Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

B.RETINOPATI DIABETIKA
Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat, dimana tepung
dan gula tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya. Hal ini menimbulkan gangguan pula
pada nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata. Pengobatannya dengan diit dan insulin,
dapat memperpanjang umur penderita diabetes mellitus, sehingga proses degenerasi dimata
menjadi bertambah penting. Yang paling khas adalah penyulitnya di retina.
Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang disebabkan akibat
penyakit diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama. Jumlah insidens
penderitanya yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa
kebutaan.
Patogenesa
Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika. Namun
terdapat 2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar, yaitu :
1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase.
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa
intraselular meningkat, hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular,
yang kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular
dan jaringan saraf. Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme
fosfo-inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan
memperburuk kerusakan mikrovaskular.
2. Teori protein Aminoguanidin.
1

Aminoguanidin ( suatu fraksi dari protein esensial ) , melalui mekanisme yang masih
terus diselidiki, pada tikus tikus percobaan ternyata dapat memperlambat pertambahan
mikroaneurisma dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina.
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan
metabolik, yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai
ketinggian tertentu, mengakibatkan keracunan sel sel tubuh, terutama darah dan dinding
pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan
irreversibel dari molekul glukosa dengan protein yang disebut proses glikosilase protein.
Dalam keadaan normal, proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada
penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh
darah, yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan
aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan
gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya.
Kelainan kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina, yang dapat
diamati dengan melakukan
1. fundus fluorescein angiography
2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna
3. oftalmoskop langsung dan tak langsung
4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan
mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan
menonjol membentuk mikroaneurisma. Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler
vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop. Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika. Pada keadaan lanjut,
mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri. Baik kapiler
yang abnormal maupun aneurisma menibulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema,
eksudat, perdarahan, di sekitar kapiler dan mikroaneurisma.
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah
makula, edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu
relatif lama akan menyebabkan degenerasi kistoid. Bila hal ini terjadi di daerah makula,
ketajaman penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula
meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan.
2

Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran lipoprotein, tampak sebagai eksudat keras, menyerupai lilin
berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner
berwarna putih kekuning kuningan. Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk
dengan kadar lemak darah yang tinggi.
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan penyumbatan
yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi,
disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral. Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksi timbul
eksudat lunat yang disebut cotton wool patch, yang merupakan bercak nekrose.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga
disini terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang
pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh
darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja.
Bentuknya dapat berupa gulungan atau rete mirabile. Letaknya intraretina dan menjalar
menjadi preretina. Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi.(5)
Bila jaringan fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada
retina sehingga menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Perdarahan yang timbul
didalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma hemoragik, yang sangat sakit dan
menimbulkan kebutaan. Perdarahan di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan
jaringan fibrotik yang disertai neovaskularisasi, yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan
ablasi retina dan kebutaan. Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan, retinopati diabetika
cepat atau lambat akan berakhir dengan kebutaan.
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang
dapat menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru
tersebut dan juga akibat perdarahan, karena pecahnya rubeosis iris.
Manifestasi klinis
Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan,
tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan.
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan
fibrovaskuler, tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang
terdapat di daerah makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan
3

penglihatan. Pada umumnya visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi
pembentukan jaringan fibrovaskuler, gangguan visus pasti menyusul.
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika :
1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari
retinopati diabetika
3. Eksudat berupa :
a. hard eksudat : berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama. Pada
angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh
darah. Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan pada hiperlipoproteinemia.
b. cotton wool patch : berwarna putih, tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskemik retina.
4. Shunt arteri vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler
5. Pelebaran vena, lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan
sirkulasi. Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
6. Perdarahan

bintik

atau

perdarahan

bercak,

akibat

gangguan

permeabilitas

mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.


7. Akibat proliferasi sel sel endotel, timbul neovaskularisasi, tampak sebagai pembuluh
darah yang berkelok kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat.
Mula mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian
masuk kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan
perdarahan di retina, preretina, dan juga didalam badan kaca.
8. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia.
9. Edema makula, kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan
pada pasien pasien diabetes. Dalam setahunnya di Amerika, didapatkan 75.000 kasus
baru.
Berdasarkan kelainan diatas. Daniel Vaughan membagi klasifikasi retinopati dibaetikum
menjadi beberapa stadium :
I.

Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan


bulat kecil didaerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan secara
histologis didapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena dilapisan nuklear
luar.
4

II.

Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin, tersebar, dan terletak
dilapisan pleksiform luar.

III.

Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola


terminal.

IV.

Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah. Perdarahan


nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina.

V.

Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca.


Disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, yang diakibarkan timbulnya
jaringan fibrotik dan neovaskularisasi.
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita.

Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati, namun sekali timbul,
tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini.
Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20 tahun
meskipun dikontrol dengan baik.(2)
Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah
1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri
2. hipoglikemi
3. hiperlipoproteinemi
4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.
Adapun yang membagi stadium retinopati diabetikum menjadi dua (2) stadium yaitu:
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :

Retinopati nonproliferatif.
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes,

keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul
tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga
membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina
menyebabkan pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih.
Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk
pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan
protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina
5

(makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat
penglihatan seseorang.

Retinopati proliferatif
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu

stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati
proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada
permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan
pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk
jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika
tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagianbahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau
kebutaan.(3)

Terapi
Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti
diabetik. Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati
diabetika ini, terutama pada penderita diabetes IDDM.
Fotokoagulasi dengan

Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator.

Dimana sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan
jaringan parut di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat
regresinya neovaskularisasi. Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran,
merangsang penyerapan cairan, mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi
retina, dengan harapan dapat menghambat menurunnya visus.
A. RETINOPATI HIPERTENSI
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering di
seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung
terhadap sistem organ tubuh. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan
6

atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape,
cotton-wool spots, dan edema papilla.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori
bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada
tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas
pembuluh darah.(4,5,6)
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme
autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi
akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata.(4,5)
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap
ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan
arteri-vena yang dikenal sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks
cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang
dikenal sebagai copper wiring.(4,5)
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan
kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan
lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai
gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang
dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan
biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.(4,5)
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,
karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain.
Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah
yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami
perubahan-perubahan lain terlebih dulu.
7

KLASIFIKASI
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi
yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari.
Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi
berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati
digunakan dalam praktek sehari-hari.(4)
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium
Stadium I

Karakteristik
Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina; hipertensi

Stadium II

ringan, asimptomatis
Penyempitan definitif,

konstriksi

fokal,

sklerosis,

dan

nicking

arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala


Stadium III

dari hipertensi
Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan darah
terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo,

Stadium IV

kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal


Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia,
penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ

jantung, otak dan fungsi ginjal


WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium
Stadium 0
Stadium I

Karakteristik
Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks

Stadium II

arterioler retina
Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda

Stadium III
Stadium IV

penyilangan arteriovenous
Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology


8

Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV

Karakteristik
Tiada perubahan
Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium III + papiledema

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi


tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(5,6)
Retinopati
Mild

Deskripsi
Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh atau
fokal, AV nicking, dinding arterioler

Moderate

penyakit

stroke,

dengan
penyakit

jantung koroner dan mortalitas

kardiovaskuler
lebih padat (silver-wire)
Retinopati mild dengan satu atau lebihAsosiasi berat dengan penyakit
tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau flameshape), microaneurysme, cotton-wool,

Accelerated

Asosiasi sistemik
Asosiasi
ringan

stroke, gagal jantung, disfungsi


renal

dan

mortalitas

kardiovaskuler

hard exudates
Tanda-tanda retinopati moderate denganAsosiasi

berat

dengan

edema papil : dapat disertai denganmortalitas dan gagal ginjal


kebutaan

Gambar 2. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah
hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).

Gambar 3. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam)
(A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)

Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema.

