Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang terdiri atas psikopatologi yang melibatkan
kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain perilaku.1
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe paranoid,
terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual. Istilah skizofrenia
simpleks dalam DSM-IV disebut sebagai gangguan deterioratif sederhana.2 Menurut
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, skizofrenia dibagi
menjadi 6 subtipe, yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated),
simpleks, residual, dan depresi pasca-skizofrenia.3

Epidemiologi
Penelitian mengenai insidensi skizofrenia sulit dilakukan. Hampir semua hasil survei
yang telah tersedia menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa
berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Distribusi geografis skizofrenia secara global
tidak merata. Insidensi skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu
juga untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.5
Insidensi skizofrenia antara laki-laki dan perempuan sama, namun kedua jenis kelamin
menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset
yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25
tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan
bahwa laki-laki lebih mungkin terganggu oleh gejala negatif dibanding perempuan, dan
perempuan lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik dibanding laki-laki. Pada
umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenia perempuan adalah lebih baik daripada hasil
akhir untuk pasien laki-laki.3,5
Etiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Berbagai teori telah
berkembang, di antaranya model diastesis stres dan hipotesis dopamin. Model diastesis stres
merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan lingkungan.
Hipotesis pada model diatesis stres adalah bahwa seseorang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diastesis), yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang

menimbulkan stres dapat memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Komponen


lingkungan dapat bersifat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga
yang penuh ketegangan).
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan aktivitas dopaminergik
yang berlebih. Teori tersebut berakar dari dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk klozapin,
khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk bertindak
sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun,
belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin terjadi karena terlalu banyaknya pelepasan
dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi kedua mekanisme tersebut.
Terdapat dua masalah mengenai hipotesis ini. Pertama, hiperaktivitas dopamin adalah tidak
khas untuk skizofrenia, karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua
pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data elektrofisiologis
menyatakan neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan metabolismenya
sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut
menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan
hipodopaminergik.3
Patofisiologi skizofrenia berdasarkan hipotesis dopamin terdiri dari empat jalur dopamin
yaitu:
1. Jalur mesolimbik: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif pada penderita
skizofrenia. Jalur dopamin mesolimbik memproyeksikan badan sel dopaminergik ke
bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak, kemudian ke nukleus akumbens di
daerah limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional dan perilaku, khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik bekerja melalui
blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin D 2. Hipotesis hiperaktivitas jalur
dopamin mesolimbik menyebabkan peningkatan gejala positif.
2. Jalur mesokortikal: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah korteks serebri,
khususnya korteks limbik. Peranan jalur mesokortikal adalah sebagai mediator dari
gejala negatif dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif
disebabkan oleh penurunan dopamin di jalur mesokortikal, terutama pada korteks
prefrontal dorsolateral. Penurunan dopamin di jalur mesokortikal dapat terjadi secara
primer dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang
berlebihan pada jalur ini, atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D 2.

Peningkatan dopamin pada jalur mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau
mungkin gejala kognitif.
3. Jalur nigrostriatal: jalur ini berjalan dari substansia nigra batang otak ke ganglia basalis
atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan
dopamin di jalur nigostriatal menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan
pada penyakit Parkinson, yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor, sementara
hiperaktivitas atau peningkatan dopamin di jalur ini mendasari terjadinya gangguan
pergerakan hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.
4. Jalur tuberoinfundibular: jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus ke hipofisis anterior.
Dalam keadaan normal, jalur tuberoinfundibular dipengaruhi oleh inhibisi dan sekresi
aktif prolaktin, di mana dopamin mensekresikan inhibitor pelepasan prolaktin. Oleh
karena itu, jika ada gangguan dari jalur ini akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik,
maka akan terjadi peningkatan sekresi prolaktin, sehingga terjadi galaktorea, amenorea
atau disfungsi seksual.4
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti mengenai
hubungannya dengan skizofrenia, seperti serotonin. Obat antipsikotik atipikal mempunyai
aktivitas sebagai inhibitor serotonin. Selain itu, beberapa peneliti melaporkan pemberian
antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas noradrenergik.3
Gejala dan Diagnosis
Gejala dari skizofrenia paranoid berupa gejala positif dan negatif skizofrenia yang
menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek menumpul, sikap
pasif dan ketiadaan inisiatif, kurangnya kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi nonverbal
yang buruk (seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh), serta
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. 5 Gejala waham dan halusinasi dapat muncul,
terutama waham curiga.3
Penegakan diagnosis skizofrenia paranoid menurut DSM-IV adalah sebagai berikut.
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika terapi berhasil):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara kacau (misalnya sering menyimpang atau inkoherensi)
4) Perilaku kacau atau katatonik yang jelas
5) Gejala negatif, yaitu pendataran afek, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)

