Oleh
Dewi Fitrianti E47
Desember 2013
Abstraksi
Teknologi Informasi mengandung dua hal penting, yaitu teknologi komputer dan teknologi komunikasi.
Teknologi informasi dapat mengubah strategi bersaing dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Teknologi Informasi diyakini sebagai pendukung utama tercapainya tujuan perusahaan di abad 21 ini,
namun investasi penerapan teknologi informasi dalam menunjang proses bisnis suatu perusahaan
mempunyai resiko kegagalan yang cukup besar dikarenakan nilai investasi yang menyertainya cukup
besar. Untuk itu diperlukan suatu tatakelola teknologi informasi yang komprehensif dan terstruktur dari
mulai perancangan sampai pengawasannya.
Perusahaan-perusahaan harus bereaksi dengan cepat untuk menghadapi kendala dan peluang yang
muncul dari lingkungan bisnis dengan implementasi TI yang efektif dan efisien. Dalam makalah ini
dibahas mengenai manfaat perubahan teknologi informasi terhadap bisnis, faktor-faktor penyebab
kegagalan penerapan teknologi informasi serta pengelolaan dan strategi TI yang efektif.
Kata kunci: teknologi informasi, manfaat TI, kegagalan TI, dan strategi TI
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Teknologi Informasi merupakan kombinasi teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat
lunak) untuk mengolah dan menyimpan informasi dengan teknologi komunikasi untuk melakukan
transmisi informasi (Martin, Brown, DeHayes, Hoffer, Perkins, 2000).
Implementasi teknologi informasi (TI) adalah suatu bentuk perubahan di dalam perusahaan atau
organisasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan implementasi TI, yaitu: (1) Implementasi TI
haruslah mengacu dan selaras dengan strategi bisnis perusahaan atau organiasi. (2) Implementasi
TI sebagai bagian dari proses dan kapabilitas, harus memperhatikan proses dan kapabilitas itu
sendiri, serta tiga komponen lainnya, yaitu struktur organisasi, sistem remunerasi, serta manusia di
perusahaan atau organisasi. (3) Implementasi TI harus didahului oleh suatu rencana tindakan yang
rinci, termasuk semua aspek yang berkaitan di luar TI itu sendiri. (4) Implementasi TI di suatu
perusahaan atau organisasi berarti mengubah sesuatu di dalam perusahaan atau organisasi
tersebut.
Penerapan Teknologi Informasi (TI) pada suatu perusahaan memerlukan biaya yang cukup besar
dengan kemungkinan resiko kegagalan yang cukup besar. Namun secara bersamaan, penerapan TI
juga memberikan peluang atau kesempatan terjadinya transformasi dan produktifitas bisnis yang
telah berjalan. Penerapan TI tidak selalu identik dengan pertumbuhan atau perkembangan
perusahaan, namun dapat juga mendukung suatu perusahaan untuk tetap bertahan di tengah
persaingan.
Penerapan TI di perusahaan tidak selamanya selaras dengan strategi dan tujuan perusahaan. Untuk
itu perlu dilakukan analisis terhadap infrastruktur dan pengelolaan TI yang ada agar dapat selalu
dipastikan kesesuaian infrastruktur dan pengelolaan yang ada dengan tujuan perusahaan.
1. Confidentiality memastikan bahwa informasi hanya dapat diakses oleh yang berhak.
2. Integrity menjaga akurasi dan selesainya informasi dan metode pemrosesan.
3. Availability memastikan bahwa user yang terotorisasi mendapatkan akses kepada informasi dan
aset yang terhubung dengannya ketika memerlukannya.
COSO
COSO merupakan kependekan dari Committee of Sponsoring Organization of the Treadway
Commission, sebuah organisasi di Amerika yang berdedikasi dalam meningkatkan kualitas pelaporan
finansial mencakup etika bisnis, kontrol internal dan corporate governance. COSO framework terdiri
dari 3 dimensi yaitu:
1. Komponen kontrol COSO
COSO mengidentifikasi 5 komponen kontrol yang diintegrasikan dan dijalankan dalam semua unit
bisnis, dan akan membantu mencapai sasaran kontrol internal:
a. Monitoring.
b. Information and communications.
c. Control activities.
d. Risk assessment.
e. Control environment.
