Anda di halaman 1dari 15

KASUS GENERAL ANASTESI SECTIO CAESAREA

I IDENTITAS
Nama Pasien

: Ny. I.R

Umur

: 19 Tahun

Alamat

: Geneng - Ngawi

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

No RM

: 180219

II

ANAMNESIS
Diambil dari rekam medis pasien pada tanggal 5 desember 2014

1. Keluhan Utama: perut kenceng-kenceng


2. Riwayat penyakit sekarang:
Tanggal 3 desember 2014 pukul 11.30 pasien datang ke ponek RS dengan keluhan perut
terasa kenceng-kenceng dan gerakan janin dalam perut lebih sering, keluhan dirasakan sejak pagi
sebelum MRS. Keluhan keluar cairan ketuban ataupun darah disangkal pasien.
3. Anamnesis Sistem

Cerebrospinal
Kardiovaskular
Respirasi
Digesti

: Nyeri kepala ( - ), demam ( - )


: Berdebar-debar ( - ), nyeri dada ( -)
: Sesak nafas ketika tidur ( - ), batuk ( - ), pilek ( - )
: Mual ( - ), muntah ( - ), nyeri BAB (-), BAB Normal (+), nyeri

abdomen (+)
Urogenital
Integumentum
Muskuloskeletal

: BAK normal (+)


: Edem ( - ), kemerahan pada kulit ( - ), gatal ( - )
: Nyeri pinggang ( +)

4. Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat HT ( - ), DM ( - ), Asma ( - ), alergi (-)

5. Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat DM ( - ) ; HT ( - )

Tidak ada riwayat alergi

6. Riwayat persalinan
----III

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi Badan
BMI
Vital Sign :

: tampak baik
: Compos Mentis
: 48 kg
: 150 cm
: 21,3 (Healthy Weight)

TD

: 132/82 mmHg

Suhu

: 36,4 C

Nadi

: 100 kali/menit

Respirasi

: 22 kali/menit

Kepala
Mata
Leher

: bentuk kepala normal, bulat


: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: simetris, massa (-), deviasi trakea (-), nyeri tekan (-), tiroid tidak teraba
membesar
Thorak
: dada simetris, retraksi (-)
Jantung
: S1, S2 tunggal reguler
Pulmo
: vesikuler +/+, rh -/-, wh -/Abdomen : perut membesar, bekas operasi/scar (-), stria gravidarum (-)
Ekstremitas : edema tungkai -/-, akral teraba dingin -/-

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap tanggal 3-12- 2014


WBC

11,4 10*9/L

4.0-10.0

LYM%

16,0%

20.0-40.0%

MID%

5,6%

3,0-9,0%

LYM#

1,8 10*9/L

0.8-4.0

GRAN#

8,7 10*9/L

2.0-7.0

RBC

3,89 10*12/L

3.50-5.50

HGB

11,2 g/dL

11.0-16.0

HCT

23,9 %

37.0-50.0

MCV

85,2 fL

82.0-95.0

MCH

26,8 pg

27.0-31.0

MCHC

324 g/L

320-360

RDW_CV

14,6%

11.5-14.5

RDW_SD

51,3 fL

35.0-56.0

PLT

322

100-300

10*9/L
MPV

7.0-11.0
8,6 fL

PDW

15.0-17.0
15,5

PCT

0.108-0.282
0,365 %

Pemeriksaan gula darah


Gula Darah Sewaktu = 61 mg/dl

Pemeriksaan Hematologi
Waktu Perdarahan (BT) : 1 menit 30 detik (1-3 menit)

Waktu Pembekuan (CT) : 7 menit 30 detik ( 1-15 menit)


Golongan darah

:A

Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na)

:-

Kalium (K)

:-

Klorida

:-

Serologi
HBSAg (-)
IV

DIAGNOSIS
G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I fase aktif + oligohidramnion + OD gagal

I.

LAPORAN ANESTESI
Pasien Perempuan usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I
fase aktif + oligohidramnion + OD gagal.
ASA IE BB: 48 kg TB:155cm
TD: 132/82 mmHg

N: 100 x/menit

RR:22x/menit

Anamnesis
Asma (-), alergi (-), HT(-), DM(-), gigi palsu (-), puasa (-)
MMT : 09.00
Konsul ke dokter Spesialis Anestesi General Anestesi
Teknik
: semi closed inhalasi dengan ET No. 7.0
Tindakan Operasi : Sectio Caesar + IUD
Premedikasi
: Infus RL
Induksi
: Ketamin (100 mg)
Pelumpuh otot : Roculax (20 mg)
Maintenance
: O2 : N2O = 2 L : 2L; Isoflurane 20cc
Antifibrinolitik : asam tranexamat inj
Analgetik
: fentanyl 100 mg