Catatan: Hanya satu gejala dalam kriteria A yang diperlukan jika waham bersifat
kacau, atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari perilaku
atau pikiran pasien, atau dua/lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lain.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk jangka waktu yang bermakna sejak onset gangguan,
satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan
diri, jelas berada di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa
anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal,
akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Pada 6
bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang memperlihatkan gejala kriteria A)
dan mungkin termasuk gejala prodormal atau residual.
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan skizoafektif atau
gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode
depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama gejala fase aktif,
atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif
singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif 3
Pedoman diagnosis skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ III sebagai berikut:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):


a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama tapi kualitasnya
berbeda.
thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar, atau
delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar
delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);

delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara) atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa
Diagnosis Banding
Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosis banding skizofrenia paranoid.
PPDGJ III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual, yakni harus
memenuhi semua kriteria di bawah ini.
a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.5
Terapi
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia.
Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala yang menonjol pada pasien. Pada
skizofrenia paranoid, gejala positif lebih menonjol, sehingga pengobatan yang disarankan
kepada pasien berupa obat-obat antipsikotik tipikal (klorpromazin, haloperidol).4
Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang signifikan
pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2), reseptor dopamin tipe 2, serta antihistamin (H 1).
Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala positif maupun negatif. 3 Risperidon
senyawa antidopaminergik yang jauh lebih kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga dapat
menginduksi gejala ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia yang menonjol. Meskipun

demikian, risperidon dianggap sebagai antipsikotik atipikal secara kuantitatif, karena efek
samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.7
Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas antagonis
yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT 2) dan antagonis lemah pada reseptor
dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H 1). Efek samping berupa gejala ekstrapiramidal
sangat minimal, namun obat ini juga bersifat antagonis -1 adrenergik yang bisa
menimbulkan hipotensi ortostatik dan efek sedatif. 6 Selain itu, dilaporkan terjadinya
agranulositosis (insidensi 1-2%), dan harga obat ini mahal. Klozapin adalah obat lini kedua
bagi pasien yang tidak responsif terhadap obat lain yang sekarang tersedia.
Selain terapi obat-obatan, terapi psikososial juga dapat diterapkan. Terapi psikososial
terdiri dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi
individual. Terapi perilaku menggunakan imbalan ekonomi dan latihan keterampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah
yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, sehingga frekuensi perilaku maladaptif
atau menyimpang dapat diturunkan.
Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia. Pusat dari
terapi harus pada situasi segera, dan harus termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi
yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah pemulangan, topik penting yang dibahas
di dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Selanjutnya, terapi diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stres
dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.
Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam
kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan
rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.
Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Konsep penting
dalam psikoterapi adalah bahwa perkembangan hubungan terapeutik yang dialami pasien
aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan ketulusan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi sering memberikan interpretasi yang terlalu
cepat terhadap pasien skizofrenia. Psikoterapi untuk seorang pasien skizofrenia harus
dimengerti dalam hitungan dekade, bukannya sesi, bulanan, atau bahkan tahunan. Di dalam
konteks hubungan profesional, fleksibilitas adalah penting dalam menegakkan hubungan
kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin akan makan bersama, atau mengingat ulang tahun
pasien. Tujuan utama hal tersebut adalah untuk menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi

dapat dipercaya, ingin memahami pasien, dan akan mencoba melakukannya, serta memiliki
kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred Bleuler menyatakan
bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan menerima mereka, bukannya
mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat dipahami dan berbeda dari ahli terapi.3
Prognosis
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe skizofrenia yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di Tabel 1.
Prognosis Baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan
pramorbid yang baik
Gejala gangguan mood

Prognosis Buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang buruk


(terutama Perilaku menarik diri, autistik

gangguan depresif)
Gejala positif
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik

Gejala negatif
Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

Tabel 1. Prediktor Prognosis Spesifik3


Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun angka kematian orang
dengan skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Tingginya
angka kematian pada umumnya dikaitkan dengan kondisi buruk di institusi perawatan yang
berkepanjangan, yang menyebabkan tingginya angka tuberkulosis dan penyakit menular
lainnya. Namun, penelitian baru-baru ini pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam
masyarakat, menunjukkan bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian
di negara berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah
muncul sebagai masalah yang mengkhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada orang dengan
gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas 10%, sekitar 12 kali lebih
tinggi dari populasi umum. Selain itu, terjadi juga peningkatan mortalitas untuk gangguan

kardiovaskular, dan hal tersebut dapat terkait dengan gaya hidup yang tidak sehat,
pembatasan akses perawatan kesehatan, atau efek samping obat antipsikotik.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchanan RW, Carpenter WT. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's
Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi 8. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2005.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jilid I. Terjemahan oleh: Kusuma W.
Tangerang: Binarupa Aksara; 2010.
3. Syamsulhadi, Lumbantobing. Skizofrenia. Jakarta: FKUI; 2007
4. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III. Jakarta: FK
Unika Atmajaya; 2001.
5. Silva JAC. Schizophrenia and Public Health. New York: WHO; 1998. 6-13.
6. Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC. Dasar Farmakologi dan Terapi Goodman dan
Gilman. Vol. I. Jakarta: EGC; 2007.

Anda mungkin juga menyukai