2. Sasaran kontrol internal
Sasaran kontrol internal dikategorikan menjadi beberapa area sebagai berikut:
a. Operations efisisensi dan efektifitas operasi dalam mencapai sasaran bisnis yang juga meliputi
tujuan performansi dan keuntungan.
b. Financial reporting persiapan pelaporan anggaran finansial yang dapat dipercaya.
c. Compliance pemenuhan hukum dan aturan yang dapat dipercaya.
3. Unit/Aktifitas Terhadap Organisasi
Dimensi ini mengidentifikasikan unit/aktifitas pada organisasi yang menghubungkan kontrol
internal. Kontrol internal menyangkut keseluruhan organisasi dan semua bagian-bagiannya. Kontrol
internal seharusnya diimplementasikan terhadap unit-unit dan aktifitas organisasi.
Control Objectives for Information and related Technology (COBIT)
COBIT Framework dikembangkan oleh IT Governance Institute, sebuah organisasi yang melakukan
studi tentang model pengelolaan TI yang berbasis di Amerika Serikat [7,8,9]. COBIT Framework
terdiri atas 4 domain utama:
1. Planning & Organisation.
Domain ini menitikberatkan pada proses perencanaan dan penyelarasan strategi TI dengan strategi
perusahaan.
2. Acquisition & Implementation.
Domain ini menitikberatkan pada proses pemilihan, pengadaaan dan penerapan teknologi informasi
yang digunakan.
3. Delivery & Support.
Domain ini menitikberatkan pada proses pelayanan TI dan dukungan teknisnya.
4. Monitoring.
Domain ini menitikberatkan pada proses pengawasan pengelolaan TI pada organisasi. COBIT
mempunyai model kematangan (maturity models) untuk mengontrol proses-proses TI dengan
menggunakan metode penilaian (scoring) sehingga suatu organisasi dapat menilai proses-proses TI
yang dimilikinya dari skala non-existent sampai dengan optimised. Selain itu, COBIT juga mempunyai
ukuran-ukuran lainnya sebagai berikut:
1. Critical Success Factors (CSF) mendefinisian hal-hal atau kegiatan penting yang dapat digunakan
manajemen untuk dapat mengontrol proses-proses TI di organisasinya.
2. Key Goal Indicators (KGI) mendefinisikan ukuran-ukuran yang akan memberikan gambaran
kepada manajemen apakah proses-proses TI yang ada telah memenuhi kebutuhan proses bisnis
yang ada. KGI biasanya berbentuk kriteria informasi:
a. Ketersediaan informasi yang diperlukan dalam mendukung kebutuhan bisnis.
b. Tidak adanya resiko integritas dan kerahasiaan data.
c. Efisiensi biaya dari proses dan operasi yang dilakukan.
d. Konfirmasi reliabilitas, efektifitas, dan compliance.
3. Key Performance Indicators (KPI) mendefinisikan ukuran-ukuran untuk menentukan kinerja
proses-proses TI dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. KPI biasanya berupa
indikator kapabilitas, pelaksanaan, dan kemampuan sumber daya TI.
Bab 3 Pembahasan
3.1. Manfaat Implementasi TI Terhadap Bisnis Perusahaan
Bisnis dalam abad informasi harus bersaing dalam pasar yang penuh tantangan, dengan
perubahan yang cepat, kompleks, global, sangat kompetitif dan terfokus pada pelanggan.
Perusahaan-perusahaan harus bereaksi dengan cepat untuk menghadapi kendala dan peluang
yang muncul dari lingkungan bisnis baru ini (Drucker 1995). Dorongan-dorongan bisnis
menimbulkan tekanan dalam organisasi. Organisasi merespons dengan aktivitas yang
didukung oleh Teknologi Iinformasi untuk mendapatkan penghematan biaya,melakukan
aktivitas inovatif untuk meningkatkan daya saing. Berikut ini merupakan beberapa contoh
implementasi TI yang meningkatkan efisiensi biaya dan daya saing.
PT Bank Central Asia Tbk.
Mencermati inovasi layanan perbankan sulit tanpa menyebut BCA. Bank yang didirikan
pada 1967 ini dikenal kreatif dalam menawarkan produk dan layanan. Bukan hanya lewat
electronic delivery channel (EDC)-nya--seperti ATM, internet banking, mobile banking--tetapi
intinya, penguasaan TI berhasil menopang pertumbuhan bisnisnya. Salah satunya,
terciptanya efisiensi biaya komunikasi dan biaya transaksi tatap muka. Implementasi TI
yang BCA terapkan untuk menjawab kebutuhan nasabahnya.
