Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem organ dalam tubuh manusia ada beberapa macam, diantaranya


adalah sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang
bentuk tubuh, membantu proses pergerakan, serta melindungi organ-organ tubuh
yang lunak. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal merupakan jaringan
ikat. Sistem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan
jaringan-jaringan

khusus

yang

menghubungkan

struktur-struktur

tersebut

(Patofisiologi, 2002).
Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka
telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan
yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang. Bentuk
kaku (rigid) dan kokoh antar rangka yang membentuk tubuh dihubungkan oleh
berbagai jenis sendi. Adanya penghubung tersebut memungkinkan satu
pergerakan antar tulang yang demikian fleksibel dannyaris tanpa gesekan. Tulang
dan sendi dipakai untuk melindungi berbagai organvital di bawahnya disamping
fungsi pergerakan (locomotor) / perpindahan makhluk hidup. Sendi merupakan
satu organ yang kompleks dan tersusun atas berbagai komponen yang spesifik
satu dengan lainnya. Pada umumnya terdiri dari air dan tersusun atas serabut
kolagen, proteoglikan, glikorptein lain serta lubrikanasam hialuronat, struktur
yang kompleks di atas memungkinkan suatu pergerakansendi yang luas (fungsi
locomotor), frictionless dan tidak mengakibatkan kerusakan besar dalam jangka
panjang.

Dalam kehidupan sehari-hari, persendian dapat mengalami gangguan.


Gangguan sendi ini berupa keradangan Karena infeksi, imunologis, proses
degenerasi, maupun trauma. Trauma pada sendi sering disebabkan oleh beberapa
hal, salah satunya adalah dislokasi. Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan
jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di
dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Seseorang yang tidak
dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena
sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi
itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi. Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan
jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di
dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Referat ini akan
membahas

definisi,

klasifikasi,

manifestasi

klinis,

pemeriksaan

dan

penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi tulang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner &Suddarth)
keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasimerupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (ArifMansyur, dkk. 2000)
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapatmenyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. (Buku Ajar Ilmu Bedah, hal
1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonusotot, kontraksi cedera dan
tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringantulang dari kesatuan sendi.

2.2

Anatomi Vertebrae
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk

skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
Costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan
serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi

tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5
regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. Tulang
belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di
depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai
daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat
fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu
trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke
rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt
mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang
dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), terjatuh dari
ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
2.3

Klasifikasi Dislokasi

a. Dislokasi Kongenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi Patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
c. Dislokasi Traumatik :
Merupakan kedaruratan ortopedi. Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin
juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Bila tidak ditangani segera dapat

terjadi nekrosis avasculer ( kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya


pasokan darah ) dan paralisis saraf.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeriakut dan
pembengkakan di sekitar sendi
2. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensidislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebutdislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patellofemoral joint. Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang /fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah olehkarena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.
Ada berbagai macam tipe persendian.
1. Berdasarkan Fungsi / keleluasaan kepada derajat kebebasan gerakan
dibedakan menjadi 3, yaitu:
Type

Gerakan

Contoh

Synarthrosis

tidak/sedikit gerak

Sutura, gigi,

Amphiarthrosis

sedikit gerak

Epiphyseal plates.
Distal Tibia/fibula
Intervertebral discus

Diarthrosis

gerak bebas

Pubic symphysis
Glenohumeral joint
Sendi lutut
5

Temporo Mandibular
Joint
1. Berdasarkan Struktur : Fokus kepada materi persendian
Structural
class
Fibrous

Karakteristik

Contoh

Disatukan oleh

Suture

Sutura Pada Cranium

jaringan

Sindenmosis

Sendi Tibia Fibula

Gomphosis
Synchondrosis

Sendi Dento-alveolar
Ephypyseal plate

fibrosa
Cartilaginous Dihubungkan

Synovial

Type

oleh

(hyaline)

fibrocartilago /

Symphysis

tulang rawan

(fibrocartliage)

hyaline
Dihubungkan

Plane

Sendi Intercarpal

oleh tulang

Hinge

Knee Joint

rawan dengan

Pivot

Sendi Atlanto-Axial

membran

Condyloid

Sendi

synovial yang

Saddle

Metacarpophalangeal

melapisi

Ball and socket

Sendi

Sendi interertebral

cavitas

Carpometacarpal

articularis

Shoulder joint, Hip


Joint

2.4

Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis

Perlu ditanyakan tentang :

Adanya riwayat trauma

Mekanisme trauma

Ada rasa sendi yang keluar

Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat
terjadi pada dislokasi rekurrens

2. Pemeriksaan klinis
a. Deformitas

Hilangnya penonjolan tulang yang normal

Pemendekan atau pemanjangan

Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

b. Nyeri
c. Functio laesa
3.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah
disertai fraktur.

