Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Oleh :
Mutya Restu Ayu

0910311016

PRESEPTOR:
Dr. Eldi Shauma

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS.DR.M.JAMIL PADANG
2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Perkembangan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat merupakan hasil yang

telah dicapai dari program pembangunan nasional . Masyarakat memiliki kemudahan untuk
memperoleh dan memanfaatkan hasil-hasil industri baik produksi dalam negeri maupun luar
negeri. Selain dampak positif terdapat pula dampak negatif akibat terjadinya kontak kulit
manusia dengan produk-produk industri atau pekerjaan yang dilakukannya. Penyakit
dermatitis kontak yang merupakan respon peradangan terhadap bahan eksternal yang kontak
pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang
merupakan respon non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh
mekanisme imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Bahan penyebab dermatitis kontak iritan ialah bahan bersifat iritan yang berkontak
langsung dengan penderita, misalnya minyak pelumas, asam, alkali, deterjen dan sebagainya.
Kelainan yang ditimbulkan berbeda setiap iritan tergantung beberapa faktor, yaitu ukuran
molekul, vehikulum, konsentrasi, lama kontak, trauma fisis, gesekan dan kekerapan.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan cukup banyak, terutama yang diakibatkan
oleh kontak dengan bahan-bahan ditempat pekerjaan yang disebut dermatitis kontak iritan
akibat kerja. Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis
kontak
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat Manado dari
tahun 1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul
Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis
kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak
pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak
40,05%.
Pada tahun 1993 penyebab terbanyak adalah krim topikal ( salep penisilin, sulfa, salep
salisil dan salep nosip) sebanyak 33,73%. Angka ini hampir sama dengan yang dilaporkan
dari Lab/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UGM/RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta yaitu
31,17% disebabkan oleh obat topikal. Dari catatan medis poliklinik alergi di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2000 sebanyak 5,39% disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masingmasing oleh obat tradisional dan krim topikal penyebab terbanyaknya (68,62%) tidak
diketahui.
2

1.2.

Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan penyusun maupun

pembaca tentang patogenesis, bagaimana menegakan diagnosis, serta penatalaksanaan


dermatitis kontak iritan
1.3.

Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang bagaimana patogenesis, gejala klinis, cara

menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan dermatitis kontak iritan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

DERMATITIS KONTAK IRITAN


I. DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada
kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen
berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang
peranan penting pada penyakit ini.1
Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu
mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana
dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari
stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit
tanpa memproduksi antibodi spesifik.2
Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena
penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan
serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan
dan tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya
terpajan oleh bahan iritan tersebut.3
Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan seringnya
faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.4 Pencegahan bahan-bahan
iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan.5
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk
diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang
berobat dengan kelainan ringan.6

Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa
249.000 kasus penyakit okupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin,
15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk
4

semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama,
bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika,
menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari
penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.1,7

Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden
melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang
yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras
yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan
pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki
yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.8

III.

ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan

lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1,9


Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan
sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa
mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat
kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,
ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan
dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor
mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu
dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan
pada bahan iritan.1
Faktor Endogen
a. Faktor genetik
5

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan


radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk
membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.
Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan
iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk
setiap bahan iritan.1 Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin
mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah dinyatakan
sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.10
b. Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin
dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja
basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis
kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.1,9,10
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia
dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada
kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data
pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang
kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak
kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda. 1 Reaksi terhadap
beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon
inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi
perkutaneus.10
d. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satusatunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada
kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada
kulit putih.1
e. Lokasi kulit
6

Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis
kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.1,10
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.1 Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh
bahan iritan.11
IV.

PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak
iritan, yaitu:1,6
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung

Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu
pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal
bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi.
Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin
inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator
inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI. Dikutip dari kepustakaan [12]

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat

didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan
kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitisasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit
menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis
factor- (TNF- ). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh
kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan,
yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II
dan intracelluler adhesin molecule-1 pada keratinosit.1
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari
spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.12
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak
dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan
yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan
pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit
setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi
yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.6
V. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. 6 Berdasarkan penyebab tersebut
dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
8

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas
kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. 1,7 Pada beberapa individu,
gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya
manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum
perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat
membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.1,6 Secara klasik, pembentukan
dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada
pajanan ulang hal ini dikenal sebagai decrescendo phenomenon. Pada beberapa
kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah
pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap.2 Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai
luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan
gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.9

Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.


