Pendahuluan
Kimia farmasi analisis dapat didefinisikan sebagai penerapan berbagai teknik metode
dan prosedur kimia analisis untuk menganalisis bahan-bahan atau sediaan farmasi. Pada
awalnya, tujuan kimia analisis adalah terkait dengan penentuan komposisi suatu senyawa
dalam suatu bahan atau sampel yang lazim disebut dengan kimia analisis kualitatif.
Dengan kata lain, kimia analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya suatu
unsure atau senyawa kimia baik organic maupun anorganik. Dalam kimia analisis modern
aspek-aspeknya tidak hanya mencakup kimia analisis kualitatif, akan tetapi juga
mencakup kimia analisis kuantitatif baik dengan metode konvensional maupun metode
modern. Kimia analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau
senyawa dalam suatu cuplikan.
Kimia farmasi analisis melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan meode untuk
memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat
pada khususnya,dan bahan kimia pada umumnya.
1. Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies
dan atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis
kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang
dituju dalam suatu sampel.
2. Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolut atau
relatif dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel
3. Prinsip analisis : Data hasil analisis komposisi kimia cuplikan suatu contoh harus
dapat diterima yaitu derajat ketelitian dan ketepatan data harus tinggi.
Prosedur Analisis
Prosedur analisis merupakan serangkaian proses mulai dari penyiapan sampel sampai
evaluasi hasil pengukuran. Keseluruhan tahap atau langkah prosedur analisis sebagai
berikut:
1. Definisi masalah
Definisi masalah ini terkait dengan informasi analisis yang berhubungan dengan
tingkat akurasi yang dibutuhkan. Selain itu juga menyangkut berapa lama waktu yang
dibutuhkan, biaya yang diperlukan, ketersediaan alat, bahan, dan pelarut yang
dibutuhkan untuk analisis.
2. Pemilihan teknik dan metode analisis
Pemilihan teknik dan metode analisis terbaik yang akan digunakan untuk analisis
sampel
harus
diperhatikan,
apakah
akan
menggunakan
kromatografi,
Berbagai macam teknik analisis bersama-sama dengan sifat yang diukur dapat dilihat pada
tabel berikut:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Metode analisis
Gravimetri
Volumemetri
Spektroskopi, spektrofotometri, colourimetry, AAS.
Fotometri nyala, spektroskopi emisi, fluorecence
Turbidimetri, spektroskopi raman
Refraktometri
X-Ray
Polarometri
Potensiometri
Konduktimetri
Polarografi, Amperometri
Coulometry
Spektrometri massa
Konduktivitor panas
Metode Analisis
Suatu metode analisa terdiri atas serangkaian langkah yang harus diikuti untuk tujuan
analisis kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dengan menggunakan teknik tertentu.
Dalam setiap analisa, pemilihan metode merupakan masalah yang terpenting.
Pemilihan suatu metode analisis harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dibutuhkan.
7. Peralatan yang tersedia
8. Kemungkinan adanya gangguan pada saat deteksi atau pada saat pengukuran sampel
Metode yang baik seharusnya memenuhi beberapa kriteria, yaitu metode harus:
1. Peka (sensitive), artinya motode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar
senyawa dalam konsentrasi yang kecil.
2. Tepat (precise), artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis yang sama
atau hampir sama dalam suatu seri pengukuran (penetapan)
3. Teliti (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang
sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value)
4. Selektif, artinya untuk penetapan kadar senyawa tertentu, metode tersebut tidak
banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain
5. Kasar (rugged), artinya adanya perubahan komposisi pelarut atau variasi lingkungan
tidak menyebabkan perubahan hasil analisis
6. Praktis, artinya metode tersebut mudah dikerjakan seta tidak banyak memerlukan
waktu dan biaya. Syarat ini diperlukan sebab banyak senyawa-senyawa yang tidak
mantap (stabil) apabila waktu penetapan terlalu lama.
Dalam praktek sangatlah sulit memperoleh metode yang memenuhi kriteria di atas. Syarat
mana yang diutamakan, sangat tergantung pada sifat sampel yang dianalisis. Apabila senyawa
yang dianalisis dalam sampel konsentrasinya sangat kecil, misalnya zat racun, maka
kepekaan metode merupakan syarat utama. Tetapi, jika dalam sampel terdapat banyak
senyawa misalnya dalam sediaan farmasi, maka diperlukan metode dengan selektifitas yang
tinggi.
