Anda di halaman 1dari 13

LANDASAN TEORI

2.1 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu faktor utama dalam fermentasi. Kita tentu mengharapkan tidak terjadi
kontaminasi di mana mikroorganisme yang tidak diinginkan tumbuh dan mengganggu proses
fermentasi. Teknik sterilisasi berbeda-beda tergantung pada jenis material. Bagian pertama akan
menjelaskan secara singkat dan sederhana bagaiman sterilisasi cairan dan padatan. Sterilisasi
Tujuan dari sterilisasi media dan peralatan adalah untuk mencegah kontaminasi dari produk
akhir dan untuk menjamin bahwa semua nutrien yang ada diperuntukkan bagi pertumbuhan
organisme yang dikehendaki. Sterilitas absolut atau mutlak dapat dicapai dengan mudah pada skala
laboratorium dengan menggunakan otoklaf dalam waktu yang singkat. Kesukaran-kesukaran akan
timbul bila melibatkan jumlah yang besar atau spora tunggal dalam suatu batch media secara
teoritis dapat menyebabkan kontaminasi, kesukaran pada komponen media yang disebabkan
pemanasan yang berkepanjangan dan adanya keperluan tambahan untuk sterilisasi jumlah yang besar
dan karena rumitnya perekayasaan alatnya yang akan diisi dengan kultur mikroorganismenya. Untuk
pemecahan masalah ini dapat diambil kompromi, yaitu kulturnya diolah secara bertahap dalam
kondisi yang steril untuk menyediakan inokulum murni yang berada pada fasa
eksponensial. Inokulum tersebut dipakai untuk inokulasi suatu batch media produksi (yang bersih)
dengan harapan inokulumnya dapat mengalahkan pertumbuhan setiap kontaminan yang ada. Kondisi
pertumbuhan yang selektif pun dapat menghambat kontaminasi, misalnya medianya yang bersifat
asam (seperti pada kultur ragi), atau dapat digunakan organisme termofilik; pada produksi antibiotika,
antibiotika sendiri bertindak sebagai pemecah selektif begitu antibiotiknya mulai terbentuk.
Untuk membunuh jasad renik (mikroorganisne) dapat digunakan beberapa perlakuan fisik,
misalnya dengan pemanasan basah, pemansan kering, radiasi, dan penyaringan dan lain-lain, yang
dijelaskan sebagai berikut :
1.
Pemanasan Basah
Beberapa cara pemanasan basah dapat membunuh jasad renik terutama karena panas basah
dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim di dalam sel.
2.
Perebusan
Perebusan adalah pemanasan di dalam air mendidih atau uap air pada suhu 100 0C selama
beberapa menit. tetapi banyak spora bakteri yang tahan panas dan masih hidup setelah perebusan
selama beberapa jam.
3.
Pemanasan dengan tekanan.
Pengukusan dengan tekanan dapat dilakukan menggunakan otoklaf yaitu untuk membunuh
spora bakteri yang paling tahan panas. Spora yang paling tahan panas akan mati pada suhu 121 0C
selama 15 menit. Suhu ini dapat dicapai pada permukaan laut menggunakan uap pada tekanan 15 psi
dalam tekanan atmosfer berlebih.Kekuatan membunuh uap air panas disebabkan pada waktu
kondensasi, pada bahan yang disterilisasi dilepaskan sejumlah besar panas laten. Pengerutan yang
disebabkan oleh kondensasi menyebabkan penyerapan uap air baru yang berarti lebih banyak panas
yang diserap. Untuk sterilisasi bahan cair, misalnya susu, dapat dilakukan pada suhu yang relatif

tinggi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 135-150 0C selama 2-6 detik. Proses ini disebut proses
UHT (Ultra High Temperature).
4.

Tindalisasi.
Tindalisasi dilakukan dengan cara memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama
satu jam setiap hari untuk tiga hari berturut-turut. Waktu inkubasi diantara dua proses pemanasan
sengaja ditiadakan supaya spora dapat bergerminasi menjadi sel vegetative sehingga muadah dibunuh

pada pemanasan berikutnya.