Dikutip dari kepustakaan [7]

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)


Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga
8-24 jam atau lebih setelah pajanan.1,6,7 Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan
dermatitis kontak iritan akut.1 Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh
serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya
berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.6
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah
(seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih
9

sering terkena pada tangan.1,6,7 Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari,
minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor
yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus
berlangsung.1,6

Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen Dikutip dari
kepustakaan [7]

Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan
kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian
dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari
(pulpitis).7 DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh
(contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut).6
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari
tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan
basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi
DKI kumulatif.1,6,7

10

Gambar 4 : Reaksi Iritan. Dikutip dari kepustakaan


[20]
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti panas
atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau
lebih lama.1,6 Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan
vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.1,2
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara
histologi.1,2 Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau
rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk
dengan jumlah surfaktan yang tinggi.1 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar
stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).6
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,
rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di
daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling
sering menyebabkan penyakit ini.1,2,6

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)


Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan
yang berulang.1,2 DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah,
dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang
terkena gesekan.2 DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali
terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak
gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan
ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.9
11

Gambar 5 : DKI Gesekan. Dikutip dari kepustakaan [9]

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform


Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah
pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa
kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat
berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien
dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.1,2

Gambar 6: DKI Akneiform. Dikutip


dari kepustakaan [21]
10. Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama
ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.1,2

12

Gambar 7: DKI Asteatotik. Dikutip


dari kepustakaan [22]
VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.6
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:13
-

Pasien mengklaim adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus

Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI
lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida
(biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24
jam setelah pajanan.

Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI
kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu
bahan iritan yang merusak kulit.

Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.

B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut: 13-14
-

Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel

Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh


13

Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit

Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

C. Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam
kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada
spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika
terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya
merupakan hasil dari efek berbagai iritans.14
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak
dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan
harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena
tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif
palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat
didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis,
dengan dermatitis kontak yang rekuren.13
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder
bakteri.13
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur
superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari
lesi.13
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat
atopi.13
14

VII.

DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi
secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen
oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah
yang terkena pajanan.18 Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang
telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.16
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita.6 Oleh
karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.
3. Tinea Pedis
Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas
macam-macam effloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangan) daripada bagian tengah. Pada tinea pedis, khususnya bentuk mocassin
foot, pada seluruh kaki terlihat kulit menebal, dan bersisik serta eritema yang ringan
terutama di tempat yang terdapat lesi.19

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan
dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti
penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan
iritan dengan bahan lain.1,4,5,6,9,16
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis
kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Kompres dingin dengan Burrows solution
15

Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan membantu


mengurangi pertumbuhan bakteri.5,17 Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.5
2. Glukokortikoid
Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontroversi karena efek
yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat
menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum.17 Pada pengobatan untuk DKI akut
yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg
dosis inisial, dan di tappering 10mg.7
3. Antibiotik dan antihistamin
Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder
oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit,
mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari
dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan
menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk
mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan
antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus
yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Terdapat percobaan klinis secara acak
mengenai efisiensi antihistamin untuk dermatitis kontak iritan, dan secara klinis
antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.5
4. Anastesi dan Garam Srontium (Iritasi sensoris)
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk menurunkan
sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh
karena penekanan nosiseptor, dan mungkin dapat menjadi pengobatan yang potensial
untuk dermatitis kontak iritan.5 Garam strontium juga dilaporkan dapat menekan
depolarisasi neural pada hewan, dan setelah dilakuan studi, garam ini berpotensi dalam
mengurangi sensasi iritasi yang dihubungkan dengan DKI.5
5. Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat meringankan gejala dalam
penatalaksanaan iritasi akibat anion kimia.5
6. Emolien

16

Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna.
Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien.
Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif
karena dapat menghidrasi kulit lebih baik.5
7. Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti
prednisolon, dapat membantu mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan dengan
kortikosteroid topikal dan emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama
karena efek sampingnya. Oleh karena itu, pada penyakit kronik, imunosupresan yang lain
mungkin lebih berguna. Obat yang sering digunakan adalah siklosporin oral dan
azadtrioprim.5
8. Fototerapi dan Radioterapi Superfisial
Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan, khususnya
pada tangan. Modalitas yang tersedia adalah fototerapi photochemotherapy ultraviolet A
(PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran dilakukan bersamaan dengan penggunaan
fotosensitizer (soralen oral atau topical). Sedangkan radioterapi superfisial dengan sinar
Grentz juga dapat digunakan untuk menangani dermatitis pada tangan yang kronis.
Penalataksanaan ini jarang digunakan pada praktek terbaru, hal ini mungkin disebabkan
oleh ketakutan terhadap kanker karena radioterapi.5
IX.

