PENDAHULUAN
Cerebral palsy (CP) telah dibicarakan kurang lebih sekitar 150 tahun yang
lalu. Pada tahun 1843, seorang ahli bedah asal Inggris bernama William Little
mendeskripsikan tentang sebuah penyakit yang menjelaskan tentang Deformitas
pada
rangka
tubuh
manusia.1 Kemudian
pada
tahun
1862 ia
mulai
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cerebral palsi (CP) adalah terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama
kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia
selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer, dan
palsi mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot
atau jaringan saraf tepi, melainkan, terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan postur secara adekwat.5
Menurut International Workshop on Definition and Classification of CP
2007,
CP
digambarkan
sebagai
sekelompok
gangguan
permanen
dari
Tiap penderita CP, menunjukkan gejala yang berbeda. CP bukan penyakit menular
atau bersifat herediter.5,7
B. Epidemiologi
Serangan CP diperkirakan ditemukan pada 2 neonati tiap 1.000 kelahiran.
Collaborative Perinatal Project, dimana sekitar 45.000 anak secara teratur
dipantau sejak dalam kandungan hingga umur 7 tahun, melaporkan bahwa angka
prevalensi CP sekitar 4/1.000 bayi lahir hidup.3,7
Asosiasi CP dunia memperkirakan >500.000 penderita CP di Amerika.
Disamping peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah
anak-anak dan dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah
atau mungkin lebih meningkat sedikit selama 30 tahun terakhir.5,7
C. Klasifikasi Klinis
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis.
Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi
dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
1. CP Spastik2,5
Merupakan bentukan CP terbanyak ( 70-80%), otot mengalami kekakuan
dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan
lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang
dikenal dengan gait gunting.
Kasus ini jarang dijumpai, hanya sekitar 5-10% penderita CP. Melibatkan
keseimbangan dan persepsi dalam. Gejala-gejala ini melibatkan tonus otot yang
menurun serta koordinasi gerakan yang buruk, termasuk tremor.
Penderita
berjalan tidak stabil, dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, dengan posisi kedua
kaki yang saling berjauhan.
4. CP campuran
Kasus ini terjadi dimana seseorang mempunyai gejala lebih dari 1 dari 3
tipe diatas sebelumnya. Kombinasi paling umum adalah atetoid dan spastic CP,
meskipun tidak menutup kemungkinan kombinasi dari tipe-tipe lain.8
Dari defisit neurologis, CP terbagi atas 2:5
1. Tipe Piramidal
Gejala yang hampir selalu ada pada tipe ini adalah tonus yang meningkat
(hipertoni), hiperfleksi yang disertai klonus, cenderung timbul kontraktur, serta
refleks patologis. Gangguan bicara juga dapat terjadi pada tipe ini.
2. Tipe ekstrapiramidal
Salah satu karakteristik khas pada tipe ini adalah gerakan involunter. Tipe
ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Pada tipe ini
kontraktur jarang ditemukan.
3. Tipe campuran
Gejala yang muncul adalah campuran dari gejala-gejala 2 tipe diatas.
Klasifika
Minimal
si
Perkembangan
Normal,
Morikhanya
Gejala
Kelainan tonus sementara
Penyakit Penyerta
Gangguan komunikasi
terganggu secara
Kualitatif
Gangguan belajar
Spesifik
Sedang
Berat
Retardasi mental
kadang memerlukan
Bracing
Kuat
Komunikasi
Kejang
tipe
kompleks,
penderita
dapat
mengalami
halusinasi,
berjalan
mendeskripsikan
anak-anak
yang
terhambat
pertumbuhan
dan
otak
yang
berfungsi
untuk
mengontrol
pertumbuhan
dan
dimana terjadi kecacatan visus atau kebutaan yang mengenai lapangan pandang
abnormal pada satu sisi. Pada beberapa penyebab, seperti kernikterus, post
meningitis,
dapat
meningkatkan
gangguan
pendengaran.
Skrining
CP kongenital, pada satu sisi lainnya, tampak pada saat dilahirkan. Pada
banyak kasus, penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan
terjadi kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana
terjadi kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa
penyebab CP kongenital adalah :10
a. Infeksi selama kehamilan.
