Anda di halaman 1dari 9

PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI

A. Pembelajaran Konstruktivis
1. Pengertian
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya
menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya
memperoleh informasi baru. Lebih lanjut menurut Piaget dan Vigotsky juga
menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar. Keduanya menyarankan
bahwa dalam belajar dibentuk kelompok kecil yang anggota dalam kelompok
tersebut hiterogen untuk mengupayakan terjadinya perubahan pengertian atau
belajar.
Menurut Good dan Brophy (dalam Sofyan, 2006) menyatakan bahwa
teori konstruktivisme merupakan teori belajar yang berhubungan dengan cara
seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan
makna (meaning-fulness). Perolehan pengetahuan tersebut melalui informasi
dalam struktur kognitif yang telahada hasil sebelumya dan siap dikonstruk
untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Menurut

Von

Glaserfeld

dalam

Bettercourt

dalam

Suparno,

konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan


bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realita). Pengetahuan
bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan
seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur
pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
Menurut Nur (2000), teori konstruktivisme menganjurkan adanya
peran aktif siswa secara fisik maupun mental dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian pendekatan ini berpusat kepada siswa/ student centered
instruction. Sedangkan peran guru membantu siswa dalam menemukan fakta,
konsep atau prinsip bagi diri siswa sendiri.

Konstruktivisme belajar adalah Constructing understanding atau


knowledge dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau dipelajari. Kata kunci
konstruktivisme adalah to construct. Dalam pembelajaran konstruktivisme
peran guru membantu siswa agar informasi yang dipelajari menjadi bermakna
bagi siswa yaitu dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan sendiri atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak
siswa agar sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Kesimpulan dari beberapa teori diatas,konstrusivisme adalah suatu
proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk membangun
sendiri pengetahuannya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator
pembelajaran.
2. Tujuan
Tujuan pembelajaran konstruktivisme menurut Tytler (1996) antara
lain, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan
kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih
kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
3. Cara
a. Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk mencari pengalaman
pada saat proses pembentukan pengetahuan berlangsung. Guru perlu
menumbuhkan sikap bertanggung jawab

pada diri murid dengan

mendorong mereka mengembangkan topik dan sub-topik yang sesuai


dengan minat mereka masing-masing.
b. Guru melatih murid berpengalaman dan membiasakan mereka menghargai
kondisi dari perspektif yang berbeda,karena keadaan yang nyata jarang
sekali memiliki perspektif tunggal.
c. Menghubungkan belajar dengan konsep yang realistis dan relevan. Guru
harus dapat membawa murid untuk menghubungkan materi pelajaran
dengan materi yang dimiliki oleh murid.

d. Melatih murid menghargai pendapat dan temuannya sendiri. Untuk itu,


guru mendorong murid untuk berani menetapkan apa yang akan
dipelajari,isu apa yang menarik,cara apa yang ditempuh,bagaimana
mereka merumuskan tujuan yang akan dicapai.
e. Menciptakan suasana belajar yang berada dalam suatu interaksi sosial.
f. Mendorong murid untuk berani menggunakan bentuk penyajian yang
berbeda
g. Mendorong anak didik untuk senantiasa menyadari proses terbentuknya
pemahaman dan pengetahuan dalam diri mereka.
B. Pembelajaran Inkuiri/Diskoveri
1. Pengertian
E. Mulyasa (2007), menuliskan dalam bukunya bahwa inkuiri berasal
dari kata inquiry (Inggris) yang secara harfiah berarti penyelidikan. Metode
inkuiri merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi
untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang
terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan
mencari jawaban sendiri, serta menghubungkan serta membandingakan apa
yang peserta didik temukan dengan penemuan lain.
Dalam proses pembelajran dengan metode inkuiri ini, peserta didik
didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif dan mengadakan suatu
penelitian (percobaan) untuk menemukan suatu penemuan tertentu. Melalui
metode ini peserta didi akan termotivasi unutk mengetahui dan memecahkan
permasalahan secara mandiri dan memiliki keterampilan kritis dalam
menganalisis informasi (Nurhadi,dkk 2004:43).
Pendapat lain menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan model
pembelajaran yang dapat membangun kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis
dan membangun sikap ilmiah, yang banyak direkomendasikan para ahli adalah
model pembelajaran inkuiri yang memberikan kesempatan peserta didik untuk
belajar menemukan dan tidak hanya menerima (Heuvelen dalam Wiyanto, 2005).
Begitu juga dengan Bruce & Bruce (1992) dalam Saliman bahwa Inkuiri

merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan


menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional.
Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang
mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi.