Gejala Klinis dan Tatalaksana berdasarkan Regio


1. Dislokasi Sendi Bahu ( Shoulder Dislocation )
Pada regio bahu terdapat beberapa sendi yang saling berhubungan
dan

saling

mempengaruhi,

yaitu

sendi

sternoklavikular,

sendi

akromioklavikular, dan sendi glenohumoral. Hubungan skapulothorakal


bukan merupakan sendi melainkan suatu hubungan muskuler antara
dinding thoraks dan skapula. Melalui keempat hubungan ini yang terdiri
atas tiga persendian dan satu hubungan muskular ini terjadi gerakan ke
segala arah di gelang bahu.
Dislokasi regio bahu (sendi glenohumoral) merupakan 50 % kasus
dari semua dislokasi. 80 % dari dislokasi regio bahu ini adalah tipe
dislokasi bahu anterior. Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot - otot dan
kapsul tendon yang mengitari sendi bahu. Sedangkan hubungan antara
kepala humerus dengan cekungan glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu
pada sendi glenohumoral sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma
maupun pada saat serangan epilepsi. Melihat lokasi kaput humeri terhadap
glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah anterior dan lebih jarang ke
arah posterior.
Pada waktu terjadinya dislokasi yang pertam terjadi kerusakan atau
avulasi dari fibrocarltilage antara kapsul sendi dengan glenoidalis di
bagian anterior dan inferior. Dengan adanya robekan tadi, maka sendi bahu
akan mudah mengalami dislokasi ulang bila mengalami cedera lagi. Hal
ini disebut sebagai recurrent dislokasi.
a. Dislokasi bahu anterior
Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu lintas ataupun
cedera olah raga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan
rotasi ekstern (puntiran keluar) dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan atas

dalam posisi abduksi. Kaput humerus didorong ke depan dan menimbulkan


avulsi simpai sendi bagian bawah dan kartilago beserta periosteum labrum
glenoidalis bagian anterior. Lesi ini disebut bankart lesi.
Karena terjadi robekan kapsul, kepala humerus akan keluar dari
cekungan glenoid ke arah depan dan medial, kebanyakan tertahan di bawah
coracoid. Mekanisme lain terjadinya disloksi adalah trauma langsung. Penderita
jatuh, pundak bagian belakang terbentur lantai atau tanah. Gaya akan
mendorong permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.
Gejala Klinik
Pasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan
lengannya, dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak
terasa sakit sekali, bentuk pundak asimetris, posisi badan pendeita miring ke
arah sisi yang sakit, bentuk deltoid pada sisi yang cedera tampak mendatar, hal
ini disebabkan kepala humerus sudah keluar dari cekungan glenoid ke depan.
Pada palpasi daerah subacromius jelas teraba cekungan.

Pemeriksaan Penunjang
Dengan pembuatan X ray foto, umumnya dengan proyeksi AP sudah
dapat terdiagnosis adanya dislokasi sendi bahu.

Gambar 2.1 Gambaran Dislokasi Bahu anterior

Gambar 2.2 X-Ray foto dislokasi bahu anterior


Penatalaksaan
Keadaan ini memerlukan reposisi segera. Ada beberapa indikasi untuk
melakukan reposisi, yaitu :

tidak adanyanya fraktur

tidak adanya defisit neurologi

Oleh karena itu sebelum melakukan reposisi sebaiknya dilakukan


beberapa pemeriksaaan :
1. Nervus axillary : 8% terjadi kelumpuhan
0 - innervasi m. Deltoideus : tidak di tes

10

1 - Sensoris: dibawah m. Deltoideus


2. Nervus Radialis: extensi tangan
3. Artery brachialis: denyut nadi radialis

Terdapat 3 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :


1.

Cara Stimson
Metode ini sangat baik dan tidak memerlukan anestesia. Caranya penderita
dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang mengalami
luksasio, keluar dari tepi tempat tidur, menggantung ke bawah. Kemudian
diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan
tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan
otot si penderita. Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian
bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya. Hal ini dilakukan selama 20
25 menit.

