Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Meningoensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane


atau selaput yang melapisi otak (brain) dan syaraf tunjang (spinal cord). Meningitis dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain, dan sedikit sekali yang
sebabkan oleh obat-obatan. Meningitis biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau
mikroorganisme. Kebanyakan kasus penyakit meningitis disebabkan oleh infeksi virus, infeksi
bakteri, jamur, dan parasit menjadi penyebab paling umum berikutnya, juga bisa dari berbagai
penyebab non-infeksius, seperti karena obat-obatan misalnya atau bisa juga penyebaran ke
meninges (malignant meningitis).1 Virus yang dapat menyebabkan meningitis termasuk
enterovirus, virus tipe 2 (dan kurang umum tipe 1), varicella zoster virus (dikenal sebagai
penyebab cacar air dan ruam saraf), virus gondok, HIV, dan LCMV. Pemeriksaan fisik,
pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta
darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam
mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah
diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian
antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan
serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang
sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone
atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes
akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau
Ceftriaxone. Treatment atau terapi lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul,
misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain
sebagainya.2

BAB II
MENINGOENSEFALITIS

A. ANATOMI ORGAN TERKAIT (MENINGENS DAN ENCEPHALON)


Dalam pembahasan anatomi meningoencephalitis akan dibahas dua bagian anatomi
yaitu meningens dan encephalon.1 Meningens merupakan selaput atau membran yang
terdiri atas jaringan ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens
terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Durameter
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini
terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat
dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk
sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum
yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan
lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan
meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan
melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang
berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi
ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian
otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum
itu antara lain:
Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada
garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada
crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium
cerebelli.
Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi
fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan
menopang lobus occipitalis cerebri.

Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
3

Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus


yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus. 1,3

Gambar 1. Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak

Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 2. Skema pembagian jaringan otak (encephalon)

Gambar 3. jaringan otak (encephalon)

B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
5

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang dapat mengenai
selaput pembungkus otak dan medulla spinalis. Meningoencephalitis adalah peradangan
yang terjadi pada encephalon (jaringan otak) dan meningens. Nama lain dari
meningoencephalitis

adalah

cerebromeningitis,

encephalomeningitis,

dan

meningocerebritis. 1,4
C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus. 4
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan
usia
Neonatus

Bakteri yang paling sering


menyebabkan meningitis
Group B streptococcus
Escherichia coli
Klebsiella
Enterobacter

Bakteri yang jarang menyebabkan


meningitis
Staphylococcus aureus
Coagulase-negative staphylococci
Enterococcus faecalis
Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e,
f, dan nontypable
>1 bulan
Streptococcus pneumonia
H. influenzae type b
Neisseria meningitides
Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan enterovirus
dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien yang tidak
6

vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse,
California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan
meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu HSV, EBV,
CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling
sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus
yang jarang menyebabkan meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae
(cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).5
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan
suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit
degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi
parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat
difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu dari
dua mekanisme yaitu :
(1) Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau
(2) Sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immunemediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.

Tabel 2. Virus penyebab meningitis


Akut
Adenoviruses

Subakut
HIV
7

1. Amerika utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella

JC virus
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness. 6

D. PATOFISIOLOGI DARI MENINGOENCEPHALITIS

Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara
hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi
kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari
fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur
tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah
Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat
terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides
juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi
golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena
bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan
kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak
yang tidak divaksinasi Hib. 3,4
Organisme

yang

umum

menyebabkan

meningitis

(seperti

N.Meningitidis,

S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya


berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi
virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini.
Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak
mengalami proses opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak
terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida,
yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang
terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang
tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur
< 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada
fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid.
Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen
yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
9

Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu
timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan
lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel
bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon
inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor,
interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan
leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah
otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial
mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen antiinflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan
adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun
tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan
respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan
tekanan intrakranial meningkat.1
Meningitis

karena

jamur

jarang

terjadi

tetapi

dapat

terjadi

pada

pasien

immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau


trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus
pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi

10

meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu
peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.
Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan
kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga
Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse
virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini
menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari
pengujian

laboratorium.

Namun,

manfaatnya

terbatas

pada

sejumlah

patogen

diidentifikasi. 2,4
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end
host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi
bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa
beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang
lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama
diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang
diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.5

E. PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS


11

ANAMNESIS
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis
wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
-

meningitis.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses
persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang
sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau

makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan
dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan

perilaku
Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan
fotofobia

2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral


Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi
jamur
4. Anamnesis untuk meningitis aseptik
Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs (NSAID),
IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat terjadi dalam
beberapa menit menelan obat.
5. Anamnesis untuk ensefalitis
Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan
membantu diagnosis. 1

MANIFESTASI SECARA KLINIK


12

Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
-

Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.

tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig positif dan
Brudzinski juga positif)

Gambar 4. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig


a. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang

berhubungan dengan prognosis yang buruk


b. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
c. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
-

lebih sering dengan meningitis pneumokokus.


Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral
keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,

kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
13

mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis. 1,2

TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG


Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tandatanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk
hitung WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis
ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa
rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai
sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis
menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa
normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme
peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi
kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk
mengetahui bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan
untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan
virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan

Electroencephalogram

(EEG)

dapat

mengkonfirmasi

komponen

ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,
walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau
mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
14

Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, catscratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.
Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih
belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi
Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP
vasculopathies atau keganasan. 1,4,6

Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal


pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
Kondisi

Tekanan

Leukosit (/L)

Normal

50-180 mm
H2O

Meningitis
bakterial akut

Biasanya
meningkat

<4; 60-70%
limfosit,
30-40% monosit,
1-3% neutrofil
100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
15

Protein
(mg/dL)
20-45

Glukosa
(mg/dL)
>50 atau
75% glukosa
darah

Keterangan

100-500

Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan

Organisme
dapat dilihat
pada Gram
stain dan

mendominasi
Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan

Normal atau
meningkat

Tuberculous
meningitis

Biasanya
meningkat:
dapat sedikit
meningkat
karena
bendungan
cairan
serebrospinal
pada tahap
tertentu
Biasanya
meningkat

Fungal

Viral
meningitis atau
meningoencefa
litis

Normal atau
meningkat
tajam

Meningitis
toxoplasma

Normal

1-10,000;
didominasi PMNs
tetapi
mononuklear sel
biasa mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya telah
lama dilakukan
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya
25-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya

PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya ;
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
Monosit
mendominasi
16

glukosa
darah;
biasanya <40
Terdepresi
atau normal

kultur

100-500;
lebih
tinggi
khususnya
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal
20-500

<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat

Bakteri tahan
asam
mungkin
dapat terlihat
pada
pemeriksaan
usap CSF;

<50;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat

Budding
yeast dapat
terlihat

20-100

Secara umum
normal;
dapat
terdepresi
hingga 40
pada
beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)

Normal
namun

Biasanya
normal

>100

Organisme
normal dapat
dilihat;
pretreatment
dapat
menyebabkan
CSF steril

Toxoplasma
gondii di

bisa
meningkat
sedikit

Abses (infeksi Normal atau


parameningeal) meningkat

0-100 PMNs
kecuali pecah
menjadi CSF

20-200

LCS
Serologis :
tes antibody
fluid rescent
indirect (+)
Sabin
fieldman dye
test titer 1 :
512 atau
lebih
Normal

F. DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS


Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah :
1. Kejang demam
2. Meningitis
3. Encephalitis
4. Intracranial abscess
5. Sekuele dari edema otak
6. Infark cerebral
7. Perdarahan cerebral
8. Vaskulitis
9. Measles
10. Mumps

17

Profil
mungkin
normal

G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS
Tabel 3. Awal Terapi antimikroba menurut Umur untuk bakteri bagi dugaan Meningitis
Age
Newborns (0-28 days)

Recommended Treatment
Cefotaxime or ceftriaxone plus

Alternative Treatments
Gentamicin plus

ampicillin with or without gentamicin

ampicillin
Ceftazidime plus

Infants and toddlers (1

Ceftriaxone or cefotaxime plus

ampicillin
Cefotaxime or ceftriaxone

mo-4 yr)
Children and adolescents

vancomycin
Ceftriaxone or cefotaxime plus

plus rifampin
Ampicillin plus

(5-13 yr) and adults

vancomycin

chloramphenicol

Pengobatan meningitis bakteri berfokus pada sterilisasi CSF dengan antibiotik (Tabel 3) dan
pemeliharaan perfusi serebral dan sistemik yang memadai. Karena peningkatan resistensi S.
pneumoniae, banyak yang relatif resisten terhadap penisilin atau sefalosporin, sefotaksim (atau
seftriakson) ditambah vankomisin harus diberikan sampai uji kerentanan antibiotik tersedia.
Sefotaksim atau seftriakson juga adalah cukup untuk membunuh N. meningitidis dan H.
influenzae. Untuk bayi yang lebih muda dari usia 2 bulan, ampisilin ditambahkan untuk
menutupi kemungkinan Listeria monocytogenes. Lama pengobatan adalah 10 sampai 14 hari
untuk S. pneumoniae, 5 sampai 7 hari untuk N. meningitidis, dan 7 sampai 10 hari untuk H.
influenzae.
Terapi pendukung melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti dan pengobatan
syok, koagulasi intravaskular diseminata, sekresi hormon antidiuretik tidak pantas, kejang,
peningkatan tekanan intrakranial, apnea, aritmia, dan koma. Terapi pendukung juga
melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai untuk adanya edema serebral.

Dengan pengecualian dari HSV dan HIV, tidak ada terapi spesifik untuk ensefalitis virus.
Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU, yang memungkinkan terapi
18

agresif untuk kejang, deteksi tepat waktu kelainan elektrolit, dan, bila perlu, saluran napas
pemantauan

dan

perlindungan

dan

pengurangan

tekanan

intrakranial

meningkat.

IV asiklovir adalah pilihan perawatan untuk infeksi HSV. Infeksi HIV dapat diobati dengan
kombinasi ARV. M. pneumoniae infeksi dapat diobati dengan doksisiklin, eritromisin,
azitromisin, atau klaritromisin, meskipun nilai mengobati penyakit SSP mikoplasma dengan
agen ini masih diperdebatkan. Perawatan suportif sangat penting untuk menurunkan tekanan
intrakranial tinggi dan untuk menjaga tekanan perfusi serebral yang memadai dan oksigenasi.
ADEM telah diobati dengan kortikosteroid dosis tinggi IV. Tidak jelas apakah hasil perbaikan
dengan kortikosteroid mencerminkan kasus lebih ringan diakui oleh MRI, lebih sedikit kasus
ADEM disebabkan oleh campak (yang menyebabkan ADEM parah), atau perawatan suportif
ditingkatkan. 1,5,

H. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS


Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan memerlukan
monitoring output urin dan administrasi cairan yang bijaksana, menyeimbangkan
-

kebutuhan pemberian cairan untuk hipotensi dan hipoperfusi.


Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis, tetapi juga mungkin
terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial atau immune complex-mediated,

tromboflebitis, demam obat, atau infeksi nosokomial.


Di antara korban, gejala biasanya menyelesaikan selama beberapa hari untuk 2 sampai
3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis menular (St
Louis, California, dan infeksi Enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala sisa, kasus yang
parah menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat terjadi
dengan hampir semua virus ini Neurotropik. Angka kematian keseluruhan untuk
ensefalitis menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga dari pasien sembuh sebelum
dibuang dari rumah sakit. Sisanya menunjukkan residua klinis yang signifikan,
termasuk kelumpuhan atau spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan, ataksia, dan
kejang berulang. Kebanyakan pasien dengan gejala sisa neurologis ensefalitis menular
19

pada saat dikeluarkan dari rumah sakit secara bertahap memulihkan beberapa atau
semua fungsi mereka.
Di antara yang selamat, gejala ini biasanya hilang selama beberapa hari sampai 2
sampai 3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis
menular (St Louis, California, dan infeksi enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala sisa,
kasus yang berat menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat
terjadi dengan hampir semua dari virus Neurotropik. Angka kematian keseluruhan untuk
ensefalitis menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga pasien sembuh sebelum keluar
dari rumah sakit. Sisanya menunjukkan residua klinis yang signifikan, termasuk paresis
atau spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan, ataksia, dan kejang berulang. Kebanyakan
pasien dengan gejala sisa neurologis ensefalitis menular pada saat dikeluarkan dari rumah
sakit

secara

bertahap

memulihkan

beberapa

atau

semua

fungsi

mereka.