Walaupun untuk memenuhi semua persyaratan di atas sangat sulit dicapai, namun
sekurang-kurangnya suatu metode analisis harus memenuhi syarat ketepatan, ketelitian dan
selektifitas. Dalam hubungan ini, Farmakope Indonesia mensyaratkan: suatu metode baru
hanya dapat digunakan apabila metode tersebut sekurang-kurangnya memberikan ketepatan,
ketelitian, dan selektifitas yang sama dengan metode resmi Farmakope Indonesia. Metode
apapun yang kita pilih, dalam analisis yang dipentingkan adalah hasil akhir analisis.
Kesalahan dan Pengolahan Data Analisis
Kesalahan dalam analisis
Pada dasarnya setiap pengukuran dalam analisa kimia selalu mengandung kesalahan.
Semakin banyak langkah dlam melakukan tahapan analisis, maka kesalahan yang terjadi
semakin besar. Ada 3 macam kesalahan dalam analisis kimia yaitu :
1. Kesalahan gamblang (gross error)
Kesalahan gamblang merupakan kesalahan yang sudah jelas karena melibatkan
kesalahan yang besar, akibatnya kita harus memutuskan untuk mengabaikan
percobaan yang telah kita lakukan dan memulainya dari awal lagi secara menyeluruh.
Contoh kesalahan gamblang adalah sampel tumpah, pereaksi yang akan digunakna
tercemar, larutan yang dipersiapkan salah dan alat yg digunakan rusak.
2. Kesalahan acak (random error)
Kesalahan acak atau disebut juga kesalahan yang tidak tergantung (indeterminate
error) merupakan kesalahan yang nilainya tidak diramalkan dan tidak ada aturan
yang mengaturnya seta nilainya berfluktuasi; sementara itu, kesalahan sistematik
merupakan kesalahan yang mempunyai nilai definitif (nilai tertentu). Hasil analisis
yang mengandung kesalahan ini dapat mengarah ke arah yang lebih kecil atau ke arah
yang lebih besar dari rata-rata.
Suatu hasil analisis dikatakan teliti (accurate) jika nilai rata-rata hasil
pengukuran sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value), sedangkan suatu hasil
analisis dikatakan tepat (precise) jika dalam satu seri pengukuran mempunyai selisih
yang sangat kecil antar satu nilai dengan nilai yang lain.
Adanya kesalahan acak akan berpengaruh pada ketepatan (presisi), sedangkan
kesalahan sistemik berpengaruh pada ketelitian (akuasi). Kesalahan acak merupakan
jenis kesalahan yang sering terjadi dalam analisis sebagai akibat adanya sedikit
variasi yang tidak dapat ditentukan (dikontrol) dalam pelaksanaan prosedur analisa.
3. Kesalahan random (systemic error)
Kesalahan sistemik bersifat konsan dan berhubungan dengan ketelitian (akurasi)
hasil analisis. Kesalahan jenis ini mengakibatkan penyimpangan tertentu dari ratarata (mean). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesalahan sistematik antara
lain kesalahan personalia dan operasi, kesalahan alat dan pereaksi, serta kesalahan
metode. Untuk memperkecil kesalahan sistematik dapat dilakukan beberapa
cara,antara lain : kalibrasi alat yang dipakai dan dilakukan penetapan blangko.
Salah satu persyaratan yang mendasar dalam suatu analisis adalah ketepatan dan
ketelitian. Hasil yang tepat akan mempunyai selisih yang kecil antara masing-masing hasil
dalam satu seri analisis (penetapan kadar). Dengan kata lain, suatu hasil dikatakan tepat
apabila penyebaran (dispersi) hasil dalam satu seri penetapan kecil. Dalam hal ini dapat
dikemukakan 4 macam ukuran ketepatan, yaitu:
1. Kisaran (range)
Kisaran merupakan selisih hasil penetapan yang paling besar dengan yang paling kecil.
Semakin kecil selisihnya berarti semakin tepat.
2. Deviasi rata-rata (mean deviation)
Deviasi rata-rata merupakan deviasi masing-masing hasil penetapan terhadap rata-rata,
dengan tidak memperhatikan tanda deviasinya (positif atau negatif)
3. Standar deviasi (SD)
Standar deviasi merupkan akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing hasil penetapan
terhadap mean dibagi dengan derajat kebebasannya (degrees of freedom). Standar
deviasi (SD) lebih banyak digunakan sebagai ukuran kuantitatif ketepatan atau ukuran
presisi, terutama apabila dibutuhkan untuk membandingkan ketepatan suatu hasil
(metode) dengan hasil (metode) lain. Semakin kecil nilai SD dari serangkaian
pengukuran, maka metode yang digunakan semakin tepat.