PT Bank Mandiri Tbk.
Investasi TI Bank Mandiri merupakan bank BUMN terbesar di Indonesia. Investasi TI diarahkan
sebagai strategi penunjang untuk menjadi regional champion bank. Keberhasilan IT
governance Bank Mandiri dikukuhkan dengan diraihnya "MIS Asia Innovations Award 2004".
Penghargaan ini membuktikan bahwa strategi TI-nya selaras dengan strategi bisnisnya,
sehingga, dalam jangka panjang, memberi nilai tambah, dan kinerja yang terukur dengan
risiko yang terkelola.
PT Cahaya Sakti Multi Intraco (Olympic)
PT Cahaya Sakti Multi Intraco, produsen furnitur merek Olympic, yang selama 22 tahun
terakhir ini menjadi pemain utama dalam bisnis furnitur di Indonesia. Ambisinya untuk terus
mempertahankan posisinya sebagai penguasa pasar justru mendorong mereka bergerak
cepat memperbaiki pengelolaan informasi.
Sejak 2001, perusahaan ini telah menerapkan sistem Enterprise Resources Planning (ERP),
yang tujuannya untuk mengelola seluruh sumber daya perusahaan secara maksimal. Intinya
adalah mengintegrasikan seluruh informasi di dalam perusahaan, di antaranya termasuk
informasi mengenai keuangan, penjualan, distribusi, dan inventori.
Dengan implementasi TI tersebut data penjualan dan stok barang bisa diperoleh lebih cepat.
Komunikasi antarcabang yang kini berjumlah 50 itu pun menjadi makin cepat. Efisiensi biaya
didapatkan pada penurunan biaya komunikasi dan biaya persediaan/inventori.
PT TNT Indonesia
Berkat kemajuan teknologi informasi (TI), kini setiap pelanggan jasa kurir PT TNT Indonesia
bisa melacak status barang yang dikirimnya secara real time. Bahkan, jika mau, mereka
bisa menghitung ongkos yang mesti dibayar secara otomatis. Itu semua bisa dilakukan via
internet.
Bagi TNT, manfaat penerapan TI memang tak terhitung banyaknya. Di antaranya, mereka
bisa menghemat biaya lembur. Selain itu, soal pasokan informasi yang biasanya memakan
waktu satu-dua hari sekali, kini hampir setiap waktu dalam satu hari informasi bisa mereka
peroleh. Dan, akhir semua ini adalah kepuasan pelanggan yang berdampak positif terhadap
peningkatan penggunaan jasa mereka.
PT BAT Indonesia
Salah satu manfaat dari implementasi TI BAT Indonesia adalah proses pembayaran tembakau
ke petani, jika sebelumnya BAT membutuhkan waktu 3-4 hari, kini bisa selesai pada hari yang
sama. Dengan aplikasi yang sama, proses traceability pun bisa lebih mudah dan cepat.
manfaat - karena proyek jadi sangat besar, menyangkut hal non-TI yang cakupannya luas dan
kompleks. Hal ini terkadang sulit diterima perusahaan, karena cara berpikir kita yang
umumnya berangkat dari organisasi manajemen yang fungsional. Kalau toh rekomendasi itu
diterima dan CEO mencoba menerapkan, pelaksanaannya sangat sulit. Sebab, masalahnya
justru timbul dalam kultur manajemen yang harus berubah. Ada juga dari pendekatan piece
meal. Dalam hal ini, mungkin sistem TI-nya terpasang, tetapi perubahan tidak terjadi, karena
prosesnya hanya berubah sedikit, organisasinya tidak menyesuaikan. Ini akhirnya malah
mengkanibal TI-nya, atau strateginya tidak terdukung, lalu meng-overrule sistemnya,
meskipun proyek TI-nya sendiri bisa dinyatakan sukses.
Dari hasil penelitian terhadap berbagai implementasi ERP di perusahaan-perusahaan di
seluruh dunia, pada akhirnya di-simpulkan bahwa yang menjadi penyebab utama kegagalan
implementasi dan instalasi ini ada beberapa faktor yaitu:
Ketika tidak ada atau kuranngya support dan sponsorship dari Top Executive
Seperti diketahui bahwa instalasi dan implementasi ERP adalah suatu keputusan yang harus
diambil dan dimulai oleh para Top Executive, artinya keputusan harusnya adalah Top Down.
