TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15% kunjungan ke poliklinik
dan unit emergensi. Demam dapat berasal dari penyakit infeksi maupun non infeksi.
Pada umumnya disebabkan oleh virus yang dapat sembuh sendiri, hanya sebagian
kecil yang dapat berupa infeksi bakteri serius diantaranya meningitis bacteria,
bakteriemia, pneumonia bakteri, infeksi saluran kemih, menteritis bakteri, infeksi
tulang dan sendi. Penyebab demam dapat diidentifikasi berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.1 Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama demam
berlangsung, karakteristik dari demamnya serta keluhan penyertanya.2
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia
yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisisensi besi lebih sering
ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan
ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan infeksi parasit yang
merupakan masalah endemik.3
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam
penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa
enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter
dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan
demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan kosentrasi
belajar dan mengurangi aktivitas kerja. 3
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi
pada bayi dan anak. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang
mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting
dari pengobatan. Untuk mempertahankan keseimbangan Fe nutrisi yang optimal
diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8 10 mg Fe perhari. Fe yang berasal
dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisein dari pada yang berasal dari susu sapi
sehingga bayi mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain.
Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama
kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, oleh karena itu
diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan. 3
1.2 Demam
1.2.1 Patofisiologi
Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous. Pemicu
peningkatan suhu yang diketahui antara lain IL-1, TNF, IFN yang meningkat
seiring dengan adanya respon radang.. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk
sirkulasi sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang
phospholipase A2, melepas plasma membrane arachidonic acid untuk masuk ke
jalur cyclooxigenase, yang meningkatkan pelepasan prostaglandin E2, yang
mudah masuk blood brain barrier, sehingga merangsang thermoregulatory neuron
untuk meningkatkan thermostat setpoint. Set point yang tinggi memerintahkan
tubuh untuk meningkatkan suhu lewat rangkaian simpatetik. Saraf efferent
adrenergic dapat memicu konservasi panas dan kontraksi otot. Selain itu jalur
autonomic dan endokrin ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah
cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus menerus sampai suhu
tubuh sesuai dengan thermostat, suhu tubuh terukur diatas rata-rata. Bila
rangsangan sitokin telah turun, thermostat diturunkan kembali, sehingga proses
pengeluaran panas dan penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi
ini dibantu kortek serebri dalam menyesuaikan dengan prilaku.interpretasi demam
pada bayi dan anak harus dibedakan antara demam (di atas 38 0C) dan
hiperpireksia (di atas 39,50 C).1
1.2.2 Focus pada anak dengan demam
a. Demam dengan focus yang jelas (overt focus), klinisnya mudah dikenali,
akibat adanya kemampuan tubuh melokalisisr radang, focus memberikan
dugaan akan penyebab dari radang. Pemeriksaan biakan dapat menjelaskan
kuman penyebab, focus pada bayi kecil dapat disebabkan bakterimia.1
b. Demam tanpa focus yang jelas (occult focus), selain menyebabkan kelainan
anatomi infeksi juga menyebabkan kelainan fungsiologi, focus yang tidak
jelas, gejala klinis yang disebabkan oleh mediator yang menyebabkan
perubahan fisologis, terjadi karena keterbatasan tubuh merespon infeksi.