PROGNOSIS
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat

disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.1,6

17

BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas pasien
Nama

: Ny. M

Umur/tanggal lahir

: 40 tahun/ 1 September 1972

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Rimbo Kaluang

2. Latar belakang sosial ekonomi, demografi, lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak

: 2 Orang

c. Status ekonomi keluarga

: kurang, penghasilan Rp.1.000.000,-

d. KB

: Ada, Pil KB

e. Kondisi rumah

Rumah semi permanen, lantai dari semen, ventilasi dan pencahayaan kurang, susunan

barang dalam rumah tidak rapi, jamban dalam rumah


Listrik Ada
Sumber air minum dari air sumur bor
Sampah dibakar sendiri
Pekarangan rumah sempit
Rumah di huni oleh 4 orang yang terdiri dari pasien, suami pasien, dan kedua anak
pasien

Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan kurang


f. Kondisi lingkungan keluarga
-

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk


Hubungan antar tetangga baik

18

3. Aspek psikologis dalam keluarga


-

Hubungan dengan anggota keluarga baik

4. Riwayat penyakit dahulu/ Penyakit keluarga


-

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, Tidak ada anggota
keluarga yang menderita sakit seperti ini. Riwayat atopi keluarga (+), asma pada kakak
laki-laki pasien. Tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari. Tidak ada riwayat alergi
makanan. Dan tidak ada riwayat alergi obat.

5. Anamnesis:
Keluhan utama : Bercak merah dan luka lecet yang terasa gatal dan nyeri pada kedua
punggung tangan sejak 2 bulan yang lalu
6. Riwayat Penyakit Sekarang
-

Bercak merah dan luka lecet yang terasa gatal dan nyeri pada kedua punggung tangan
sejak 2 bulan yang lalu

Awalnya terdapat bercak-bercak merah sebesar koin pada punggung tangan bagian kiri
sejak 3 bulan lalu kemudian digaruk sehingga bercak semakin melebar

Pasien pernah berobat ke bidan desa dan mendapatkan obat yang dikonsumsi selama
seminggu, tetapi tidak ada perubahan, pasien lupa nama obatnya

Pasien juga mengatasi keluhannya dengan obat tradisional dari campuran beberapa
macam daun (kunyit, sarai, sirih, belerang, dll) yang diaduk dengan minyak goreng
dioleskan ataupun ditempelkan ke kulit yang sakit sekitar kurang lebih selama 1 bulan
belakangan, kemudian pasien mengaku bercak semakin meluas dan menjadi nyeri

7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: komposmentis kooperatif

Status gizi

: baik

Tekanan darah

: 120/80 mmHg
19

Nadi

: 90 x/menit

Nafas

: 16 x/ menit

Suhu

: 36,5 C

Berat badan

: 62 kg

Tinggi badan

: 155 cm

Status Internus
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

Thorax

: Cord an Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Hepar dan Lien dalam batas normal, Bising usus (+) Normal

Ekstremitas

: Akral hangat, perfusi baik

Status Dermatologikus

Lokasi

: kedua punggung tangan

Distribusi

: Bilateral Terlokalisir

Bentuk/ Susunan

: tidak khas / tidak khas

Batas

: tegas

Ukuran

Efforesensi

: plakat
: plak eritema, krusta kering kuning kecoklatan, ekskoriasi, skuama,

fisura

8. Pemeriksaan Laboratorium Anjuran :


Uji Tempel
9. Diagnosis Kerja :
Dermatitis kontak iritan ec suspect obat tradisional
10. Manajemen
Preventif :