Apalagi dengan implementasi dan instalasi ini akan berakibat perubahan terhadap proses
business. ERP adalah crossfuction dalam satu perusahaan.
Orang-orang harus komit untuk melakukan perubahan di bagian masing-masing. Orang yang
dimasukkan dalam proyek akan meluangkan waktunya sebagian besar untuk
proyek ini yang pada awalnya tentu kelihatan seperti hal yang tidak berguna sama sekali.
Disinilah dibutuhkan support dan sponsorship dari Top Executive.
Ketika proyek dianggap sebagai proyek dari satu departemen saja
Sudah disebutkan diawal bahwa implemntasi dan instalasi ERP adalah crossfuction, artinya
proyek tidak akan berjalan semestinya jika ada asumsi bahwa proyek ini hanya milik satu
bagian atau departemen saja, misalnya saat implementasi di Departemen Finance, maka
deparetemen lain merasa tidak berkepentingan dan jika terjadi fail, dianggap adalah fail
tersebut hanya milik depertemen yang bersangkutan. Padahal dengan ERP ini nantinya akan
terjadi keterkaitan yang erat antar departemen dan terjadi transparansi dan juga sinergi
antara satu bagian dengan bagian yang lain. Sebagai contoh misalnya saat permintaan hasil
produksi besar atau trendnya lagi meningkat maka otomatis bagian produksi akan segera
mengetahuinya dan kapasitas produksi bisa ditingkatkan dan bagian raw material bisa
menyediakan kabutuhan yang dibutuhkan dengan tepat dan online.
Ketika tidak ada yang diserahkan untuk menjadi Person In Charge (PIC) atau project
Manager yang full time
Untuk satu proyek seperti ini maka sangat dibutuhkan seseorang yang memang ditugaskan
untuk menjadi PIC atau project manager atau owner project. Hal ini untuk meningkatkan
komitmen dan mampunya terpenuhi semua pekerjaan sesuai dengan schedule yang
direncanakan. Implementasi dan instalasi ini membutuhkan biaya, waktu dan resources yang
tidak sedikit sehingga dibutuhkan seseorang yang bertanggung jawab.
Ketika untuk segala proses dan prosedur implementasi diserahkan hanya ke team IT saja.
Hal ini sangat umum terjadi, dimana para anggota team yang terlibat di proyek implementasi
umunya suka menyerahkan saja untuk pengambilan keputusan atau perubahan prosedur ke
pihak IT dengan alasan mereka orang teknikal yang menguasai secara baik bidang teknikal.
Padahal yang mengetahui prosedur yang benar dibagian masing-masing adalah pihak yang
terlibat utama didalamnya, misalnya orang finance untuk di bagian finance, orang produksi
untuk dibagian produksi dan seterusnya.
Ketika vendor yang melakukan implementasi kurang atau tidak memiliki kemampuan dan
kompetensi yang baik dalam melakukan implementasi dan instalasi.
Disini dibutuhkan vendor yang akan melakukan instalasi dan implementasi sudah memiliki
jam terbang yang baik sehingga sudah mengetahui kira-kira problem yang akan muncul dan
memiliki kemampuan untuk melakukan solve sesuai dengan pengalaman yang telah didapat
sebelumnya.
Ketika tidak adanya dokumentasi untuk prosedur implementasi
Dalam implementasi ERP, dokumentasi adalah salah satu kata kunci. Setiap pihak yang
terlibat didalamnya harus melakukan dokumentasi sehingga bisa diketahui sudah sampai
dimana proses dan prosedur implemnatsi yang dilakukan. Ibarat system ISO, maka dokumtasi
haruslah sesuatu yang utama dilakukan.
Kekurangan atau kegagalan di Training
Training memberikan peran yang besar untuk menentukan sukses tidaknya implementasi dan
instalasi dari ERP. Karyawan yang selama ini bekerja dengan prosedur yang telah ada dan
akan berubah tentu sesuatu yang sulit, tapi perubahan bisa dilakukan dengan meberikan
training bagi para implementor dan user sehingga saat system dijalankan maka para user
sudah mengetahui kira-kira apa yang akan dilakukan.
