Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab


(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia adalah gangguan yang paling lazim dan paling penting dalam
kelompok gangguan F2x. Gangguan skizotipal memiliki banyak ciri khas dari
gangguan skizofrenik dan mungkin berkaitan secara genetik dengan skizofrenia;
namun demikian, halusinasi, waham, dan gangguan perilaku yang besar dari
skizofrenia sendiri tidak terdapat pada gangguan skizotipal dan karenanya
gangguan ini tidak selalu menjadi perhatian medis.
Gangguan Skizofrenia berdasarkan PPDGJ III yaitu skizofrenia paranoid,
skizofrenia heberenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca-
skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya,
skizofrenia YTT. Beberapa kriteria diagnostik untuk subtipe skizofrenia menurut
DSM-IV yaitu tipe paranoid, tipe terdisorganisasi, tipe katatonik, tipe tak
tergolongkan, dan tipe residual.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN


Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pedagang
Perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis, pada tanggal 05


Januari 2015, pukul 09.00 WIB)
Sebab utama : mengoceh sendiri dan pergi keluar rumah tanpa tujuan.
Keluhan Utama: tidak ada

Riwayat Perjalanan Penyakit


1 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai berubah. Pasien
sering terlihat melamun. Pasien seringkali bertengkar dengan isterinya.
Pasien sering berbicara sendiri tanpa ada yang mengajaknya berbicara.
Pasien menjadi mudah curiga dan sering marah-marah terhadap keluarga
dan orang-orang disekitarnya karena pasien merasa orang-orang
disekitarnya sedang menjelek-jelekannya dan menganggapnya gila. Pasien
masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, dan mandi.
Pasien tidak berobat.
7 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien semakin sering
melamun. Pasien juga sering berbicara dan tertawa sendiri. Pasien seringkali
tidak tidur semalaman. Pasien semakin mudah curiga terhadap orang-orang
disekitarnya. Pasien merasa orang-orang disekitarnya menjelek-jelekannya.

2
Pasien juga merasa orang-orang disekitarnya seringkali membuat kejahatan
yang dapat menghancurkan agama Islam. Pasien merasa ia bertanggung
jawab untuk melakukan sesuatu guna memerangi kebatilan tersebut. Pasien
masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, dan mandi.
Pasien tidak berobat ke RS Ernaldi Bahar.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, kakak pasien yang juga dirawat
di RS Ernaldi Bahar meninggal dunia. Pasien merasa ada yang tidak beres
dibalik kematian saudaranya. Ia menganggap kematian tersebut disebabkan
karena kesalahan penanganan dari RS. Pasien semakin sering melamun dan
bertengkar dengan isterinya. Pasien semakin mudah curiga pada orang-
orang disekitarnya. Pasien masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti
makan, minum, dan mandi. Pasien tidak berobat ke RS Ernaldi Bahar.
5 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien marah-marah pada orang-
orang disekitarnya dan menyuruh mereka untuk berobat. Pasien tidak terima
ia dianggap gila. Pasien merasa bertemu dengan Kapolri, Almarhum Ustadz
Jefri, dan Ustadz Yusuf Mansur, menurutnya mereka telah mengadakan
pertemuan jam 19.00 malam kemarin mengenai cara memerangi seluruh
kejahatan di Indonesia dengan jihad Fisabilillah. Pasien pergi keluar rumah
tanpa tujuan dan kemudian pulang sendiri. Pasien dibawa berobat ke IGD
RS Ernaldi Bahar dan dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat diabetes melitus dan darah tinggi disangkal
Riwayat asma, alergi, dan kejang disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat merokok (+) sejak sekitar 10 tahun yang lalu.
Riwayat konsumsi alkohol disangkal
Riwayat penggunaan NAPZA disangkal

3
Riwayat Premorbid
Lahir : normal, pervaginam, ditolong bidan, cukup bulan
Anak : periang, mudah bergaul, terbuka, banyak teman
Remaja : periang, mudah bergaul, terbuka, banyak teman
Dewasa : periang, mudah bergaul, terbuka, banyak teman

Riwayat Pendidikan
Pasien lulusan Sekolah Dasar (SD)

Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pedagang dan berhenti bekerja sejak sakit

Riwayat Perkawinan
Pasien telah menikah selama 7 tahun dan mempunyai 3 orang anak.

Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara. Riwayat anggota keluarga


(+) dengan keluhan yang sama dengan pasien yaitu kakak perempuannya.

4
Status Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan isteri dan ketiga anaknya. Semua biaya
kebutuhan sehari-hari ia penuhi dengan berdagang. Kesan status sosial
ekonomi pasien menengah kebawah.

Pemeriksa Pasien Psikopatologi


Assalamualaikum Waalaikumsalam - Perhatian ada
Selamat siang Pak. Siang jugo. (Pasien - Kontak fisik ada
(Pemeriksa tersenyum dan membalas tersenyum dan - Kontak mata
mengulurkan tangan menjabat tangan ada
mengajak bersalaman) pemeriksa) - Kontak verbal
ada
Bapak, kami dokter muda, - Verbalisasi dan
boleh ngobrol sebentar? Iyo lajulah cara bicara
lancar dan jelas.

Bapak siapo namonyo? Pak Suhairi - Daya ingat baik


- Orientasi
Umur bapak berapo 29 tahun tempat, waktu,
sekarang? dan orang baik

Bapak tinggal dimano, samo tinggal di OKI samo anak


siapo bae dirumah? isteri aku

Bapak tau dak sekarang lagi dirumah sakit jiwa


dimano?

Siapo yang bawa bapak beradek-beradean aku


kesini

5
Bapak tau dak ngapo bapak Tau, keluargo samo - Waham curiga
dibawa kesini oleh keluargo tetanggo-tetanggo aku ni - Discriminative
bapak? nganggep aku ni gilo. insight
Padahal aku ni waras- terganggu
waras bae. Mereka tula
yang galak jelek-jeleke
aku.

Kenapo bapak mikir cak itu? Idak dok, tapi mereka tu


Memang mereka pernah galak ngomongi aku
ngomong langsung samo dibelakang. Aku ni kesini
bapak? sekalian nak nyelidiki dok,
kakak aku meninggal
disini bulan lalu, aku yakin
nian ado yang dak beres
disini.

Apo yang idak beres pak? Aku yakin disini ni ada Waham curiga
kesalahan penanganan
dok, makonyo kakak aku
tu meninggal.

Bapak katonyo bapak ni Aku kesel dok, isteri aku - Waham curiga
pernah marah- marah yo tu dak nurut samo aku.
samo wong dirumah? Dak samo isteri aku be,
aku jugo kesel dok samo
wong-wong disekitar aku,
mereka ni nentang ajaran
Islam galo.

6
Dari mano bapak tau mereka Aku ni la sering - Halusinasi
nentang ajaran Islam? seomongan dengan Bapak visual
Kapolri, Alm.Uje, Ust. - Halusinasi
Yusuf Mansur. Kami auditorik
ketemuan jam 19.00
kemaren. Kami la kerjo
samo merangi kebatilan di
Indonesia dok. Aku ni la
dikasih tanggung jawab
besak untuk merangi
kebatilan tu dok.

Kemarin ketemuannyo tu Ketemuannyo di sini dok


mak mano? Uje kan lah (menunjuk kepalanya)
meninggal?

Kalau di sini (dokter Idak mimpi dok, Insya - Waham


menunjuk kepalanya sendiri) Allah, aku yakin segalonyo grandiose
berarti bapak ni mimpi atau tu nyata. Kami lah sepakat - Sirkumstansial
mak mano? untuk memerangi kebatilan
di seluruh Indonesia. Kami
lah nyusun strategi untuk
bejihad fisabilillah dok.