20

Hentikan kontak dengan bahan yang diduga sebagai iritan yaitu obat tradisional yang

dioleskan ke tangan tersebut


Hindari garukan yang dapat menyebabkan lecet yang semakin meluas dan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder, apabila terasa sangat gatal dapat dikurangi

dengan memberikan pelembab pada tangan


Hindari stress emosional
Mengkonsumsi makanan yang bergizi serta makan buah yang mengandung vitamin C

yang dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat reepitelisasi


Hindari tangan dari kotoran dan jaga selalu kebersihan tangan

Promotif
-

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialaminya yaitu dermatitis


kontak iritan yang disebabkan adanya paparan berulang terhadap bahan yang dapat
mengiritasi kulit, penyakit ini dapat disembuhkan dengan cara menghindari paparan
bahan yang diduga sebagai iritan dan menggunakan obat-obatan. Penyakit ini tidak
ditularkan, penyakit ini sering dialami terutama apabila dikeluarga terdapat riwayat

penyakit atopi atau penyakit alergi.


Menjelaskan bahwa penyakit ini dapat diobati dengan meminum obat anti histamin
yaitu loratadine 1 kali sehari satu tablet malam hari setelah makan, dan menggunakan
krim kortikosteoroid 2 kali sehari setiap habis mandi dengan diolesi tipis pada bagian
yang terkena. Selain itu juga dapat ditambahkan pelembab atau lotion yang
mengandung menthol sehingga kulit lembab dan mengurangi gatal

Kuratif
- Sistemik

: Loratadine 1x10mg

- Topikal

: Hidrokortison 2,5% , 2 x sehari, setelah mandi.

Rehabilitatif
-

Pasien agar kontrol kembali ke puskesmas

Prognosis
Quo ad sanam

: bonam

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad kosmetikum : bonam


Quo ad fungsionam

: bonam

21

Resep
Dr. Mutya
SIP. 18/125/01/2008
Dinas Kesehatan Kota Padang
Puskesmas Padang Pasir

Tanggal 22 Januari 2015


R/ Loratadine tab 10 mg
S 1dd tab I

No. X

R/ Hidrokortison 2,5 % krim tube 15 gr No. I


Sue (2x sehari,setelah mandi)
Pro

: Ny. M

Umur : 40 tahun

Gambar

22

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p.396-401.
2. Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In:
Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books; 2003.p.19-21
4. Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third Edit. British:
Crurchill Livingstone.2002.p.30-1
5. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis.
In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
24

6. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah
S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33.
7. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw Hill; 2005.
8. Gould Dinah. Occupational Irritan Dermatitis in Healthcare Workers Meeting the
Challenge of Prevention.[Online] 2003 [cited 2011 January 9]:[5 screens]. Available
from : URL:http://ssl-international.com
9. Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008.
[cited

2011

January

9]:[30

screens].

Available

from:

URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
10. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia:
Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
11. Schnuch A and Berit CC, editors. Genetics And Individual Predispotitions in Contact
Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5 th ed. New
York: Springer. 2011.p.28-30
12. Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF,
Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer.2011.p.43-8.
13. Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4
screens].

Available

from:

URL:

http://emedicine.medscape/

article/1049352-

overview.htm
14. Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available
from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article /000869..htm
15. Ale SI and Howard IM, editors. Irritant Contact Dermatitis Versus Allergic Contact
Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.11-6
16. Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Managemen Of Contact
Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.p.946-54
17. Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: :
Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.401-6
18. Ngan Vanessa. Irritant Contact Dermatitis. [Online] 2010 [cited 2011 January 9]:[1
screen]. Available from: URL: http://darmnetnz.org/dermatitis/contact-irritant.htm
19. Budimulja, Unandar. Dermatofitosis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.p.92-3.
20. Anonim. What Is Causing Skin Rashes. [online] 2009 [cited 2011 January 18]: [1
screen]. Available from: URL: http://bhealthy4life.com/?p=1.htm
25

21. Desar IME, A Phase I Dose Escalation Study To Evaluate Safety And Tolerability Of
Sorafenib Combined With Sirolimus In Patient With Advance Solid Cancer. [online]
2010

[cited

2011

January

18]:[3

screens].

Available

from:

URL:

http://nature.com/bjc/journal/v103/n11/fig_tab/6605777f2.html
22. Anderson CK, Asteatotil Eczema. [online] 2009 [cited 2011 January 18]:[1 screen].
Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/ 1124528-overview.htm

26

Anda mungkin juga menyukai