4. Standar deviasi relatif (RSD)
Standar deviasi relatif (relative standard deviation, RSD) yang juga dikenal dengan
koefisien variasi (cv) merupakan ukuran ketepatan relatif dan umumnya dinyatakan
dalam persen. RSD dirumuskan dengan persamaan:
RSD =
SD
X
x 100%
Yang mana:
RSD
SD
: Standar deviasi
: Rata-rata
Semakin kecil nilai RSD dari serangkaian pengukuran maka metode yang digunakan semakin
tepat.
Sementara itu, untuk menilai ukuran ketelitian (kedekatan hasil analisis dengan rataratanya atau dengan true value-nya) digunakan parameter perolehan kembali (recovery-nya).
Semakin kompleks tahap penyiapan sampel dan semakin sulit metode analisis yang
digunakan, maka recorvery yang diperbolehkan semakin rendah atau kisarannya semakin
lebar.
Seringkali sampel yang kita kumpulkan sangat besar sehingga untuk analisis perlu
direduksi sampai diperoleh sampel offisial (untuk memperoleh sampel representatif) yang
selanjutnya akan dianalisis. Untuk zat padat, cara reduksi dilakukan sebagai berikut:
Sampel dituangkan perlahan-lahan sehingga diperoleh kumpulan sampel berbentuk
kerucut. Ujung kerucut ditekan, kemudian dibagi empat dengan menarik garis tengah
yang saling tegak lurus lalu diambil dua bagian yang berseberangan, dan dikumpulkan.
Pekerjaan seperti semula diulangi sehingga didapatkan sampel ofisial yang sesuai. Untuk
sampel yang beratnya lebih dari 100 kg diambil 500 g, sampel dengan berat 100 kg
diambil 250 g dan untuk sampel yang beratnya kuarng dari 10 kg diambil sampel ofisial
paling banyak 125 g. Secara skematis, pembuatan sampel dapat digambarkan dalam
gambar berikut:
2. Suhu yang rendah akan menyebabkan terdepositnya atau terendapkannya analit yang
mempunyai kelarutan yang rendah dalam pelarut tertentu
3. Adanya perubahan kelembaban akan berpengaruh pada kandungan air pada bahan
padat higroskopis atau dapat juga menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis
4. Radiasi ultraviolet, khususnya dari sinar matahari secara langsung akan menginduksi
reaksi-reaksi fotokimia, fotodekomposisi, atau polimerisasi
5. Oksidasi yang diinduksi oleh udara dapat menyebabkan kerusakan sampel terutama
untuk sampel-sampel yang sensitif terhadap oksidasi.
Probem khusus yang dihadapi oleh sampel dengan kadar analit sekelumit (trace analyte)
dalam suatu larutan adalah kemungkinan adanya penyerapan analit di permukaan dinding
wadah atau adanya kontaminasi oleh senyawa-senyawa yang dilepaskan oleh wadah.
Untuk sampel yang mengandung analit anorganik harus disimpan dalam wadah plastik
karena kalium, natrium, boron dan silikat dapat dilepaskan oleh wadah-wadah gelas ke dalam
larutan sampel. Sebaliknya, untuk sampel yang mengandung pelarut-pelarut organik atau
cairan-cairan organik harus disimpan dalam wadah gelas.
Pra-perlakuan sampel (sample pretreatment)
Sampel yang dibawa ke laboratorium analisis untuk dilakukan analisis dapat berasal dari
berbagai macam ukuran, bentuk, dan mengandung analit dari yang berkadar tinggi sampai
dengan berkadar sangat rendah. Sampel dapat mempunyai kandungan air yang bervariasi,
demikian juga komponen yang akan dianalisis juga beraneka ragam. Pra perlakuan sampel
sering digunakan untuk mengkondisikan sampel siap untuk dilakukan analisis dengan metode
tertentu. Contoh pra-perlakuan sampel adalah cara pemekatan bagi sampel dengan kadar
analit yang sangat rendah. Berikut adalah contoh-contoh pra-perlakuan sampel yang lain:
1. Memanaskan sampel yang mengandung analit yang tahan panas pada suhu 100-1200C
untuk menghilangkan pengaruh variasi kandungan air
2. Menimbang sampel sebelum dan sesudah pemanasan sehingga kandungan air dapat
diketahui
3. Memisahkan analit dengan karakteristik tertentu menggunakan berbagai teknik
pemisahan antara lain: distilasi, sentrifugasi, filtrasi, eksraksi pelarut, dan ekstrasi fase
padat (solid phase extraction)
4. Menghilangkan komponen matriks sampel yang dapat mengganggu analisis
komponen yang dituju
5. Memekatkan analit jika kandungan analit dalam sampel di bawah kisaran konsentrasi
metode analisis yang digunakan, misal dengan penguapan, distilasi, ko-presipitasi,
pertukaran ion, ekstraksi pelarut, dan ekstraksi fase padat, atau dengan elektrolisis.