Bapak galak keluar rumah, Idak pernah dok, aku ni - Discriminative


keliling-keliling io? dirumah bae, paling kalo judgement
aku keluar rumah tu, aku terganggu
lagi nyari ide untuk
merangi kebatilan tu.

7
Emm,, cak itu io pak. Iyo dok, samo-samo, - Kooperatif
Yosuda, agek kito sambung bantu aku merangi
lagi io pak ngobrolnyo. kebatilan di sini io.
Bapak istirahatla, obatnyo (pasien menyambut tangan
jangan lupo diminum io pak. pemeriksa untuk berjabat
Makasi banyak Pak Suhairi. tangan)
(pemeriksa mengulurkan
tangan untuk berjabat tangan)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. STATUS INTERNUS
Keadaan Umum
Sensorium : kompos mentis
Tekanan Darah : 127/82 mmHg
Suhu : 36,4 oC
Nadi : 88 x/m
Pernafasan : 19 x/m
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 62 kg
Sistem Kardiovaskular : tidak ada kelainan
Sistem Respiratorik : tidak ada kelainan
Sistem Gastrointestinal : tidak ada kelainan
Sistem Urogenital : tidak ada kelainan
Kelainan Khusus : tidak ada

b. STATUS NEUROLOGIKUS
Urat syaraf kepala (Panca indera) : tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : tidak ada
Gejala peningkatan TIK : tidak ada
Mata
Gerakan : baik ke segala arah, tidak ada

8
kelumpuhan, tidak ada nistagmus
Persepsi mata : baik, tidak ada diplopia, visus
normal
Pupil : bentuk bulat, isokor, diameter
3mm/3mm, refleks cahaya (+/+),
refleks konvergensi +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

Motorik
Tonus : eutoni
Koordinasi : baik
Turgor : baik
Refleks : fisiologis +/+ normal, patologis -/-
Kekuatan : lengan 5/5, tungkai 5/5
Sensibilitas : tidak ada kelainan
Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi luhur : tidak ada kelainan
Kelainan khusus : tidak ada kelainan

c. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
Kesadaran/sensorium : kompos mentis
Perhatian : kontak (+)
Sikap : kooperatif
Inisiatif : ada
Tingkah Laku Motorik : normoaktif
Ekspresi Fasial : cenderung gembira
Verbalisasi dan cara bicara : lancar dan jelas
Kontak Psikis
Kontak Fisik : ada

9
Kontak Mata : ada
Kontak Verbal : ada

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


Keadaan Afektif : distimik
Hidup Emosi
Stabilitas : labil
Pengendalian : terkendali
Echt-Unecht : echt
Einfuhlung : sukar dirabarasakan
Dalam-dangkal : dalam
Adekuat-inadekuat : inadekuat
Skala Diferensiasi : menyempit
Arus Emosi : cepat

Keadaan dan Fungsi Intelektual


Daya ingat : baik, tidak ada amnesia
Daya Konsentrasi : terganggu, mudah beralih
Orientasi
Tempat : baik
Waktu : baik
Personal : baik
Luas Pengetahuan Umum dan Sekolah : sesuai taraf pendidikan
Discriminative Judgement : terganggu
Discriminative Insight : terganggu
Dugaan taraf intelegensi : rata-rata
Kemunduran intelektual : tidak ada, demensia (-)

Kelainan Sensasi dan Persepsi


Ilusi : tidak ada
Halusinasi : halusinasi (+) visual dan auditorik

10
Keadaan Proses Berpikir
Psikomotilitas : cepat
Mutu Proses Berpikir : kurang jelas dan kurang tajam

Arus Pikiran
Flight of Ideas : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Sirkumstansial : ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang : tidak ada
Terhambat : tidak ada
Perserverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Alienasi : tidak ada

