Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
merupakan tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Pemerintah harus
mempersiapkan kader-kader penerus bangsa yang berkualitas dan memiliki
sumber daya manusia yang tinggi untuk menghadapi tantangan tersebut.
Langkah awal untuk memepersiapkan kader-kader penerus yang berkualitas
tersebut adalah melakukan perbaikan-perbaikan dalam dunia pendidikan.
Dunia pendidikan tidak lepas dari proses pembelajaran, sedangkan
yang dimaksud dengan pembelajaran yaitu proses belajar mengajar yang
ditandai dengan adanya interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan
peserta didik. Berdasarkan definisi pembelajaran tersebut yaitu terdapat dua
komponen yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran, komponen guru
dan peserta didik.
Pembelajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi
antara guru dan peserta didik. Dalam hal ini, kegiatan yang terjadi adalah guru
mengajar dan peserta didik belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta
didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses
pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi,
semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Berdasarkan
hal tersebut di atas, upaya guru dalam mengembangkan keaktifan belajar
siswa sangatlah penting, sebab keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi
keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Belajar tidak cukup hanya

dengan mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas yang
lain di antaranya membaca, bertanya, menjawab, berpendapat, mengerjakan
tugas, menggambar, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi, menyimpulkan,
dan memanfaatkan peralatan. Ketika siswa menemukan permasalahan dalam
menyelesaikan tugas, selain berinteraksi dengan guru, peserta didik juga dapat
bertanya dan berdiskusi dengan peserta didik lain. Peserta didik dikatakan
belajar dengan aktif jika mereka mendominasi aktivitas pembelajaran. Peserta
didik secara aktif mengunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari
materi, memecahkan persoalan, dan mengaplikasikan apa yang dipelajari.
1
Aktivitas dalam suatu pembelajaran bukan hanya peserta didik yang aktif
belajar tetapi di lain pihak, guru juga harus mengorganisasi suatu kondisi yang
dapat mengaktifkan peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu, salah satu
usaha yang dapat dilakukan guru adalah merencanakan dan menggunakan
model pembelajaran yang dapat mengkondisikan peserta didik agar belajar
secara aktif.
Dalam pembelajaran ada beberapa metode yang telah lama digunakan
oleh para guru antara lain metode ceramah dan metode tanya jawab. Metode
tersebut boleh dikatakan metode konvensional. Metode pembelajaran
konvensional yang selama ini digunakan oleh sebagian besar guru sudah tidak
sesuai dengan tuntutan jaman, karena pembelajaran yang dilakukan kurang
memberikan kesempatan seluas luasnya kepada peserta didik untuk
mengkonstruksikan pengetahuan dalam pengembangan diri.
Menurut Lie (2002:8), salah satu model pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa adalah pembelajaran kooperatif. Terdapat beberapa tipe

dalam pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe Teams Games


Tournament (TGT). Pada tipe ini terdapat beberapa tahap yang harus dilalui
selama proses pembelajaran. Tahap awal, peserta didik belajar dalam suatu
kelompok dan diberikan suatu materi yang dirancang sebelumnya oleh guru.
Setelah itu siswa bersaing dalam turnamen untuk mendapatkan penghargaan
kelompok. Selain itu terdapat kompetisi antar kelompok yang dikemas dalam
suatu permainan agar pembelajaran tidak membosankan. Pembelajaran
kooperatif tipe TGT juga membuat siswa aktif mencari penyelesaian masalah
dan mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain,
sehingga masing-masing siswa lebih menguasai materi. Dalam pembelajaran
tipe TGT, guru berkeliling untuk membimbing siswa saat belajar kelompok.
Hal ini memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan guru. Dengan
mendekati siswa, diharapkan tidak ada ketakutan bagi siswa untuk bertanya
atau berpendapat kepada guru.
Menurut Nur (2005: 3), pembelajaran model kooperatif tipe Jigsaw,
siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar dari
kemampuan, suku/ ras, sosial serta ekonomi yang berbeda. Setiap anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan
itu. Anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas topik yang sama
berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut
kelompok ahli. Selanjutnya kelompok ahli ini kembali ke kelompok asal dan
mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di dalam
kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada kelompoknya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mencoba melakukan


penelitian tentang bagaimana perbedaan hasil belajar model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran Jigsaw dengan judul
Perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran Jigsaw pada
standar kompetensi instalasi penerangan listrik bangunan sederhana di SMK
Negeri 1 Cerme kelas X TITL . Dengan model pembelajaran TGT siswa
diharapkan dapat ikut terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, bekerja sama
dalam menyelesaikan tugas kelompok dan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti
merumuskan beberapa rumusan masalah antara lain sebagai berikut:
1. Apakah ada pembeda hasil belajar peserta didik yang menggunakan model
pembelajaran TGT dan pesrta didik yang menggunakan model
pembelajaran Jigsaw?
2. Bagaimana respon peserta didik terhadap model pembelajaran TGT dan
respon peserta didik terhadap model pembelajaran Jigsaw?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik SMK Negeri 1
Cerme kelas X TITL dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan
model pembelajaran Jigsaw.
2. Untuk mengetahui respon peserta didik pada kelas yang menggunakan
model pembelajaran TGT dan respon peserta didik pada kelas yang

menggunakan model pembelajaran Jigsaw pada standar kompetensi


memasang instalasi penerangan lisrik bangunan sederhana.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagi peserta didik


a.

Meningkatkan motivasi peserta didik dalam


mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

b.

Meningkatkan interaksi peserta didik dalam


proses pembelajaran, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar peserta didik.

2.

Bagi guru
a.

Sebagai

alternatif

pilihan

model

pembelajaran bagi guru.


b.

Melatih ketrampilan dan penguasaan dalam


mengelola pembelajaran kooperatif tipe TGT.

3.

Bagi lembaga
Sebagai masukan dan tambahan informasi sekaligus sebagai bahan
perbandingan untuk menerapkan penelitian-penelitian lain yang berkaitan
dengan

model

pembelajaran

pembelajaran di sekolah.

dalam

upaya

peningkatan

kualitas

E. Asumsi
Berbagai asumsi penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik memiliki kemampuan awal yang dibutuhkan untuk
mengikuti KBM ini.
2. Peneliti mampu menyampaikan materi dan mengelola kelas dengan baik.
3. Peserta didik mengerjakan soal tes secara mandiri dan penuh tanggung
jawab.
4. Peserta didik menjawab angket respon peserta didik pada terapan model
pembelajaran TGT dan jigsaw secara jujur, sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.

F. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Penelitian ini hanya dilakukan pada kelas X
program keahlian teknik instalasi tenaga listrik SMK Negeri 1 Cerme yang
2.

terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas X TITL 1 dan X TITL 2.


Perlakuan yang diberikan kepada peserta didik ialah
penerapan model pembelajaran TGT (pada kelas eksperimen) dan model

3.

pembelajaran Jigsaw (pada kelas kontrol).


Materi yang disampaikan adalah kompetensi dasar
memahami instalasi penerangan 1 fasa.

Anda mungkin juga menyukai