RADIASI ELEKTROMAGNETIK
Pendahuluan
Radiasi elektromagnetik adalah salah satu bentuk energi yang merambat pada kecepatan
cahaya, yaitu 300.000 km/detik. Ketika merambat, energinya beralih bolak-balik di antara
medan listrik dan magnet. Ketika medan listrik menguat maka medan magnet melemah, dan
sebaliknya. Laju perpindahan antarmedan ini disebut frekuensi radiasi. Setiap radiasi
elektromagnetik memiliki frekuensi masing-masing. Contohnya, gelombang radio memiliki
frekuensi lebih rendah disbanding gelombang cahaya tampak, dan gelombang warna cahaya
biru mempunyai frekuensi yang lebih tinggi disbanding gelombang warna cahaya merah.
Frekuensi radiasi elektromagnetik yang diukur dengan satuan hertz (Hz), adalah jumlah
getaran maksimum yang dicapai oleh medan listrik dalam hitungan satu detik
c
n
hc
E =h = n
=
c
n
dimana :
c adalah kecepatan cahaya dalam hampa (2,9976 x 1010 cm/detik)
n adalah indeks bias (perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa dengan kecepatannya
dalam media)
frekuensi radiasi adalah sama dalam setiap media hanya kecepatan dan panjang
gelombang radiasi yang berubah dari media ke media lain. Frekuensi juga dapat juga
didefinisikan sebagai bilangan dari satuan-satuan panjang gelombang dalam 2,9976 x 10 10
cm, yang merupakan bilangan yang sangat besar. Dalam banyak hal lebih sering
menggunakan bilangan dari satuan panjang gelombang dalam 1 cm. Bilangan ini disebut
bilangan gelombang, v :
v=
vn
c
(cm-1)
Sifat-Sifat Partikel
Tenaga setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi radiasi dan hal ini dinyatakan
dalam persamaan :
E=h=
hc
n
Dimana :
E = tenaga foton dalam joule
= frekuensi radiasi elektromagnetik dalam Hertz
h = tetapan Planck, 6,624 x 10-34 J-det
Foton yang memiliki frekuensi yang tinggi (panjang gelombang pendek) mempunyai
tenaga yang lebih tinggi daripada foton yang berfrekuensi rendah (panjang gelombang
panjang). Intensitas berkas sinar sebanding dengan jumlah foton dan tak tergantung pada
tenaga setiap foton. Radiasi kosmos mempunyai tenaga yang lebih besar dari pada sinar infra
merah dan sebagainya.
Kebanyakan tenaga dinyatakan dalam joule (J), tetapi dalam spektroskopi massa tenaga
dinyatakan dalam elektron volt; 1 elektron volt, 1 ev = 1,6021 x 10 -19 joule, hingga sinar
ultraviolet yang mempunyai panjang gelombang 100 nm memiliki tenaga kira-kira 12 ev.
Untuk menyatakan tenaga dalam Jmol-1, perumusan E = h harus dikalikan dengan tetapan
Avogadro NA, (60,02 x 1023 mol-1.
Spektrum Elektromagnetik
Spektrum elektromagnetik adalah rentang semua radiasi elektromagnetik yang
mungkin. Spektrum elektromagnetik dapat dijelaskan dalam panjang gelombang, frekuensi,
atau tenaga per foton. Spektrum ini secara langsung berkaitan. Spektrum elektromagnetik
dapat dibagi dalam beberapa daerah yang terentang dari sinar gamma gelombang pendek
berenergi tinggi sampai pada gelombang mikro dan gelombang radio dengan panjang
gelombang sangat panjang.
Batas sensitivitas mata manusia adalah antara cahaya violet atau ungu ( = 400 nm, 4 x
10-7 m) hingga cahaya merah ( = 800 nm, 8 x 10-7 m). Ada juga panjang gelombang yang
lebih pendek dari pada 400 nm dan lebih panjang daripada 800 nm, tetapi cahaya-cahaya ini
tidak dapat dilihat oleh mata manusia.
Sinar ultraviolet (< 400 nm) dapat dideteksi dengan film fotografi atau dalam sel foto
listrik dan sinar infra merah dapat dideteksi dengan fotografi atau menggunakan detektor
panas seperti thermopile.
Warna
Cahaya yang dapat dilihat oleh manusia disebut cahaya terlihat atau tampak. Misalnya
cahaya terlihat merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang
gelombang, dari 400 nm hingga 700 nm. Hubungan antara warna pada cahaya terlihat dengan
panjang gelombang, terlihat seperti gambar berikut :
Dari
gambar
tersebut
tercantum
nama
komplementer,
warna
dan
warna
komplementernya merupakan pasangan dari setiap dua warna dari spektrum yang
menghasilkan cahaya putih bila mereka dicampur.
Warna
Violet (ungu)
Biru
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Hijau
Hijau kekuningan
Jingga
Merah
Ungu kemerahan
Warna komplementer
Hijau kekuningan
Kuning
Jingga
Merah
Ungu kemerahan
Ungu
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Hijau
Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekulmolekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai tingkatan
tenaga yang spesifik.
Bila cahaya mempunyai tenaga yang sama dengan perbedaan tenaga antara
tingkatan dasar (G) dan tenaga tingkatan tereksitasi (E, E 2...................) jatuh pada senyawa
maka elektron-elektron pada tingkatan dasar (G) dieksitasikan ke tingkatan tereksitasi,
dan sebagian tenaga cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang ini diserap.
Elektron yang tereksitasikan melepaskan tenaga dalam proses radiasi panas dan
kembali ketingkatan dasar (G) asal.
Karena perbedaan tenaga antara tingkat dasar dan tingkat tereksitasi spesifik untuk
tiap bahan atau senyawa, maka frekuensi yang diserap juga tertentu. Gambar
hubungan intensitas radiasi (absorbansi) sebagai fungsi panjang gelombang atau
frekuensi dikenal dengan spektrum serapan.
Interaksi Radiasi elekromagnetik dengan substans
A. Spektrum atom Hidrogen
Spektrum garis membentuk suatu deretan warna cahaya dengan panjang gelombang
berbeda. Untuk gas hidrogen yang merupakan atom yang paling sederhana, deret panjang
gelombang ini ternyata mempunyai pola tertentu yang dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan matematis. Pada tahun 1885, J.J. Balmer (1825- 1898) menemukan spektrum
pita untuk atom hidogen. Spektrum yang ditemukan oleh Balmer ini berada pada cahaya
tampak dan disebut deret Balmer. Beberapa tahun berikutnya Lyman menemukan
spektrum atom hidrogen yang berada pada daerah ultraviloet dan disebut deret Lyman.
Pada waktu yang hampir sama, Paschen, Bracket dan Pfund juga menemukan spektrum
atom hidrogen pada daerah inframerah dan diberi nama sesuai dengan penemunya.
Meskipun mereka bekerja di tempat yang berbeda namun panjang gelombang yang
mereka temukan mempunyai pola yang sama.
Karena energi yang diizinkan oleh electron pada atom hydrogen, electron bisa
mengubah tingkatannya hanya dengan melakukan transisi dari satu tingkat energy E1 ke
tingkat energi lain yang lebih rendah E2 dengan memancarkan energy foton yang
membawa pergi energi yang berlebih.
h = E1 E2
Dengan demikian, eksitasi atom pada tingkat energy tinggi menggunakan pengeluaran
dan kemudian mengukur frekuensi emisi, kita bisa menggambarkan pemisahan energy di
antara berbagai tingkat energy. Karena lebih nyaman untuk menggunakan panjang
gelombang cahaya dibandingkan dengan frekuensi (), dan menggunakan hubungan
standar antara panjang gelombang dan frekuensi
h = hc/,
Kita bisa menulis panjang gelombang dari foton yang dipancarkan oleh transisi electron
antara tingkat awal n1 dan tingkat akhir n2 sebagai berikut
Atau
n1
1
2
3
4
5
6
n2
2,3,4,............
3,4,5,............
4,5,6,............
5,6,7,............
6,7,8,............
78,9,.............
Daerah
Ultraviolet
cahaya tampak
Inframerah
Inframerah
Inframerah
Inframerah
dengan n = 2, 3, 4, .