Selain itu terdapat gabungan gejala yang menjadi kabur.1
c. Demam tanpa penyebab yang jelas (unknown origin), terdapat pada infeksi
kronik yang berjalan pelan, tidak menunjukan focus dan gejala lain yang
mencolok kecuali demam, reaksi radang tidak hanya akibat dari infeksi
tetapi akibat kerusakan jaringan dan kematian sel, seperti pada anak dengan
keganansan atau penyakit autoimun.1
1.2.3 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, tanyakan riwayat imunisasai, paparan
terhadap infeksi, nyeri menelan, nyeri telinga, batuk atau sesak, muntah dan diare,
dan nyeri ketika buang air kecil. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
menyesuaikan dengan gejala.1
1.2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bila terdapat resiko bakteremia tersembunyi maka dapat
diberikan antibiotika setelah pengambilan sediaan untuk kultur, terutama jika
leukosit lebih dari 15.000/mm3 atau hitung total neutrofil absolute lebih dari
10.000/mm3. Pemberian antibiotika empiric harus mempertimbangkan resistensi
terapi diberikan selama 3 hari menunggu hasil pemeriksaan, pilihanya
trombositopenia, leucopenia
Ada riwayat keluarga atau
orang
yang
Malaria
tinggi
dilingkungan
menderita
sekitar
demam
berdarah dengue
Demam tinggi khas bersifat
intermiten
Demam terus menerus
Menggigil,
nyeri
kepala,
plasmodium
Demam terutama pada umur
dibawah 2 tahun
Nyeri ketika berkemih
Berkemih lebih sering dari
Sepsis
biasanya
Mengompol
Ketidakmampuan
kemih
Nyeri ketuk
yang jelas
Hipo atau hipertermia
Takikardia, takipneu
Gangguan sirkulasi
Leukositosis atau leukopenia
menahan
kostovertebral
pneumonia
Otitis media
Sinusitis
saluran
napas atas
Tidak terdapat
sistemik
Demam
Sianosis sentral
Pernapasan cuping hidung,
retraksi positif
Peningkatan vena jugularis
Telapak tangaan pucat
Nyeri telinga
Otoskopi tampak membrane
timpani hyperemia
Riwayat otorea kurang dari 2
minggu
Pada saat perkusi wajah ada
gangguan
Mastoiditis
Abses tenggorokan
Meningitis
terserang
Cairan hidung yang berbau
Benjolan lunak dan nyeri di
daerah mastoid
Radang setempat
Nyeri tenggorokan
Kesulitan menelan
Nodus servikal
Demam, nyeri kepala, kaku
kuduk
Kejang, penurunan kesadaran
Ubun-ubun cembung
Pungsi lumbal positif
selulitis
TB (milier)
yang jelas
Nyeri perut, kembung, mual,
negative
Riwayat TB dalam keluarga
Pola milier yang halus pada
foto polos dada
Endokarditis infektif
Abses dalam
bed
Hematuri mikroskopis
Panas pada sendi, nyeri dan
bengkak
Karditis,
jelas
Radang setempat
eritema
diberikan
cloramphenicole
dosis
50/kgBB/hari dalam 3-4 kali pemberian oral/iv selama 14 hari, jika ada
kontraindikasi dapat diberikan Ampicillin 200mg/kgBB/hr 3-4 kali selama
21 hari, atau Amoxycillene 100mg/kgBB/hr 3-4 kali selam 21 hari atau
cotrimoxazole 8mg/kgBB/hr dalam 2 dosis pemberian selama 14 hari,
kasus berat dapat diberikan Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari 2 kali selama 5-7
hari pada kasus multi drug resisten dapat diberikan Meropenam,
Azithromycine dan fluoroquinolon. Antipiretik, Parasetamol harus dibatasi
pada anak lebih dari 2 bulan yang menderia demam lebih dari 390 C dan
gelisah. Dosis paracetamol 15 mg/kgBB/6 jam5
akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma
dan mengikuti siklus seperti di atas atau akan tetap disimpan sebagai cadangan
tergantung aktivitas eritropoisis. 3
Bioavabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan.
Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi
non heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat ( terdapat dalam teh dan
kopi), kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, dan obatobatan ( antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat
besi. 1
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi
lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel
kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan
berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila
pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan
cadangan besi untuk mempertahankan kadar Hb. 3
1.3.4 Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit
yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang .
Kekurangan besi dapat disebabkan oleh : 3
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah
mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun
penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian
atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting
terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status
besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg,
sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 2 mg) dapat mengakibatkan keseimbangan
negatif besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced
enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infeksi
cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) yang menyerang
usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah
submukosa usus.3
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB
pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.3
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi
melaui urin rata-rata 1,8 7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak bisa diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko untuk menderita ADB
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrat
Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5 3 g/dl
dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40%
remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10
ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia
yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
1.3.5 Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3
tahap defisiensi besi, yaitu :3
Hemoglobin
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
normal
Sedikit menurun
Menurun
jelas
(mikrositik/hipokromi
Cadangan besi
Fe serum
TIBC
Saturasi
< 100
Normal
360 390
20 30
0
< 60
>390
<15
k)
0
<40
>410
<10
transferin
Feritin serum
< 20
Sideroblas
40 60
FEP
>30
MCV
normal
Tabel 2.2 Tahapan kekurangan besi 3,7,8
<12
<10
>100
Normal
<12
<10
>200
Menurun
a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin
dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan
pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.1
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai
besi serum menurun dan saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC
meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP) meningkat. 3
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut. 3
1.3.6 Manifestasi klinis
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari
temuan laboratorium saja. Geala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB
dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga
gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 g/dl gejala iritabel dan
anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi
takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada
kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan
kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.3
Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya
gangguan kontraktilitas otot organ tersebut. Pasien ADB akan menunjukkan
peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya disertai dengan gangguan konversi
tiroksin menjadi triodoti-roksin. Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya
iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang berkurang, sehingga menurunkan
prestasi belajar kasus ADB.9
Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah benda
tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain lain, timbul
sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini
disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut
yang mengandung besi berkurang.9
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan
besi seperti :
a.
Jumlah trombosit
meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya terjadi pada penderita
dengan perdarahn yang masif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan
anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan
trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35%
dan trombositopenia 28%.3
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan
TIBC meningkat. Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang
terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang
berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC yang dapat
diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100% merupakan suatu nilai
yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian
terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam
tubuh. Bila saturasi transferin (ST) < 16% menunjukkan suplai besi yang tidak
adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat
ditegakkan, sedangkan pada kadar ST 7 16% dapat dipakai untuk mendiagnosis
ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya. 3
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang
dapat
(FEP). Pada pembentukan eritrosit akan diebntuk cincin porfiirn sebelum besi
terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan
terjadinya penumpukan porfirin dalam sel. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit
menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih
dini. Meningkatnya FEP disertai ST yag menurun merupakan tanda ADB yang
progesif. 3Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar
feritin serum. Bila kadar feritin < 10 12 ug/L menunjukkan telah terjadi
penurunan cadangan besi dalm tubuh. 3
Pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran yang khas
ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian
blue. 3
1.3.8 Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia
dan penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain dengan pemeriksaan
sitokimia jaringan hati atau sum-sum tulang, tetapi cara ini sangat invasif. Pada
daerah dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, mengajukan beberapa
pedoman untuk menduga adanya anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat
faktor predisposisi dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat
gejala pucat tanpa perdarahan atau or-ganomegali, (3) adanya anemia
hipokromik mikrositer, dan (4) adanya respons terhadap pemberian senyawa
besi.6
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas.3
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB3
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO
1.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
mengkat 1% / hari.
6. Sumsum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang
Cara lain untuk menentukaan adanya ADB adalah dengan trial
pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya
ADB subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian
peparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis
terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan
pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3 4 minggu terjadi
peningkatan kadar Hb 1 -2 mg/dl maka dapat dipastikan bahwa yang
bersangkutan menderita ADB. 3
1.3.9 Diagnosis banding
penyakit kronis. Pada anemia penyakit kronis kadar TfR normal karena pada
inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun.
Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB. 1
Pemeriksaan Lab
ADB
Talasemia minor
Anemia penyakit
kronis
MCV
N,
Fe serum
TIBC
Saturasi transferin
N
FEP
N
N,
Feritin serum
1
Tabel 2.3 Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB
1.3.10 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar
80 85% penyebab ADB dapat diketahui dengan penanganannya dapat
dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau
parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah, dan sama efektifnya dengan
pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada
penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak
dapat dipenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan. 3
a. Pemberian preparat besi
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat,
ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia
preparat besi berupa tetes (drop).
Respons
Penggantian enzim besi intraselular, keluhan subyektif
Ga
mbar 2.5 Dosis dan lama pemberian suplementasi besi 3
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan
pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat
mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak
perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan
hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan
dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman
sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia
berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2 3
mg/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretik seperti
furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar. 3
1.3.11 Pencegahan
BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: An AWS
Umur
: 8 bulan 30 hari
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Nama Ayah/Umur
: Tn A/ 33 th
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMA
Nama Ibu/Umur
: Ny. W/ 31 th
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: 9 Januari 2014
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Panas sudah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, panas awalnya
sumer-sumer kemudian terus tinggi, panas tidak menentu
terkadang
hasil darah lengkap didapatkan Hb 5,2 g/dl, lalu pasien disarankan untuk
MRS.
Selama MRS pasien diberikan terapi transfuse darah 2 kantong pada tgl 9
dan 10/10/2014 1 hari setelah MRS, pasien diberi obat penurun panas,
dan antibiotika, pasien selama MRS nafsu makannya berkurang,
Vital sign:
HR 120 x/menit, reguler, lemah
T 37,60C
RR 26 x/menit, reguler
BB 13 kg
Kepala / Leher :
A/I/C/D : + / - / - / - , Mata cowong : -/- , air mata (-)
Reflek cahaya direct-indirect (ODS) +/+
Mulut: faring hiperemia (-), lidah kotor warna putih
Hidung : PCH (-), deviasi (-), sekret (-), nyeri (-)
Telinga : simetris, discharge (-)
Leher: Pembesaran kelenjar getah bening : - / - Deviasi trakea (-)
Thoraks-pulmo:
I=simetris, normochest, retraksi (-)
P= simetris, stem fremitus simetris
P= A=VBS +/+, Ronkhi basah kasar -/-, Wh -/-, ekspirasi memanjang (-)
Cor:
I=voussure cardiaque (-), IC tak tampak
P=thrill (-)
P= A=S1S2 normal, gallop (-), murmur (-), ekstrasistol (-)
Abdomen:
I=flat, undistended, caput medusae (-), massa (-)
A=BU (+) N
P=timpani, meteorismus (-)
P=hepar dan lien tak teraba, turgor dbn
Anus: berlubang
Ekstremitas:
Ikterus (-)
Status Neurologis:
MS kaku kuduk (-), brudzinsky I (-), brudzinsky II (-), , chaddock (-),
balbinsky(-)
DL:
Hb 5,2 g/dl
Leukosit 4.510/mm3
Trombosit 257.000/mm3
Hct 18,3%
Hapusan darah
Eritrosit : kesan jumlah menurun dengan microcytic hypochrom,
anisopoikilositosis (DD Anemia def besi)
MCV: 73 FL, MCH : 25 pg , MCHC:28%
UL :
Eritrosit 3-5 plp
Lekosit 1-2 plp
Bakteri (-)
Protein +1
DL
Hb : 9,8 g/dl
Leukosit : 4.270/mm3
Trombosit :155.000/mm3
Hct : 30,4%
Kimia Klinik
GDA ; 97 mg/dl
SE
Kalium : 3, 8 mmol/L
penurun panas dan antibiotika, saat diperiksa pasien masih panas, nafsu makan masih
menurun, BAB dan BAK normal, masih tampak sedikit pucat, namun sudah tidak
lemas.
