, aturan merangkai kata menjadi frasa
atau kalimat.
II.3.6 Perkembangan psikososial
Tugas perkembangan anak usia sekolah, adalah industry
versus inferiority. Selama masa ini anak berjuang untuk
mendapakan kompetensi dan keterampilan yang penting bagi
mereka untuk berfungsi sama seperti dewasa. Anak usia sekolah
yang mendapat keberhasilan positif merasa adanya perasaan
berharga. Anak-anak yang mengalami kegagalan dapat merasakan
mediokritas (biasa saja) atau perasaan tidak berharga, yang dapat
menarik diri dari sekolahnya dan teman sebaya.
II.3.7 Perkembangan moral
Kebutuhan kode moral dan aturan social menjadi lebih
nyata sesuai peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman

social anak usia sekolah. Mereka memandang aturan sebagai


prinsip dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari yang memiliki
otoritas. Pada awal tahun sekolah, anak menginterpretasikan secara
ketat dan patuh terhadap aturan. Seiring dengan mereka
berkembang, mereka menilai lebih fleksibel dan mengevaluasi
aturan untuk diterapkan pada situasi yang ada. Anak usia sekolah
mempertimbangkan motivasi dan perilaku actual saat membuat
penilaian tentang bagaimana perilaku mereka mempengaruhi
mereka

sendiri

dan

orang

lain

yang

esensial

dalam

mengembangkan penilaian moral. Kemampuan ini muncul pada


masa awal tetapi tampak lebih konsisten pada masa sekolah
berikutnya.

II.4

Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan identitas anak yang dapat digunakan
untuk membedakan siswa laki-laki dan perempuan (Utama, 2003). Jenis
kelamin adalah kata yang umum digunakan untuk membedakan seks
seseorang. Peran jenis kelamin yaitu dengan cara dimana seseorang
bertindak sebagai laki-laki dan perempuan. Para ahli teoritis pembelajaran
sosial percaya bahwa masyarakat mempengaruhi perilaku laki-laki dan
perempuan yang merupakan sumber utama feminitas dan maskulinitas.
(Potter & Perry, 2005).
Dalam hal menjaga kesehatan, biasanya anak laki-laki kurang
peduli dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki sesuai jiwa
maskulinitasnya biasa bermain kotor-kotoran seperti bermain bola,
sedangkan anak perempuan karena lebih feminin memilih permainan yang
kalem. Inilah yang membedakan pemahaman mereka tentang kesehatan,
anak perempuan lebih peka dalam memelihara kesehatan.

II.5

Penelitian Terkait
II.5.1 Penelitian yang dilakukan oleh Riesman Oktapriana (2008) dengan
judul Pengetahuan, Sikap dan Praktik PHBS Siswa dan Faktor-

faktor yang Berhubungan di SDN 013 Sunter Ugung Jakarta


Utara, dengan jumlah sampel 258 siswa yang terdiri dari kelas III,
IV, dan V. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pengambilan data yang digunakan adalah cross sectional, metode
pengambilan sampel adalah purposive sampling. Dari hasil analisa
bivariat menunjukkan 4 variabel mempunyai hubungan yang
bermakna. Hubungan tersebut meliputi karakteristik demografi
responden (jenis kelamin, usia, tingkat kelas, pekerjaan ayah dan
pendidikan ibu) dengan pengetahuan, sikap dan praktik PHBS.
Hubungan yang bermakna antara lain : tingkat kelas dengan
pengetahuan PHBS, tingkat kelas dengan sikap mengenai PHBS,
tingkat kelas dengan praktik PHBS, dan jenis kelamin dengan
sikap mengenai PHBS.
II.5.2 Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Sari Utami (2009) dengan
judul Hubungan Pelaksanaan Program UKS dengan PHBS Anak
Usia Sekolah Kelas IV dan V di SDN Pangkalan Jati 1 Limo
Kodya Depok, dengan metode deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional, jumlah sampel sebanyak 136
responden dengan metode total sampling. Analisis yang digunakan
adalah analisis bivariat untuk menganalisis karakteristik responden
(jenis kelamin, usia,), pelaksanaan program UKS, pendidikan
kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan lingkungan
sehat dengan PHBS. Dari uji chi square terdapat hubungan yang
bermakna antara pelaksanaan program UKS dengan perilaku hidup
bersih dan sehat (p= 0,003).
II.5.3 Penelitian yang dilakukan oleh Lucky Herawati (1991) dengan
judul Hubugan Program Dokter Kecil dengan Pengetahuan, Sikap
dan Praktek Kebersihan Perorangan Siswa SDN di Kotamadya
Yogyakarta Tahun 1990, dengan rancangan pra eksperimen jenis
post test only-control group design. Jumlah sampel sebanyak 174
orang. Hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan dan praktek
kebersihan perorangan pada siswa-siswa SDN yang telah

melaksanakan program dokcil lebih baik secara bermakna daripada


siswa-siswa SDN yang belum melaksanakan program tersebut, dan
ada hubungan yang bermakna antara program dokter kecil dengan
pengetahuan dan praktek kebersihan diri perorangan siswa SDN.

II.6

Kerangka Teori

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Kegiatan dokter kecil di


sekolah:
1. Promosi kesehatan

Perilaku kesehatan Siswa =


Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat

2. Pelayanan kesehatan

Indikator PHBS di Sekolah


1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir
dan menggunakan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin
sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur
tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya

(Sumijatun. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta : EGC)

Anda mungkin juga menyukai