- Deret Balmer (m = 2)
dengan n = 3, 4, 5 .
- Deret Paschen (m = 3)
dengan n = 4, 5, 6 .
- Deret Bracket (m = 4)
dengan n = 5, 6, 7, .
- Deret Pfund (m = 5)
dengan n = 6, 7, 8 .
B. Spektrum Atom Natrium
Natrium (Na) termasuk golongan alkali logam bersama-sama dengan litium (Li), kalium
(K), rubidium (Rb), cesium (Cs) dan Francium (Fr).
Semua unsure ini terdiri dari cangkang electron tertutup dengan satu electron tambahan
yang tidak berpasangan. Struktur tingkat energy untuk electron bebas ini sangat mirip dengan
yang dimiliki oleh hydrogen. Sebagai contoh, sebuah atom Na memiliki 11 elektron dan
konfigurasi elektronnya adalah 1s2 2s2 2p6 3s.
Sepuluh kulit electron memiliki bilangan muatan nuklir ( Z = 11) sehingga electron valensi 3s
mengalami potensial elektrik yang sama dengan atom hydrogen
1. molekul secara keseluruhan dapat bergerak yang kejadian ini disebut translasi; energi
yang berhubungan dengan translasi disebut energi translasional, Etrans
2. bagian molekul (atom atau sekelompok atom) dapat bergerak karena berkenaan satu
sama lain. Gerakan ini disebut dengan vibrasi dan energinya dinamakan dengan
vibrasional, Evibr,
3. molekul dapat berotasi pada sumbunya dan rotasi ini dikarakterisasi dengan energi
rotasional, Erot
4. disamping bentuk gerakan-gerakan tersebut suatu molekul memiliki konfigurasi
elektronik dan energinya (energi elektronik, Eelek) tergantung pada keadaan elektronik
molekul.
Energi suatu molekul merupakan jumlah dari komponen-komponen energi translasional,
vibrasional, rotasional, dan elektronik.
E = Etrans + Evibr + Erot + Eelek
Menurut teori mekanika kuantum komponen-komponen energi translasional, vibrasional,
rotasional, dan elektronik dapat dianggap hanya memiliki nilai tertentu pada suatu
molekul tertentu dan energi-energi ini dikatakan terkuantisasi. Level energi E trans, Evibr, Erot,
dan Eelek berhubungan erat dengan struktur molekulnya. Kita dapat mengharapkan bahwa
tidak ada dua molekul yang mempunyai energi vibrasional, rotasional dan elektronik
yang identik. Jika suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi ketingkat energi yang
lebih rendah maka beberapa energi akan dilepaskan. Energi ini dapat hilang sebagai
radiasi yang dapat dikatakan telah terjadi emisi radiasi. Jika suatu molekul dikenai suatu
radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut
ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi)
energi oleh molekul supaya terjadi absorpsi, perbedaan energi antara dua tingkat energi
harus setara dengan energi fotom yang diserap. Secara matematis pernyataan ini dapat di
ekspresikan dengan :
E2 E1 = h
Yang mana :
Suatu grafik yang menggambarkan proses ini dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 3. terbentuknya dua atau lebih pita spektrum UV-Vis oleh molekul dengan struktur
yang lebih kompleks karena terjadi beberapa transisi
Pada kenyataannya, spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi antara absorbansi
(sebagai ordinat-ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan garis
spektrum akan tetapi merupakan suatu pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis
tersebut disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam karena gugus
molekul yang sangat kompleks. Gambar 2 menunjukkan prinsip dasar terbentuknya pita
spektrum UV-Vis sebuah molekul yang sederhana. Terjadinya dua atau lebih pita spektrum
UV-Vis diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih komples karena terjadi beberapa
transisi (Gambar 3) sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang maksimal.
Penyerapan Sinar Ultraviolet dan Sinar Tampak oleh Molekul
Penyerapan radiasi sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh spesies atom atau molekul (M)
dapat dipertimbangkan sebagai proses dua langkah, yang pertama adalah melibatkan eksitasi
sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan berikut :
M + h M*
Hasil reaksi antara M dengan foton (h) merupakan pertikel yang tereksitasi secara
elektronik yang disimbolkan dengan M*. Waktu hidup M* sangat pendek (10-8 10-9 detik),
dan keberadaannya dapat diakhiri dengan berbagai macam proses relaksasi. Kebanyakan tipe
relaksasi melibatkan konversi energi eksitasi menjadi panas, sesuai dengan persamaan berikut
M* M + panas
Metana, yang hanya mempunyai jenis ikatan C H , mempunyai pita serapan elektron
Nilai absorbtivitas molar () yang menimbulkan transisi ini besarnya antara 100 3000
liter.cm-1.mol-1. Pengaruh pelarut pada transisi jenis ini adalah pergeseran puncak serapan ke
panjang gelombang yang lebih pendek dalam pelarut yang lebih molar. Pergeseran ke panjang
gelombang yang lebih pendek ini disebut dengan pergeseran biru.
