PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh psikopatologi
yang disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek lain perilaku.
Ekspresi dari manifestasi penyakit ini bervariasi diantara pasien tetapi efeknya selalu
berat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Skizofrenia mengenai segala
lapisan kelas dan umumnya muncul pada usia kurang dari 25 tahun, lalu selanjutnya
menetap sepanjang hidup. Meskipun didiagnosis sebagai penyakit tunggal, skizofrenia
mungkin terdiri atas suatu kumpulan gangguan dengan etiologi beragam, dan
bervariasi dalam manifestasi klinis, respons pengobatan dan perjalanan penyakitnya.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa di Amerika Serikat prevalensi
skizofrenia adalah 1%, pada studi lain didapatkan rentang yang tidak jauh berbeda
yaitu 0,6-1,9 %. Skizofrenia ditemukan pada semua lapisan masyarakat dan area
geografis, prevalensi maupun insidensinya secara kasar sama di seluruh dunia. Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa jumlah
penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat
penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi
gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan
kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas
juga terkena gangguan jiwa (Sutatminingsih, Raras. 2002). Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007 disebutkan, rata-rata nasional gangguan mental
emosional ringan, seperti cemas dan depresi pada penduduk berusia 15 tahun ke atas
mencapai 11,6%, dengan angka tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%.
Sedangkan yang mengalami gangguan mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan
gangguan depresi berat, sebesar 0,46%. (Anonim, Depkes RI).
Berdasarkan manifestasi klinisnya skizofrenia dibagi menjadi beberapa subtipe
bergantung pada acuan, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, Text Revision (DSM-IV-TR) skizofrenia dibagi menjadi skizofrenia
paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual,
sementara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan
frenia yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia
adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian
(Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area
fungsi
individu,
termasuk
berfikir
dan
berkomunikasi,
menerima
dan
integrasi
faktor
biologis,
faktor
psikososial,
faktor
perkembangan
skizofrenia. Komponen
merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan
ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom
skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia
merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang
buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud
tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon
terhadap
frustasi
dan
konflik
dengan
orang
lain.
menghadapi
realitas
yang
obyektif
dan
mungkin
juga
faktor
perilaku/fungsi
biologis,
tertentu.
dan
karakteristiknya
Sedangkan
gangguan
adalah
absennya
dalam
hubungan
emosi
dengan
menggunakan
komunikasi
verbal
yang
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau thought
insertion or withdrawal yang merupakan isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought
broadcasting, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
b. delusion of control, adalah waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau delusion of passivitiy
merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya diartikan secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan,
atau
penginderaan
khusus),
atau
delusional
bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (selfabsorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):
Penurunan
fungsi
yang
cukup
bermakna
di bidang
pekerjaan,
perintah, atau
paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
hati
(lofty
manner),
tertawa
menyeringai
(grimaces),
dengan
impulsivitas
yang
ekstrim.
Pasien
berteriak,
meraung,
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu
episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang
lebuh menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan
aktivitas, penumpula afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan,
ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Skizofrenia lainnya
dengan
bouffe
delirante
akan
progresif
dan
akhirnya
Gangguan skizoafektif
campuran.
2. Tipe depresif
: jika gangguan hanya mencakup episode depresif
mayor.
Diagnosis banding
Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua bentuk gangguan mood
dan skizoprenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan
medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik gejala riwayat
penyalahgunaan obat dapat mengindikasikan gangguan induksi zat. Keadaan medis
sebelumnya, pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan gangguanpsikotik dan
mood. Gangguan psikotik akibat gangguan kejang lebih sering terjadi daripada yang
terlihat pada populasi umum. Gangguan tersebut cenderung ditandai dengan paranoia,
halusinasi dan ide rujukan. Pasien epileptik dengan psikosis diyakini mempunyai
tingkat fungsi yang lebih baik daripada pasien dengan gangguan spektrum
skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih baik dapat mengurangi psikosis
.
Perjalanan dan prognosis
Telah diduga bahwa peningkatan adanya gejala skizofrenik memprediksi
prognosis lebih buruk. Setelah satu tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai hasil yang berbeda yang bergantung apakah gejala dominannya afektif
(prognosis lebih baik) / skizofrenik (prognosis lebih buruk). Satu studiyang
mempelajari pasien yang didiagnosis gangguan skizoafektif selama 8 tahun
mendapatkan hasil pasien tersebut lebih menyerupai skizofrenia dari pada gangguan
mood dengan gambaran psikotik.
Pengobatan
Mood stabilizer adalah cara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif.
Pada episode manik, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara agresif dengan dosis
mood stabilizer dalam kisaran konsentrasi terapetik sedang sampai tinggi dalam
darah. Pada fase rumatan, pemberian dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah
sampai sedang untuk menghindari efek samping terhadap sistem organ dan
memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan laboratorium
terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan penapisan periodik tiroid, ginjal dan
fungsi hematologi harus dilakukan. Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif
menderita akibat episode depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan
menyerupai pengobatan depresi bipolar. Pilihan antidepresan: SSRI : fluoxetine dan
sertralin sering dilakukan sebagai agen lini pertama. Pengobatan psikososial pasien
dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan keterampilan sosial, dan
rehabilitasi kognitif. Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalami
keadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga
dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat pasien tersebut. Perlu
diberikan regimen obat yang mungkin banyak, semua itu harus dijelaskan kepada
pasien dan keluarga pasien.
Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ-III
F25. Gangguan Skizoafektif
Pedoman Diagnostik
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas. (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20, pedoman diagnostic (a) sampai dengan (d)).
Pedoman Diagnostik
Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode
DAFTAR PUSTAKA
3. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006.
FamilySupport Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican
AmericanIndividuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric
Epidemology,41. 624-631.
4. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1997 : 777-83
5. Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya
Medika, Jakarta, 1998 : 227-229
6. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William &
Walkins. 5th Edition, USA, 1998 : 128
7. Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat
penerbitan dan percetakan.
8. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari
PPGDJ-III, Jakarta, 2001 : 65
9. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi
Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga
10. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat
Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993.