Isi Pikiran
Pola sentral : tidak ada
Waham : ada, waham curiga dan grandiosa
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Kecurigaan (belum taraf waham) : tidak ada
Rasa permusuhan/dendam : ada
Perasaan inferior : tidak ada
Perasaan berdosa/salah : tidak ada
Banyak sedikit isi pikiran : sedikit
Hipokondria : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

11
Bentuk Pikiran
Autistik/Dereistik : tidak ada
Simbolik : tidak ada
Paralogik : tidak ada
Simetrik : tidak ada
Konkritisasi : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan


Abulia/Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan Umum : tidak ada
Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada

Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara jelas (overt) : tidak ada


Reality Testing Ability : terganggu pada alam perasaan,
pikiran, dan perbuatan

2.4 PEMERIKSAAN LAIN


a. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan echocardiograf : tidak dilakukan

12
2.5 DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AKSIS I : F 20.03 Skizofrenia Paranoid
AKSIS II : Tidak ada kelainan
AKSIS III : Tidak ada kelaianan
AKSIS IV : Stressor masalah keluarga
AKSISV : GAF Scale 60-51

2.6 DIAGNOSIS DIFERENSIAL


F 20.03 Skizofrenia Paranoid
F 25.03 Gangguan Skizoafektif tipe manik
F 20.33 Skizofrenia Tak Terinci

2.7 TERAPI
Psikofarmaka
Risperidone 2x2 mg
THP 2x2 mg
Merlopam 1x0,5 mg

Psikoedukasi
a. Individu
Menjalin komunikasi interpersonal dengan pasien sehingga
menumbuhkan rasa percaya terhadap orang lain, memotivasi pasien
untuk menjalani terapi secara teratur
b. Keluarga
Memotivasi keluarga pasien untuk membawa pasien kontrol berobat
secara teratur ,menunjukkan kehangatan dan keakraban dalam
keluarga, serta menciptakan suasana yang dapat membantu
penyembuhan pasien.
c. Lingkungan:

13
Tidak menjauhi pasien dan memahami keadaannya serta membiarkan
pasien berinteraksi dengan lingkungan sehingga membantu
resosialisasi.

2.8 PROGNOSIS
Dubia ad bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang terdiri atas psikopatologi yang
melibatkan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain perilaku.1
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe
paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan
residual. Istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV disebut sebagai gangguan
deterioratif sederhana.2 Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, skizofrenia dibagi menjadi 6 subtipe, yaitu
katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual,
dan depresi pasca-skizofrenia.3

3.2 Epidemiologi
Penelitian mengenai insidensi skizofrenia sulit dilakukan. Hampir semua
hasil survei yang telah tersedia menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia
pada orang dewasa berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Distribusi
geografis skizofrenia secara global tidak merata. Insidensi skizofrenia di
Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe
skizofrenia.5
Insidensi skizofrenia antara laki-laki dan perempuan sama, namun kedua jenis
kelamin menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki
mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk
laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun.
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki lebih mungkin terganggu
oleh gejala negatif dibanding perempuan, dan perempuan lebih mungkin memiliki
fungsi sosial yang lebih baik dibanding laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir
untuk pasien skizofrenia perempuan adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk
pasien laki-laki.3,5

15
3.3 Etiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Berbagai
teori telah berkembang, di antaranya model diastesis stres dan hipotesis dopamin.
Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor
biologis, psikososial dan lingkungan. Hipotesis pada model diatesis stres adalah
bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis), yang
jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres dapat
memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan dapat
bersifat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang
penuh ketegangan).
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan aktivitas
dopaminergik yang berlebih. Teori tersebut berakar dari dua pengamatan.
Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan
dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik
tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti
amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun, belum jelas apakah
hiperaktivitas dopamin terjadi karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin,
terlalu banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi kedua mekanisme tersebut.
Terdapat dua masalah mengenai hipotesis ini. Pertama, hiperaktivitas dopamin
adalah tidak khas untuk skizofrenia, karena antagonis dopamin efektif dalam
mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua,
beberapa data elektrofisiologis menyatakan neuron dopaminergik mungkin
meningkatkan kecepatan metabolismenya sebagai respon dari pemaparan jangka
panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas
awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.3
Patofisiologi skizofrenia berdasarkan hipotesis dopamin terdiri dari empat
jalur dopamin yaitu:
1. Jalur mesolimbik: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif pada
penderita skizofrenia. Jalur dopamin mesolimbik memproyeksikan badan sel
dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak,
kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan penting

16
pada emosional dan perilaku, khususnya halusinasi pendengaran, waham dan
gangguan pikiran. Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin
ksususnya reseptor dopamin D2. Hipotesis hiperaktivitas jalur dopamin
mesolimbik menyebabkan peningkatan gejala positif.
2. Jalur mesokortikal: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah korteks
serebri, khususnya korteks limbik. Peranan jalur mesokortikal adalah sebagai
mediator dari gejala negatif dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala
negatif dan kognitif disebabkan oleh penurunan dopamin di jalur
mesokortikal, terutama pada korteks prefrontal dorsolateral. Penurunan
dopamin di jalur mesokortikal dapat terjadi secara primer dan sekunder.
Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada
jalur ini, atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan
dopamin pada jalur mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau
mungkin gejala kognitif.
3. Jalur nigrostriatal: jalur ini berjalan dari substansia nigra batang otak ke
ganglia basalis atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem saraf
ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di jalur nigostriatal menyebabkan
gangguan pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit Parkinson, yaitu
rigiditas, bradikinesia dan tremor, sementara hiperaktivitas atau peningkatan
dopamin di jalur ini mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik
seperti korea, diskinesia atau tik.
4. Jalur tuberoinfundibular: jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus ke
hipofisis anterior. Dalam keadaan normal, jalur tuberoinfundibular
dipengaruhi oleh inhibisi dan sekresi aktif prolaktin, di mana dopamin
mensekresikan inhibitor pelepasan prolaktin. Oleh karena itu, jika ada
gangguan dari jalur ini akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka
akan terjadi peningkatan sekresi prolaktin, sehingga terjadi galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.4

17
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti
mengenai hubungannya dengan skizofrenia, seperti serotonin. Obat antipsikotik
atipikal mempunyai aktivitas sebagai inhibitor serotonin. Selain itu, beberapa
peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas
noradrenergik.3

3.4 Gejala dan Diagnosis


Gejala dari skizofrenia paranoid berupa gejala positif dan negatif
skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas
menurun, afek menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kurangnya kuantitas
atau isi pembicaraan, komunikasi nonverbal yang buruk (seperti ekspresi muka,
kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh), serta perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk.5 Gejala waham dan halusinasi dapat muncul, terutama waham
curiga.3
Penegakan diagnosis skizofrenia paranoid menurut DSM-IV adalah sebagai
berikut.
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika
terapi berhasil):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara kacau (misalnya sering menyimpang atau inkoherensi)
4) Perilaku kacau atau katatonik yang jelas
5) Gejala negatif, yaitu pendataran afek, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: Hanya satu gejala dalam kriteria A yang diperlukan jika waham
bersifat kacau, atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus
mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua/lebih suara yang
saling bercakap-cakap satu sama lain.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk jangka waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan

18
interpersonal, atau perawatan diri, jelas berada di bawah tingkat yang dicapai
sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan
untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan
yang diharapkan).
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.
Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang
memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal
atau residual.
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan
skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama gejala fase aktif, atau (2) jika episode mood telah terjadi
selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat dibandingkan durasi
periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif 3
Pedoman diagnosis skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ III sebagai
berikut:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama
tapi kualitasnya berbeda.
thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar, atau

19
delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar
delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus);
delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau
pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara) atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa

3.5 Diagnosis Banding


Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosis banding skizofrenia
paranoid. PPDGJ III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual,
yakni harus memenuhi semua kriteria di bawah ini.
a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang
buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

20
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.5

3.6 Terapi
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe
skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala yang menonjol pada
pasien. Pada skizofrenia paranoid, gejala positif lebih menonjol, sehingga
pengobatan yang disarankan kepada pasien berupa obat-obat antipsikotik tipikal
(klorpromazin, haloperidol).4
Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang
signifikan pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2), reseptor dopamin tipe 2, serta
antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala
positif maupun negatif.3 Risperidon senyawa antidopaminergik yang jauh lebih
kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga dapat menginduksi gejala
ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia yang menonjol. Meskipun demikian,
risperidon dianggap sebagai antipsikotik atipikal secara kuantitatif, karena efek
samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.7
Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas
antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis
lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1). Efek samping
berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun obat ini juga bersifat
antagonis -1 adrenergik yang bisa menimbulkan hipotensi ortostatik dan efek
sedatif.6 Selain itu, dilaporkan terjadinya agranulositosis (insidensi 1-2%), dan
harga obat ini mahal. Klozapin adalah obat lini kedua bagi pasien yang tidak
responsif terhadap obat lain yang sekarang tersedia.
Selain terapi obat-obatan, terapi psikososial juga dapat diterapkan. Terapi
psikososial terdiri dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi
kelompok, dan psikoterapi individual. Terapi perilaku menggunakan imbalan
ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri, latihan praktis, dan komunikasi

21
interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat
ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, sehingga frekuensi perilaku maladaptif
atau menyimpang dapat diturunkan.
Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia.
Pusat dari terapi harus pada situasi segera, dan harus termasuk mengidentifikasi
dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah
pemulangan, topik penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Selanjutnya, terapi diarahkan
kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stres dan mengatasi
masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.
Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan
skizofrenia.
Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Konsep
penting dalam psikoterapi adalah bahwa perkembangan hubungan terapeutik yang
dialami pasien aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya
ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan ketulusan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi sering memberikan
interpretasi yang terlalu cepat terhadap pasien skizofrenia. Psikoterapi untuk
seorang pasien skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan dekade, bukannya
sesi, bulanan, atau bahkan tahunan. Di dalam konteks hubungan profesional,
fleksibilitas adalah penting dalam menegakkan hubungan kerja dengan pasien.
Ahli terapi mungkin akan makan bersama, atau mengingat ulang tahun pasien.
Tujuan utama hal tersebut adalah untuk menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi
dapat dipercaya, ingin memahami pasien, dan akan mencoba melakukannya, serta
memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred
Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan
menerima mereka, bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat
dipahami dan berbeda dari ahli terapi.3

22
3.7 Prognosis
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe skizofrenia yang dialami seseorang.
Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor
prognosis spesifik di Tabel 1.

Tabel 1. Prediktor Prognosis Spesifik3


Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan
pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Gejala positif Gejala negatif
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun angka kematian


orang dengan skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
umum. Tingginya angka kematian pada umumnya dikaitkan dengan kondisi buruk
di institusi perawatan yang berkepanjangan, yang menyebabkan tingginya angka
tuberkulosis dan penyakit menular lainnya. Namun, penelitian baru-baru ini pada
orang-orang skizofrenia yang hidup dalam masyarakat, menunjukkan bunuh diri
dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian di negara berkembang
maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah muncul sebagai

23
masalah yang mengkhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada orang dengan
gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas 10%, sekitar 12
kali lebih tinggi dari populasi umum. Selain itu, terjadi juga peningkatan
mortalitas untuk gangguan kardiovaskular, dan hal tersebut dapat terkait dengan
gaya hidup yang tidak sehat, pembatasan akses perawatan kesehatan, atau efek
samping obat antipsikotik.6

