I IDENTITAS
Nama Pasien
: Ny. I.R
Umur
: 19 Tahun
Alamat
: Geneng - Ngawi
Pekerjaan
Agama
: Islam
No RM
: 180219
II
ANAMNESIS
Diambil dari rekam medis pasien pada tanggal 5 desember 2014
Cerebrospinal
Kardiovaskular
Respirasi
Digesti
abdomen (+)
Urogenital
Integumentum
Muskuloskeletal
Riwayat DM ( - ) ; HT ( - )
6. Riwayat persalinan
----III
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi Badan
BMI
Vital Sign :
: tampak baik
: Compos Mentis
: 48 kg
: 150 cm
: 21,3 (Healthy Weight)
TD
: 132/82 mmHg
Suhu
: 36,4 C
Nadi
: 100 kali/menit
Respirasi
: 22 kali/menit
Kepala
Mata
Leher
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
11,4 10*9/L
4.0-10.0
LYM%
16,0%
20.0-40.0%
MID%
5,6%
3,0-9,0%
LYM#
1,8 10*9/L
0.8-4.0
GRAN#
8,7 10*9/L
2.0-7.0
RBC
3,89 10*12/L
3.50-5.50
HGB
11,2 g/dL
11.0-16.0
HCT
23,9 %
37.0-50.0
MCV
85,2 fL
82.0-95.0
MCH
26,8 pg
27.0-31.0
MCHC
324 g/L
320-360
RDW_CV
14,6%
11.5-14.5
RDW_SD
51,3 fL
35.0-56.0
PLT
322
100-300
10*9/L
MPV
7.0-11.0
8,6 fL
PDW
15.0-17.0
15,5
PCT
0.108-0.282
0,365 %
Pemeriksaan Hematologi
Waktu Perdarahan (BT) : 1 menit 30 detik (1-3 menit)
:A
Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na)
:-
Kalium (K)
:-
Klorida
:-
Serologi
HBSAg (-)
IV
DIAGNOSIS
G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I fase aktif + oligohidramnion + OD gagal
I.
LAPORAN ANESTESI
Pasien Perempuan usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I
fase aktif + oligohidramnion + OD gagal.
ASA IE BB: 48 kg TB:155cm
TD: 132/82 mmHg
N: 100 x/menit
RR:22x/menit
Anamnesis
Asma (-), alergi (-), HT(-), DM(-), gigi palsu (-), puasa (-)
MMT : 09.00
Konsul ke dokter Spesialis Anestesi General Anestesi
Teknik
: semi closed inhalasi dengan ET No. 7.0
Tindakan Operasi : Sectio Caesar + IUD
Premedikasi
: Infus RL
Induksi
: Ketamin (100 mg)
Pelumpuh otot : Roculax (20 mg)
Maintenance
: O2 : N2O = 2 L : 2L; Isoflurane 20cc
Antifibrinolitik : asam tranexamat inj
Analgetik
: fentanyl 100 mg
Monitoring
kedalaman anestesi,
cairan, perdarahan.
Pasien Ny. I usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I fase
aktif + oligohidramnion + OD gagal diantar ke ruang operasi untuk menjalani operasi Sectio
Caesarea + IUD pada tanggal 5 desember 2014 dengan menggunakan General Anestesi, ASA IE.
Operasi dilaksanakan pukul 14.00 - 15.05 dan lama operasi 65 menit. Anastesi yang digunakan
adalah ketamin dan roculax, tambahan obat antifibrinolitik asam traneksamat, analgetik
paracetamol infus dengan maintenance O2, N2O, dan Isoflurane.
Pasien masuk ruang operasi pukul 13.25, kemudian dilakukan pemasangan alat-alat
monitoring seperti tensimeter dan pulse oxymetri yang berguna untuk memantau keadaan
pasien selama anestesi. Pada pasien ini sudah terpasang I.V line.
Keadaan umum pasien sebelum operasi adalah:
- TD
: 132/82 mmHg
- Nadi
: 100x/menit
- Suhu
: afebris
- SpO2
: 98%
Sebelum pemberian induksi anestesi, pasien diberikan O2 8 Lpm selama 2 menit sebelum
dimulainya pemasukan obat-obat anestesi dan tindakan anastesi. Kemudian pukul 13.55
dimasukkan induksi anestesi berupa ketamin 100mg diikuti dengan injeksi Roculax 20mg
sebagai muscle relaxant. Setelah pemberian induksi anestesi, dilakukan pengecekan refleks bulu
mata dan rangsang nyeri untuk memastikan pasien sudah tertidur. Setelah pasien dipastikan
tertidur, operasi dimulai pukul 14.00 dan dilakukan pemantauan keadaan pasien meliputi vital
sign, cairan dan perdarahan tiap 5 menit.
Setelah pemberian induksi anestesi, pasien diberikan oksigen menggunakan masker
sebanyak 8 lpm dan dibantu dengan bagging selama 2 menit. Setelah itu dilakukan intubasi
dengan ET No. 7.0 kemudian itu dilakukan pengecekan pada kedua lapang paru untuk
memastikan ET telah masuk dengan pasti ke dalam paru dan posisinya simetris. ET kemudian
dihubungkan dengan mesin ventilator dan diatur volume tidal menjadi 500cc. Ditambahkan
dengan gas isoflurane 1% dan gas N2O. Obat-obatan lain yang diberikan antara lain injeksi
Induxin 2 dan injeksi asam traneksamat 500 mg I.V.
Pukul 14.55 pemberian isoflurane dihentikan dan pada pasien diberikan bantuan nafas
secara manual sampai pasien dapat bernafas secara spontan. Pukul 15.05 operasi selesai,
dilakukan suction pada orofaring dan tindakan ekstubasi.
Selama operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan tekanan darah yang
berarti:
PEMBAHASAN ANASTESI
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre
operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan terhadap
pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya kelainan
diluar kelainan yang akan dioperasi, menentukan jenis operasi yang akan di gunakan, melihat
kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat hipertensi, asma, alergi, atau
decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter
anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien. Kunjungan pre
operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan salah operasi.
Evaluasi pre operasi meliputi history taking, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi status fisik
pasien berdasarkan skala ASA. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan tingkat
mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari banyak faktor yang
berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak mengherankan apabila hubungan ini
tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan
manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.
Adapun klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA) adalah :
ASA I :
ASA II :
ASA III:
ASA IV:
ASA V:
Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa
Operasi
ASA VI:`
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E
(misalnya ASA IE atau ASA IIE).
Pasien Ny. I dengan usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala
I fase aktif + oligohidramnion + OD gagal menjalani Sectio Caesarea + IUD. Dari hasil
anamnesis, pada pasien tidak terdapat alergi, asma, hipertensi dan diabetes mellitus sehingga
pasien termasuk dalam klasifikasi ASA IE, yaitu pasien normal, sehat fisik dan mental, dan juga
karena pasien masuk tindakan emergency maka diberikan E. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium semua dalam batas normal. Berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter spesialis
anastesi, pada pasien ini akan dilakukan tindakan anastesi umum (general anestesi) dengan
metode semi-closed intubation menggunakan pipa endotrakeal nomor 7.0 Pipa endotrakeal (ET)
digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan napas.
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit pada seluruh tubuh
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Pada anestesi
umum, yang terpengaruh adalah saraf pusat. Kedalaman anastesi harus dimonitor secara terus
menerus oleh pemberi anastesi agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita,
tetapi harus cukup adekuat untuk dilakukan operasi. Guedel membagi kedalaman anastesi
menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot
dan refleks pada penderita.
a
Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi). Stadium ini berlangsung mulai induksi
anestesi hingga hilangnya kesadaran. Rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga
hanya dapat dilakukan pembedahan kecil. Akhir stadium ini ditandai dengan hilangnya
dibagi 4 plana:
o Plana 1 : ventilasi teratur, sifatnya thoraco abdominal, anak mata terfiksasi,
kadang-kadang eksentrik, pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi
meningkat, reflek faring dan muntah negatif, tonus otot mulai menurun.
o Plana 2 : ventilasi teratur, sifatnya abdominothoracal, volume tidal menurun,
frekuensi napas meningkat, anak mata terfiksasi di tengah, pupil mulai
midriasis, refleks cahaya mulai menurun dan refleks kornea negatif.
o Plana 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf
interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar, anak mata sentral, refleks
laring dan peritoneum negatif, tonus otot makin menurun.
o Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat). Hal tersebut
karena otot diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir plana 4.
tonus otot sangat menurun, pupil midriasis dan refleks sfingter ani dan
kelenjar air mata negatif.
Stadium IV (stadium paralisis atau stadium kelebihan obat). Yaitu mulai henti napas
(paralisis diafragma) hingga henti jantung.
Pemberian anastesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita
tertidur. Induksi yang diberikan pada pasien ini adalah ketamin 100 mg. Ketamin merupakan
derivat penyclidin dengan rumus kimia 2-0-clhoropedryl-2-metylamino cyclohexanon HCL.
Mempunyai sifat analgesik yang kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang
disertai penerimaan kesadaran lingkungan yang salah (anestesia disosiasi). Ketamin
meningkatkan aliran darah ke ke otak, konsumsi oksigen ke otak dan tekanan intrakranial, karena
itu berbahaya memberikan ketamin pada pasien dengan peningkatan TIK. Tekanan darah akan
naik baik sistolik maupun diastolik. Kenaikan rata-rata antar 20-25% dari tekanan darah semula
mencapai maksimum beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit
kemudian. Denyut jantung juga akan meningkat. Efek ini disebabkan adanya aktivitas saraf
simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian
premedikasi opiat. Aritmia jarang terjadi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat
antagonis terhadap efek konstriksi bronkus oleh histamin. Baik untuk penderita-penderita asma
dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anestesi umum yang masih ringan.
Setelah medapatkan dosis anestesi secara intravena, 10-60 detik kemudian pasien
menjadi tidak sadar. Refleks bulumata, kornea dan laringeal agak terdepresi. Tonus otot
meningkat, sering terjadi gerakan involunter dan kadang-kadang bersuara, meskipun pasien
mengalami amnesia. Dosis ketamin inravena adalah 1-4mg/kg BB dengan dosis rata-rata 2
mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan pasien (48 kg) maka dosis ketamin yang diperlukan pada
pasien ini adalah 48-192 mg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian ketamin pada pasien ini
sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan.
Intubasi
Sebelum diintubasi diberikan berupa obat dengan nama dagang roculax dengan sediaan 5
mL yang berisi rocuronium bromide 10 mg/mL. Pemberian rocuronium sebagai pelemas otot
untuk mempermudah pemasangan endotracheal tube. Dosis yang diberikan pada pasien 20 mg.
Teknik anestesi yang dianjurkan adalah menggunakan pipa endotrakeal, karena dengan ini
saturasi oksigen bisa ditingkatkan, jalan napas terjaga bebas, dosis obat anestesi dapat dikontrol
dengan mudah. Intubasi endotrakea dilakukan dalam anestesi inhalasi yang dalam atau dibantu
dengan pelemas otot non depolarisasi kerja pendek. Roculax adalah obat golongan muscle
relaxant yang terkomposisi dari recuronium bromide yang merupakan nondepolarisasi
aminosteroid. Dosis yang digunakan adalah 0,6-1,2 mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan
pasien (48 kg) maka dosis roculax yang diperlukan pada pasien ini adalah 28.8-57.6 mg,
sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian roculax pada pasien ini kurang dari dosisyang
seharusnya diberikan.
Maintenance
Pasien ini menggunakan campuran O2 dan N2O dengan besaran masing-masing 2 lpm,
diikuti dengan pemberian isoflurane 10 cc. Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa anestesi
yang ideal akan bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan kesadaran dengan segera setelah
pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan yang cukup besar dan efek samping
minimal.
Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk pemeliharaan
anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi mempunyai manfaat yang yang
tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat
dengan mengubah konsentrasi gas anestesi.
Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida merupakan agen analgetik kuat, dengan efek anestesi lemah. Karena itu,
sangat sulit memperoleh anestesi yang mulus jika hanya mengandalkan obat ini secara tunggal.
Nitrogen oksida cenderung mengisi bagian tubuh yang berongga karena difusi ke ruang berongga
lebih cepat dibanding pengeluarannya dari rongga ke sirkulasi, sehingga pada anestesi dengan
nitrogen oksida :
Memperberat pneumotoraks.
Emboli udara dalam sirkulasi darah akan membesar dan akan mempengaruhi
sirkulasi.
Hipoksemia difusa, karena terjadi difusi jaringan dan rongga tubuh ke sirkulasi
meskipun pemberian nitrogen oksida sudah dihentikan. Untuk itu diperlukan
oksigenasi 100 % selama 5 10 menit.
Isoflurane
Isoflurane adalah obat anestesi isomer dari enfluran. MAC isoflurane untuk usia 20-30
tahun adalah 1,28, untuk usia 30-55 tahun adalah 1,15, sementara usia di atas 55 tahun adalah
1,05. Nitrogen oksida menurunkan MAC isofluran. Pemeliharaan anestesi dengan kombinasi
nitrogen oksida dan oksigen membutuhkan isoflurane 1 2,5 %. Apabila hanya menggunakan
oksigen, diperlukan isoflurane 1,5 3 %. Pada pasien ini, diberikan isoflurane 1,2 %, sehingga
menurut literatur cukup untuk pemeliharaan anestesi dengan kombinasi nitrogen oksida dan
oksigen. Pada pasien yang mendapat anestesi isoflurane kurang dari 1 jam, akan sadar kembali
dalam 7 menit setelah obat dihentikan. Sementara pasien yang mendapat isoflurane lebih dari 1
jam, akan sadar kembali dalam 11 menit setelah obat dihentikan.
Selain dapat digunakan sebagai pemeliharaan, isoflurane juga dapat dijadikan obat
induksi inhalasi. Dengan isoflurane 5 %, setelah 40 detik pasien akan tertidur dengan
premedikasi fentanil 5g/kgBB. Namun karena baunya yang tajam membuat induksi dengan
isoflurane menjadi kurang nyaman. Stadium operasi akan tercapai dalam waktu 7 menit setelah
induksi inhalasi menggunakan isoflurane.
Pasien juga diberi injeksi Induxin I.V sebanyak 20 IU, injeksi Asam Traneksamat 500 mg
I.V. Induxin dimasukkan setelah bayi dilahirkan untuk merangsang kontraksi uterus agar proses
persalinan berjalan lebih cepat untuk kepentingan ibu dan fetus dan membantu menghasilkan
kontraksi uterus pada kala III persalinan sehingga dapat mengontrol perdarahan postpartum.
Dosis awal 1-4 mU/menit dan dapat dinaikkan 1-2 mU/menit dalam interval minimal 20 menit.
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil yang menjadi kompetitif inhibitor dari activator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,
fibrin dan faktor pembekuan darah lainnya, oleh karena itu asam traneksamat dapat membantu
mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis. Dosis yang dianjurkan 0.5 1 gram atau 10mg/kgBB
yang diberikan 2-3 kali sehari secara IV lambat. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
gangguan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare serta hipotensi.
Fentanyl merupakan analgetik kuat yang bekerja pada reseptor opioid. Merupakan
golongan obat yang digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri,. Obat ini sering
digunakan sebagai premedikasi operasi yang digunakan dalam anastesi. Mekanisme kerjanya
sebagai suatu opioid di neuron presinaptik dan postsinaptik SSP (terutama batang otak dan
spinal cord) serta diluar SSP (jaringan peripheral) yang akan diaktivasi dan berikatan pada
neuron aferen primer oleh ligan reseptor peptida endogen, yang akan menimbulkan efek aktivasi
utama untuk menurunkan neurotransmisi sebagai sistem modulasi nyeri (antinociceptive) .Efek
samping yang bisa saja terjadi yaitu depresi pernapasan, rigiditas oto, dan bradikardi ringan.
Dosis yang dianjurkan adalah 1-3 g/kgBB dengan kemasan per injeksi 50 g/ml. Berdasarkan
BB badan pasien (48kg), maka dosis yang dibutuhkan adalah 48-144g, hal ini sudah sesuai
dengan pemberian 2 ampul fentalyn pada pasien tersebut.
Pada pasien ini perlu dinilai keseimbangan cairan. Keseimbangan cairan dapat dinilai dari
input dan output cairan baik melalui produksi urin ataupun perdarahan dan intake cairan.Karena
kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang
umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer laktat.
Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung
untuk menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang
paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling
fisiologis ketika volume besar diperlukan.Pada pasien, cairan yang masuk adalah 1000 cc dengan
perdarahan 300 cc dan urin output 200cc. Operasi berlangsung selama 65 menit. Diberikan
cairan lewat kanula vena pada tangan kanan berupa cairan kristaloid ( RL ) sebanyak 1000 mL.
Perhitungan cairan yang diberikan pada kasus ini adalah (BB=48 kg), puasa 5 jam, jumlah
perdarahan (JP) 300 cc:
Maintenance (M)
Stress Operasi (SO)
Pengganti puasa (PP)
EBV
UBL
= 2 cc/kgBB/jam
= 6 cc/kgBB/jam
= M x jam puasa
= 70 cc/kgBB
= EBV x 20%
= 2 x 48
= 6 x 48
= 150 x 5
= 70 x 48
= 3360 x 20%
= 96 cc
= 288cc
= 750cc
= 3360cc
= 672 cc
Kebutuhan cairan
M + SO + PP + 3 (JP) = 96 + 288 + 375 + 900 = 1659cc
Cairan yang masuk: 1000 cc
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa pemberian cairan selama proses
operasi masih kurang 659 cc, dapat diberikan pada saat pasien berada di ruang recovery.
Pada pasien dengan general anastesi, setelah masuk ke ruang recovery room sebelum
harus dilihat dahulu Aldrette Scorenya, dimana jika Aldrette Score 8 pasien di pindah ke
ruangan.
Modifikasi Aldrete Score
Kesadaran
Sadar penuh
Bangun bila dipanggil
Tidak ada respon
2
1
0
Respirasi
2
1
0
2
1
0
Aktivitas
4 ekstremitas
2 ekstremitas
Tidak bergerak
2
1
0
Saturasi Oksigen
2
1
0
MANAJEMEN KASUS
General Anastesi Sectio Caesarea
Disusun Oleh :
Nama
: Yuniar Novitasari
Nim
: 09711079