Kesulitan perubahan cultur di organisasi
Orang biasanya cenderung mempertahankan comfort zone, dimana jika sudah merasa
nyaman akan sangat sulit untuk melakukan perubahan, apalagi jika sampai saat tersebut
semua operasi dan prosedur dirasa sudah cukup baik tanpa perlu memakai suatu system baru
dalam hal ini ERP. Salah satu kendala terbesar dalam implementasi ini adalah merubah cultur
ini. Jika seseorang terlambat atau salah dalam melakukan entry data, maka dampaknya akan
sangat panjang kedepannya. Cultur ini yang mesti diubah dan dijelaskan kesemua pihak yang
terlibat didalamnya.
3.3. Pelaksanaan Strategi Pengelolaan TI
Untuk mencapai efektivitas penerapan TI dan menghindari kegagalan diperlukan suatu
strategi pengelolan TI. Sebelum menetapkan strategi TI pertama-tama Perusahaan harus
memahami kondisi awal (1) identifikasi pemahaman pihak manajemen atas proses
pengelolaan TI, dan (2) mengukur tingkat kematangan proses pengelolaan TI saat ini.
Kemudian melakukan pemilihan proses yang akan dibuatkan model pengelolaan IT meliputi
ISO/IEC 17799, COSO dan COBIT dengan memperhatikan maturity level dan ekspektasi
proses TI yang ada.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyusun dan menerapkan strategi pengelolaan TI :
-
Telah dilakukan review dan pengujian terhadap seluruh asumsi dari rencana strategi.
Proses, layanan, dan fungsi yang dibutuhkan untuk hasil yang diingin telah didefinisikan,
namun fleksibel dan dapat berubah dengan proses pengawasan perubahan yang
transparan.
Pengecekan realisasi dari strategi yang disusun oleh pihak ketiga telah dilakukan untuk
meningkatkan objektivitas dan terus diulang dalam ukuran waktu tertentu.
Perencanaan strategis TI dijabarkan ke dalam strategi-strategi antara dan alternatif
Bab 4 Kesimpulan
Perusahaan merespons persaingan pasar dengan aktivitas yang didukung oleh Teknologi
informasi untuk mendapatkan penghematan biaya dan melakukan aktivitas inovatif untuk
meningkatkan daya saing. Beberapa bank mngimplementasikan TI untuk mendapatkan efisiensi
biaya komunikasi, biaya transaksi tatap muka dan menjawab kebutuhan nasabahnya.
Perusahaan bergerak di industri jasa dan retail menerapkan TI untuk mempercepat proses
mengambil keputusan penting yang ada kaitannya dengan pembelian barang, penentuan harga,
hingga urusan stok.
Selain manfaat yang didapatkan oleh kesuksesan implementasi TI terdapat beberapa kondisikondisi yang dapat menimbulkan kegagalan penerapan TI, yaitu:
-
Ketika tidak ada atau kurangya support dan sponsorship dari Top Executive
Ketika proyek dianggap sebagai proyek dari satu departemen saja
Ketika tidak ada yang diserahkan untuk menjadi Person In Charge (PIC) atau project
Manager yang full time
Ketika untuk segala proses dan prosedur implementasi diserahkan hanya ke team IT saja.
Ketika vendor yang melakukan implementasi kurang atau tidak memiliki kemampuan dan
kompetensi yang baik dalam melakukan implementasi dan instalasi.
Ketika tidak adanya dokumentasi untuk prosedur implementasi
Kekurangan atau kegagalan di Training
Kesulitan perubahan cultur di organisasi
DAFTAR PUSTAKA
-
Wainrigrht Martin, Daniel W.Dehayes. Jeffrey A.Hoffer, William C.Perkisn, Managing Information
Technology : What Manager Need To Know, Macmilan Publishing Company, New York, 2000
Teknologi Informasi mengubah strategi bersaing, M.Suyanto, 2010
Rancangan Tatakelola Teknologi Informasi Untuk Pabrik Pupuk, Kridanto Surendro, 2010
OBrien, J. A. and Marakas, G. M, Management Information, Mc.Graw-Hill Companies, New York,
2011.
COSO. 2003. COSO Back in The Limelight. Akses terakhir 28 Agustus 2004 dari
http://www.coso.org.
7 COBIT Steering Committee and the IT Governance Institute. 2000. COBIT Executive Summary, IT
Governance Institute