PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemberian anestesi, penjagaan penderita yang sedang menjalani pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan
penanggulangan nyeri menahun (Ruswan, 1999).
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum
dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus pituitari
adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan
menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio
sesarea adalah anestesi regional, tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap
mental pasien. Beberapa teknik anestesi regional yang biasa digunakan pada pasien obstetri
yaitu blok paraservikal, blok epidural, blok subarakhnoid, dan blok kaudal (Morgan, 2002).
Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian atau
beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat sementara.
Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah disuntikkan,
tidak polusif, alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit (Robert, 2000).
Anestesi spinal sebagai salah satu pilihan, telah lama diketahui sebagai teknik anestesi
yang cukup aman. Tetapi hal ini bukan berarti tanpa resiko atau efek samping. Hipotensi, mual
dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi, disritmia atau bahkan cardiac arrest
merupakan komplikasi yang bisa terjadi (Carpenter et al, 2002).
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. Saat ini pembedahan seksio sesarea jauh lebih aman dibandingkan
masa sebelumnya karena tersedianya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih
baik, serta teknik anestesi yang lebih sempurna. Hal inilah yang menyebabkan saat ini timbul
kecenderungan untuk melakukan seksio sesarea tanpa adanya indikasi yang cukup kuat
(Lukito, 2002).
Pada kehamilan normal, organ jantung ibu akan mendapat beban untuk memenuhi
kebutuhan selama kehamilan dan juga beban dari berbagai penyakit jantung yang mungkin
diderita selama kehamilan. Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah,
1
volume darah, tekanan pembuluh darah perifer, serta tekanan pada sisi kanan jantung (Guyton,
1996). Pada kehamilan, darah yang dipompa oleh jantung akan meningkat sekitar 30%,
sementara denyut nadi akan meningkat 10 kali / menit. Volume darah meningkat 40% pada
kehamilan normal. Kenaikan tekanan pembuluh darah perifer terjadi karena adanya
peningkatan volume air total pada tubuh ibu dan hal ini sering menimbulkan edema perifer
serta vena verikosa bahkan pada kehamilan normal (Guyton, 1996).
Anestesia spinal aman untuk janin, namun selalu ada kemungkinan bahwa tekanan
darah pasien menurun dan akan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi ibu dan
janin kuat (Lukito, 2002). Beberapa kemungkinan terjadinya komplikasi pada ibu selama
anestesia harus diperhitungkan dengan teliti. Keadaan ini dapat membahayakan keadaan janin,
bahkan dapat menimbulkan kematian ibu. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain
aspirasi paru, gangguan respirasi, dan gangguan kardiovaskular (Morgan, 2002).
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan
tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik
dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):
a. ASA I
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
c. ASA III
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
e. ASA V
tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan
operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat (Morgan,
2002).
B. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain :
1. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. memberikan analgesia, misal pethidin
5. mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
3
pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di
dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di
area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu
terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau
efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh
karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang
sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walaupun
tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi (Morgan, 2002).
a. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah suatu metode anestesi dengan menyuntikkan obat
analgeti local kedalam ruang subarachnoid di daerah lumbal. Cara ini sering
digunakan pada persalinan per vaginam dan pada seksio sesarea tanpa komplikasi
(Oyston, 2000; Scott, 1997).
Anestesi Spinal (blok subarakhnoid) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi
spinal/subarakhnoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal (Mansjoer, 2000).
Pada seksio sesarea blokade sensoris spinal yang lebih tinggi penting. Hal
ini disebabkan karena daerah yang akan dianestesi lebih luas, diperlukan dosis
agen anestesi yang lebih besar, dan ini meningkatkan frekuensi serta intensitas
reaksi-reaksi toksik (Tohaga, 1998 ; Hidayat, 2006).
b. Teknik anestesi spinal pada seksio sesarea (Oyston, 2000)
Pada tindakan premedikasi sekitar 15-30 menit sebelum anestesi, berikan
antasida, dan lakukan observasi tanda vital. Setelah tindakan antisepsis kulit daerah
punggung pasien dan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan
dengan menyuntikkan jarum lumbal (biasanya no 23 atau 25) pada bidang median
setinggi vertebra L3-4 atau L4-5. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut
beberapa ligamen, sampai akhirnya menembus duramater - subarachnoid. Setelah
stilet dicabut, cairan serebro spinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama
narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan
untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu
pengerjaan lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu
empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain (Morgan, 2002).
Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan
kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama
penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk
meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan
(Morgan, 2002).
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi
volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya
kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil,
dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai
dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II
terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur,
inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III
(pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan
pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoracoabdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva
dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola
mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III,
ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot
perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai
dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan
gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Morgan, 2002).
D. Obat-obat Anestesi dan Metode Pemberiannya
1. Obat-obat Anestesi Lokal
Anestetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls-impuls saraf ke SSP.
Luasnya daerah anestesi tergantung tempat pemberian larutan anestesi, volume yang
diberikan, kadar zat dan daya tembusnya.
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat
kerjanya terutama di selaput lendir. Di samping itu, anestesi lokal menggangu fungsi
semua organ dimana terjadi konduksi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal
mempunyai efek yang penting terhadap susunan saraf pusat, ganglia otonom, cabang
cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang
digunakan sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang jaringan, tidak
mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf, toksisitas sistemik yang
rendah, efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir,
mula kerjanya sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama,
dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga tahan terhadap
pemanasan/sterilisasi.
Anestetika yang ideal adalah anestetika yang memiliki sifat antara lain tidak
iritatif/merusak jaringan secara permanen, onset cepat, durasi cukup lama, larut dalam
air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Struktur dasar anestetika lokal pada umumnya terdiri dari suatu gugus-amino
hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alkohol) atau
amida dengan suatu gugus aromatis lipofil). Adanya ikatan ester sangat menentukan
sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut
akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: Tetrakin,
Benzokain, Kokain, dan Prokain. Senyawa amida contohnya adalah Dibukain,
Lidokain, Mepivakain dan Prilokain. Senyawa lainnya contohnya fenol, Benzilalkohol,
Etilalkohol, Etilklorida, dan Cryofluoran.
Cara pemberian anestesi lokal adalah dengan menginjeksikan obat-obatan
anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan yang
diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar
injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak (Morgan, 2002).
2. Obat-obat Anestesi Regional
Metode pemberian Anestesi regional dibagi menjadi dua, yaitu secara blok
sentral dan blok perifer.
a. Blok Sentral (Blok Neuroaksial).
Blok sentral dibagi menjadi tiga bagian yaitu anestesi Spinal, Epidural dan
Kaudal (Morgan, 2002).
Anestesi Epidural
Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat pada
ruang epidural (peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis pada
ketinggian tertentu, sehingga daerah setinggi pernapasan yang bersangkutan dan
di bawahnya teranestesi sesuai dengan teori dermatom kulit (Bachsinar, 1992).
Ruang epidural berada di antara durameter dan ligamentun flavum. Bagian atas
berbatasan dengan foramen magnum dan dibawah dengan selaput sakrogliseal.
Anestesi epidural sering dikerjakan untuk pembedahan dan penanggulangan
nyeri pasca bedah, tatalaksana nyeri saat persalinan, penurunan tekanan darah
saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan, dan tambahan pada anestesia
umum ringan karena penyakit tertentu pasien (Morgan, 2002) .
Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena ruang
kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutupi oleh ligamentum
sakrogsigeal tanpa tulang yang analog dengan ligamentum supraspinosum dan
ligamentum interspinosum. Ruang kaudal berisi saraf sacral, pleksus venosus,
felum terminale dan kantong dura (Morgan, 2002) .
E. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah
dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
10
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan
isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstriktif,
perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam
adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 0 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :
-
Ringan
Sedang
Berat
= 4 ml/kgBB/jam.
= 6 ml / kgBB/jam
= 8 ml / kgBB/jam.
dextrosa untuk mencegah dehidrasi. Berbagai macam indikasi untuk sectio caesaria antara
lain:
1. Kehamilan beresiko tinggi pada maternal dan fetal:
i. Peningkatan resiko ruptur uteri:
a. Riwayat kelahiran dengan seksio caesaria
b. Riwayat miomektomi ekstensif atau rekonstruksi uterin
ii. Peningkatan resiko perdarahan maternal
a. Sentral atau parsial plasenta previa.
b. Solutio plasenta
c. Riwayat rekonstruksi vagina
2. Distorsia
a.
b.
1).
2).
Fetal distress
b.
Prolaps umbilikus
c.
Perdarahan maternal
d.
Amnionitis
e.
f.
H. Eklampsia
1. Definisi
Preeklampsi
:
Sindroma yang spesifik dalam kehamilan yang menyebabkan perfusi darah ke
organ berkurang karena adanya vasospasmus dan menurunnya aktivitas sel
endotel. Preeklampsi ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuria. Umumnya
12
Eklampsi adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang tidak
2. Etiologi preeklampsia
Saat ini ada 4 hipotesis etiologi preeklampsia, yaitu
1)
endothel
yang
di
mediasi
oleh
peningkatan
pelepasan
cytokine
Diagnosa
Diagnosis pre eklampsia didasarkan atas adanya hipertensi yang muncul saat
kehamilan lebih dari 20 minggu dan adanya proteinuria.
Diagnosis eklampsia dengan adanya tanda dan gejala pre eklampsia yang disusul oleh
serangan kejang.
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema,
proteinuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara
lain: nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif
antara lain: hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis.
4.
Penatalaksanaan
13
Pengelolaan cairan
Pemberian obat antikejang: MgSO4 dengan loading dose 4gr MgSO4 i.v (40%
dalam 10cc) selama 15 menit, dan maintenance dose 4gr i.m tiap 4-6jam.
Diuretik, diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau edema
anasarka.
Pemberian antihipertensi, dengan cut off > 160/110 mmHg dan MAP > 126
mmHg.
b.
2. Perawatan konservatif
Indikasi:
UK<37 minggu tanpa tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan
janin baik.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:
menurut keadaan.
Klorpromazin 50 mg IM
Diazepam 20 mg IM.
I. Seksio Sesarea
1. Definisi seksio sesarea
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. Terdapat beberapa cara seksio sesarea yang dikenal
saat ini, yaitu (Lukito, 2002; Elridge, 2000) :
Panggul sempit
Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
Stenosis serviks uteri atau vagina
15
b. Indikasi janin
Kelainan letak
- Letak lintang
- Letak sungsang
- Letak dahi dan letak muka dengan dagu di belakang
- Presentasi ganda
- Kelainan letak pada gemelli anak pertama
Gawat janin
c. Indikasi waktu / profilaksis
Partus lama
Partus macet / tidak maju
d. Kontra indikasi
16
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Umur
: 21 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
Macam Operasi
Macam Anestesi
Tanggal Masuk
Tanggal Operasi
: 22 Agustus 2014
: Kaki bengkak
:
Riwayat Asma
: (-)
Riwayat Alergi
: (-)
Hipertensi
: (-)
Diabetus Mellitus
: (-)
Operasi
: (-)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Vital sign
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Nadi
Respiratory Rate
: 20 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
Berat Badan
: 60 Kg
Tinggi badan
: 150 Cm
Saturasi O2
c. Status generalis :
Mata
Airway
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Paru
Circulation
Cor
Ekstremitas
d. Status Obstetri
Abdomen
19
Inspeksi
(+)
Palpasi
Auskultasi
Genital VT
: Lembab
Turgor kulit
: Baik
Mata
: Tidak cekung
CRT
: < 2 detik
Tekanan Darah
: 150/90 mmHg
Nadi
: 108 x/mnt
Respiratory Rate
: 18 x/mnt
Suhu
: 36,7 oC
Produksi urine
: 50 cc/jam
Kesimpulan
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah tanggal 22 Agustus 2014 Pre-Operasi
Hemoglobin
12,0
Ureum
14
Hematocrit
36
Creatinin
0,5
Leukosit
10,6
Natrium
138
Trombosit
343
Kalium
Golongan Darah
GDS
89
HBsAg
(-)
LDH
346
PT
11,6
SGOT
26
20
3,6
APTT
28,3
SGPT
24
INR
0,900
Albumin
3,4
Proteinuria
+2
Calium
109
21
BAB IV
LAPORAN ANESTESI
A. Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 30 tetes / menit
2. Jenis Anestesi
3. Teknik Anestesi
4.
5. Premedikasi
: Metoklopropamid 10 mg
6. Agen anestesi
7. Maintenance
: 02 = 2 L/menit
8. Monitoring
Tensi (mmHg)
150/91
143/86
132/80
135/82
139/83
135/82
131/83
Nadi (X/menit)
92
83
80
84
80
83
83
23
Sp O2 (%)
99%
99%
99%
99%
99%
99%
98%
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 19.05
obsgin.
Monitoring Pasca Anestesi:
Jam
19.05
20.05
Tensi
140/80
130/70
Nadi
84
84
RR
20
22
Terapi Cairan
EBV
ABL
Puasa
Maintenance
Stress Operasi
Kebutuhan jam I
120 + 360 cc
Kebutuhan jam II
120 + 360 cc
= 65 cc/kg x 60 kg = 3900 cc
= 20% x 3900 =780 cc
= terpenuhi
= 120 cc/jam
= 6 x 60 = 360 cc/jam
= 480 cc
= 480 cc
BAB V
KESIMPULAN
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan
anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Anastesi umum
24
dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi. Dalam
hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya
serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan
dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak mendepresi janin, dimana hampir
semuanya dapat mendepresi nafas janin.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional dengan
menggunakan teknik anestesi spinal pada penderita wanita dengan pada primigravida hamil
aterm belum dalam persalinan, ASA II E dengan menggunakan agent anestesi fentanyl 25 mcg
+ bupivacain 0,5% 12,5 mg, maintenance O2 3 lt/menit.
.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenter Randall, Caplan R., Brown D., Stephenson C ., Wu Rae (2002). Insidence and Risk
Factor for Side Effect of Spinal Anesthesia, Anesthesiology, 76:6, 906-916.
25
Casey WF. 2000. Spinal Anaesthesia-a Practical Guide. World federation of Societies of
anaesthesiologists. Oxford. P: 1.
Guyton AC, Hall JE (1996). Buku ajar fisiologi kedokteran (terjemahan). Edisi 9. Jakarta:
EGC; 1063-76, 1203-37.
Hidayat R (2006). Perbedaan efek kardiovaskuler pada anestesi inhalasi enfluran antara
teknik medium flow dan high flow semi closed system. Semarang.
Lukito Husodo (2002). Pembedahan dengan laparotomi. Di dalam : Wiknjosastro H, editor.
Ilmu kebidanan, edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :
863 875
Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J. (2002). Clinical
Anesthesiology. (3rd ed). New York : Mc Graw- Hill Companies Inc
Robert RG. 2000. Spinal, Epidural and Caudal Anesthesia, In: David EL, Frank LM eds.
Introduction to anesthesia. 9 th ed. Philadelpia: WB Sauders Company. Pp: 216-232.
Ruswan Dachlan, (1999). Persiapan Pra Anestesi, dalam Anestesiology, Bagian
Anestesiology dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Hal: 34-35.
Oyston J (2000). A guide to spinal anaesthesia for caesarean section.
Scott D (1997). Spinal anaesthesia and specific cardiovascular conditions.
Tohaga E (1998). Hubungan antara dosis preload dengan perubahan tekanan darah pada
operasi dengan teknik anestesi spinal. Semarang
26
27