11

Gambar 2.3 Metode Stimson

2. Cara Hippocrates
Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita
tidur terlentang di atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit
ditarik ke distal, posisi lengan sedikit abduksi. Sementara itu kaki
penolong ditekankan ke aksila untuk mengungkit kaput humerus ke
arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu dipertahankan
dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling
sedikit 3 minggu.

12

Gambar 2.4 Metode Hippocrates


3. Cara Kocher
Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan
yang dapat dibagi dalam 4 tahap.
Tahap pertama, dalam posisi siku fleksi penolong menarik
lengan atas ke arah distal
Tahap kedua, dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu
Tahap ketiga, melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada
sendi bahu
Tahap ke empat, melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.

13

Gambar 2.5 Metode Kocher


Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan
verband dan lengan bawah digantung dengan sling. Immobilisasi
cukup 3-6 minggu.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi bahu anterior, yaitu :

Cedera plexus brachialis dan n. Axillaris yang


menyebabkan kumpulnya m. deltoid sehingga bahu tidak dapat

Hal

diangkat abduksi
Robeknya muskulus tendineus cuff (cuff rotator)
Patah tulang humerus
Rekurrens dislokasi bahu anterior
ini disebabkan terjadinya celah robekan fibrocartilago di daerah

bannkart yang menetap. Trauma yang ringan saja seperti mengenakan


baju atau menutup jendela akan terjadi posisi abduksi dan eksternal
rotasi yang akan mengakibatkan dislokasi kembali. Kalau terjadi lebih
dari 3 x, dianjurkan untuk dilakukan operasi. Metode operasi yang

14

dipakai yaitu, Bristow, Bannkart, dan Putti plat. Tujuan dari operasi ini
untuk melakukan rekonstruksi struktur bagian anterior sendi.
b.

Dislokasi bahu posterior


Dislokasi bahu posterior
Dislokasi ini jarang terjadi, mekanisme biasanya penderita jatuh dimana

posisi lengan atas dalamkedudukan adduksi atau internal rotasi.


Gejala klinik
Sangat sakit di daerah bahu. Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan
internal rotasi. Terdapat penonjolan kaput di daerah posterior.
Pemeriksaan Radiologi
Proyeksi AP kadang sulit dilihat, Kalau perlu dilakukan proyeksi aksial.
Penatalaksanaan
Keadaan ini memerlukan reposisi tertutup segera alam narkosis umum
dengan melakukan rotasi ekstern pada bahu dan kaput humerus didorong ke
depan. Setelah reposisi, dipasang gips spika bahu dalam posisi abduksi 30

selama 3 minggu.
2.

Dislokasi Sendi Panggul ( Hip Dislocation )


Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku.

Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang

terletak di belakang

asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga


mengalami cedera serius misalnya trauma benturan depan mobil akibat tabrakan
mobil frontal.
Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak dapat berdiri.
Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan
dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi
yang normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor
dan pantat menonjol secara abnormal.

15

Gambar 2.12 Gambaran Panggul normal dan yang mengalami


Dislokasi
a. Dislokasi panggul posterior
Dislokasi panggul posterior biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi
pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan fleksi 90o
dan sedikit adduksi.
Gejala klinis
Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan
menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang
mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan
adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci
pada bagian posterior asetabulum.

16

Gambar 2.13 Gambaran Gejala Klinis Dislokasi Panggul Posterior


Pemeriksaan
Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan
sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke
panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf
pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim
pada kasus dislokasi panggul.
Pemeriksaan penunjang dengan pembuatan X ray foto, umumnya
dengan proyeksi AP.
Penatalaksanaan
Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :
1. The Bigelow Maneuver : Tempatkan penderita di lantai (telentang).
Amati (dislokasi) secara cermat dan suruh seorang asisten
mendorongnya ke anterosuperior pada SIAS. Fleksikan lutut
penderita dan panggulnya, dan rotasikan tungkainya pada posisi
netral. Tarik tungkainya ke atas secara terus-menerus dengan
lembut. Saat masih dilakukan traksi (penarikan) sesuai arah femur,
rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi biasanya jelas dirasakan
tetapi perlu didukung dengan sinar-X.
Jika metode tersebut gagal mereduksi dislokasi, minta asisten
meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS. Dengan lutut
sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas.
Fleksikan panggul perlahan hingga 90o dan rotasikan secara
lembut ke internal dan eksternal untuk melepaskan kaput dari
struktur-struktur yang menahannya. Kembalikan kaput pada
tempatnya dengan rotasi interna dan eksterna lebih lanjut, atau
rotasi eksterna dan ekstensi. Bila masih terpengaruh anestesi,

17

periksa lutut, apakah terdapat ruptur ligamentum cruciatum


posterior

Gambar 2.13 Gambaran The Bigelow Maneuver


2. Segera setelah penderita dianestesi, tempatkan ia dengan wajah
menghadap ke meja, sehingga paha yang cedera terkatung ke
bawah dengan lututnya pada 90 dan kakinya bersandar pada lutut
anda. Suruh seorang asisten memegang paha yang normal secara
horizontal, agar pelvis tidak menjadi miring. Tekan terus menerus
ke arah bawah pada lutut yang difleksikan hingga otot-ototnya
relaksasi dan kaput femoris dapat masuk ke asetabulum. Jika perlu
goyangkan lututnya.
Jika metode ini gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka.
Uji stabilitas, saat penderita masih diberi anestesi, fleksikan
panggulnya sampai 90 dan lakukan pemeriksaan apakah kaput
femoris mudah keluar dari asetabulum dari arah posterior ataukah

18

tetap pada tempatnya. Jika dapat tergelincir dengan mudah, diduga


ada fraktur pada tepi posterior asetabulum.
Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, dengan:
1. Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya,
apakah menimbulkan sakit atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa
sakit, maka tidak diperlukan traksi, karena itu lakukan pergerakan
aktif di tempat tidur dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat
ketiak dengan menahan beban berat parsial.
Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan traksi ekstensi hingga
nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan
dengan menahan beban berat parsial sampai penuh.
2. Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari
asetabulum, maka lakukan pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya
menunjukkan satu potongan tulang besar patah dari pinggir
asetabulum, maka rujuk untuk perbaikan. Sebaliknya, lakukan
traksi ekstensi dengan pen tibia. Jika reduksi dapat dikontrol,
lanjutkan untuk menggunakan sekurang-kurangnya 6 minggu.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu
Lesi n. Ischiadicus
Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma
Artrosis degenerative
b. Dislokasi panggul anterior
Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan
menggeserkan kaput femur di depan asetabulum.
Gejala klinis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi
dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi
menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika

19

dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle


femur.
Penatalaksanaan
Terapi dilakukan dengan membaringkan penderita di lantai, dan
lakukan anestasi seperti pada penanganan dislokasi panggul posterior.
Dengan melakukan pengamatan secara cermat, suruh seorang asisten
menarik pelvisnya dengan kuat sepanjang manuver pada SIAS. Pegang
tungkai penderita da bengkokkan panggul dan lutut sampai 90 o.
Rotasikan tungkainya ke posisi netral. Hal ini akan mengubah
dislokasi panggul anterior menjadi posterior. Tarik tungkai penderita
terus menerus ke atas agar dapat mengangkat kaput femur ke dalam
asetabulum.
Jika panggul tidak dapat direduksi, turukan tungkainya ke lantai ketika
sedang mempertahankan reduksi. Jika panggul masih tidak dapat
direduksi, maka gunakan traksi sesuai dengan arah deformitas (fleksi
dan adduksi). Saat mempertahankan traksi, angkat tungkainya pada
posisi vertikal agar dapat membawa kaput femur pada tepi anterior
asetabulum.

Sekarang,

dengan

masih

mempertahankan

traksi,

rotasikan tungkai ke internal dan turunkan pahanya menjadi posisi


yang diekstensikan. Jika panggul masih tidak dapat direduksikan,
suruh seorang asisten terus memegang pelvis dengan kuat. Suruh
asisten kedua berdiri di depannya dan menarik dengan kuat sesuai
dengan arah femur. Abduksikan panggul yang normal dan letakkan
tumit anda tanpa sepatu pada tempat kaput femur yang anda pikirkan.

20

Kemudian tekan ke arah posterolateral hingga kaput masuk ke dalam


socket dengan bunyi debam. Jika gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi
terbuka.
Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut,
pertahankan penderita di tempat tidur hingga ia dapat mengontrol
panggulnya kembali. Kemudian biarka ia berdiri dan menahan beban
berat. Amati kaput femur terhadap nekrosis aseptik, sama seperti
dislokasi panggul posterior.

c. Dislokasi panggul central / obturator


Dislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi
obturator disebabkan karena gerakan abduksi yang berlebih (hiperabduksi) dari panggul yang normal yang disebabkan karena trokantor
mayor bergerak berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput
femur keluar dari asetabulum.
Gejala Klinis dan pemeriksaan
Panggul akan sangat terlihat dalam posisi abduksi dan tidak dapat
dibawa ke posisi normal tanpa penyesuaian dari pelvis. Kelainan saraf
sangat jarang terlihat pada kasus seperti ini.
Penatalaksanaan
Terapi pada dislokasi obturator, yang terjadi akibat sobeknya
capsul inferior, adalah sangat memungkinkan untuk mengubah
dislokasi ini menjadi dislokasi panggul anterior maupun posterior, dan
kemudian dapat direduksi dengan cara yang tepat. Bagaimanapun juga