Penyakit yang disebabkan oleh HSV, timur ensefalitis kuda, atau M. pneumoniae dikaitkan
dengan prognosis yang lebih buruk. Prognosis dapat lebih miskin untuk ensefalitis pada
anak-anak muda dari 1 tahun atau dengan koma. Rabies adalah universal fatal.
Relaps dari ADEM telah terjadi di 14%, biasanya dalam waktu 1 tahun dengan tanda-tanda
klinis yang sama atau baru. Rekurensi ADEM dapat mewakili anak sclerosis ganda.1
Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas dan mortalitas tergantung pada agen infeksi, usia anak, kesehatan umum, dan
diagnosis cepat dan perawatan. Meskipun peningkatan dalam terapi antibiotik dan suportif,
sebuah kematian yang signifikan dan morbiditas laju tetap.
Angka kematian keseluruhan untuk meningitis bakteri adalah 5-10% dan berbeda dengan
organisme penyebab dan usia. Meningitis neonatal memiliki tingkat mortalitas 15-20%. Pada
anak yang lebih, angka kematian adalah 3-10%. Meningitis dari S pneumoniae memiliki angka
kematian tertinggi (26,3-30%); H influenzae tipe B memiliki angka kematian 7,7-10,3%;
meningitidis N memiliki tingkat kematian terendah dari organisme yang paling umum, di 3,510,3%.
Sampai dengan 30% anak memiliki gejala sisa neurologis. Ini bervariasi oleh organisme,
dengan S pneumoniae memiliki tingkat tertinggi komplikasi. Satu studi menunjukkan bahwa
tingkat komplikasi dari S pneumoniae meningitis tidak berbeda jika infeksi adalah dari strain
penisilin sensitif atau resisten. Studi ini menunjukkan bahwa deksametason tidak
meningkatkan hasil.
20

Beberapa penelitian telah menunjukkan kejadian gangguan pendengaran yang mendalam


bilateral, hingga 4% pada semua kasus meningitis bakteri. Kehilangan pendengaran
sensorineural adalah salah satu masalah yang paling sering. Anak-anak yang berisiko terbesar
gangguan pendengaran termasuk mereka dengan bukti tekanan intrakranial meningkat, temuan
abnormal pada CT scan, seks pria, kadar glukosa rendah dalam CSF, infeksi oleh S.
pneumoniae, dan kaku kuduk. 1,4
Seperti banyak anak-anak terpengaruh sangat muda dan kognitif dan keterampilan motorik
yang belum matang, beberapa gejala sisa tidak dapat diakui selama bertahun-tahun. Sebuah
penelitian baru diikuti anak-anak yang sembuh dari meningitis untuk 5-10 tahun. Mereka
menemukan 1 dari 4 usia sekolah korban meningitis memiliki gejala sisa yang serius baik dan
melumpuhkan atau gangguan perilaku fungsional penting atau disfungsi neuropsikiatri atau
pendengaran yang terganggu kinerja mereka di sekolah.
Meningoencephalitis Viral: infeksi enterovirus

biasanya

memiliki

beberapa

komplikasi. Herpes simpleks dan infeksi arbovirus, di samping infeksi virus pada

pasien AIDS, dapat mengakibatkan penyakit saraf parah


Meningitis tuberkulosis: Morbiditas dan mortalitas terkait dengan tahap penyakit.
Tahap I memiliki morbiditas yang signifikan 30%, stadium II 56%, dan stadium III
94%.

