PENDAHULUAN
BAB II
MENINGOENSEFALITIS
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
3
Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).
B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
5
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang dapat mengenai
selaput pembungkus otak dan medulla spinalis. Meningoencephalitis adalah peradangan
yang terjadi pada encephalon (jaringan otak) dan meningens. Nama lain dari
meningoencephalitis
adalah
cerebromeningitis,
encephalomeningitis,
dan
meningocerebritis. 1,4
C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus. 4
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan
usia
Neonatus
vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse,
California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan
meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu HSV, EBV,
CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling
sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus
yang jarang menyebabkan meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae
(cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).5
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan
suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit
degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi
parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat
difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu dari
dua mekanisme yaitu :
(1) Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau
(2) Sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immunemediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Subakut
HIV
7
1. Amerika utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
JC virus
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness. 6
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara
hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi
kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari
fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur
tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah
Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat
terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides
juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi
golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena
bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan
kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak
yang tidak divaksinasi Hib. 3,4
Organisme
yang
umum
menyebabkan
meningitis
(seperti
N.Meningitidis,
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu
timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan
lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel
bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon
inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor,
interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan
leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah
otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial
mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen antiinflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan
adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun
tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan
respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan
tekanan intrakranial meningkat.1
Meningitis
karena
jamur
jarang
terjadi
tetapi
dapat
terjadi
pada
pasien
10
meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu
peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.
Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan
kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga
Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse
virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini
menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari
pengujian
laboratorium.
Namun,
manfaatnya
terbatas
pada
sejumlah
patogen
diidentifikasi. 2,4
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end
host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi
bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa
beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang
lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama
diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang
diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.5
ANAMNESIS
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis
wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
-
meningitis.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses
persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang
sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau
makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan
dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan
perilaku
Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan
fotofobia
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
-
Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig positif dan
Brudzinski juga positif)
kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
13
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis. 1,2
Electroencephalogram
(EEG)
dapat
mengkonfirmasi
komponen
ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,
walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau
mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
14
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, catscratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.
Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih
belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi
Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP
vasculopathies atau keganasan. 1,4,6
Tekanan
Leukosit (/L)
Normal
50-180 mm
H2O
Meningitis
bakterial akut
Biasanya
meningkat
<4; 60-70%
limfosit,
30-40% monosit,
1-3% neutrofil
100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
15
Protein
(mg/dL)
20-45
Glukosa
(mg/dL)
>50 atau
75% glukosa
darah
Keterangan
100-500
Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan
Organisme
dapat dilihat
pada Gram
stain dan
mendominasi
Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan
Normal atau
meningkat
Tuberculous
meningitis
Biasanya
meningkat:
dapat sedikit
meningkat
karena
bendungan
cairan
serebrospinal
pada tahap
tertentu
Biasanya
meningkat
Fungal
Viral
meningitis atau
meningoencefa
litis
Normal atau
meningkat
tajam
Meningitis
toxoplasma
Normal
1-10,000;
didominasi PMNs
tetapi
mononuklear sel
biasa mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya telah
lama dilakukan
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya
25-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya
PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya ;
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
Monosit
mendominasi
16
glukosa
darah;
biasanya <40
Terdepresi
atau normal
kultur
100-500;
lebih
tinggi
khususnya
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal
20-500
<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Bakteri tahan
asam
mungkin
dapat terlihat
pada
pemeriksaan
usap CSF;
<50;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Budding
yeast dapat
terlihat
20-100
Secara umum
normal;
dapat
terdepresi
hingga 40
pada
beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)
Normal
namun
Biasanya
normal
>100
Organisme
normal dapat
dilihat;
pretreatment
dapat
menyebabkan
CSF steril
Toxoplasma
gondii di
bisa
meningkat
sedikit
0-100 PMNs
kecuali pecah
menjadi CSF
20-200
LCS
Serologis :
tes antibody
fluid rescent
indirect (+)
Sabin
fieldman dye
test titer 1 :
512 atau
lebih
Normal
17
Profil
mungkin
normal
G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS
Tabel 3. Awal Terapi antimikroba menurut Umur untuk bakteri bagi dugaan Meningitis
Age
Newborns (0-28 days)
Recommended Treatment
Cefotaxime or ceftriaxone plus
Alternative Treatments
Gentamicin plus
ampicillin
Ceftazidime plus
ampicillin
Cefotaxime or ceftriaxone
mo-4 yr)
Children and adolescents
vancomycin
Ceftriaxone or cefotaxime plus
plus rifampin
Ampicillin plus
vancomycin
chloramphenicol
Pengobatan meningitis bakteri berfokus pada sterilisasi CSF dengan antibiotik (Tabel 3) dan
pemeliharaan perfusi serebral dan sistemik yang memadai. Karena peningkatan resistensi S.