5.
Pasteurisasi.
Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu di mana semua pathogen
yang berbahaya bagi manusia akan terbunuh, misalnya bakteri penyebab tuberculosis dan bruselosis.
Proses pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu. Proses ini dapat mencegah penyakit yang
disebabkan oleh streptokoki grup A (Streptococcus pyogenes). Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu
yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama yaitu 65 0C selama 30 menit, atau pada suhu tinggi
dalam waktu singkat yaitu 72 0C selama 15 detik. Beberapa bakteri vegetative yang tahan panas
(termofil) dan spora tahan proses pasteurisasi. Setelah pasteurisasi produk harus didinginkan dengan
cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup.
6.

Pemanasan Kering
Pemanasan kering kurang efektif untuk membunuh jasad renik dibandingkan dengan
pemanasan basah. Berbeda dengan pemanasan basah yang menyebabkan denaturasi protein,
pemanasan kering menyebabkan dehidrasi sel. Pemanasan kering juga menyebabkan oksidasi
komponen-komponen di dalam sel. Pemanasan kering sering digunakan dalam sterilisasi peralatan
gelas di laboratorim, di mana digunakan oven dengan suhu 160-180 0C.selama 1,5 2 jam dengan
sistim udara statis. Jika yang digunakan oven yang dilengkapi dengan sirkulasi udara panas, dperlukan

waktu setengahnya karena aliran udara panas kea lat-alat gelas akan lebih efisien.
7.
Radiasi
Sinar matahari yang dipancarkan langsung pada sel vegetative jasat renik dapat menyebabkan
dapat menyebabkan kematian sel tersebut, sedangakan sporanya biasanya lebih tahan. Aktivitas
bakterisidal dari sinar matahari tersebut diseabkan oleh bagian ultraviolet dari spectrum sinar. Sinar
ultraviolet yang dipancarkan dari lampu uap merkuri sering digunakan untuk menyinari ruangan
sehingga mengurangi kontaminasi jasad renik di udara, misalnya dalam ruangan inokulasi di
laboratorium atau diruang pengolahan. Radiasi ultraviolet menyebabkan kesalahan dalam replikasi
DNA, dan mempunyai aktifitas mutagenik pada sel-sel yang masih hidup.
8.
Radiasi ionisasi
Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mengandung energi jauh lebih tinggi daripada sinar
ultraviolet. Oleh karena itu, mempunyai daya desinfektan yang lebih kuat. Salah satu contoh radiasi
ionisasi misalnya sinar gamma yang dipancarkan dai cobalt-60,digunakan secara komersial untuk
mensterilkan alat-alat kedokteran dan laboratorium. Jika digunakan untuk mensterilkan makanan,
radiasi ionisasi mungkin dapat mempengaruhi cita rasa makanan, sedangakan jika digunakan untuk
mensterilkan obat-obatan, hormone dan enzim mungkin dapat mempengaruhi potensi atau
aktivitasnya.

9.

Penyaringan.
Penyaringan telah banyak digunakan untuk mensterilkan medium laboratorium dan larutanlarutan yang dapat mengalami kerusakan jika dipanaskan. Penyaringan dengan ukuran pori-pori 0,45
mikron atau kurang akan menghilangkan jasad renik yang terdapat di dalam larutan
tersebut. Penyaringan yang banyak digunakan terbuat dari gelas sinter, film selulosa, dan asbestos
atau penyaring Seitz. Pori-pori dari penyaring tersebut berkisar antara 0,22 sampai 10 mikron. Poripori yang lebih kasar biasanya digunakan untuk penjernihan sebelum digunakan pori-pori yang lebih
halus, sehingga tidak terjadi penyumbatan. Penyaring yang biasa digunakan untuk bakteri tidak dapat
menahan atau menyaring virus atau mikoplasma.

10. Desinfektan dan Antiseptik


Desinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh jasad renik yang bersifat patogenik dengan
cara kimia atau fisik. Semua desinfektan efektif terhadap sel vegetative tetapi tidak selalu efektif
terhadap sporanya.
Antiseptis adalah suatu proses untuk menginaktifkan atau membunuh jasad renik dengan cara
kimia. Bahan antiseptik mungkin bersifat membunuh bakteri dan fungi.
Bahan kimia menimbulkan pengaruh yang lebih selektif terhadap jasad renik dibandingkan
dengan perlakuan fisik seperti panas dan radiasi. Dalam memilih bahan kimia sebagai desinfektan
atau antiseptic perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Sifat mikrosidal (membunuh jasad renik)
Spora pada umumnya lebih tahan daripada bentuk vegetative dan hanya beberapa desinfektan
seperti halogen, merkurikhlorida, formalin, dan etilen oksida yang efektif terhadap spora.
Mycobakteria sebaiknya digunakan alkohal dan fenol. Virus lebih tahan dibandingkan bakteri
vegetative, dan dapat dibunuh dengan menggunakan halogen, oksidan, dan formalin. Komponen
kimia yang bersifat membunuh jasad renik disebut mempunyai sifat bakterisidal (membunuh bakteri)
atau fungisidal (membunuh fungi).

b)

Sifat mikrostatik (menghambat pertumbuhan jasad renik).


Beberapa komponen kimia pada konsentrasi rendah tidak dapat membunuh jasad renik, tetapi
hanya menghambat pertumbuhannya, misalnya senyawa tertentun yang terdapat pada rempah-rempah.
Komponen tersebut disebut mempunya sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) atau
fungistatik (menghambat pertumbuhan fungi). Komponen kimia yang bersifat membunuh lebih baik
daripada yang hanya bersifat menghambat.

c)

Kecepatan penghambatan.
Komponen kimia mempunyai kecepatan pembunuh atau penghambatan yang berbeda-beda
terhadap jasad renik. Beberapa komponen kimia bekerja dengan cepat, sedangakan komponen lainnya
hanya efektif setelah beberapa menit, bahkan ada yang beberapa jam. Sel yang sedang tumbuh atau

berkembang biak lebih sensitif dan mudah dibunuh dibandingkan dengan sel dalam keadaan istirahat
atau statis.
d)

Sifat lain-lain.
Dalam pemilihan desinfektan harus diusahakan yang harganya tidak mahal, aktivitasnya tetap
dalam waktu lama, larut dalam air, dan stabil dalam larutan. Juga perlu diperhatikan sifat racunnya,
sifat iritasi pada kulit, dan warna yang ditinggalkannya. Beberapa komponen organic dapat
menghambat kerja disinfektan, misalnya halogen, garam merkuri, dan deterjen kationik, sedangkan
sabun dan deterjen anionic dapat membantu penyerapan.

11. Koefisien Fenol


Koefisien fenol adalah kemampuan suatu disinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan
dengan fenol. Cara mengujinya adalah dengan mengencerkan suatu kultur cair bakteri sebanyak 1:10
dengan larutan disinfektan yang akan diuji pada konsentrasi berbeda. Yang disebut titik akhir adalah
konsentrasi terendah yang menghasilkan kultur steril setelah diinkubasikan selama 10 menit pada
suhu 20 0C. Jadi jika suatu disinfektan mempunyai koefisien fenol 40, berarti daya membunuhnya 40
kali dibandingkan dengan fenol. Untuk pengujian ini biasanya digunakan dua jenis bakteri yaitu
Salmonella typhi (bakteri gram negative) dan Staphylococcus aureus (bakteri gram positif).
a. Sterilisasi cairan
Cairan yang disterilisasi umumnya adalah media fermentasi yang mengandung gula, garam
fosfat, ammonium, trace metals, vitamin, dan lain-lain. Secara umum ada dua cara sterilisasi cairan
yaitu dengan panas dan disaring (filtrasi). Sterilasi dengan panas dilakukan di dalam autoclave, di
mana steam tekanan tinggi diinjeksikan ke dalam chamber untuk mencapai temperatur 121 derajat C
dan tekanan tinggi (sekitar 15 psig). Durasinya bervariasi, namun umumnya diinginkan cairan
dipertahankan pada 121 derajat C selama minimal 15 menit. Jika termasuk waktu untuk heating dan
cooling steps, total waktu berkisar 1-2 jam tergantung volume cairan yang disterilisasi. Terkadang
temperatur bisa diset pada 134 derajat C (untuk medis).

Laboratory autoclave
Untuk skala industri, cairan disterilisasi dengan panas menggunakan beberapa pilihan teknik.
Gambar di bawah menjelaskan salah satu bagan proses sterilisasi cairan media di industri. Banyak
jenis proses baik secara batch atau continuous yang diterapkan di industri, misalnya direct steam,
indirect heating, indirect steam, dan lainnya.

Sterilisasi medium di industri bioproses. Sumber: Doran, M.P (1995), Bioprocess Engineering
Principles, chapter 13, Academic Press
Cairan dapat disterilisasi juga dengan disaring menggunakan membrane filter berpori 0.22
atau 0.45 micro meter. Metode ini cocok untuk volume cairan yang kecil (1-2 liter) dan bahan kimia
yang bisa rusak karena panas misalnya gula dan protein.

b.

Sterilisasi padatan
Padatan yang umum disterilkan adalah glassware, biosafety cabinet, dan beberapa

jenis tabung dan kontainer. Pada glassware dan plastik tahan panas umumnya dilakukan
dengan autoclave

mirip

seperti

sterilisasi

cairan

namun

ditambah proses

pengeringan. Biosafety cabinet disterilkan dengan bantuan radiasi UV dan disemprot ethanol 70 %.
Udara dalam cabinet disaring dengan filter (detilnya akan dibahas di bagian ke-2 tentang sterilisasi
gas).
2.1.1 Jenis-Jenis Sterilisasi
Meski saat ini mikroba telah banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia,
namun seringkali keberadaan mikroba masih dianggap mengganggu, terutama mikroba pathogen.
Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk mengurangi jumlah mikroba hingga menghilangkannya sama
sekali. Untuk tujuan tersebut, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
Desinfeksi
Desinfeksi merupakan tindakan pengurangan sebagian besar mikroorganisme dari benda mati.
Pada proses desinfeksi ini, tidak semua mikroba dapat dihilangkan.
Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan upaya untuk menghindari gangguan mikroba tanpa mematikan
sporanya. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan cara: Pemanasan pada suhu 62oC selama 30
menit, pemanasan 7174oC selama 20 detik, atau pemanasan 8587oC selama 5 detik.
Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya untuk meminimalisasi gangguan mikroorganisme dengan cara
menghilangkan seluruhnya (bakteri, jamur, parasit, virus, termasuk bakteri endospora).
Sterilisasi menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses bioteknologi, salah stunya
dalam proses fermentasi. Meskipun proses fermentasi melibatkan mikroorganisme, namun

seringkali kehadiran mikroorganisme lain (kontaminan) tetap mengganggu. Hal ini karena:
1. Medium akan menumbuhkan semua mikroba yang ada (mikroba target dan kontaminan)
sehingga produk yang dihasilkan menjadi sangat beragam. Tentu saja hal ini sangat merugikan
karena

selain

mengurangi

produktivitas

juga

menyulitkan

dalam

proses

isolasi.

2. Jika proses fermentasi dilanjutkan dalam keadaan banyak kontaminan, maka kemungkinan
produk yang dihasilkan oleh kontaminan menjadi lebih dominan dan mendesak produk
mikroba

target

hingga

dapat

menghilangkannya.

3. Kontaminasi pada produk akhir dapat menurunkan kualitas produk, bahkan mungkin dapat
membahayakan

manusia

4. Kontaminan

dapat

merusak

produk

yang

diinginkan

5. Kontaminasi dari suatu fermentasi bakteri dengan phage dapat me-lisis kultur.
Untuk menghindari halhal tersebut di atas, langkah antisipasi yang dapat dilakukan antara
lain

dengan:

a.