1. PENCEGAHAN MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis
Imunisasi rutin terhadap Hib dan S. pneumoniae yang direkomendasikan untuk anak mulai
dari usia 2 bulan. Vaksin terhadap N. meningitidis yang direkomendasikan untuk remaja muda
dan mahasiswa perguruan tinggi serta personil militer dan pelancong ke daerah endemik
tinggi. Kemoprofilaksis dianjurkan untuk kontak dekat infeksi N. meningitidis dan kasus
indeks dan untuk kontak dekat Hib dan kasus indeks; rifampisin, siprofloksasin, atau
seftriakson dianjurkan untuk radang otak. Pencegahan terbaik untuk ensefalitis arboviral
adalah untuk menghindari infeksi yang ditularkan melalui nyamuk atau kutu yang terbawa dan
untuk menghilangkan kutu hati-hati. Tidak ada vaksin yang digunakan di Amerika Serikat
untuk pencegahan infeksi arboviral atau untuk enterovirus kecuali polio. Tidak ada tindakan
pencegahan khusus untuk HSV ensefalitis kecuali untuk operasi caesar bagi ibu dengan lesi
21

genital aktif. Rabies dapat dicegah dengan prapajanan atau vaksinasi pasca pajanan.
Ensefalitis Influenza bisa dicegah dengan penggunaan vaksinasi influenza. Reye syndrome
dapat dicegah dengan menghindari penggunaan aspirin atau senyawa yang mengandung
aspirin untuk anak-anak dengan demam, dan penggunaan varicella dan vaksin influenza.1

BAB III
KESIMPULAN

Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.


Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran
serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak)
disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan
permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam,
abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif,
ketulian, kecacatan motorik

22

ANALISA KASUS
Ny M seorang perempuan berumur 57 tahun datang dibawa oleh keluarga dengan
keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Pasien kejang saat mau tidur dengan frekuensi 3-4 kali,
durasi kejang 1-2 menit dengan jeda kurang lebih 10 menit. Kejang dengan keadaan mata
mendelik ke atas dan kaki serta tangan seakan kaku. Setelah kejang pasien dikatakan
mengantuk dan tidak berespons terhadap sekeliling. Kemudian pasien dibawa oleh keluarga ke
RS Hasanah Graha Afiah. Sewaktu di sana pasien kejang 9 kali dengan tipe kejang yang sama.
Oleh karena ruangan ICU penuh, pasien dirujuk ke RS Bhakti Yudha. Sewaktu sampai ke IGD
RS Bhakti Yudha, pasien keliatan gelisah dan tidak berespons ketika diajak bicara. Pergerakan
pasien tidak terbatas. Mata pasien tidak bisa terbuka sendiri. Setelah 1 hari di rawat di ICU,
pasien sempat kejang 2 kali durasi kurang lebih 30 menit dimana kejang pada sisi tubuh kiri
dan tampak kaku, mata mendelik ke atas dan mulut terbuka. Setelah kejang pasien mengantuk.
Setelah 1 jam pasien sadar kembali. Pasien memiliki riwayat sakit kepala berdenyut pada
bagian kepala dan mata 3 hari SMRS. Pasien mengatakan lidahnya timbul sariawan dan panas
pada tenggorokan. Pasien memiliki riwayat DM sejak 10 tahun lalu. Pada tahun 2002, pasien
menjalani operasi katarak pada kedua belah mata. Pasien pernah menderita flek pada tahun
1997 dan menjalani pengobatan selama 6 bulan dan dikatakan sembuh dari flek. Riwayat
demam disangkal, sakit gigi tidak diketahui, riwayat penyakit yang berhubungan dengan
telinga, hidung, dan tenggorokan tidak diketahui, riwayat trauma kepala disangkal, riwayat
operasi di daerah kepala disangkal, riwayat mondok dengan keluhan serupa disangkal.
Riwayat darah tinggi, sakit jantung, sakit ginjal, dan riwayat stroke sebelumnya disangkal.
23

Pemeriksaan di ruangan ICU (14 Maret 2012)


Kesadaran : CM (1 jam setelah kejang)

Kuantitatif GCS (E4 V5 M6) =15

Vital sign :

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 72x/menit kuat, isi dan tegangan cukup,

RR : 22 x/menit regular

Suhu : 36,7 0C

Mulut : Terdapat lesi putih di seluruh bagian lidah


Meningeal sign :

Kaku kuduk (+)

Brudzinski I (+), Brudzinski II (+)

Kernig (-)

Refleks fisiologis: 5555 4444


5555 4444
Refleks Patologis : -

Pemeriksaan di IGD (13 Maret 2012)


Pada pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan tingkat kesadaran delirium dengan tanda vital
tekanan darah 140/80 mmHg, frekuensi nadi 88 kali per menit, frekuensi napas 24 kali per

24

menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan status neurologis, GCS E1M5V1, kesan
hemiparese tidak ada dan tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal.
Pemeriksaan laboratorium
Hematologi :

Leukosit : 11,53 ribu/mm

Limfosit : 37%

CT scan kepala dengan kontras : tidak ada kelainan


Foto thorax AP : suspect efusi pleura kiri

Lumbal punksi : (GDS saat LP = 465 mg/dl)

Glukosa : 216 mg/dl


Protein : 61
None : positif
Pandi : positif
Jumlah sel : 7 ul/l
Mono : 72
Poli : 28
2/3 x 465 = 310

DISKUSI
Diagnosis meningoensefalitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien ini tidak
didapatkan keluhan demam yang mana demam merupakan salah satu keluhan atau gejala pada
meningitis dan ensefalitis. Namun demam merupakan keluhan subyektif bagi pasien karena
pasien sendiri tidak mengukur suhu badan menggunakan thermometer. Selain itu pasien
mengeluh sakit kepala dan sakit mata namun tidak ada keluhan mual dan muntah. Sakit
kepala bisa menunjukkan adanya gejala peningkatan tekanan intrakranial pada pasien: Agen
penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler
25

kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial


edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK
Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke
jaringan otak dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian
premotor. Pada pasien ini didapatkan kejang berulang yang berlangsung 1-2 menit dengan
tangan dan kaki kiri seperti kaku, mata mendelik ke atas dan setelah kejang pasien seperti
mengantuk. Ini dapat didiagnosis sebagai ensefalitis karena pasien kejang dengan adanya
penurunan kesadaran setelah kejang. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan
melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala pasien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan
oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang
mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi
rigiditas. Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan
bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis menunjang
terjadinya infeksi pada pasien, hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya infeksi pada
meningen yang sudah mencapai medulla spinalis, oleh karena itu gejala yang didapat pada
pasien ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan penunjang maka sesuai dengan diagnosis
meningoensefalitis. Untuk mengetahui penyebab pastinya dibutuhkan adanya kultur.
Hasil pemeriksaan LCS didapatkan cairan jernih, glukosa menurun sedikit

(216

mg/dl), protein meningkat (61 mg/dl), None positif, Pandi positif, jumlah sel meningkat
sedikit (7 ul/l), mono lebih tinggi (72) berbanding Poli 28. GDS saat lumbal punksi adalah 465
mg/dl jadi penurunan glukosa dibanding glukosa darah adalah sedikit menurun (2/3 x 465 =
310).
Hasil LCS dapat didiagnosis kemungkinan meningoensefalitis et causa tuberculosa
karena LCS cairan jernih, glukosa menurun namun tidak terlalu banyak (maka dapat menolak
kemungkinan akibat infeksi bakteri), protein meningkat, None dan Pandi positif, jumlah sel
meningkat dan dominasi mono berbanding poli. Ini dapat diteguhkan lagi meningoensefalitis
ec tuberculosa karena pasien mempunyai riwayat flek dan pada foto thorax didapatkan suspek

26

efusi pleura kiri. Maka seharusnya untuk penegakan diagnosis harus dilakukan pewarnaan
BTA.
Namun tidak dilupakan sewaktu tindakan LP dilakukan, secara mata kasar didapatkan
tekanan meningkat dan dari klinis pasien memiliki candidiasis oral maka tidak dapat menolak
jika pasien mengidap meningoensefalitis ec jamur. Maka untuk penegakan diagnosis harus
dilakukan biakan jamur.
Prognosis pasien ini secara vital dan fungsionam adalah bonam karena pasien tidak
memiliki gangguan organ dan perkembangan pasien semakin baik setelah diberikan OAT dan
obat jamur. Prognosis penyembuhan meningoensefalitis adalah dubia karena penyembuhannya
tergantung pada tingkat kepatuhan pasien minum obat dan dosis obat yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : www.emedicine.com. Di


unduh pada tanggal 18 Maret 2012.
2. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
3. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available
in : www.medscapeemedicine.com/meningitis.
4. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
5. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
6. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : www.wikipedia.com. Diunduh pada tanggal
18 Maret 2012

27

28

Anda mungkin juga menyukai