Proses tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial
yang menyelidiki masalah-masalah dan menemukan informasi. Lebih lanjut,
Trowbridge dalam Saliman mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inkuiri
adalah menata lingkungan/suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan
memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip ilmiah.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri
merupakan suatu proses yang ditempuh mahasiswa untuk memecahkan
masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan
dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam model inkuiri ini
mahasiswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu
permasalahan yang diberikan dosen. Dengan demikian, siswa akan terbiasa
bersikap seperti para ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur,
kreatif, dan menghormati pendapat orang lain.
2. Tujuan
Berdasarkan uraian pengertian dari pembelajaran inkuiri di atas dapat
kita ketahui bahwa tujuan dari pembelajaran ini

adalah meningkatkan

pemahaman siswa dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan


pembelajran secara aktif, sehingga konsep yang dicapai lebih baik serta dapat
menemukan suatu konsep melalui kreatifitas secara langsung.
Menurut Saptorini, target pembelajaran inkuiri adalah membantu siswa
dalam mengembangkan disiplin intelektual yang diperlukan dalam meneliti data.
Inkuiri merupakan seni mengajukan pertanyaanpertanyaan sains tentang fenomena
alam dan menemukan jawaban tentang pertanyaanpertanyaan tersebut.

Sementara itu, menurut Dwiyanti ada dua sasaran dalam pembelajaran


inkuiri, yaitu sasaran kognitif yang meliputi: (1) Memahami bidang khusus
dari materi pelajaran (2) Mengembangkan keterampilan proses sains. (3)
Mengembangkan

kemampuan

bertanya,

memecahkan

masalah,

dan

melakukan percobaan (4) Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang


berbeda (5) Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide, dan masalah baru.
(6) Memperkuat keterampilan berpikir kritis, dan sasaran afektif yang
meliputi: (1) Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan bidang ilmu (2)
Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan

dengan bidang ilmu tertentu (3) Meningkatkan intelektual dan intregitas (4)
Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan.
3. Cara

Menurut Saliman, Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan


pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh mahasiswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat faktafakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dosen harus selalu merancang
kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang
diajarkannya. Pemahaman konsep-konsep materi kuliah, sudah seharusnya
ditemukan sendiri oleh mahasiswa, bukan atas dasar "menurut buku".
Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa pada dasarnya, dalam
pembelajaran inkuiri peserta didik dibebaskan untuk menciptakan makna dan
pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki,
diketahui, dipercayai, dengan fenomena, ide, atau informasi baru yang
dipelajari. Dengan demikian, dalam proses belajar mahasiswa telah membawa
pengertian dan pengetahuan awal yang harus ditambah, dimodifikasi,
diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang diperoleh dalam
proses belajar.
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri dapat mengkuti langkah-langkah sebagai berikut (Wina
Sanjaya, 2007 : 201 205)
(1) Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan
agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru merangsang
dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah
orientasi merupakan langkah yang penting, keberhasilan model ini
sangat

tergantung

pada

kemauan

siswa

untuk

beraktivitas

menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah


(2) Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir
memecahkan teka-teki itu. Teka-teki yang menjadi masalah dalam

berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas


yang harus dicari dan ditemukan. Masalah hendaknya dirumuskan
sendiri oleh siswa dan masalah yang dikaji adalah masalah yang
mengandung teka-teki yang jawabannya pasti.
(3) Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji
kebenarannya.
(4) Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam model
pembelajaran ini mengumpulkan data merupakan proses mental
yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
(5) Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam
menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas
jawaban yag diberikan. Menguji hipotesis berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus
didukung

oleh

data

yang

ditemukan

dan

dapat

dipertanggungjawabkan.
(6) Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang

diperoleh

berdasarkan

hasil

pengujian

hipotesis.

Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses


pembelajaran. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya
guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

DAFTAR RUJUKAN
Dwiyanti, Gebi. Model Pembelajaran Inkuiri, (online), (www.upi.edu), diakses 24
Agustus 2014.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pmebelajaran Kreatif
dan Menyenangkan). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Muhamad. 2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: Pusat Studi MIPA
Sekolah UNESA.
Nurhadi, dkk. 2004. Pemnelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Semarang: UM Press.

Saliman. Pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran. Fakultas Ilmu Sosial dan


Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta, (online), (www.uny.ac.id), diakses
24 Agustus 2014.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sofyan, Ahmad. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta:
UIN Jakarta Press.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Tytler, R. 1996. Constructivism and conceptual change views of learning in
Science. Dalam Khazanah Pengajaran IPA. 1(3): 4-20.

PEMBELAJARAN KRONSTRUKTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Kemampuan Dasar Mengajar
Yang dibina oleh Bapak Triastono I.P.

Oleh

Kelompok 1 / Offering D
Bima Dwi Pranata

(120341421956)

Naria Ulfa Ali

(120341421933)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai