PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid mulai tebentuk pada fetus berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir
bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2
lobus, masing-masing berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm,
tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi berat badan dan masukan yodium.
Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram.1
Di kelenjar tiroid akan di bentuk hormon tiroid. Hormon tiroid ini merupakan
hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses
metabolisme, sehingga bila terjadi peningkatan atau penurunan dari hormon tiroid
dapat berpengaruh atas berbagai peristiwa dan menganggu proses yang terjadi di
dalam tubuh, dikenal dengan hipertiroidisme dan hipotiroidisme.1
Hipertiroidisme adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon
tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini
menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang
disebut dengan tirotoksikosis1.
Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara
prinsip berbeda dengan hipertiroidisme. Hipertiroidisme dimaksudkan dengan
hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi berlebihan dari hormon tiroid dalam sirkulasi.
Pada tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya
yang berasal dari kelenjar tiroid.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid mulai tebentuk pada fetus berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir
bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara bronchial
pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian
membesar, timbul kearah bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum
lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di
basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada
beberapa keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan
tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian, kegagalan
menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid yang letaknya
abnormal yang disebut persisten duktus tiroglosus. Branchial pouch keempatpun ikut
membentuk bagian kelenjar tiroid, dan merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau
sel C, yang memproduksi kalsitonin.1
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3, masing-masing
berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm, tebal 1-1,5 cm. Berat
kelenjar tiroid dipengaruhi berat badan dan masukan yodium. Pada orang dewasa
beratnya berkisar antara 10-20 gram.1
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar tiroid pada fascia pratrakea sehingga
pada setiap gerakan menelan akan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah
kranial yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Secara anatomis dari dua pasang
kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid menempel di belakang lobus superior
tiroid dan sepasang lagi di lobus medius. Nervus laringeus rekuren berjalan di
sepanjang trakea di belakang tiroid.1
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. Arteri tiroidea superior berasal
dari arteri karotis komunis atau arteri karotis eksterna, arteri tiroidea inferior dari
3
arteri subklavia dan arteri tiroid ima berasal dari arteri brakiosefalik salah satu cabang
arkus aorta. Sistem vena berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Dalam keadaan
hipertiroidisme, aliran darah ke kelenjar tiroid akan meningkat sehingga dengan
stetoskop akan terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 mL/gram kelenjar/menit.1
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di
atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang
langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga
penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.1
B.
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke
dalam sel dan folikel kelenjar tiroid secara transport aktif. Membran basal sel
tiroid memompakan iodida masuk ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan
iodida (iodide trapping). Iodida (I-) bersama dengan Na+ diserap oleh transporter
yang terletak di membran plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut
sodium iodide symporter (NIS), berada di membran basal dan kegiatannya
tergantung adanya energi, membutuhkan O2 yang didapat dari ATP. Proses ini
distimulasi oleh TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel
100-500 kali lebih tinggi dibanding kadar ekstrasel. Setelah itu Na+ dipompakan
ke interstitium oleh Na+/K+-ATPase. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya
yodium dan aktivitas tiroid. Beberapa bahan seperti tiosianat (SCN-) dan perklorat
(ClO4-) akan menghambat proses ini. Tiroglobulin (Tg) merupakan satu
glikoprotein yang disintesis di retikulum endolasma tiroid dan glikosilasinya
diselesaikan di aparatus Golgi. Glikoprotein ini terbentuk dari dua subunit dan
memiliki berat molekul 660.000 Da. Molekul ini juga mengandung 123 residu
tirosin tetapi hanya 4-8 dari residu ini yang secara normal bergabung menjadi
hormon tiroid.
b. Tahap oksidasi
Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida (I -) menjadi yodium (I) oleh enzim
peroksidase yaitu tiroperoksidase (TPO). Proses yang berlaku di apeks sel folikel
kelenjar tiroid ini melibatkan iodida, tirogloblin (Tg), TPO dan hidrogen
peroksida (H2O2). Produksi H2O2 membutuhkan kalsium, NADPH dan NADPH
oksidase. Iodida dioksidasi oleh H2O2 dan TPO dan selanjutnya menempel pada
residu tirosin yang ada dalam rantai peptida Tg, membentuk 3-monoiodotirosin
(MIT) atau 3,5-diiodotirosin (DIT).
c. Tahap coupling
Dua molekul DIT (masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabung
menjadi T4 melalui proses kondensasi oksidatif dengan pengeluaran rantai sisi
alanin dari molekul yang membentuk cincin luar. Dua molekul DIT ini
menggabung menjadi T4 dengan cara menggabungkan grup diiodofenil DIT,
donor, dengan DIT akseptor dengan perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara
yang sama dibentuk T3 dari donor MIT dengan akseptor DIT. Tiroperoksidase
(TPO) berperan dalam penggabungan serta iodinasi. Sejumlah kecil r T3 juga
terbentuk, mungkin melalui kondensasi DIT dengan MIT. Dalam tiroid manusia
normal, distribusi rata-rata senyawa beryodium adalah 23% MIT, 33% DIT, 35%
T4 dan 7% T3. rT3 dan komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sangat
sedikit.
d. Tahap penimbunan/storage
Setelah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen
folikel tiroid (koloid). Umumnya sepertiga yodium disimpan sebagai T3 dan T4
dan sisanya dalam MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam lumen sebagian
besar terdiri dari Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan hormon
maupun yodium yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.
e. Tahap proteolisis
Hormon T4 dan T3 akan dilepaskan dari Tg melalui proses proteolisis. Proses ini
dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili (atas pengaruh TSH
berubah menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom.
Enzim proteolitik utama adalah endopeptidase katepsin C, B dan L dan beberapa
eksopeptidase. Hasil akhirnya adalah dilepaskan T4 dan T3 bebas ke sirkulasi
sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi
oleh iodotirosin deiodinase.
f. Tahap deiodinasi
Kira-kira dari tirosin yang teriodinasi (Tg-MIT dan Tg-DIT) tidak pernah
menjadi hormon tiroid. Yodium dalam MIT dan DIT ini akan dilepas kembali oleh
enzim iodotirosin deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan. Pada
penderita yang tidak mempunyai iodotirosin deiodinase secara kongenital, MIT
dan DIT dapat ditemukan di dalam urin dan terdapat gejala defisiensi yodium.
g. Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid
Cara keluarnya hormon tiroid dari tempat penyimpanannya belum diketahui
secara sempurna, tetapi jelas dipengaruhi TSH. Hormon ini melewati membran
basal, fenestra sel kapiler kemudian ditangkap oleh pembawanya dalam sistem
sirkulasi yaitu thyroid binding protein.
3.
dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik), TSH, dopamin, hormon
korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit berat.
Gambar 3. Makanisme umpan balik positif maupun negatif pada aksis hipotalamus-hipofisistiroid
disebabkan
peningkatan
umum
metabolisme.
Hormon
tiroid
12
Penyakit Graves
Struma
multinoduler
toksik
Adenoma toksik
Obat:
yodium yang
berlebihan, litium
Karsinoma
tiroid
fungsional
Struma ovarii (ektopik)
Mutasi TSH-r
Penyebab Tirotoksikosis
Tirotoksikosis tanpa
hipertiroidisme
Tirotoksikosis faktisia
Tiroiditis subakut (viral)
atau De Quervain
Silent thyroiditis
Destruksi
kelenjar:
amiodaron, I-131, radiasi,
adenoma, infark
E. EPIDEMIOLOGI TIROTOKSIKOSIS
13
Hipertiroidisme sekunder
TSH-secreting pituitary
tumor
Tirotoksikosis
gestasional
(trimester
pertama)
Resistensi hormon tiroid
hanya
5-6%
dari
keseluruhan
penderita
penyakit
Graves.
14
15
16
Dalam banyak jaringan, hormon tiroid (T3, T4) meningkatkan sintesis enzim,
aktifitas Na+/K+-ATPase dan konsumsi O2, yang menyebabkan peningkatan
metabolisme basal dan peningkatan suhu tubuh. Dengan menstimulasi glikogenolisis
dan glukoneogenesis, hormon tiroid menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa
darah, sedangkan di sisi lain juga meningkatkan glikolisis. Hormon ini juga
menstimulasi lipolisis, memecah VLDL dan LDL serta ekskresi asam empedu di
17
dengan penurunan yang cepat (toleransi glukosa yang abnormal). Meskipun hormon
tiroid meningkatkan sintesis protein, hipertiroidisme meningkatkan enzim proteolitik,
dengan demikian menyebabkan kelebihan proteolisis dengan meningkatkan
pembentukan dan ekskresi urea.
Massa otot berkurang (A1). Pemecahan matriks tulang dapat menyebabkan
osteoporosis, hiperkalsemia, dan hiperkalsiuria (A4). Sebagai akibat dari stimulasi
pada jantung, maka cardiac output (CO) dan tekanan darah sistolik meningkat (A5).
Fibrilasi atrium terkadang terjadi. Pembuluh darah perifer yang melebar. Laju filtrasi
glomerulus (LFG), aliran plasma ginjal (RPF), dan transport tubular yang meningkat
di ginjal (A6), sementara di hati pemecahan hormon steroid dan obat dipercepat.
Stimulasi pada usus menyebabkan diare; peningkatan eksitabilitas neuromuskular
menyebabkan hiperefleks, tremor, kelemahan otot, dan insomnia (A7). Pada anakanak, percepatan pertumbuhan kadang-kadang dapat terjadi (A4). T3 dan T4
mempromosikan ekspresi dari reseptor hormon tiroid dengan demikian hormone
tesebut lebih peka terhadap organ target untuk setiap aksinya, sehingga meningkatkan
efek hipertiroidisme.
Pada
hipertiroidisme
imunogenik
(penyakit
Graves)
eksoftalmus
dapat
ditambahkan karena efek meningkatnya hormon tiroid (A8); protrusi mata dengan
diplopia, pengeluaran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia juga
terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang
ternayata mirip dengan reseptor TSH. Hasilnya adalah peradangan retrobulbar dengan
pembengkakan otot mata, infiltrasi limfositik, akumulasi asam mukopolisakarida, dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar. Kadang perubahan yang sama bisa ditemukan
di daerah pretibial.
G. DIAGNOSIS TIROTOKSIKOSIS
Diagnosis dari tirotoksikosis didasarkan pada manifestasi klinis, pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang.
1. Manifestasi klinis tirotoksikosis
19
Dibawah ini merupakan manisfestasi klinis berupa gejala dan tanda secara
umum dari tirotoksikosis.1,7
Tabel 3. Gejala serta tanda Tirotoksikosis
Sistem
Gejala dan Tanda
Umum
Tidak tahan udara panas, hiperkinetik, cepat
lelah, berat badan menurun
Gastrointestinal
Hiperdefekasi, lapar, banyak makan, haus,
muntah, disfagi, splenomegali
Muskular
Rasa lemah
Urogenital
Oligomenore, amenore, libido menurun,
infertil, ginekomasti
Kulit
Rambut rontok, berkeringat, kulit basah,
silky hair dan onikolisis, eritema kulit
Psikis dan saraf
Labil, iritabel, tremor halus, anxietas
Jantung
Dispnea, hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal
jantung
Darah dan limfatik
Limfositosis,
anemia,
splenomegali,
pembesaran leher
Skeletal
Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan
nyeri tulang
Dibawah ini merupakan manisfestasi klinis berupa gejala dan tanda dari
berbagai penyakit yang menyebabkan tirotoksikosis:
Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar 30-40 tahun dan lebih
sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat predisposisi familial pada
penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun
lainnya. Pada penyakit Graves terdapat 2 kelompok gambaran utama, tiroidal dan
ekstratiroidal dan keduannya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa
struma akibat hipeplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon
tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi berupa
hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar dan tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,
berat badan turun, sering disertai nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi dan
kelemahan serta atrofi otot.1,10
20
tiroid
pada
sisi
lainnya.
Pemeriksaan
laboratorium
biasanya
Gambar 5. Eksoftalmus
Saat ini telah dikenal indeks Wayne dan indeks New Castle untuk mendiagnosis
kemungkinan hipertiroidisme yang didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti yang dibahas di atas, yang kemudian akan diteruskan dengan pemeriksaan
23
penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologinya, seperti
tertera di bawah ini.1
Tabel 4. Indeks Wayne
Gejala
Sesak
Palpitasi
Kelelahan
Suka udara panas
Suka udara dingin
Keringat berlebihan
Gugup
Nafsu makan naik
Nafsu makan turun
Berat badan naik
Berat badan turun
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nilai
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
+3
Tanda
Ada
Tidak Ada
Tiroid teraba
Bising tiroid
Eksoftalmus
Kelopak mata tertinggal
Hiperkinetik
Tremor jari
Tangan panas
Tangan basah
Fibrilasi atrial
Nadi teratur
< 80x per menit
80 90x per menit
> 90x per menit
+3
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
+4
+3
-3
-2
-2
-2
-1
-3
-
Interpretasi:
Hipotiroidisme
Eutiroidisme
Hipertiroidisme
:<11
:11-18
: 20
Tabel 5. Indeks New Castle
15-24
25-34
35-44
45-54
24
Nilai
0
+4
+8
+12
Psychological precipitant
Frequent cheking
Anxietas
Nafsu makan meningkat
Struma
Bising tiroid
Eksoftalmus
Kelopak mata tertinggal
Hiperkinetik
Tremor jari
Frekuensi nadi
Interpretasi:
Eutiroidisme
Doubtful hipertiroidisme
Hipertiroidisme
>55
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
+16
-5
0
-3
0
-3
0
+5
0
+3
0
+18
0
+9
0
+2
0
+4
0
+7
0
> 90x
80-90x
< 80x
+16
+8
0
: (-11) (+23)
: (+24) (+39)
: (+40) (+80)
3. Pemeriksaan Penunjang
a.
Laboratorium
Diagnosa bergantung
kepada
beberapa
hormon
berikut
ini:
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar hormon tiroid (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di
b.
25
membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk
penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.6,7
Scan tiroid untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
c.
d.
26
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan tirotoksikosis adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).1,7
1. Obat antitiroid
Obat antitiroid yang digunakan yaitu golongan tionamid. Terdapat 2 kelompok
obat tionamid yaitu tiourasil dan imidazol. Kelompok obat derivat tioimidazol
(karbimazol 5 mg dan metimazol 5 mg, 10 mg, 30 mg) dan derivat tiourasil
(propiltiourasil 50 mg, 100 mg) telah digunakan untuk mengobati tirotoksikosis
selama lebih dari 60 tahun. Obat-obat ini bekerja dengan cara menghambat proses
27
organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi propiltiourasil masih ada efek tambahan
yaitu menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.1,7
Karbimazol atau metimazol lebih dipilih dalam banyak keadaan, karena barubaru ini penggunaa propiltiourasil menjadi perhatian karena efek sampingnya yang
dapat menyebabkan kerusakan hepar namun hal ini jarang terjadi yaitu sekitar 1
dari 10.000 orang dewasa. Selain itu, karbimazol atau metimazol mempunyai
waktu paruh 4-6 jam dengan berada di folikel 20 jam dan propiltiourasil 1-2 jam,
serta lebih pendek berada di folikel. Obat anti tiroid dapat melewati sawar darah
plasenta dan air susu ibu. Dibandingkan derivat imidazole, tiourasil 10 kali lebih
rendah dalam ASI. Dosis di mulai dengan karbimazol 30 mg, metimazol 30 mg
atau propiltiourasil 400 mg sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu
tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis. Lama
pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi
remisi.1,7
Ada 2 metode yang dapat digunakan dalam penggunaan obat antitiroid ini.
Metode pertama, disebut block-replace yaitu pasien diberi dosis besar terus
menerus dan apabila mencapai keadaan hipoiroidisme, maka ditambah
levothyroxine dengan dosis yang sesuai untuk mempertahankan eutiroidisme
(misalnya: 100 g/hari untuk wanita, 125 g/hari untuk pria). Metode kedua,
disebut titrated yaitu mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan
klinis/laboratorium dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah di mana
pasien masih dalam keadaan eutiroidisme.1,7
Efek samping seperti rash, urtikaria, malaise, hipersensitivitas, artralgia
terlihat pada sekitar 5% dari pasien yang menggunakan obat antitiroid. 1,7 Efek
samping lain yang lebih jarang tapi namun merupakan masalah yang serius adalah
thionamide induced agranulositosis, terjadi pada sekitar 1 dari 300 orang.
Biasanya pasien menunjukan gejala berupa nyeri tenggorokan, ulkus di mulut, dan
demam tinggi. Semua pasien yang memulai terapi obat antitiroid harus menerima
informasi yang jelas mengenai efek samping tersebut, dengan saran untuk
28
Pemeliharaan (mg/hari)
5-20
5-20
50-200
Nadolo
Bahan mengandung Iodine
Kalium iodida
Solusi Lugol
Natrium Ipodat
Asam Iopanoat
Obat lainnya
Kalium perklorat
Litium karbonat
Glukokortikoids
Menghambat keluarnya
T4 dan T3.
Menghambat T4 dan
T3 serta produksi T3
ekstratiroidal
Menghambat transport
yodium, sintesis dan
keluarnya hormon.
Memperbaiki efek
hormone di jaringan
dan sifat imunologis
Persiapan
tiroidektomi.
Pada krisis tiroid bukan
untuk penggunaan rutin.
Bukan indikasi rutin pada
subakut tiroiditis berat, dan
krisis tiroid.
penggunaan rutin pada penyakit Graves. Pasien dengan struma yang besar
mungkin perlu dosis yang lebih tinggi atau diulang untuk mencapai eutiroidisme.
Meskipun yodium radioaktif umumnya digunakan dalam Penyakit Graves setelah
rekuren atau efek samping obat antitiroid, hal itu juga harus dipertimbangkan
sebagai pilihan terapi untuk pasien dengan penyakit Graves berat (terutama pasien
30
muda, berusia <40 tahun, laki-laki, dan memiliki struma yang besar), yang tidak
mungkin untuk mencapai remisi jangka panjang dengan obat antitiroid.7
Sebuah analisis baru-baru ini menemukan bahwa penggunaan yodium
radioaktif lebih awal merupakan strategi manajemen jangka panjang termurah
untuk penyakit Graves.7
Sebuah penilitian meta analisis menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil
optimal dari yodium radioaktif, metimazol atau karbimazol harus dihentikan
setidaknya 1 minggu sebelum terapi yodium radioaktif. Namun, secara luas
diyakini bahwa propiltiourasil harus dihentikan, setidaknya 2 minggu
sebelumnya. Obat antitiroid dapat dilanjutkan lagi 2 minggu setelah dosis yodium
radioaktif, sangat penting untuk mengontrol tirotoksikosis secara terus-menerus.
Pasien harus dipantau dengan pemeriksaan fungsi tiroid untuk mendeteksi secara
dini radioiodine induced hypothyroidism.7
Yodium radioaktif merupakan kontraindikasikan absolut pada kehamilan dan
menyusui, dan pasien disarankan untuk menghindari kehamilan selama 6 bulan
setelah terapi. Pasien yang menerima dosis standar yodium radioaktif di Inggris
juga disarankan untuk mengambil beberapa tindakan pencegahan untuk
meminimalkan efek merugikan yang dari radiasi dan yang lainnya. Misalnya,
dekat dan kontak lama dengan anak-anak dan wanita hamil harus dihindari selama
sekitar 3 minggu (setelah dosis 400 MBq).1,7
Beberapa studi dan data yang kuat telah menunjukan risiko kanker setelah
penggunaan terapi yodium radioaktif.7
Kontraindikasi relatif yodium radioaktif pada pasien oftalmopati Graves
inflamasi aktif, sebagai pelepasan antigen tiroid dan hipotiroidisme selanjutnya
mungkin dihubungkan dengan deteriorasi penyakit mata ini. Risiko deteriorasi
mata ini, sebagian kecil pasien dengan oftalmopati tidak aktif selama pengganti
tiroksin adalah tepat. Risiko oftalmopati jauh lebih tinggi pada perokok, tapi bisa
dicegah dengan pemberian prednisolone kerja pendek.7
31
3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi
adalah:1,7
a. Penyakit Graves yang relaps setelah pengobatan medis yang adekuat,
b. Oftalmopati Graves aktif
c. Wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar.
d. Pasien usia muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
e. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif.
f. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
g. Alasan kosmetika
Pasien perlu dibuat keadaan eutiroidisme sebelum operasi dan obat antitiroid
tionamid tidak dapat digunakan, loading yodium dengan kalium iodida, yodium
Lugol, atau media kontras cholecystographic oral (asam iopanoic 1 gr/hari)
selama 5-10 hari sudah cukup untuk mencapai eutiroidisme pada hampir semua
kasus.7 Plumerisasi diberikan 3 kali, 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam sebelum
operasi, dengan tujuan menginduksi involusi dan mengurangi vaskularisasi tiroid.
Operasi dilakukan dengan tirodektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan
seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidektomi subtotal
lobus lain.1,7
Komplikasi jangka panjang tiroidektomi termasuk hipokalsemia dan paresis
pita suara (vocal cord) karena konsekuensi operasi yang mengenai nervus
laringeal rekuren.7 Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa resiko
terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas yang amat tinggi.1
Penatalaksaan tirotoksikosis berdasarkan penyebab:
Penyakit Graves
Pilihan pengobatan untuk penyakit Graves termasuk obat tionamid, yodium
radioaktif, atau operasi tiroid (tiroidektomi). -blocker (misalnya, propranolol
modified release 80 mg satu atau dua kali sehari) yang bermanfaat untuk mengontrol
32
gejala pada semua pasien dengan tirotoksikosis tetapi kontraindikasi pada pasien
dengan asma. Antikoagulan juga disarankan pada kebanyakan pasien dengan
tirotoksikosis yang memgalami atrium fibrilasi. Sebuah percobaan kontrol acak dari
obat-obat antitiroid, tiroidektomi, atau yodium radioaktif pada penyakit Graves tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kepuasan pasien dengan tiga pilihan
pengobatan tersebut. Setiap modalitas memiliki kelebihan dan kelemahan, serta
keinginan pasien merupakan faktor penentu.7
Nodul soliter toksik dan Struma multinodular toksik
Obat antitiroid tidak menyebabkan remisi jangka panjang dari tirotoksikosis pada
struma multinodular toksik atau nodul soliter toksik. Oleh karena itu yodium
radioaktif adalah terapi pilihan untuk kebanyakan pasien dengan kondisi ini. Jika
pengobatan dengan yodium radioaktif tidak memungkinkan, terapi alternatif lain
adalah pemberian karbimazol (atau metimazol) dosis kecil diberikan jangka panjang
atau tirodektomi.7
Tiroiditis
Tirotoksikosis akibat tiroiditis bersifat transien (sementara,) sering bekembang
melalui fase hipotiroidisme dan sembuh spontan. Obat antitiroid tidak efektif dan
harus dihindari. Terapi sering terbatas pada kontrol gejala dengan pemberian blocker. Pada tiroiditis subakut, OAINS dan glukokortikoid sistemik mungkin
diperlukan untuk mengontrol nyeri.7
Tirotoksikosis akibat induksi obat
Tirotoksikosis yang diinduksi amiodaron dapat terjadi akibat autoimun (tipe 1)
atau tiroiditis destruktif dengan pelepasan hormon tiroid (tipe 2), karena penggunaan
1 tablet amiodaron 200 mg mengeksresikan 150.000 g/yodium/24jam atau 100x
kebutuhan manusia. Efek pada tiroid disebabkan karena amiodaron dan metabolitnya
(desethylamiodarone) yang jauh lebih kuat, mampu mengakibatkan tiroiditis
dekstruktif. Bentuk umum yang sering terjadi di Inggris adalah tipe 2, dan percobaan
kontrol acak baru-baru ini menemukan bahwa pengobatan yang paling efektif untuk
keadaan ini adalah prednisolon sedangkan tipe 1 diobati dengan obat antitiroid.
33
34
dikemudian hari, maka keuntungan dari pengobatan definitif dini dari yodium
radioaktif atau operasi harus didiskusikan.7
Menyusui aman jika sedang menggunakan ketiga obat antitiroid tersebut, seperti
metimazol atau karbimazol dosis harian hingga 20 mg atau propiltiourasil 300 mg,
namun karena risiko hepatotoksik berat yang dihubungkan dengan propiltiourasil,
guideline saat ini merekomendasikan metimazol atau karbimazol sebagai obat
antitiroid pilihan untuk ibu menyusui.7
Penyakit Mata Tiroid
Yodium radioaktif harus dihindari pada oftalmopati Graves aktif. Obat antitiroid
pada regimen block-replace mungkin merupakan pengobatan yang optimal sampai
oftalmopati menjadi tidak aktif. Jika hal ini tidak memungkinkan maka tiroidektomi
total merupakan pilihan yang lebih baik. Pasien dengan oftalmopati mungkin
membutuhkan terapi spesifik dan harus dirujuk lebih awal pada pelayanan spesialis.7
Hipertiroidisme Subklinis
Hipertiroidisme subklinis ialah keadaan dimana kadar TSH rendah atau disupresi
dan hormon tiroid bebas normal. Hal ini terjadi pada 2-3% pasien di atas usia 80
tahun, sekitar 0,7% memiliki kelainan yang lebih penting dari supresi level serum
TSH menjadi <0,1 mIU/L. Penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa lebih dari
50% pasien dengan hipertiroidisme subklinis, dan terutama mereka dengan kadar
TSH yang rendah tetapi tidak disupresi (berkisar 0,1-0,4 mIU/L), memiliki kelainan
sementara. Level TSH yang rendah atau yang disupresi juga bisa disebabkan oleh
beberapa obat-obatan, termasuk opiat, levodopa, dosis anti inflamasi glukokortikoid,
metformin dan levothyroxine. Sebagai tambahan, kadar rendah TSH dan supresi TSH
persisten yang terjadi dapat sebagai petanda penyakit sistemik utama, seperti infeksi
kronis atau kanker. Meskipun studi epidemiologi menunjukkan bahwa kadar rendah
TSH dihubungkan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi, dan dalam beberapa
studi mortalitas vaskular, hanya beberapa pasien yang memiliki bukti penyakit tiroid
35
Disfungsi Kardiovaskuler
Takikardia 99-109
5
110-119
10
120-129
15
130-139
20
>140
25
5
10
15
20
25
36
>104,0
30
Efek pada susunan saraf pusat
Tidak ada
0
Ringan (agitasi)
10
Sedang (delirium, psikosis, letargi berat) 20
Berat (koma, kejang)
30
Disfungsi Gastrointestinal-Hepar
Tidak ada
0
Ringan (diare, nausea/muntah, nyeri perut) 10
Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)
20
Gagal jantung
Tidak ada
Ringan (edema kaki)
Sedang (ronki basah)
Berat (edema paru)
Fibrilasi atrium
Tidak ada
Ada
Riwayat pencetus
Negatif
Positif
Interpretasi:
Highly suggestive
Suggestive of impending storm
Unlikely
0
5
10
15
0
10
0
10
: > 45
: 25-44
: < 25
Secara umum diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl
dan cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, kalau perlu sedasi,
kompres es.
2.
37
BAB III
38
KESIMPULAN
Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat peningkatan
kadar hormon tiroid dalam darah. Tirotoksikosis digunakan untuk menandai temuan
klinis, fisiologi, dan biokimia yang dihasilkan saat jaringan terpajan dan memberikan
respon terhadap hormon berlebihan. Secara umum, penyakit ini dapat terjadi pada
berbagai usia, namun lebih banyak terjadi pada usia 40-50 tahun. Berdasarkan data
tahun 2000, dua persen wanita dan 0,2% laki-laki menderita penyakit ini di dunia.1,5,6
Penggolongan penyebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme amat
penting, disamping pembagian berdasarkan etiologi primer maupun sekunder.1,6
Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves
yaitu sekitar 70-75%, sisanya struma multinoduler toksik (morbus plummer) dan
adenoma toksik (adenoma Goetsch).1,7
Diagnosis dari tirotoksikosis didasarkan pada manifestasi klinis, pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis umumnya berupa tidak
tahan udara panas, hiperkinetik, cepat lelah, berat badan menurun, hiperdefekasi,
lapar, banyak makan, haus, muntah, disfagi, splenomegali, rasa lemah, abil, iritabel,
tremor halus, anxietas, rambut rontok, berkeringat, kulit basah, silky hair dan
onikolisis, eritema kulit, dispnea, hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung dan
sebagainya. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium untuk mengukur kadar hormon tiroid (T3 dan T4), TSH, dan TRH, USG
kelenjar tiroid, EKG dan bahkan FNAB.1,7
Tujuan pengobatan tirotoksikosis adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).1,7
Komplikasi tirotoksikosis yang amat membahayakan hingga dapat menyebabkan
kematian, meskipun jarang terjadi adalah krisis tiroid.1
DAFTAR PUSTAKA
39
Kedokteran EGC;2000.p.204-210.
40