Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sterilisasi merupakan proses penting yang harus dilalui sebelum bekerja dengan
mikroorganisme. Sterilisasi dilakukan pada semua alat dan bahan yang akan digunakan
dalam percobaan, baik peralatan laboratorium maupun medium pertumbuhan mikroba.
Melalui sterilisasi, seluruh mikroba pathogen dapat mati, sehingga tidak sempat
berkembang biak.
Sterilisasi didefinisikan sebagai suatu usaha mengeliminasi semua kehidupan mikroba
yang ada pada bahan/produk yang dikehendaki. Proses sterilisasi yang kurang steril hanya
akan menghasilkan steril sebagian (partial sterility) yang berarti masih terdapat mikroba
yang dapat tumbuh dan berkembang setelah proses sterilisasi dilakukan.
Proses sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakab proses fisik atau dengan
menggunakan bahan kimia (Suriawiria, 1986). Bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mematikan mikroba antara lain larutan NaCL 9%, KNO3 10%, HgCl2 0,1%, HCl 1,1%.
Proses fisik untuk sterilisasi dilakukan dengan metode pemanasan dan tanpa
pemanasan. Metode dengan menggunakan pemanasan meliputi pemanasan kering (dry
heat) dan pemanasan basah dengan menggunakan uap air (moist heat).

1.2 Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
a. Menguasai teknik sterilisasi media dengan menggunakan panas pada proses
continous.
b. Memahami pengaruh variasi laju alir dan temperature pada proses sterilisasi
continous.
c. Menentukan nilai konstanta laju kematian mikroba (Kd), Decimal reduction time
atau destruction value (D), dan konstanta Arhenius (Ed) pada proses sterilisasi
continous.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu faktor utama dalam fermentasi. Kita tentu
mengharapkan tidak terjadi kontaminasi di mana mikroorganisme yang tidak diinginkan
tumbuh dan mengganggu proses fermentasi. Teknik sterilisasi berbeda-beda tergantung pada
jenis material. Bagian pertama akan menjelaskan secara singkat dan sederhana bagaiman
sterilisasi cairan dan padatan.
a. Sterilisasi cairan
Cairan yang disterilisasi umumnya adalah media fermentasi yang mengandung gula,
garam fosfat, ammonium, trace metals, vitamin, dan lain-lain. Secara umum ada dua cara
sterilisasi cairan yaitu dengan panas dan disaring (filtrasi). Sterilasi dengan panas dilakukan di
dalam autoclave, di mana steam tekanan tinggi diinjeksikan ke dalam chamber untuk mencapai
temperatur 121 oC dan tekanan tinggi (sekitar 15 psig). Durasinya bervariasi, namun umumnya
diinginkan cairan dipertahankan pada 121 oC selama minimal 15 menit. Jika termasuk waktu
untuk heating dan cooling steps, total waktu berkisar 1-2 jam tergantung volume cairan yang
disterilisasi. Terkadang temperatur bisa diset pada 134 oC (untuk medis).
b. Sterilisasi padatan
Padatan yang umum disterilkan adalah glassware, biosafety cabinet, dan beberapa
jenis tabung dan kontainer. Pada glassware dan plastik tahan panas umumnya dilakukan
dengan autoclave

mirip

seperti

sterilisasi

cairan

namun

ditambah proses

pengeringan. Biosafety cabinet disterilkan dengan bantuan radiasi UV dan disemprot ethanol 70
%. Udara dalam cabinet disaring dengan filter (detilnya akan dibahas di bagian ke-2 tentang
sterilisasi gas).
2.1.1 Jenis-Jenis Sterilisasi

Meski saat ini mikroba telah banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia, namun seringkali keberadaan mikroba masih dianggap mengganggu, terutama
mikroba pathogen. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk mengurangi jumlah mikroba
hingga menghilangkannya sama sekali. Untuk tujuan tersebut, dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain:

Desinfeksi
Desinfeksi merupakan tindakan pengurangan sebagian besar mikroorganisme dari
benda mati. Pada proses desinfeksi ini, tidak semua mikroba dapat dihilangkan.

Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan upaya untuk menghindari gangguan mikroba tanpa mematikan
sporanya. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan cara: Pemanasan pada suhu 62 oC selama
30 menit, pemanasan 7174oC selama 20 detik, atau pemanasan 8587oC selama 5
detik.

Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya untuk meminimalisasi gangguan mikroorganisme dengan
cara menghilangkan seluruhnya (bakteri, jamur, parasit, virus, termasuk bakteri
endospora). Sterilisasi menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses
bioteknologi, salah stunya dalam proses fermentasi. Meskipun proses fermentasi
melibatkan mikroorganisme, namun seringkali kehadiran mikroorganisme lain
(kontaminan) tetap mengganggu. Hal ini karena:
1. Medium akan menumbuhkan semua mikroba yang ada (mikroba target dan
kontaminan) sehingga produk yang dihasilkan menjadi sangat beragam. Tentu saja
hal ini sangat merugikan karena selain mengurangi produktivitas juga menyulitkan
dalam proses isolasi.
2. Jika proses fermentasi dilanjutkan dalam keadaan banyak kontaminan, maka
kemungkinan produk yang dihasilkan oleh kontaminan menjadi lebih dominan dan
mendesak produk mikroba target hingga dapat menghilangkannya.
3. Kontaminasi pada produk akhir dapat menurunkan kualitas produk, bahkan mungkin
dapat membahayakan manusia.

4. Kontaminan dapat merusak produk yang diinginkan.


5. Kontaminasi dari suatu fermentasi bakteri dengan phage dapat me-lisis kultur.
Untuk menghindari halhal tersebut di atas, langkah antisipasi yang dapat dilakukan
antara lain dengan:
a. Penggunaan inokulum murni dalam fermentasi.
b. Sterilisasi medium: merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan
semua jenis makhluq hidup yang ada dalam media, dilakukan sebelum inokulasi
kultur.
c. Sterilisasi ruang fermenter: Penghilangan semua bentuk makhluq hidup dari
ruang fermentor, termasuk udara secara kontinyu.
d. Sterilisasi semua bahan yang digunakan dalam keseluruhan proses fermentasi
e. Penjagaan kondisi aseptis selama fermentasi

Fermentasi dapat dilakukan baik secara fisika, kimia, maupun radiasi. Sterilisasi secara
fisika dapat dilakukan dengan membunuh mikroba atau sekadar mencegah mikroba masuk
kesistem kita. Sterilisasi fisik dengan membunuh mikroba dapat dilakukan dengan penggunaan
panas, freezing (pembekuan), penggunaan garam berkonsentrasi tinggi, dll. Sementara
sterilisasi fisik tanpa membunuh mikroba dapat dilakukan dengan filtrasi. Filtrasi merupakan
upaya untuk meminimalisasi kontaminasi mikroorganisme dengan cara menyaring sesuatu
dengan filter berukuran tertentu sehingga sebagian mikroba tidak dapat melewatinya. Cara ini
tidak membunuh mikroba yang ada, hanya meminimalisasi agar mikroba tidak terbawa.
Namun, dalam proses fermentasi, cara sterilisasi fisik yang paling mungkin dilakukan
adalah dengan filtrasi dan penggunaan panas, baik panas basah maupun panas kering.
Sterilisasi panas basah seringkali digunakan untuk sterilisasi media dan bahanbahan lainnya
sementara panas kering untuk sterilisasi alatalat.

Faktorfaktor yang mempengaruhi sterilisasi panas antara lain:

Jenis dan jumlah kontaminan yang hendak dihilangkan

Morfologi mikroorganisme

Komposisi media fermentasi

pH

Ukuran partikel tersuspensi

Temperatur yang digunakan

Durasi proses sterilisasi

Keberadaan air

Sterilisasi panas dapat dilakukan secara batch maupun continue.