21

traksi abduksi pada tungkai dengan traksi yang berlawanan dengan


pelvis sangat diperlukan. Berikan tekanan kuat, lalu letakkan pada sisi
medial kaput femur dengan melakukan sedikit gerakan internal dan
eksternal rotasi. Adduksikan ke posisi normal.
Selama kaput femur yang mengalami dislokasi tidak bergerak ke
arah yang dapat mengganggu suplay darah, penderita dapat mulai
berjalan dengan tongkat ketiak tanpa beban pada tungkainya setelah
beristirahat di tempat tidur selama beberapa hari. Penderita harus
berjalan dengan tongkat ketiak selama 6 minggu dan melakukan
pemeriksaan dengan sinar-X dengan interval 2 sampai 3 bulan untuk
tahun pertama dan 6 bulan untuk tahun kedua. Kemungkinan terjadi
avascular necrosis sangat kecil karena arah dislokasi ini.

3. Dislokasi Sendi Siku ( Elbow Dislocation )


Terdapat 2 mekanisme terjadinya dislokasi sendi siku :
Pertama : Penderita jatuh dalam posisi siku flexi
Kedua : Penderita jatuh dalam posisi siku hiperextensi
Bagian distal humerus terdorong ke depan akan merobek
kapsul bagian anterior, sedang kepala radius + ulna 1/3 distal dislokasi
ke posterior. Pada waktu terjadinya dorongan bagian distal humerus
ke anterior banyak kerusakan yang mungkin terjadi, yaitu robeknya
kapsul sendi, robeknya

nn. brakhialis atau avulasi pada insersionya

pada prosesus coronoid, tertekannya a.brakhia dan lesi

n.medianus.

Kadang-kadang juga disertai dengan fraktur kepala radius clan fraktur


kapitulum.
22

Gejala klinik dan Permeriksaan


Tampak pembengkakan yang hebat di siku, posisi siku dalam
semifleksi, serta ujung olekranon teraba lari keposterior. Pemeriksaanya
dapat dilakukan dengan X-ray AP/Lat.

Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Dengan melakukan
tarikan kearah distal bawah sambil melakukan gerakan fleksi siku, bila
tereposisi, siku tetap diletakkan dalam posisi fleksi > 100,guna
mendekatkan bagian bagian anterior soft tissue yang robek. Di
immobilisasi dipasang gips, dipertahankan sampai 3 minggu.
Komplikasi
Kekakuan sendi ( ankylosis). Dalam hal ini dapat diatasi dengan
melakukan fisioterapi cukup dengan latihan pasif.
Cidera n.medianus
Cedera a.brachialis
Myositis ossifikan

DAFTAR PUSTAKA

23

Mansjoer, A. dkk. 2000. Dislokasi dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 2.


Media Aesculapius. Jakarta
Naradzay, JFX. 2006. Hip Dislocations. http://as.emedicine.com/html
Paudel K, Pradhan RL, Rijal KP, 2004. Reduction of Acute Anterior Shoulder
Dislocations under Local Anaesthesia A Prospective Study. Kathmandu
University Medical Journal Vol. 2, No. 1 pp. 13-17
Reksoprodjo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta

Suyadi A, 2008. Rehabilitasi Orthopaedi Fraktur dan Dislokasi. Departemen Ilmu


Bedah. FK UII :Yogyakarta
Standring, 2008.Grays Anatomy. Elsevier's Health Sciences Rights Department :
Philadelpia USA
Syamsuhidajat, R. 2005. Dislokasi Sendi dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku
Kedoktern EGC: Jakarta
Walter ,2008. Fundamental Anatomy, 1st Edition
Wibowo, RS. 2008. Hip Joint Dislocation. http://diskusifisioterapi.blogspot.com/
2008_06_01_archive.html
Wilson S.R, 2008. Shoulder Dislocation. http://as.emedicine.com/html
http// Dislocation. MedlinePlus Medical Encyclopedia.
http//www.nlm.nih.gov/medlineplus/dislocations.html.
http// www.bedahugm.net/dislokasi-sendi-bahu.

24

Anda mungkin juga menyukai