Oleh :
Mutya Restu Ayu
0910311016
PRESEPTOR:
Dr. Eldi Shauma
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Perkembangan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat merupakan hasil yang
telah dicapai dari program pembangunan nasional . Masyarakat memiliki kemudahan untuk
memperoleh dan memanfaatkan hasil-hasil industri baik produksi dalam negeri maupun luar
negeri. Selain dampak positif terdapat pula dampak negatif akibat terjadinya kontak kulit
manusia dengan produk-produk industri atau pekerjaan yang dilakukannya. Penyakit
dermatitis kontak yang merupakan respon peradangan terhadap bahan eksternal yang kontak
pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang
merupakan respon non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh
mekanisme imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Bahan penyebab dermatitis kontak iritan ialah bahan bersifat iritan yang berkontak
langsung dengan penderita, misalnya minyak pelumas, asam, alkali, deterjen dan sebagainya.
Kelainan yang ditimbulkan berbeda setiap iritan tergantung beberapa faktor, yaitu ukuran
molekul, vehikulum, konsentrasi, lama kontak, trauma fisis, gesekan dan kekerapan.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan cukup banyak, terutama yang diakibatkan
oleh kontak dengan bahan-bahan ditempat pekerjaan yang disebut dermatitis kontak iritan
akibat kerja. Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis
kontak
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat Manado dari
tahun 1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul
Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis
kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak
pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak
40,05%.
Pada tahun 1993 penyebab terbanyak adalah krim topikal ( salep penisilin, sulfa, salep
salisil dan salep nosip) sebanyak 33,73%. Angka ini hampir sama dengan yang dilaporkan
dari Lab/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UGM/RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta yaitu
31,17% disebabkan oleh obat topikal. Dari catatan medis poliklinik alergi di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2000 sebanyak 5,39% disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masingmasing oleh obat tradisional dan krim topikal penyebab terbanyaknya (68,62%) tidak
diketahui.
2
1.2.
Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan penyusun maupun
Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang bagaimana patogenesis, gejala klinis, cara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa
249.000 kasus penyakit okupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin,
15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk
4
semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama,
bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika,
menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari
penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.1,7
Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden
melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang
yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras
yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan
pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki
yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.8
III.
ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis
kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.1,10
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.1 Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh
bahan iritan.11
IV.
PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak
iritan, yaitu:1,6
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu
pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal
bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi.
Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin
inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator
inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI. Dikutip dari kepustakaan [12]
Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan
kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitisasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit
menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis
factor- (TNF- ). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh
kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan,
yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II
dan intracelluler adhesin molecule-1 pada keratinosit.1
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari
spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.12
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak
dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan
yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan
pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit
setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi
yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.6
V. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. 6 Berdasarkan penyebab tersebut
dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
8
sering terkena pada tangan.1,6,7 Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari,
minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor
yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus
berlangsung.1,6
Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen Dikutip dari
kepustakaan [7]
Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan
kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian
dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari
(pulpitis).7 DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh
(contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut).6
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari
tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan
basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi
DKI kumulatif.1,6,7
10
12
DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.6
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:13
-
Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI
lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida
(biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24
jam setelah pajanan.
Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI
kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu
bahan iritan yang merusak kulit.
Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.
B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut: 13-14
-
C. Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam
kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada
spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika
terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya
merupakan hasil dari efek berbagai iritans.14
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak
dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan
harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena
tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif
palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat
didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis,
dengan dermatitis kontak yang rekuren.13
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder
bakteri.13
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur
superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari
lesi.13
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat
atopi.13
14
VII.
DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi
secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen
oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah
yang terkena pajanan.18 Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang
telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.16
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita.6 Oleh
karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.
3. Tinea Pedis
Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas
macam-macam effloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangan) daripada bagian tengah. Pada tinea pedis, khususnya bentuk mocassin
foot, pada seluruh kaki terlihat kulit menebal, dan bersisik serta eritema yang ringan
terutama di tempat yang terdapat lesi.19
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan
dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti
penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan
iritan dengan bahan lain.1,4,5,6,9,16
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis
kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Kompres dingin dengan Burrows solution
15
16
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna.
Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien.
Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif
karena dapat menghidrasi kulit lebih baik.5
7. Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti
prednisolon, dapat membantu mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan dengan
kortikosteroid topikal dan emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama
karena efek sampingnya. Oleh karena itu, pada penyakit kronik, imunosupresan yang lain
mungkin lebih berguna. Obat yang sering digunakan adalah siklosporin oral dan
azadtrioprim.5
8. Fototerapi dan Radioterapi Superfisial
Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan, khususnya
pada tangan. Modalitas yang tersedia adalah fototerapi photochemotherapy ultraviolet A
(PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran dilakukan bersamaan dengan penggunaan
fotosensitizer (soralen oral atau topical). Sedangkan radioterapi superfisial dengan sinar
Grentz juga dapat digunakan untuk menangani dermatitis pada tangan yang kronis.