pneumoniae, banyak yang relatif resisten terhadap penisilin atau sefalosporin, sefotaksim (atau
seftriakson) ditambah vankomisin harus diberikan sampai uji kerentanan antibiotik tersedia.
Sefotaksim atau seftriakson juga adalah cukup untuk membunuh N. meningitidis dan H.
influenzae. Untuk bayi yang lebih muda dari usia 2 bulan, ampisilin ditambahkan untuk
menutupi kemungkinan Listeria monocytogenes. Lama pengobatan adalah 10 sampai 14 hari
untuk S. pneumoniae, 5 sampai 7 hari untuk N. meningitidis, dan 7 sampai 10 hari untuk H.
influenzae.
Terapi pendukung melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti dan pengobatan
syok, koagulasi intravaskular diseminata, sekresi hormon antidiuretik tidak pantas, kejang,
peningkatan tekanan intrakranial, apnea, aritmia, dan koma. Terapi pendukung juga
melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai untuk adanya edema serebral.
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV, tidak ada terapi spesifik untuk ensefalitis virus.
Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU, yang memungkinkan terapi
18
agresif untuk kejang, deteksi tepat waktu kelainan elektrolit, dan, bila perlu, saluran napas
pemantauan
dan
perlindungan
dan
pengurangan
tekanan
intrakranial
meningkat.
IV asiklovir adalah pilihan perawatan untuk infeksi HSV. Infeksi HIV dapat diobati dengan
kombinasi ARV. M. pneumoniae infeksi dapat diobati dengan doksisiklin, eritromisin,
azitromisin, atau klaritromisin, meskipun nilai mengobati penyakit SSP mikoplasma dengan
agen ini masih diperdebatkan. Perawatan suportif sangat penting untuk menurunkan tekanan
intrakranial tinggi dan untuk menjaga tekanan perfusi serebral yang memadai dan oksigenasi.
ADEM telah diobati dengan kortikosteroid dosis tinggi IV. Tidak jelas apakah hasil perbaikan
dengan kortikosteroid mencerminkan kasus lebih ringan diakui oleh MRI, lebih sedikit kasus
ADEM disebabkan oleh campak (yang menyebabkan ADEM parah), atau perawatan suportif
ditingkatkan. 1,5,
pada saat dikeluarkan dari rumah sakit secara bertahap memulihkan beberapa atau
semua fungsi mereka.
Di antara yang selamat, gejala ini biasanya hilang selama beberapa hari sampai 2
sampai 3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis
menular (St Louis, California, dan infeksi enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala sisa,
kasus yang berat menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat
terjadi dengan hampir semua dari virus Neurotropik. Angka kematian keseluruhan untuk
ensefalitis menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga pasien sembuh sebelum keluar
dari rumah sakit. Sisanya menunjukkan residua klinis yang signifikan, termasuk paresis
atau spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan, ataksia, dan kejang berulang. Kebanyakan
pasien dengan gejala sisa neurologis ensefalitis menular pada saat dikeluarkan dari rumah
sakit
secara
bertahap
memulihkan
beberapa
atau
semua
fungsi
mereka.
Penyakit yang disebabkan oleh HSV, timur ensefalitis kuda, atau M. pneumoniae dikaitkan
dengan prognosis yang lebih buruk. Prognosis dapat lebih miskin untuk ensefalitis pada
anak-anak muda dari 1 tahun atau dengan koma. Rabies adalah universal fatal.
Relaps dari ADEM telah terjadi di 14%, biasanya dalam waktu 1 tahun dengan tanda-tanda
klinis yang sama atau baru. Rekurensi ADEM dapat mewakili anak sclerosis ganda.1
Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas dan mortalitas tergantung pada agen infeksi, usia anak, kesehatan umum, dan
diagnosis cepat dan perawatan. Meskipun peningkatan dalam terapi antibiotik dan suportif,
sebuah kematian yang signifikan dan morbiditas laju tetap.
Angka kematian keseluruhan untuk meningitis bakteri adalah 5-10% dan berbeda dengan
organisme penyebab dan usia. Meningitis neonatal memiliki tingkat mortalitas 15-20%. Pada
anak yang lebih, angka kematian adalah 3-10%. Meningitis dari S pneumoniae memiliki angka
kematian tertinggi (26,3-30%); H influenzae tipe B memiliki angka kematian 7,7-10,3%;
meningitidis N memiliki tingkat kematian terendah dari organisme yang paling umum, di 3,510,3%.
Sampai dengan 30% anak memiliki gejala sisa neurologis. Ini bervariasi oleh organisme,
dengan S pneumoniae memiliki tingkat tertinggi komplikasi. Satu studi menunjukkan bahwa
tingkat komplikasi dari S pneumoniae meningitis tidak berbeda jika infeksi adalah dari strain
penisilin sensitif atau resisten. Studi ini menunjukkan bahwa deksametason tidak
meningkatkan hasil.
20
biasanya
memiliki
beberapa
komplikasi. Herpes simpleks dan infeksi arbovirus, di samping infeksi virus pada
1. PENCEGAHAN MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis
Imunisasi rutin terhadap Hib dan S. pneumoniae yang direkomendasikan untuk anak mulai
dari usia 2 bulan. Vaksin terhadap N. meningitidis yang direkomendasikan untuk remaja muda
dan mahasiswa perguruan tinggi serta personil militer dan pelancong ke daerah endemik
tinggi. Kemoprofilaksis dianjurkan untuk kontak dekat infeksi N. meningitidis dan kasus
indeks dan untuk kontak dekat Hib dan kasus indeks; rifampisin, siprofloksasin, atau
seftriakson dianjurkan untuk radang otak. Pencegahan terbaik untuk ensefalitis arboviral
adalah untuk menghindari infeksi yang ditularkan melalui nyamuk atau kutu yang terbawa dan
untuk menghilangkan kutu hati-hati. Tidak ada vaksin yang digunakan di Amerika Serikat
untuk pencegahan infeksi arboviral atau untuk enterovirus kecuali polio. Tidak ada tindakan
pencegahan khusus untuk HSV ensefalitis kecuali untuk operasi caesar bagi ibu dengan lesi
21
genital aktif. Rabies dapat dicegah dengan prapajanan atau vaksinasi pasca pajanan.
Ensefalitis Influenza bisa dicegah dengan penggunaan vaksinasi influenza. Reye syndrome
dapat dicegah dengan menghindari penggunaan aspirin atau senyawa yang mengandung
aspirin untuk anak-anak dengan demam, dan penggunaan varicella dan vaksin influenza.1
BAB III
KESIMPULAN
22
ANALISA KASUS
Ny M seorang perempuan berumur 57 tahun datang dibawa oleh keluarga dengan
keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Pasien kejang saat mau tidur dengan frekuensi 3-4 kali,
durasi kejang 1-2 menit dengan jeda kurang lebih 10 menit. Kejang dengan keadaan mata
mendelik ke atas dan kaki serta tangan seakan kaku. Setelah kejang pasien dikatakan
mengantuk dan tidak berespons terhadap sekeliling. Kemudian pasien dibawa oleh keluarga ke
RS Hasanah Graha Afiah. Sewaktu di sana pasien kejang 9 kali dengan tipe kejang yang sama.
Oleh karena ruangan ICU penuh, pasien dirujuk ke RS Bhakti Yudha. Sewaktu sampai ke IGD
RS Bhakti Yudha, pasien keliatan gelisah dan tidak berespons ketika diajak bicara. Pergerakan
pasien tidak terbatas. Mata pasien tidak bisa terbuka sendiri. Setelah 1 hari di rawat di ICU,
pasien sempat kejang 2 kali durasi kurang lebih 30 menit dimana kejang pada sisi tubuh kiri
dan tampak kaku, mata mendelik ke atas dan mulut terbuka. Setelah kejang pasien mengantuk.
Setelah 1 jam pasien sadar kembali. Pasien memiliki riwayat sakit kepala berdenyut pada
bagian kepala dan mata 3 hari SMRS. Pasien mengatakan lidahnya timbul sariawan dan panas
pada tenggorokan. Pasien memiliki riwayat DM sejak 10 tahun lalu. Pada tahun 2002, pasien
menjalani operasi katarak pada kedua belah mata. Pasien pernah menderita flek pada tahun
1997 dan menjalani pengobatan selama 6 bulan dan dikatakan sembuh dari flek. Riwayat
demam disangkal, sakit gigi tidak diketahui, riwayat penyakit yang berhubungan dengan
telinga, hidung, dan tenggorokan tidak diketahui, riwayat trauma kepala disangkal, riwayat
operasi di daerah kepala disangkal, riwayat mondok dengan keluhan serupa disangkal.
Riwayat darah tinggi, sakit jantung, sakit ginjal, dan riwayat stroke sebelumnya disangkal.
23
Vital sign :
RR : 22 x/menit regular
Suhu : 36,7 0C
Kernig (-)
24
menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan status neurologis, GCS E1M5V1, kesan
hemiparese tidak ada dan tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal.
Pemeriksaan laboratorium
Hematologi :
Limfosit : 37%
DISKUSI
Diagnosis meningoensefalitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien ini tidak
didapatkan keluhan demam yang mana demam merupakan salah satu keluhan atau gejala pada
meningitis dan ensefalitis. Namun demam merupakan keluhan subyektif bagi pasien karena
pasien sendiri tidak mengukur suhu badan menggunakan thermometer. Selain itu pasien
mengeluh sakit kepala dan sakit mata namun tidak ada keluhan mual dan muntah. Sakit
kepala bisa menunjukkan adanya gejala peningkatan tekanan intrakranial pada pasien: Agen
penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler
25
(216
mg/dl), protein meningkat (61 mg/dl), None positif, Pandi positif, jumlah sel meningkat
sedikit (7 ul/l), mono lebih tinggi (72) berbanding Poli 28. GDS saat lumbal punksi adalah 465
mg/dl jadi penurunan glukosa dibanding glukosa darah adalah sedikit menurun (2/3 x 465 =
310).
Hasil LCS dapat didiagnosis kemungkinan meningoensefalitis et causa tuberculosa
karena LCS cairan jernih, glukosa menurun namun tidak terlalu banyak (maka dapat menolak
kemungkinan akibat infeksi bakteri), protein meningkat, None dan Pandi positif, jumlah sel
meningkat dan dominasi mono berbanding poli. Ini dapat diteguhkan lagi meningoensefalitis
ec tuberculosa karena pasien mempunyai riwayat flek dan pada foto thorax didapatkan suspek
26
efusi pleura kiri. Maka seharusnya untuk penegakan diagnosis harus dilakukan pewarnaan
BTA.
Namun tidak dilupakan sewaktu tindakan LP dilakukan, secara mata kasar didapatkan
tekanan meningkat dan dari klinis pasien memiliki candidiasis oral maka tidak dapat menolak
jika pasien mengidap meningoensefalitis ec jamur. Maka untuk penegakan diagnosis harus
dilakukan biakan jamur.
Prognosis pasien ini secara vital dan fungsionam adalah bonam karena pasien tidak
memiliki gangguan organ dan perkembangan pasien semakin baik setelah diberikan OAT dan
obat jamur. Prognosis penyembuhan meningoensefalitis adalah dubia karena penyembuhannya
tergantung pada tingkat kepatuhan pasien minum obat dan dosis obat yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
27
28