Penggunaan

inokulum

murni

dalam

fermentasi

b. Sterilisasi medium: merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan semua jenis
makhluq

hidup

yang

ada

dalam

media,

dilakukan

sebelum

inokulasi

kultur.

c. Sterilisasi ruang fermenter: Penghilangan semua bentuk makhluq hidup dari ruang
fermentor,
d.

termasuk

udara

secara

kontinyu

Sterilisasi semua bahan yang digunakan dalam keseluruhan proses fermentasi

e. Penjagaan kondisi aseptis selama fermentasi

Fermentasi dapat dilakukan baik secara fisika, kimia, maupun radiasi. Sterilisasi secara fisika
dapat dilakukan dengan membunuh mikroba atau sekadar mencegah mikroba masuk kesistem kita.
Sterilisasi fisik dengan membunuh mikroba dapat dilakukan dengan penggunaan panas, freezing
(pembekuan), penggunaan garam berkonsentrasi tinggi, dll. Sementara sterilisasi fisik tanpa
membunuh mikroba dapat dilakukan dengan filtrasi. Filtrasi merupakan upaya untuk meminimalisasi
kontaminasi mikroorganisme dengan cara menyaring sesuatu dengan filter berukuran tertentu
sehingga sebagian mikroba tidak dapat melewatinya. Cara ini tidak membunuh mikroba yang ada,
hanya

meminimalisasi

agar

mikroba

tidak

terbawa.

Namun, dalam proses fermentasi, cara sterilisasi fisik yang paling mungkin dilakukan adalah
dengan filtrasi dan penggunaan panas, baik panas basah maupun panas kering. Sterilisasi panas basah
seringkali digunakan untuk sterilisasi media dan bahanbahan lainnya sementara panas kering untuk
sterilisasi alatalat. Faktorfaktor yang mempengaruhi sterilisasi panas antara lain:

Jenis dan jumlah kontaminan yang hendak dihilangkan

Morfologi mikroorganisme

Komposisi media fermentasi

pH

Ukuran partikel tersuspensi

Temperatur yang digunakan

Durasi proses sterilisasi

Keberadaan air

Sterilisasi panas dapat dilakukan secara batch maupun continue.


a. Sterilisasi

Batch

Sterilisasi sistem batch dapat dilakukan dengan cara menginjeksikan uap panas ke dalam
mantel fermentor ayau coil yang terdapat pada bagian dalam fermentor. Cara ini disebut
metode tidak langsung. Atau dengan cara menghilangkan uap panas langsung ke dalam
larutan medium (metode langsung). Metode langsung membutuhkan uap panas murni, yaitu
bebas dari bahan kimia tambahan seperti senyawa antikarat yang panyak digunakan dalam
proses produksi uap. Di samping itu, metode langsung akan mengakibatkan bertambahnya
volume cairan media dalam fermentor karena adanya kondensasi uap yang digunakan.

b. Sterilisasi Continuou

Sebuah sistem untuk sterilisasi kontinyu memiliki kumparan (coil) yang dipakai cukup lama
untuk membunuh semua mikroorganisme. Media yang berasal dari sebuah wadah dialirkan
melalui exchanger, ditahan dalam kumparan, dan melewati kembali penukar panas untuk
memanaskan media yang masih belum steril kemudian dikumpulkan dalam senuah fermentor
steril.
Desain ini akan bekerja hanya dengan penukar dengan area perpindahan panas yang tak
terbatas karena tidak ada kekuatan pendorong untuk transfer panas. Sebuah desain yang asli
akan memiliki satu penukar kecil lain untuk menaikkan suhu sampai yang diinginkan setelah
penukar utama telah bekerja.
Biaya sumber pemanasan tidaklah penting untuk unit pabrik skala kecil untuk sterilisasi
kontinyu, karena injeksi uap langsung adalah proses yang sederhana. Sebuah penukar panas
memerlukan air pendingin untuk mengembalikan kembali temperatur media ke temperatur
semula (tidak panas).
Site mini memberikan keuntungan berupa minimalnya kemungkinan kerusakan medium
tetapi mengkinsumsi banyak energi. Temperature yang dibutuhkan untuk sterilisasi sistem ini
adalah 140oC dengan waktu hanya 30 hingga 120 detik. Alat yang digunakan dapat berupa

Continues plate heat exchange dan Continues injection flash cooler. Kelebihan Continues
injection flash cooler antara lain:

Dapat digunakan untuk media yang mengandung bahan padat tersuspensi

Biaya lebih murah

Mudah dibersihkan

Pemanasan dan pendinginan lebih cepat

Penggunaan uap lebih efisien

Adapun Kekurangannya antara lain:

Dapat terbentuk buih saat pemanasan dan pendinginan

Adanya kontak langsung antara media dan uap panas yang murni, yaitu bebas dari
bahan anti karat.