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan
menyebabkan kerusakan sistim saraf yang sedang berkembang. Infeksi
lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus
dan toxoplasmosis. Pada saat ini sering dijumpai infeksi maternal lain
yang dihubungkan dengan CP.
b. Ikterus neonatorum.
Pigmen bilirubin, yang merupakan komponen yang secara normal
dijumpai dalam jumlah kecil dalam darah, merupakan hasil produksi dari
pemecahan eritrosit. Jika banyak eritrosit mengalami kerusakan dalam
waktu yang singkat, misalnya dalam keadaan Rh/ABO inkompatibilitas,
bilirubin indirek akan meningkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus berat
dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen.
10
Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikalis <1mmol/L atau pH>7
Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multiple atau kelainan metabolik
Infeksi SSP atau sistemik
Pada
pemeriksaan
imaging
dini
tampak
kelainan
neurologis
e.
f.
g.
h.
i.
j.
12
peningkatan
resiko
13
14
sebagian
kasus,
pengulangan
pemeriksaan
akan
15
teknik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak
membutuhkan periode lama pemeriksaannya.
4. Pemeriksaan lain
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah
pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan. EEG akan
membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan menunjukkan
penyakit kejang.
Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan derajat gangguan
mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena
keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan
melakukan tes dengan baik.
Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk
dilakukan pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke otologist.
Identifikasi kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan
lebih mudah ditegakkan. Banyak kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup penderita CP.
5. Kriteria diagnosis
Terdapat kriteria untuk menegakkan diagnosis CP, yaitu dengan membagi
kelainan motorik atas 6 kategori:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
16
17
b. Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut,
dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.
Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat menelan lebih
mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid, misalnya sayur dan
buah yang dihancurkan. Posisi ideal, misalnya duduk saat makan atau minum
dan menegakkan leher akan menurunkan resiko tersedak. Pada kasus gangguan
menelan berat dan malnutrisi, klinisi dapat merekomendasikan penggunaan
selang makanan, yang digunakan untuk memasukkan makanan dan nutrien ke
saluran makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan meletakkan
selang langsung pada lambung.
c. Inkontinensia urin
Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia urin ini
disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot yang selalu
menjaga supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa
enuresis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas
fisik (stress inkontinensia), atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi
medikasi yang dapat diberikan untuk inkontinensia meliputi olah raga khusus,
biofeedback, obat- obatan,
pembedahan
atau
alat
yang
dilekatkan
18
sering
menjadi
pemimpin
tim,
bekerja
untuk
membuat
dan
mengimplementasikan
program
latihan
khusus
untuk
19
d. Terapis okupasi
Merupakan orang yang dapat membantu kemampuan pemahanan penderita
untuk kehidupan sehari-hari, sekolah dan bekerja.
e. Pelatih bicara dan bahasa
Spesialisasi dalam diagnosis dan terapi masalah komunikasi.
f. Pekerja sosial
Bertugas untuk membantu penderita dan keluarga yang hidup dalam komunitas
dan program edukasi.
g. Psikolog
Psikolog dibutuhkan agar dapat membantu penderita dan keluarga menghadapi
tekanan khusus dan kebutuhan dari penderita CP. Pada banyak kasus, psikolog
dapat mengatur terapi dengan memodifikasi perilaku yang tidak membantu atau
destruktif.
h. Guru
Seseorang yang dapat berperan penting jika terdapat gangguan mental atau
gangguan proses belajar.
Penderita, keluarga dan pengasuh merupakan kunci dari keberhasilan
terapi, mereka seharusnya terlibat jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan
keputusan, dan mengaplikasikan
dukungan
keluarga
terapi.
Penelitian
menunjukkan
bahwa
20
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah
diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik
mempunyai 2 tujuan utama yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi
otot yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy)
dan yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi
kaku yang pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal.
Kontraktur adalah satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan
normal, dengan panjang tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan
tendon pada saat berjalan dan berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan
bahwa otot akan berkembang dalam kecepatan yang sama. Tetapi pada anak dengan
CP, spastisitas akan mencegah
menyebabkan
otot
tidak
peregangan
otot
dan
hal
tersebut
akam
pada
anak
program
CP
tersebut
adalah
refleks
primitif
akan
21
jika anak dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis
seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut.
Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan
prinsip bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama
supaya berkembang secara normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis
akan membimbing anak sesuai dengan gerakan sepanjang alur perkembangan
motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar gerakan dasar seperti menarik
badannya pada posisi duduk dan merangkak sebelum anak mampu berjalan.
Terapi fisik hanya merupakan satu elemen dari program perkembangan bayi
selain, meliputi usaha untuk menyediakan satu lingkungan yang bervariasi dan dapat
menstimulasi perkembangan motorik anak. Anak CP juga membutuhkan pengalaman
baru dan interaksi dengan lingkungan disekitarnya
Program stimulasi dapat memberikan pengalaman yang bervariasi pada anak yang
secara fisik tidak memungkinkan untuk bereksplorasi.
Pada saat anak CP mencapai usia sekolah, penekanan terapi bergeser dari
perkembangan motorik dini. Usaha sekarang ditujukan pada persiapan anak untuk
masuk sekolah, membantu anak untuk membangun aktivitas harian rutin, dan
memaksimalkan kemampuan anak untuk berkomunikasi.
Terapi fisik saat ini dapat membantu anak CP mempersiapkan sekolah dengan
meningkatkan kemampuan untuk duduk, bergerak leluasa atau dengan kursi roda,
atau melakukan tugas misalnya menulis. Pada terapi okupasi, terapis bekerja dengan
anak untuk mengembangkan kemampuan makan, berpakaian, atau menggunakan
kamar mandi. Hal ini akan menurunkan kebutuhan pada pengasuh dan mempertinggi
kepercayaan pada diri sendiri. Untuk anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi,
terapi wicara bekerja untuk mengidentifikasi kesulitan spesifik dan membawa
22
sering
pada
masa
23
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang
yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. Obat yang
diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu
obat yang dapat mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang
berbeda walaupun dengan tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang
berbeda, dan banyak orang mungkin membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau
lebih macam obat untuk mencapai efektivitas pengontrolan kejang.
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada
penderita CP adalah:
1) Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.
Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia
>6 bulan diberikan dengan dosis 0,12 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi
dalam 6 8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis.
2) Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis
yang akan menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
i.
2 7 tahun: Dosis 10 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 4 dosis.
Dosis dimulai 2,5 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
ii.
iii.
24
menurunkan
Terapi Bedah15
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan
menyebabkan masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot
dan tendon, menentukan dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot
25
yang bermasalah merupakan hal yang sulit, berjalan dengan cara berjalan yang
benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama yang bekerja secara tepat pada
waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah pada satu otot dapat
menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh terhadap
otot yang bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat memungkinkan dokter
untuk melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera yang merekam
saat penderita berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait penderita.
Dengan menggunakan data tersebut, dokter akan lebih baik
dalam melakukan
untuk
26
yang
merupakan bagian yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris.
Hal ini efektif hanya untuk menurunkan tremor hemiparesis.
H. Prognosis CP16
Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP,
derajat keterlambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks
patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan
emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan motorik,
tetapi masih mungkin diukur. Tingkat kognisi sangat berhubungan dengan tingkat
fungsi mental yang akan sangat menentukan kualitas hidup seseorang.
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya
selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan
sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku
ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan
dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori tersebut akan membatasi
kemampuan fungsi motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak dengan hemiplegia
akan mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat duduk
dikelas untuk memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang
terjadi pada anak yang hemiplegik.
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan
tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa kasus
membutuhkan alat bantu. Aktivitas tangan secara umum akan terkena dengan derajat
27
dengan
Keseimbangan dan
spastisitas
penggunaan
tipe
atetoid
kemampuan
kadang-kadang
tangan
dapat
tampaknya
yang
berjalan.
masih
sulit.
Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar
berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks, tonik neck
refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks parasut
tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat duduk
pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan.
I. Pencegahan CP17
Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun
bisa dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain:
1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman
pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan
eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal
selama mandi dan bermain.
2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir
dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar.
Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah
28
rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah
pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum
memproduksi antibodi yang tidak diinginkan hingga saat persalinan. Pada
sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang diberikan setelah kelahiran dapat
mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang, misalnya jika
pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan pertama atau
produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat
perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam
kandungan atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.
3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi
sebelum hamil.
29