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

1 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai berubah. Pasien sering
terlihat melamun. Pasien seringkali bertengkar dengan isterinya. Pasien sering
berbicara sendiri tanpa ada yang mengajaknya berbicara. Pasien menjadi mudah
curiga dan sering marah-marah terhadap keluarga dan orang-orang disekitarnya
karena pasien merasa orang-orang disekitarnya sedang menjelek-jelekannya dan
menganggapnya gila. Pasien masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti
makan, minum, dan mandi. Pasien tidak berobat.
7 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien semakin sering melamun.
Pasien juga sering berbicara dan tertawa sendiri. Pasien seringkali tidak tidur
semalaman. Pasien semakin mudah curiga terhadap orang-orang disekitarnya.
Pasien merasa orang-orang disekitarnya menjelek-jelekannya. Pasien juga merasa
orang-orang disekitarnya seringkali membuat kejahatan yang dapat
menghancurkan agama Islam. Pasien merasa ia bertanggung jawab untuk
melakukan sesuatu guna memerangi kebatilan tersebut. Pasien masih mampu
mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, dan mandi. Pasien tidak berobat
ke RS Ernaldi Bahar.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, kakak pasien yang juga dirawat di
RS Ernaldi Bahar meninggal dunia. Pasien merasa ada yang tidak beres dibalik
kematian saudaranya. Ia menganggap kematian tersebut disebabkan karena
kesalahan penanganan dari RS. Pasien semakin sering melamun dan bertengkar
dengan isterinya. Pasien semakin mudah curiga pada orang-orang disekitarnya.
Pasien masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, dan mandi.
Pasien tidak berobat ke RS Ernaldi Bahar.
5 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien marah-marah pada orang-
orang disekitarnya dan menyuruh mereka untuk berobat. Pasien tidak terima ia
dianggap gila. Pasien merasa bertemu dengan Kapolri, Almarhum Ustadz Jefri,
dan Ustadz Yusuf Mansur, menurutnya mereka telah mengadakan pertemuan jam
19.00 malam kemarin mengenai cara memerangi seluruh kejahatan di Indonesia

25
dengan jihad Fisabilillah. Pasien pergi keluar rumah tanpa tujuan dan kemudian
pulang sendiri. Pasien dibawa berobat ke IGD RS Ernaldi Bahar dan dirawat.
Pada anamnesis terdapat gejala waham dan halusinasi yang menonjol.
Pasien memiliki waham curiga terhadap keluarga dan tetangganya. Ia merasa
tetangganya sering menjelek-jelekkan dan mengatai dirinya orang gila. Ia juga
merasa mereka semua melakukan kebatilan yang menentang ajaran agama Islam.
Selain itu, juga terdapat waham grandiosa, halusinasi auditorik, dan visual. Pasien
merasa ia pernah mengadakan pertemuan dengan Alm. Uje, Ust. Yusuf Mansyur,
dan Kapolri. Ia merasa ia mendapat kehormatan dan amanat untuk memerangi
kebatilan di seluruh Indonesia dengan jihad fisabilillah. Selain itu, terdapat gejala
lain seperti sering melamun, bicara dan tertawa sendiri, sulit tidur, dan mudah
marah. Pasien juga sering pergi keluar rumah, mengelilingi kampung tanpa
tujuan.
Berdasarkan pengamatan pemeriksa pasien emosi pasien labil, afek
distimik, terdapat arus pikiran sirkumstansial.
Berdasarkan PPDGJ III, gejala klinis yang ditemukan pada pasien ini
mengarah kepada skizofrenia. Maka diagnosis aksis I adalah skizofrenia paranoid
karena waham dan halusinasi yang menonjol. Diagnosis aksis II tidak ada
diagnosis. Sebelum keluhan muncul, pasien adalah orang yang periang, banyak
teman. Aksis III juga tidak ada diagnosis karena pasien tidak menderita penyakit
sistemik lainnya. Aksis IV stressor berupa masalah keluarga, yaitu pertengkaran
dengan istri dan kematian kakak perempuannya. Untuk aksis V, GAF scale saat
diperiksa 60-51.
Pada pasien ini terapi yang diberikan berupa psikofarmaka dan psikoterapi.
Psikofarmaka yang diberikan berupa antipsikotik risperidone 2 x 2 mg.
Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang
signifikan pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2), reseptor dopamin tipe 2, serta
antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala
positif maupun negatif.3 Risperidon dianggap sebagai antipsikotik atipikal secara
kuantitatif, karena efek samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis
harian yang rendah.7 Pada pasien ini obat psikotik atipikal diberikan karena selain