Pemeriksaan fisik saat diperiksa tgl 15/10/2014:
-
Kesadaran: CM
Vital sign:
HR 120 x/menit, reguler, lemah
T 37,0C
RR 26 x/menit, reguler
Auskultasi toraks: VBS +/+ ronkhi -/-, wh -/-, ekspirasi memanjang (-)
Ekstremitas:
CRT <2
Lab 8 Oktober 2014:
-
DL:
Hb 5,2 g/dl
Leukosit 4.510/mm3
Trombosit 257.000/mm3
Hct 18,3%
Hapusan darah
Eritrosit : kesan jumlah menurun dengan microcytic hypochrom,
anisopoikilositosis (DD Anemia def besi)
UL :
Bakteri (-)
DL
Hb : 9,8 g/dl
Leukosit : 4.270/mm3
Trombosit :155.000/mm3
Hct : 30,4%
2.7 Assesment
Observasi febris (DD demam tifoid) + Anemia (DD anemia defisiensi besi)
2.8 Planning
-
Diagnosis:
Kultur darah
Kultur empedu
Terapi
Monitoring :
DL
BAB 3
PEMBAHASAN
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia
yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita
dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan
laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar
Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia
hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan
mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardia, dilatasi
jantung dan murmur sistolik. Sesuai dengan keluhan pada kasus dimana pada pasien
didapatkan anak pucat, lemah, nafsu makan menurun, dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan anemis, sedangkan pada pemeriksaan Hb nilainya 5,2 gr/ dl. Selain itu
pada pasien didapatkan gejala non hematologi dari kekurangan besi berupa
penurunan daya tahan tubuh, pengaturan termoregulasi yang tidak normal dimana
suhu tubuh sering naik turun tanpa sebab yang jelas.
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang . Pada
pasien didapatkan kondisi gizi kurang yang mempengaruhi malabsorpsi besi pada
mukosa usus yang mempengaruhi pengambilan zat besi, selain itu adanya riwayat
diare pada pasien menjadi factor yang memperberat kondisi, pada pasien juga
didapatkan pola makan yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi dan
kebutuhan akan zat besi, adanya pola lingkungan yang kurang bersih menjadi factor
untuk anak terjangkit infeksi cacing yang akan menyebabkan perdaran yang
berlangsung kronik. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5
mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 2 mg) dapat mengakibatkan keseimbangan
negatif besi. Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama.
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO terdiri
dari Hb kurang dari normal sesuai usia, Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%, Kadar
Fe serum <50 ug/dl (N : 80 180 ug/dl), Saturasi transferin <15 % (N ; 20 50%)
pada pasien didapatkan Hb 5,2 gr/dl, konsentrasi Hb eritrosit 18,3%, sedangkan untuk
kadar Fe serum dan saturasi transferin belum dilakukan.
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian
preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian peroral lebih
aman, murah, dan sama efektifnya dengan pemberian secara Transfusi darah jarang
diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat
atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC
dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb
sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk
penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2
3 mg/kgBB pada pasien ini diberikan terapi transfuse PRC 2 kantong yang diberikan
bertahap sampai Hb menjadi 9,8 gr/dl dan keadaan umum pasien membaik dan
selanjutnya diberi terapi tablet besi peroral.
Pada pasien dicari juga penyebab lainnya, pada kasus ini pasien juga
mengalami demam yang lebih dari 7 hari, demam sumer kemudian tinggi disertai
diare pada 2 minggu SMRS, pernah diperiksakan ke puskesmas lalu didiagnosis
demam tifoid dimana waktu itu widal test (+), dan pasien diberi terapi
chloramphenicol. Demam tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi
usus, dan keluhan susunan saraf pusat. Gejalanya berupa panas lebih dari 7 hari,
biasanya mulai dari sumer yang semakin meninggi, sehingga pada minggu ke dua
panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Gejala gastrointestinal dapat
berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan
lidah kotor tepi hyperemia. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen,
sopor, sampai koma. Diagnosis demam tifoid dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang didapatkan leucopenia, kultur empedu, darah minggu I, tinja
minggu II air kemih minggu III, widal test kenaikan titer 1/200 positif minggu II, IgM
S, tubex dan elisa. Komplikasi demam tifoid berupa otitis media, pneumonia,
ensefalopati, syok, melena, ikterus, karditis, ISK, anemia, kadang relaps, perdarahan
usus, perforasi, gangguan status mental berat.
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarangan besi saja
dan diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
DAFTAR PUSTAKA
World
Health
Organization
Indonesia
bekerjasama
dengan