a. Sterilisasi Batch
Sterilisasi sistem batch dapat dilakukan dengan cara menginjeksikan uap panas ke dalam
mantel fermentor ayau coil yang terdapat pada bagian dalam fermentor. Cara ini
disebut metode tidak langsung. Atau dengan cara menghilangkan uap panas langsung ke
dalam larutan medium (metode langsung). Metode langsung membutuhkan uap panas
murni, yaitu bebas dari bahan kimia tambahan seperti senyawa antikarat yang panyak
digunakan dalam proses produksi uap. Di samping itu, metode langsung akan
mengakibatkan bertambahnya volume cairan media dalam fermentor karena adanya
kondensasi uap yang digunakan.
b. Sterilisasi Continue
Site mini memberikan keuntungan berupa minimalnya kemungkinan kerusakan medium
tetapi mengkinsumsi banyak energi. Temperature yang dibutuhkan untuk sterilisasi
sistem ini adalah 140oC dengan waktu hanya 30 hingga 120 detik. Alat yang digunakan
dapat berupa Continues plate heat exchange dan Continues injection flash cooler.
Kelebihan Continues injection flash cooler antara lain:

Dapat digunakan untuk media yang mengandung bahan padat tersuspensi

Biaya lebih murah

Mudah dibersihkan

Pemanasan dan pendinginan lebih cepat

Penggunaan uap lebih efisien

Adapun Kekurangannya antara lain:

Dapat terbentuk buih saat pemanasan dan pendinginan

Adanya kontak langsung antara media dan uap panas yang murni, yaitu bebas
dari bahan anti karat.

2.2 Kinetika Kematian Mikroba


Proses

panas

secara

komersial

umumnya

didesain

untuk

menginaktifkan

mikroorganisme yang ada pada makanan yang dapat mengancam kesehatan manusia dan
mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang rendah, sehingga peluang
terjadinya kebusukan sangat rendah. Dalam desain proses termal, ada dua hal yang harus
diketahui, yaitu karakteristirk ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium
pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya. Karakteristik ketahanan panas dinyatakan
dengan nilai D dan nilai Z. Untuk mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan,
amaka ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitasnya
pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini ditentukan sebelum proses termal berlangsung. Nilai Fo
dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu, dimana untuk menghitungnya perlu
diketahui nilai D dan nilai Z (Kusnandar, 2008).
Nilai D menyatakan ketahahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba oleh suhu
pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang
diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu
logaritmik. Setiap mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu
mikroba pada suatu suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahahan panas mikroba tersebut
pada suhu yang tertentu. Nilai D umumnya dinyatakan pada suhu standar. Untuk bakteri
mesofilik atau termofilik umumnya menggunakan suhu standar 121oC, sedangkan untuk sel
vegetatif, khamir, atau kapang umumnya menggunakan suhu yang lebih rendah (80-100C).
Nilai D pada suhu standar ini sering dituliskan dengan nilai Do (Anonim, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas proses thermal pencapaian kecukupan
proses panas sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi proses termal harus dikontrol dengan baik dan dikendalikan. Berdasarkan

persyaratan pendaftaran ke FDA, terdapat faktor-faktor kritis yang dapat mempengaruhi proses
pemanasan dan sterilisasi, yang dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Di
antara faktor-faktor kritis yang perlu diidentifikasi pengaruhnya adalah: (a) karakteristik bahan
yang dikalengkan (pH keseimbangan, metode pengasaman, konsistensi/viskositas dari bahan,
bentu/ukuran bahan, aktivitas air, persen padatan, rasio padatan/ cairan, perubahan formula,
ukuran partikel, jenis pengental, jenis pengawet yang ditambahkan, dan sebagainya), kemasan
(jenis dan dimensi, metode pengisian bahan ke dalam kemasan), (b) proses dalam retort (jenis
retort, jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort, tumpukan wadah, pengaturan kaleng,
kemungkinan terjadinya nesting (Anonim c, 2008).
Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, aerobik, batang pembentuk spora,
kadang-kadang memperlihatkan reaksi gram-negatif. Bacillus cereus merupakan bakteri
fakultatif anaerob dengan ukuran sel-sel vegetatif dalam bentuk rantai. Beberapa galur bersifat
psikotropik, dan galur lainnya bersifat mesofilik dan termofilik. Beberapa tidak dapat tumbuh
pada makanan dingin yang disimpan panas pada suhu di atas 60C (Anonim, 2009).
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri
gram negatif. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40C, optimum pada 37C. Pada
umumnya, bakteri ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada
manusia, seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. E. coli banyak digunakan
dalam teknologi rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen
tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhannya sangat
cepat dan mudah dalam penanganannya (Anonim, 2009).
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini
terogolong baketri mesofilik. Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan
menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas
aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme
pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang
normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus normal dan pada pasien rumah sakit yang
menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar. Bakteri ini adalah jenis bakteri gram negatif
aerob obligat, berkapsul, mempunya flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil, berukuran