DIAGNOSIS
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan
tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat
kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti.
Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain
dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada
mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau
stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan
simptom pada mata.(4,5)
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan
funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada
vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut
yang memberikan gambaran Elschnigs spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi
epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan
meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire
atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan
dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk
yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch
10

Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat
perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa
perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant
hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat
gambaran makula berbentuk bintang.(4,5)
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang
diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling
jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat
menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi
mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau
berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi
perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih
jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema
retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa
edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya
struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat
kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan
kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen
plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara
histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid.
Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam
retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini
muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier.(4,5)
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran
tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula
darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama
kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan
termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat
dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.(4)
PENATALAKSANAAN

11

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus
akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah
terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati
lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda
retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak
jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap
struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan
dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap
pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien
dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal
seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.(4,5)
B. KATARAK DIABETIKUM
Katarak diabetika merupakan perubahan lensa subkapsular progresif, bilateral, pada
pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Orang-orang yang menderita katarak
diabetika akan menderita presbiopia lebih cepat, penurunan kemampuan akomodasi, serta
perubahan refraksi transien (biasanya miopia) sebagai akibat penignkatan kadar glukosa
dalam humor akuos yang memasuki lensa melalui difusi, yang kemudian glukosa tersebut
dikonversikan menjadi sorbitol oleh aldose reduktase, yang tidak dimetabolisme, yang
menyebabkan masuknya air dan pembengkakan lensa.
Diabetes mellitus akan menyebabkan katarak pada kedua mata dengan bentuk yang
khusus seperti terdapatnya tebaran kapas atau salju di dalam lensa. Kekeruhan lensa dapat
berjalan progresif sehingga terjadi gangguan penglihatan yang berat. Katarak diabetes
merupakan katarak yang dapat terjadi pada orang muda akibat terjadinya gangguan
keseimbangan cairan di dalam kaca atau tubuh secara akut
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk:
1.

Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi

12

kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadaar gula darah
normal kembali.
2.

Pasien diabetes juvenil dan tua yang tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflake atau bentuk piring subkapsular.

3.

Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia
sama dengan pasien katarak nondiabetika.
Adapun patogenesis katarak diabetika menurut Pollreisz (2009) adalah sebagai berikut.

Enzim Aldose reduktase (AR) mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur
poliol, proses yang terkait dengan perkembangan katarak diabetika. Telah terbukti bahwa
akumulasi sorbitol intraseluler menimbulkan perubahan osmotik yang menghasilkan serat
lensa hidropik berdegenerasi dan membentuk katarak diabetika. Di dalam lensa, sorbitol
diproduksi lebih cepat daaripada konversi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol
dehidrogenase. Selain itu, kutub sorbitol memiliki karakter mencegah perubahan
intraselulernya melalui difusi. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan efek hiperosmotik
yang mengakibatkan masuknya cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik.
Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraselular
menyebabkan kolaps dan pencairan serat lensa yang akhirnya menyebabkan kekeruhan
(opasitas) lensa. Temuan ini telah mengarah pada hipotesis osmotik pada pembentukan
katarak diabetika, yang menekankan bahwa peningkatan cairan intraselular dalam respon
terhadap akumulasi poliol yang dimediasi AR menyebabkan pembengkakan di lensa yang
berhubungan

dengan

perubahan

kompleks

biokimia

yang

akhirnya

menyebabkan

pembentukan katarak. Selanjutnya, penelitian telah menunjukkan bahwa stres osmotik pada
lensa yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis sel lensa (LEC) yang
mengarah pada perkembangan katarak.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas. S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2010. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p.200-20
2. Usman FS. Retinopati diabetika. Available at :
http://www.freewebs.com/fsumantri/retinopatidiabetika.htm. Accessed on : 17th March
2010.
3. Penyakit Mata Retinopati Diabetes. Available at : http://www.fbuzz.com/2008/09/09/penyakit-mata-retinopati-diabetes/. Accessed on : 17th March
2010.
4. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New
England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2008 May
21]: [8 screens]. Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
5. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors.
Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens]. Available from:
URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
6.

Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors. Oftalmologi umum:


anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit Widya Merdeka; 1996. p. 7-9.

14

15

Anda mungkin juga menyukai