(iii) transisi n * dan transisi *
Untuk memungkinkan terjadinya jenis transisi ini, maka molekul organik harus
mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut
memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini merupakan transisi yang paling
cocok untuk analisis sebab sesuai dengan panjang gelombang antara 200 700 nm, dan
panjang gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada spektrofotometer.
Perbedaan antara transisi n * dan transisi * adalah :
n *
Absorbtivitas molar () antara 10
100 liter.cm-1.mol-1
Biasanya,
pelarut
menyebabkan
yang
polar
pergeseran
biru
*
Absorbtivitas molar () antara 1000
10.000 liter.cm-1.mol-1
Biasanya,
pelarut
yang
menyebabkan
polar
pergeseran
(pergeseran
panjang
gelombang
yang
lebih
ke
arah
merah
panjang
pendek).
Efek pelarut pada transisi
Pelarut dapat mempengaruhi transisi n * dan transisi *. Hal ini berkaitan dengan
adanya perbedaan kemampuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan
keadaan tereksitasi.
Pada transisi *
Dalam kebanyakan transisi * , molekul dalam keadaan dasar relatif non polar, dan
keadaan tereksitasinya lebih polar dibanding keadaan dasar. Jika pelarut polar digunakan
pada molekul yang mengalami transisi ini, maka akan menyebabkan pelarut polar
berinteraksi (stabilisasi) lebih kuat dengan keadaan tereksitasi dibandingkan dengan
keadaan dasar, sehingga perbedaan energi transisi * pada pelarut yang polar ini lebih
kecil. Akibat dari peristiwa ini adalah bahwa transisi * digeser ke panjang gelombang
yang lebih besar (pergeseran bathokromik) dibandingkan dengan panjang gelombang
semula keadaan ini diilustrasikan dengan gambar 6.
Pada transisi n *
Dalam kebanyakan molekul-molekul yang menunjukkan transisi n *, keadaan dasar
lebih polar dibandingkan dengan keadaan tereksitasi. Secara khusus, pelarut-pelarut yang
berikatan hidrogen akan berinteraksi lebih kuat dengan pasangan elektron yang tidak
berpasangan pada molekul dalam keadaan dasar dibanding pada molekul dalam keadaan
tereksitasi.
Kebanyakan ion-ion logam transisi menyerap didaerah ultraviolet dan sinar tampak.untuk
seri lantanida dan aktanida, proses absorpsi dihasilkan oleh transisi elektronik elektronelektron 4f dan 5f; sementara itu untuk logam-logam golongan transisi pertama dan kedua,
yang bertanggung jawab terhadap absorpsi adalah elektron-elektron 3d dan 4d.
3) Penyerapan oleh perpindahan muatan
Untuk tujuan analisis, spesies-spesies yang menunjukkan penyerapan karena
perpindahan muatan sangat penting karena absorptivitas molarnya sangat besar ( > 10.000
liter.cm-1.mol-1) dengan demikian, senyawa-senyawa kompleks akan memberikan sensitivitas
yang tinggi; dalam artiannya senyawa-senyawa kompleks mudah dideteksi dan ditentukan
kadarnya.
dengan ketebalan lapisan larutan (db). Secara sistematis pernyataan ini dapat
dituliskan :
-dI = kIcdb
Persamaan diatas dapat disusun ulang dan di integralkan dengan batas Io (intensitas
sinar mula-mula) dan I (intensitas sinar setelah melalui larutan dengan ketebalan b).
I
b
dI
= k cdb
Io I
o
I
Io
= kbc
I = Io e kbc
Dengan merubah menjadi logaritma basis 10, maka akan didapatkan persamaan :
I = Io 10-kbc
k
2,303
Yang mana
Log
Io
I
= abc
A = abc
Yang mana :
A = absorban
a = absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Persamaan di atas dikenal dengan hukum Lambert Beer. Kuantitas spektroskopi yang
diukur biasanya adalah transmitans (T) = I / Io dan absorbansi (A) ; yang mana A = log 1 / T.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi,
tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung
pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan
oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut
absorptivitas molar dan disimbolkan dengan dengan satuan M -1cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika
c dinyatakan dengan persen berat / volume (g/100 ml) maka absorptivitas dapat ditulis
dengan E1% dan juga seringkali ditulis dengan A1%.