Penalataksanaan ini jarang digunakan pada praktek terbaru, hal ini mungkin disebabkan
oleh ketakutan terhadap kanker karena radioterapi.5
IX.
PROGNOSIS
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.1,6
17
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas pasien
Nama
: Ny. M
Umur/tanggal lahir
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Alamat
: Rimbo Kaluang
: 2 Orang
d. KB
: Ada, Pil KB
e. Kondisi rumah
Rumah semi permanen, lantai dari semen, ventilasi dan pencahayaan kurang, susunan
18
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, Tidak ada anggota
keluarga yang menderita sakit seperti ini. Riwayat atopi keluarga (+), asma pada kakak
laki-laki pasien. Tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari. Tidak ada riwayat alergi
makanan. Dan tidak ada riwayat alergi obat.
5. Anamnesis:
Keluhan utama : Bercak merah dan luka lecet yang terasa gatal dan nyeri pada kedua
punggung tangan sejak 2 bulan yang lalu
6. Riwayat Penyakit Sekarang
-
Bercak merah dan luka lecet yang terasa gatal dan nyeri pada kedua punggung tangan
sejak 2 bulan yang lalu
Awalnya terdapat bercak-bercak merah sebesar koin pada punggung tangan bagian kiri
sejak 3 bulan lalu kemudian digaruk sehingga bercak semakin melebar
Pasien pernah berobat ke bidan desa dan mendapatkan obat yang dikonsumsi selama
seminggu, tetapi tidak ada perubahan, pasien lupa nama obatnya
Pasien juga mengatasi keluhannya dengan obat tradisional dari campuran beberapa
macam daun (kunyit, sarai, sirih, belerang, dll) yang diaduk dengan minyak goreng
dioleskan ataupun ditempelkan ke kulit yang sakit sekitar kurang lebih selama 1 bulan
belakangan, kemudian pasien mengaku bercak semakin meluas dan menjadi nyeri
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Status gizi
: baik
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
19
Nadi
: 90 x/menit
Nafas
: 16 x/ menit
Suhu
: 36,5 C
Berat badan
: 62 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Status Internus
Mata
Leher
Thorax
Abdomen
: Hepar dan Lien dalam batas normal, Bising usus (+) Normal
Ekstremitas
Status Dermatologikus
Lokasi
Distribusi
: Bilateral Terlokalisir
Bentuk/ Susunan
Batas
: tegas
Ukuran
Efforesensi
: plakat
: plak eritema, krusta kering kuning kecoklatan, ekskoriasi, skuama,
fisura
20
Hentikan kontak dengan bahan yang diduga sebagai iritan yaitu obat tradisional yang
Promotif
-
Kuratif
- Sistemik
: Loratadine 1x10mg
- Topikal
Rehabilitatif
-
Prognosis
Quo ad sanam
: bonam
Quo ad vitam
: bonam
: bonam
21
Resep
Dr. Mutya
SIP. 18/125/01/2008
Dinas Kesehatan Kota Padang
Puskesmas Padang Pasir
No. X
: Ny. M
Umur : 40 tahun
Gambar
22
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p.396-401.
2. Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In:
Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books; 2003.p.19-21
4. Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third Edit. British:
Crurchill Livingstone.2002.p.30-1
5. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis.
In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
24
6. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah
S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33.
7. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw Hill; 2005.
8. Gould Dinah. Occupational Irritan Dermatitis in Healthcare Workers Meeting the
Challenge of Prevention.[Online] 2003 [cited 2011 January 9]:[5 screens]. Available
from : URL:http://ssl-international.com
9. Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008.
[cited
2011
January
9]:[30
screens].
Available
from:
URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
10. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia:
Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
11. Schnuch A and Berit CC, editors. Genetics And Individual Predispotitions in Contact
Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5 th ed. New
York: Springer. 2011.p.28-30
12. Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF,
Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer.2011.p.43-8.
13. Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4
screens].
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape/
article/1049352-
overview.htm
14. Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available
from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article /000869..htm
15. Ale SI and Howard IM, editors. Irritant Contact Dermatitis Versus Allergic Contact
Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.11-6
16. Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Managemen Of Contact
Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.p.946-54
17. Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: :
Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.401-6
18. Ngan Vanessa. Irritant Contact Dermatitis. [Online] 2010 [cited 2011 January 9]:[1
screen]. Available from: URL: http://darmnetnz.org/dermatitis/contact-irritant.htm
19. Budimulja, Unandar. Dermatofitosis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.p.92-3.
20. Anonim. What Is Causing Skin Rashes. [online] 2009 [cited 2011 January 18]: [1
screen]. Available from: URL: http://bhealthy4life.com/?p=1.htm
25
21. Desar IME, A Phase I Dose Escalation Study To Evaluate Safety And Tolerability Of
Sorafenib Combined With Sirolimus In Patient With Advance Solid Cancer. [online]
2010
[cited
2011
January
18]:[3
screens].
Available
from:
URL:
http://nature.com/bjc/journal/v103/n11/fig_tab/6605777f2.html
22. Anderson CK, Asteatotil Eczema. [online] 2009 [cited 2011 January 18]:[1 screen].
Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/ 1124528-overview.htm
26