sekitar 0,5-1,0 m. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat memfermentasikan
karbohidrat (Anonim, 2010).
Jenis dan spesies mikroba berpengaruh terhadap perlakuan panas pada proses
sterilisasi. Tabel 2.1 menunjukan ketahanan relative beberapa jenis mikroba terhadap panas
yang tinggi. Mikroba yang membentuk spora lebih tahan terhadap pemanasan basah yang
paling tinggi jika dibandingkan dengan beberapa jenis mikroba yang lain. Siklus sterilisasi dapat
dirancang berdasarkan pemusnahan spora bakteri, sehingga mikroba jenis lain aka mati secar
bersamaan. Suhu yang semakin tinggi pada proses sterilisasi maka waktu yang dibutuhkan
untuk mematikan spora akan semakin berkurang.
Table 2.1 Ketahanan Relative Berbagai Mikroba Terhadap Panas Batch
Jenis Mikroba

Ketahanan Relatif Terhadap Panas

Bakteri vegetative dan khamir

Virus dan bakteriofage

1-5

Spora kapang

2-10

Spora bakteri

3 x 106

Sumber : J.H (ed), 1988, Chemical Engineers Hand Book


Table 2.2 Pengaruh Suhu Dan Waktu Sterilisasi Terhadap Kematian Spora
Suhu Sterilisasi (oC)

Waktu yang Diperlukan untuk Mematikan


Spora (menit)

116

30

118

18

121

12

125

132

138

0,8

Sumber : J.H (ed), 1988, Chemical Engineers Hand Book


Pengaruh waktu sterilisasi terhadap jumlah spora yang bertahan menunjukan
karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik mikroba atau termofilik pada awal proses

sterilisasi mengalami peningkatan populasi spora kemudian dengan bertambahnya waktu


sterilisasi spora yang hidup semakin berkurang. Panas yang diberikan pada awal proses justru
akan meningkatkan populasi mikroba termofil dan setelah temperature pemanasan mencapai
temperature yang mengakibbatkan kematian mikroba (lethal temperature), maka secara
perlahan jumlah mikroba yang hidup berkurang.
Bailey & Ollis, (1986) menyatakan bahwa kematian jumlah mikroba oleh pemanasan
dapat mengikuti persamaan linear orde -1.
Persamaannya :

.(2.1)

= jumlah mikroba

= waktu pemanasan

Kd

= konstanta laju kematian mikroba

Integrasi persamaan 2.1 menjadi :

.(2.2)

N0

= jumlah mikroba sebelum pemanasan pada t = 0

Nt

= jumlah mikroba setelah pemanasan periode t

Logaritma normal persamaan 2.2 memberikan korelasi linear terhadap waktu,


.(2.3)
N0 sering disebut level kontaminasi (jumlah mikroba sebelum pemanasan kontaminasi
mikroba sebelum disterilisasi ) dan Nt adalah level sterilisasi.

Dalam proses sterilisasi dikenal istilah decimal reduction time atau destruction value (D)
yang didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan dalam meit pada suhu tertentu untuk
mengurangi jumlah sel vegetative atau spora sehingga mikroba yang bertahan berkurang
menjadi 1/10, sehingga persamaan 2.2 dapat dituliskan :
.(2.4)
.(2.5)
Nilai konstanta laju kematian mikroba (kd) bergantung pada temperatur, mengikuti
persamaan Arhenius:

.(2.6)
.(2.7)
Apabila nilai ln kd dialurkan terhadap 1/T maka akan diperoleh sebuah garis lurus
gradient Ed/R.

Anda mungkin juga menyukai