26
efektif untuk mengobati gejala positif dan efek samping terhadap fungsi kognitif
lebih sedikit dibandingkan antipsikotik tipikal. Pasien ini sudah berkeluarga dan
memiliki 3 orang anak, sehingga diharapkan setelah pengobatan pasien tetap
mampu bekerja dengan baik (berdagang) untuk menafkahi keluarganya.
Psikoterapi pada pasien ini lebih ditekankan pada psikoterapi keluarga,
dimana keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien. Selain itu,
psikoterapi suportif ditujukan untuk memberikan dukungan dan perhatian kepada
pasien dalam menghadapi pasien, memotivasi pasien untuk minum obat dan
kontrol tertatur setelah keluar dari rumah sakit.

27
BAB V
KESIMPULAN

Skizofrenia menurut Eugen Bleur didefinisikan sebagai perpecahan


(schism) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada seseorang. Menurut Stuart
didefinisikan sebagai suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, seta memecahkan maslah.
Dalam menegakkan diagnosis skizofrenia didasarkan atas dua urutan
gejala. Gejala urutan pertama meliputi pikiran yang dapat didengar, suara-suara
yang berdebat atau berdiskusi atau keduanya, suara-suara yang mengomentari,
pengalaman pasivitas somatik, penarikan pikiran dan pengalaman pikiran yang
dipengaruhi, siar pikiran, persepsi bersifat waham, dan semua pengalaman lain
yang melibatkan kemauan, membuat afek, dan membuat impuls. Gejala urutan
kedua meliputi gangguan persepsi lain, gangguan bersifat waham yang bersifat
tiba-tiba, kebingungan, perubahan mood disforik atau euforik.
Skizofrenia paranoid sendiri merupakan preokupasi pada lebih dari satu
waham atau halusinasi auditorik (waham kejar atau kebesaran) dimana onset usia
episode pertama lebih tua dibandingkandengan skizofrenia hebefrenik dan
katatonik. Sumber ego skizofrenia paranoid lebih besar dibandingkan dengan
skzofrenia katatonik dan hebefrenik. Pasien umumnya terlihat tegang, mudah
curiga, berjaga-jaga, bermusuhan, dan agresif.
Dalam melakukan penatalaksanaan pasien dengan skizofrenia, selain
dibutuhkan terapi dalam bidang farmakologi meliputi pemberian obat-obat
antipsikosis juga perlu diperhatikan mengenai terapi non farmakologi yang
meliputi edukasi dan psikoterapi. Untuk dapat menentukan prognosis skizofrenia
perlu diperhatikan awitan gejala, adanya faktor presipitasi, riwayat sosial, seksual,
dan premorbid, manifestasi klinis, sistem pendukung, riwayat keluarga, serta
status pernikahan.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Buchanan RW, Carpenter WT. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan &
Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi 8. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jilid I. Terjemahan oleh:
Kusuma W. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010.

3. Syamsulhadi, Lumbantobing. Skizofrenia. Jakarta: FKUI; 2007

4. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III.


Jakarta: FK Unika Atmajaya; 2001.

5. Silva JAC. Schizophrenia and Public Health. New York: WHO; 1998. 6-13.

6. Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC. Dasar Farmakologi dan Terapi
Goodman dan Gilman. Vol. I. Jakarta: EGC; 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai