PENDAHULUAN
Sectio caesarea meningkat cepat di tahun tujuh puluhan dan awal delapan
puluhan. Wanita melahirkan dengan seksio sesarea dilaporkan meningkat empat
kali dibanding 30 tahun sebelumnya. Sebabnya multifaktorial, termasuk di
antaranya meningkatnya indikasi seksio sesarea ulang pada kehamilan dengan
parut uterus. Sampai saat ini belum ada hasil penelitian berdasarkan Randomised
Controlled Trial (RCT) untuk menilai keuntungan atau kerugian antara persalinan
dan seksio sesarea ulang pada kasus kehamilan dengan parut uterus. Terdapat 4
indikasi utama untuk melakukan seksio saesarea, yaitu (1) distosia, (2) gawat
janin, (3) kelainan letak, dan (4) parut uterus. Kehamilan dan persalinan setelah
wanita melahirkan dengan seksio sesarea akan mendapat resiko tinggi terjadinya
morbiditas dan mortalitas yang meningkat berkenaan dengan parut uterus.1
Indikasi parut uterus berkisar 25 - 30% dari angka kenaikan seksio sesarea
di Amerika Serikat. Dilihat dari angka kejadian seksio sesarea, dilaporkan bahwa
di Amerika Serikat prevalensi seksio sesarea dengan indikasi parut uterus sebesar
35%, Australia 35%, Skotlandia 43%, dan Perancis 28%. Di tahun sembilan
puluhan,angka seksio sesarea atas indikasi parut uterus menurun dengan
dikembangkannya persalinan pada parut uterus, Vaginal Birth After Cesarean
(VBAC) atau dikenal pula sebagai Trial of Labor After Cesarean (TOLAC). Di
Amerika Serikat pada tahun dua ribuan, dari 10 wanita yang melahirkan
pervaginam terdapat satu wanita dengan parut uterus. Di Bandung (RS Hassan
Sadikin) prevalensi seksio sesarea dengan parut uterus adalah 10%, tetapi indikasi
awal tidak selalu karena parut uterus. Angka kejadian seksio sesarea primer dan
VBAC di Amerika Serikat 1989 - 1998 dilaporkansebagai berikut : seksio sesarea
20,7 - 22,8% dari seluruh persalinan hidup, seksio sesarea primer 14,6 16,1%
pada wanita yang belum pernah mendapat seksio sesare adan 18,9 28,3% wanita
melahirkan pervaginam dengan parut uterus (VBAC).1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat
penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan
kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum
selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat
yang paling sering muncul adalah orang yang pernah melakukan seksio harus
seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa
melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya
bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth
pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka
menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%
(Cunningham FG, 2001). Pada tahun 1989 National Institute of Health dan
American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada
pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC
merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan
(O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau bagaimanapun, mulai
tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.
Pelbagai faktor medis dan nonmedis diperkirakan menjadi penumbang
kepada penurunan jumlah percobaan partus pevaginam ini. Faktor-faktor ini
sebenarnya masih belum difahami dengan jelas. Salah satu faktor yang paling
sering dikemukan para ahli adalah resiko ruptur uteri. Pada tindakan percobaan
partus pervaginal yang gagal, yaitu pada maternal yang harus melakukan seksio
sesarea ulang didapati resiko komplikasi lebih tinggi berbanding VBAC dan
partus secara seksio sesarea elektif. Faktor nonmedis termasuklah restriksi
terhadap akses percobaan partus pervaginal. (NIH Consensus Development
Conference Statement, 2010).
Bagan :
darurat
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
2.3. Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang
luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal.
2.4. Prasyarat VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan
staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia (Caughey AB, Mann S, 2001).
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal (Flamm BL, 1997).
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko
yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio
sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2
kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea
satu kali (Caughey AB, 1999, Cunningham FG, 2001).
Menurut Spaan (1997) mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang
lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.
Menurut Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu
seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan pernyataan bahwa
setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan berikutnya ,
dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan anak lebih tinggi.
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik. Menurut
Cunningham (2001), American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas seksio dua kali boleh
menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang ketat.
Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih. Pada
penelitian ini, jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1 kali adalah 83%
manakala 2 kali atau lebih adalah 17 %.
2.5.3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui
sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi
kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus
yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 %
insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan horizontal (seperti potongan
bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean
Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 6 hari. Insisi uterus
dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini
mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang
kehamilan atau persalinan berikutnya (Hill AD, 2002).
Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur
uteri mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea
sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui.
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
mengetahui ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim
(SBR) 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang
sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR
< 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat
sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.
(Cheung V, 2004)
Menurut Cunningham FG (2001) menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan
jaringan sikatrik.
Menurut Cunningham FG (1993), dasar dari keyakinan ini adalah dari
hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea
dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada
uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan bahwa
kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih kuat
dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan
regangan yang ditingkatkan dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio
sesarea (hewan percobaan).
10
11
12
13
Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi
lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan
adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi
hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :
(Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
Menurut Landon (2004), komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur
uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis,
kematian maternal dan gangguan-gangguan lain. Nilai lengkap data tersebut
adalah seperti berikut :
Tabel 2.2 : Komplikasi maternal berdasarkan keberhasilan trial of labor
14
15
2.10. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio
sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah
yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama
rawatan masa nifas di rumah sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di
rumah dibandingkan persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit
akan dua kali lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin
dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini
(Caughey AB, 1999).
Menurut Farmer (1991) dalam Caughey AB (1999), pasien dengan bekas
seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu antenatal maupun
pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan ketat melalui monitor
kardiotokografi; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin dapat membantu
16
untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga respon tenaga medis bisa
cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.
2.11. Sistem Skoring VBAC
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm dan
Geiger menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea
dalam bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem
skoring untuk pasien bekas seksio sesarea (Weinstein D, 1996, Flamm BL, 1997).
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti
tertera pada table dibawah ini:
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:
17
Weinstein (1996) juga telah membuat satu sistem skoring yang bertujuan
untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas sectio secarea,
adapun sistem skoring yang digunakan adalah:
18
LAPORAN KASUS
19
STATUS OBSTETRI
DOKTER MUDA SMF OBGIN RSU MATARAM
Tanggal/Jam Masuk RSU Mataram : 14 Januari 2015/11.30 WITA
Nomor Rekam Medis
: 116881
IDENTITAS
Nama Pasien
: Ny. H
Umur
: 31 thn
Agama
: Islam
Suku
: Sasak
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
: Karyawan
Alamat
: Babakan Timur-Mataram
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : hamil dengan riwayat SC
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli hamil RSUP NTB mengatakan hamil 9 bulan dengan
riwayat sc sebelumnya. Pasien membawa rujukan dari PKM Dasan Cermen
dengan diagnosis G2P1A0H1 uk 36 minggu dengan riwayat SC. Keluhan nyeri
perut menjalar ke pinggang (-), keluar air dari jalan lahir (-), keluar lendir
bercampur darah (-), gerakan janin masih dirasakan.
Riwayat Pernikahan : Pernikahan ke-1
Riwayat Obstetri :
HPHT : 24 April 2014
HTP
: 31 Januari 2015
20
B. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Vital Sign :
21
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
Tinggi Badan
: 150 cm
Nadi : 88 x/menit
Berat Badan
: 59 kg
Suhu : 36,7 oC
RR
: 110/80 mmHg
: 20 x/menit
Mata
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas: edema -
C. STATUS OBSTETRI
Leopold I : bokong, TFU: 30 cm, TBJ: 2790 g
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : kepala
Leopold IV : 5/5
His: (-)
DJJ: 11-12-12 (140 x/menit)
VT : tidak dikerjakan.
D. DIAGNOSIS
G2P1A0H1, 37-38 minggu T/H/IU, letak kepala dengan riwayat seksio
sesarea.
Indikator
HB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
WBC
PLT
HbsAg
GDS
Ureum
Kreatiin
SGOT
SGPT
BT
CT
Hasil
11,6
4,46
34,2
76,7
26.0
33,9
12,55
274
(-)
123
0,3
21
18
420
305
Normal
11,5-16,5 g/dL
4,0 5,0 106/L
37,0 45,0 %
82,0 92,0 fL
27,0 31,0 pg
32,0 37,0 g/dL
4,0 11,0 103/L
150 400 103/L
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
22
F. PENATALAKSANAAN
Rencana diagnostik :
Cek Laboratorium : Darah Lengkap, GDS, HbsAg, SGOT, SGPT, ureum,
kreatinin, bleeding time, cloothing time.
Rencana terapi:
KIE :
mengakhiri kehamilannya.
Penggunakan kontrasepsi
jangka
panjang
untuk
menjarakkan
VIII. BAYI
a. Lahir tgl / jam
Jenis Kelamin : P
Apgar Score : 7-9
c. Indikasi
: Riwayat SC
d. Lahir
: Hidup
e. Berat
f. Kel.kongenital
:-
IX. PLACENTA
a. Lahir tgl / jam
b. Berat
: 500 g
c. Panjang tl.pusat : 45 cm
d. Lengkap
: ya / tidak
23
e. Air Ketuban
: jernih.
: sedang
: TD: 100/80 mmHg, Nadi: 96 x/mnt, RR: 20
x/menit, T: 37,2 C
Kontraksi Uterus
: Baik
Tinggi Fundus Uteri
: 2 cm di bawah umbilikal
Jumlah Perdarahan
: 250 cc
Laktasi 30 menit pertama : Ya / Tidak
FOLLOW UP:
Waktu
S
15/01/20 Mual (+), muntah (-),
14
nyeri luka post operasi
Pkl.
(+), keluar darah dari
11.30
jalan lahir (+) sedikit.
O
KU : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 100/80 mmHg
N : 96x/m
RR : 20x/m
Temp : 37,1C
A
P2A0H2, 2
jam post
SC.
P
Observasi ibu
dan bayi.
Tirah baring
Makan dan
minum jika
tidak
ada
mual
dan
muntah.
P2A0H2, 1
hari post
sc.
Observasi ibu
dan bayi.
Mobilisasi
ibu.
Lepas kateter
dan infus.
Rawat luka
Bayi:
Nafas spontan, tidak TFU : 2 jari dibawah
menggunakan
infus, umbilikus
minum melalui botol.
Perdarahan aktif (-)
Bayi di NICU:
HR: 139 x/menit
RR: 42x / m3nit
T : 36,8 C
16/01/20
15
Pkl.
07.00
WITA
Bayi:
ASI (+)
KU : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 100/70 mmHg
N : 94x/m
RR : 20x/m
Temp : 36,7C
24
Nifas:
HR: 138 x/menit
RR: 40x/menit
T : 36,6 C
17/01/20
15
Pkl
07.00
WITA
Bayi:
ASI (+)
KU : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 110/80 mmHg
N : 92x/m
RR : 20x/m
Temp : 37,0C
P2A0H2, 2
hari post
sc.
Asam
mefenamat 3
x 500 mg
SF 1 x 1
Asam
mefenamat 3
x 500 mg
SF 1 x 1
Rawat luka
BPL.
18/01/20
15
Pkl.
07.00
WITA
Bayi:
ASI (+)
KU : sedang
P2A2H2, 3
GCS : E4V5M6
hari post
TD : 110/70 mmHg
partum
N : 86x/m
RR : 18x/m
Temp : 36,8C
TFU : 2 jari dibawah
umbilikus
Lochea rubra (+)
Bayi rawat gabung di
Nifas:
HR: 135 x/menit
RR: 38x/menit
T : 37,1 C
25
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien, Ny. H, 31 tahun, G2P1A0H1 dengan riwayat seksio sesarea
sebelumnya dengan indikasi letak lintang. Letak lintang sendiri dalam hal ini
bukan merupakan indikasi menetap dilakukannya seksio sesarea ulangan pada
kehamilan berikutnya. Namun letak lintang pada kehamilan aterm merupakan
salah satu indikasi dilakukan seksio sesarea, hal ini dikarenakan tidak ada bagian
26
terendah janin yang memasuki pintu atas panggung. Persalinan pervaginan hanya
akan meningkatkan morbilitas dan morbiditas ibu dan janin. Pada usia kehamilan
36 minggu, bagian terendah janin seharusnya telah memasuki pintu atas panggul,
namun pada pasien saat kehamilan pertamanya, saat usia kehamilan 9 bulan, janin
berada dalam posisi lintang. Hal-hal yang dapat menyebabkan janin berada dalam
posisi lintang antara lain: panggul sempit, plasenta previa, kehamilan ganda,
polihidramion, abnormalitas uterus, pengkerutan uterus, fibroid uterus yang besar.
Pada pasien ini kemungkinan bayi tetap berada dalam posisi lintang saat
kehamilan aterm adalah karena panggul sempit.
Pada kehamilan ke-2 ini pasien direncanakan untuk dilakukan seksio
sesarea elektif dengan pertimbangan memiliki riwayat seksio sesarea sebelumnya.
Selain itu di usia kehamilan 37-38 minggu ini, bagian terendah janin belum
memasuki pintu atas panggul meskipun dengan tafsiran berat badan hanya 2790 g.
Hasil intra operatif pada pasien ini adalah adanya suatu cephalo pelvic
disproportition. Pada CPD yang perlu dilihat adalah power, passage, dan
passenger. Pada pasien kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah adanya
masalah pada passage atau jalan lahir. Panggul sempit dari ibu diperberat dengan
adanya bekas parut sebelumnya, maka seksio sesarea elektif merupakan pemilihan
terminasi yang tepat pada pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John
C., Rouse, Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. (2010) Williams
Obstetrics. 23rd. United States : The McGraw Hill Companies, Inc.
2. Prawirowihardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirowihardjo. Jakarta.
3. Prawirowihardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirowihardjo. Jakarta.
27
28