Hubungan antara nilai E1% dengan absortivitas molar () adalah sebagai berikut :
= E
1%
BM
10
hukum Lambert Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat
penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer
Dalam hukum Lambert Beer tersebut ada beberapa batasan yaitu :
koefisien penyerapan mereka, sehingga penyimpangan dari hukum Beer. Oleh karena itu,
dengan konsentrasi yang diukur dari solusi harus dikontrol di 0.01mol / L atau kurang.
3. Sifat dari zat terlarut dan pelarut
Misalnya, yodium dalam larutan karbon tetraklorida adalah ungu, coklat dalam etanol,
dalam larutan karbon tetraklorida mengandung etanol 1%, bahkan jika larutan yodium
juga akan mengubah bentuk kurva penyerapan. Hal ini karena pengaruh kelompok
kromofor zat terlarut dan pelarut, dan co-berwarna perubahan yang sesuai, panjang
gelombang spektrum penyerapan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih panjang
atau lebih pendek panjang gelombang, yang disebut biru-shift dan pergeseran merah.
Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat digolongan atas tiga
macam pelaksanaan pekerjaan yaitu :
Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi elektromagnetik
sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrometer atau spektrofotometer.
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil,
2. Sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-celah, dan lain-lain,
3. Monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang
gelombang tunggal
4. Tempat cuplikan yang transparan dan
5. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat
Gambar dari spektrofotometer adalah sebagai berikut:
digunakan untuk mengurai radiasi polikromatik menjadi monokromatik yaitu penyaring dan
monokromator. Penyaring dibuat dari benda khusus yang hanya meneruskan radiasi pada
panjang gelombang yang lain. Monokromator merupakan serangkaian alat optic yang
menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif/ panjang gelombanggelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi
jalur-jalur yang sangat sempit.
(3) Tempat cuplikan
Cuplikan yang akan dipelajari pada daerah ultraviolet atau visible yang biasanya berupa
gas atau larutan ditempatkan dalam sel atau kuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya
digunakan Quartz atau sel dari silica yang dilebur, sedangkan untuk daerah visible digunakan
gelas biasa atau quartz. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas mempunyai
panjang lintasan dari 0,1 hingga 100 nm, sedang sel untuk larutan mempunyai panjang
lintasan tertentu dari 1 hingga 10 cm. Sebelum sel dipakai harus dibersihkan dengan air, atau
jika dikehendaki dapat dicuci dengan larutan detergen atau asam nitrat panas.
-
Pelarut
Pelarut-pelarut yang digunakan dalam spektrofotometri harus :
a. Melarutkan cuplikan dan
b. meneruskan radiasi dalam daerah panjang gelombang yang sedang dipelajari.
Beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam daerah-daerah ultraviolet dan
visible adalah seperti : aseton, benzene, CCl4, kloroform, dioksan, diklorometan,
(4) Detektor
Setiap detector menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga tersebut
untuk dapat diukur secara kuantitatif seperti sebagai arus listrik atau perubahan-perubahan
panas. Kebanyakan detector menghasilkan sinyal listrik yang dapat mengaktifkan meter atau
pencatat. Setiap pencatat harus menghasilkan sinyal yang secara kuantitatif berkaitan dengan
tenaga cahaya yang mengenainya. Persyaratan-persyaratan penting untuk detector meliputi :
Sensitivitas tinggi hingga dapat mendeteksi tenaga cahaya yang mempunyai tingkatan
rendah sekalipun
Waktu respon yang pendek
Stabilitas yang panjang/lama untuk menjamin respon secara kuantitatif, dan
Sinyal elektronik yang mudah diperjelas.
Detektor yang digunakan dalam ultraviolet atau visible disebut detektor fotolistrik.
a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang
gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar.
b. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada
kondisi tersebut hukum
c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang
maksimal.
3) Waktu operasional (operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna.
Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional
ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi
larutan. Tipe kurva waktu operasionala dapat dilihat pada gambar berikut
hukum Lambert-Beer terpenuhi, maka kurva baku berupa garis lurus sebagaimana daam
gambar berikut
Grafik hubungan antara transmitan atau absorbansi dengan persen kesalahan relatif