2.2 Kinetika Kematian Mikroba


Proses panas secara komersial umumnya didesain untuk menginaktifkan mikroorganisme
yang ada pada makanan yang dapat mengancam kesehatan manusia dan mengurangi jumlah
mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang rendah, sehingga peluang terjadinya kebusukan sangat
rendah. Dalam desain proses termal, ada dua hal yang harus diketahui, yaitu karakteristirk ketahanan
panas mikroba dan profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya.
Karakteristik ketahanan panas dinyatakan dengan nilai D dan nilai Z. Untuk mencapai level
pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan, amaka ditentukan siklus logaritma pengurangan
mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitasnya pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini ditentukan
sebelum proses termal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu
tertentu, dimana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai Z (Kusnandar, 2008).
Nilai D menyatakan ketahahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba oleh suhu
pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan
untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik. Setiap
mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu
tertentu, maka semakin tinggi ketahahan panas mikroba tersebut pada suhu yang tertentu. Nilai D
umumnya dinyatakan pada suhu standar. Untuk bakteri mesofilik atau termofilik umumnya
menggunakan suhu standar 121oC, sedangkan untuk sel vegetatif, khamir, atau kapang umumnya
menggunakan suhu yang lebih rendah (80-100C). Nilai D pada suhu standar ini sering dituliskan
dengan nilai Do (Anonim, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas proses thermal pencapaian kecukupan proses


panas sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi
proses termal harus dikontrol dengan baik dan dikendalikan. Berdasarkan persyaratan pendaftaran ke
FDA, terdapat faktor-faktor kritis yang dapat mempengaruhi proses pemanasan dan sterilisasi, yang
dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Di antara faktor-faktor kritis yang perlu
diidentifikasi pengaruhnya adalah: (a) karakteristik bahan yang dikalengkan (pH keseimbangan,
metode pengasaman, konsistensi/viskositas dari bahan, bentu/ukuran bahan, aktivitas air, persen
padatan, rasio padatan/ cairan, perubahan formula, ukuran partikel, jenis pengental, jenis pengawet
yang ditambahkan, dan sebagainya), kemasan (jenis dan dimensi, metode pengisian bahan ke dalam
kemasan), (b) proses dalam retort (jenis retort, jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort,
tumpukan wadah, pengaturan kaleng, kemungkinan terjadinya nesting (Anonim c, 2008).
Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, aerobik, batang pembentuk spora, kadangkadang memperlihatkan reaksi gram-negatif. Bacillus cereus merupakan bakteri fakultatif anaerob
dengan ukuran sel-sel vegetatif dalam bentuk rantai. Beberapa galur bersifat psikotropik, dan galur
lainnya bersifat mesofilik dan termofilik. Beberapa tidak dapat tumbuh pada makanan dingin yang
disimpan panas pada suhu di atas 60C (Anonim, 2009).
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri
gram negatif. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40C, optimum pada 37C. Pada
umumnya, bakteri ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia,
seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. E. coli banyak digunakan dalam teknologi
rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang
diinginkan untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah
dalam penanganannya (Anonim, 2009).
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini terogolong
baketri mesofilik. Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi
apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas aeruginosa disebut patogen
oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu
infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada
usus normal dan pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar.
Bakteri ini adalah jenis bakteri gram negatif aerob obligat, berkapsul, mempunya flagella polar
sehingga bakteri ini bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-1,0 m. Bakteri ini tidak menghasilkan spora
dan tidak dapat memfermentasikan karbohidrat (Anonim, 2010).
Jenis dan spesies mikroba berpengaruh terhadap perlakuan panas pada proses sterilisasi.
Tabel 2.1 menunjukan ketahanan relative beberapa jenis mikroba terhadap panas yang tinggi.

Mikroba yang membentuk spora lebih tahan terhadap pemanasan basah yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan beberapa jenis mikroba yang lain. Siklus sterilisasi dapat

dirancang

berdasarkan pemusnahan spora bakteri, sehingga mikroba jenis lain aka mati secar bersamaan. Suhu
yang semakin tinggi pada proses sterilisasi maka waktu yang dibutuhkan untuk mematikan spora akan
semakin berkurang.

Table 2.1 Ketahanan Relative Berbagai Mikroba Terhadap Panas Batch


Ketahanan Relatif Terhadap

Jenis Mikroba

Panas

Bakteri vegetative dan khamir

Virus dan bakteriofage

1-5

Spora kapang

2-10

Spora bakteri

3 x 106

Sumber : J.H (ed), 1988, Chemical Engineers Hand Book

Table 2.2 Pengaruh Suhu Dan Waktu Sterilisasi Terhadap Kematian Spora
Suhu

Sterilisasi

Waktu yang Diperlukan untuk Mematikan

( C)

Spora (menit)

116

30

118

18

121

12

125

132

138

0,8

Sumber : J.H (ed), 1988, Chemical Engineers Hand Book


Pengaruh waktu sterilisasi terhadap jumlah spora yang bertahan menunjukan karakteristik
yang berbeda-beda. Karakteristik mikroba atau termofilik pada awal proses sterilisasi mengalami
peningkatan populasi spora kemudian dengan bertambahnya waktu sterilisasi spora yang hidup
semakin berkurang. Panas yang diberikan pada awal proses justru akan meningkatkan populasi
mikroba termofil dan setelah temperature pemanasan mencapai temperature yang mengakibbatkan
kematian mikroba (lethal temperature), maka secara perlahan jumlah mikroba yang hidup berkurang.
Bailey & Ollis, (1986) menyatakan bahwa kematian jumlah mikroba oleh pemanasan dapat
mengikuti persamaan linear orde -1.
.(2.1)

Persamaannya :
N

= jumlah mikroba

= waktu pemanasan

Kd

= konstanta laju kematian mikroba


.(2.2)

Integrasi persamaan 2.1 menjadi :


N0

= jumlah mikroba sebelum pemanasan pada t = 0

Nt

= jumlah mikroba setelah pemanasan periode t

Logaritma normal persamaan 2.2 memberikan korelasi linear terhadap waktu,


.(2.3)
N0 sering disebut level kontaminasi (jumlah mikroba sebelum pemanasan kontaminasi
mikroba sebelum disterilisasi ) dan Nt adalah level sterilisasi.
Dalam proses sterilisasi dikenal istilah decimal reduction time atau destruction value (D) yang
didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan dalam meit pada suhu tertentu untuk mengurangi jumlah
sel vegetative atau spora sehingga mikroba yang bertahan berkurang menjadi 1/10, sehingga
persamaan 2.2 dapat dituliskan :
.(2.4)
.(2.5)
Nilai konstanta laju kematian mikroba (kd) bergantung pada temperatur, mengikuti persamaan
Arhenius:
.(2.6)
.(2.7)
Apabila nilai ln kd dialurkan terhadap 1/T maka akan diperoleh sebuah garis lurus gradient
Ed/R.

Daftar Pustaka
Achmad Dinoto. 2007. Media Agar. Ide Besar Istri Peneliti.
Http://www.nvtech.com (Diakses tanggal 01 april 2012)
Booth, A. F. 2008. Microbiological Consideration for Sterilization Process Development.
Pharmaceuticals Microbiology Forum Newsletter. Vol.14 (1). p.2-4
Hogg, Stuart. 2005. Essential Microbiology. John Wiley and Sons, Ltd.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.rpi.edu/dept/chemeng/Biotech-Environ/FERMENT/steriliz.htm (Diakses tanggal 01 april 2012)
http://analisispengujianmutupangan.blogspot.com/2011/01/menghitung-kematianmikrobamikroorganis.html (Diakses tanggal 01 april 2012)
Rahayu, Diah. 2006. http://dyah-dyahrahayu.blogspot.com/2011/10/dasar-bioproses-ivsterilisasi.html (Diakses tanggal 01 april 2012)

Anda mungkin juga menyukai