Monitoring

: Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,

kedalaman anestesi,
cairan, perdarahan.
Pasien Ny. I usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala I fase
aktif + oligohidramnion + OD gagal diantar ke ruang operasi untuk menjalani operasi Sectio
Caesarea + IUD pada tanggal 5 desember 2014 dengan menggunakan General Anestesi, ASA IE.
Operasi dilaksanakan pukul 14.00 - 15.05 dan lama operasi 65 menit. Anastesi yang digunakan
adalah ketamin dan roculax, tambahan obat antifibrinolitik asam traneksamat, analgetik
paracetamol infus dengan maintenance O2, N2O, dan Isoflurane.
Pasien masuk ruang operasi pukul 13.25, kemudian dilakukan pemasangan alat-alat
monitoring seperti tensimeter dan pulse oxymetri yang berguna untuk memantau keadaan

pasien selama anestesi. Pada pasien ini sudah terpasang I.V line.
Keadaan umum pasien sebelum operasi adalah:
- TD
: 132/82 mmHg
- Nadi
: 100x/menit
- Suhu
: afebris
- SpO2
: 98%
Sebelum pemberian induksi anestesi, pasien diberikan O2 8 Lpm selama 2 menit sebelum

dimulainya pemasukan obat-obat anestesi dan tindakan anastesi. Kemudian pukul 13.55
dimasukkan induksi anestesi berupa ketamin 100mg diikuti dengan injeksi Roculax 20mg
sebagai muscle relaxant. Setelah pemberian induksi anestesi, dilakukan pengecekan refleks bulu
mata dan rangsang nyeri untuk memastikan pasien sudah tertidur. Setelah pasien dipastikan
tertidur, operasi dimulai pukul 14.00 dan dilakukan pemantauan keadaan pasien meliputi vital
sign, cairan dan perdarahan tiap 5 menit.
Setelah pemberian induksi anestesi, pasien diberikan oksigen menggunakan masker
sebanyak 8 lpm dan dibantu dengan bagging selama 2 menit. Setelah itu dilakukan intubasi
dengan ET No. 7.0 kemudian itu dilakukan pengecekan pada kedua lapang paru untuk
memastikan ET telah masuk dengan pasti ke dalam paru dan posisinya simetris. ET kemudian
dihubungkan dengan mesin ventilator dan diatur volume tidal menjadi 500cc. Ditambahkan
dengan gas isoflurane 1% dan gas N2O. Obat-obatan lain yang diberikan antara lain injeksi
Induxin 2 dan injeksi asam traneksamat 500 mg I.V.

Pukul 14.55 pemberian isoflurane dihentikan dan pada pasien diberikan bantuan nafas
secara manual sampai pasien dapat bernafas secara spontan. Pukul 15.05 operasi selesai,
dilakukan suction pada orofaring dan tindakan ekstubasi.
Selama operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan tekanan darah yang
berarti:

Cairan RL yang masuk selama operasi 1000 cc

Perdarahan selama operasi : +/- 300 cc

Operasi berlangsung 65 menit

Urin outpute : 200cc

Perawatan Post operasi :


o Post OP rawat di RR
o Beri O2 masker 6-8 Lpm lewat masker
o Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan sadar penuh
o Sadar penuh, bila mual (-), muntah (-), bising usus (+) coba untuk minum sedikitsedikit.

PEMBAHASAN ANASTESI
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre
operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan terhadap
pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya kelainan
diluar kelainan yang akan dioperasi, menentukan jenis operasi yang akan di gunakan, melihat
kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat hipertensi, asma, alergi, atau
decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter
anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien. Kunjungan pre
operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan salah operasi.

Evaluasi pre operasi meliputi history taking, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi status fisik
pasien berdasarkan skala ASA. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan tingkat
mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari banyak faktor yang
berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak mengherankan apabila hubungan ini
tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan
manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.
Adapun klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA) adalah :
ASA I :

Pasien normal dan sehat fisik dan mental

ASA II :

Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan


fungsional

ASA III:

Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan


keterbatasan fungsi

ASA IV:

Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan


menyebabkan ketidakmampuan fungsi

ASA V:

Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa
Operasi

ASA VI:`

Pasien mati otak yang organ tubuhnyadapat diambil.

Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E
(misalnya ASA IE atau ASA IIE).
Pasien Ny. I dengan usia 19 tahun dengan G1P0A0 + uk.36 minggu 1hari + inpartu kala
I fase aktif + oligohidramnion + OD gagal menjalani Sectio Caesarea + IUD. Dari hasil
anamnesis, pada pasien tidak terdapat alergi, asma, hipertensi dan diabetes mellitus sehingga
pasien termasuk dalam klasifikasi ASA IE, yaitu pasien normal, sehat fisik dan mental, dan juga
karena pasien masuk tindakan emergency maka diberikan E. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium semua dalam batas normal. Berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter spesialis

anastesi, pada pasien ini akan dilakukan tindakan anastesi umum (general anestesi) dengan
metode semi-closed intubation menggunakan pipa endotrakeal nomor 7.0 Pipa endotrakeal (ET)
digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan napas.
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit pada seluruh tubuh
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Pada anestesi
umum, yang terpengaruh adalah saraf pusat. Kedalaman anastesi harus dimonitor secara terus
menerus oleh pemberi anastesi agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita,
tetapi harus cukup adekuat untuk dilakukan operasi. Guedel membagi kedalaman anastesi
menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot
dan refleks pada penderita.
a

Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi). Stadium ini berlangsung mulai induksi
anestesi hingga hilangnya kesadaran. Rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga
hanya dapat dilakukan pembedahan kecil. Akhir stadium ini ditandai dengan hilangnya

refleks bulu mata.


Stadium II (stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium). Dimulai darihilangnya
kesadaran dan hilangnya refleks bulumata sampai ventilasi kembali teratur. Terdapat
depresiganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol ataureaksi berlebihan

terhadap berbagai rangsangan.


Stadium III (stadium pembedahan). Mulai dari respirasi teratur sampai apnea. Stadium ini

dibagi 4 plana:
o Plana 1 : ventilasi teratur, sifatnya thoraco abdominal, anak mata terfiksasi,
kadang-kadang eksentrik, pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi
meningkat, reflek faring dan muntah negatif, tonus otot mulai menurun.
o Plana 2 : ventilasi teratur, sifatnya abdominothoracal, volume tidal menurun,
frekuensi napas meningkat, anak mata terfiksasi di tengah, pupil mulai
midriasis, refleks cahaya mulai menurun dan refleks kornea negatif.
o Plana 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf
interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar, anak mata sentral, refleks
laring dan peritoneum negatif, tonus otot makin menurun.
o Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat). Hal tersebut
karena otot diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir plana 4.
tonus otot sangat menurun, pupil midriasis dan refleks sfingter ani dan
kelenjar air mata negatif.
Stadium IV (stadium paralisis atau stadium kelebihan obat). Yaitu mulai henti napas
(paralisis diafragma) hingga henti jantung.

Pemberian anastesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita
tertidur. Induksi yang diberikan pada pasien ini adalah ketamin 100 mg. Ketamin merupakan
derivat penyclidin dengan rumus kimia 2-0-clhoropedryl-2-metylamino cyclohexanon HCL.
Mempunyai sifat analgesik yang kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang
disertai penerimaan kesadaran lingkungan yang salah (anestesia disosiasi). Ketamin
meningkatkan aliran darah ke ke otak, konsumsi oksigen ke otak dan tekanan intrakranial, karena
itu berbahaya memberikan ketamin pada pasien dengan peningkatan TIK. Tekanan darah akan
naik baik sistolik maupun diastolik. Kenaikan rata-rata antar 20-25% dari tekanan darah semula
mencapai maksimum beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit
kemudian. Denyut jantung juga akan meningkat. Efek ini disebabkan adanya aktivitas saraf
simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian
premedikasi opiat. Aritmia jarang terjadi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat
antagonis terhadap efek konstriksi bronkus oleh histamin. Baik untuk penderita-penderita asma
dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anestesi umum yang masih ringan.
Setelah medapatkan dosis anestesi secara intravena, 10-60 detik kemudian pasien
menjadi tidak sadar. Refleks bulumata, kornea dan laringeal agak terdepresi. Tonus otot
meningkat, sering terjadi gerakan involunter dan kadang-kadang bersuara, meskipun pasien
mengalami amnesia. Dosis ketamin inravena adalah 1-4mg/kg BB dengan dosis rata-rata 2
mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan pasien (48 kg) maka dosis ketamin yang diperlukan pada
pasien ini adalah 48-192 mg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian ketamin pada pasien ini
sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan.
Intubasi
Sebelum diintubasi diberikan berupa obat dengan nama dagang roculax dengan sediaan 5
mL yang berisi rocuronium bromide 10 mg/mL. Pemberian rocuronium sebagai pelemas otot
untuk mempermudah pemasangan endotracheal tube. Dosis yang diberikan pada pasien 20 mg.
Teknik anestesi yang dianjurkan adalah menggunakan pipa endotrakeal, karena dengan ini
saturasi oksigen bisa ditingkatkan, jalan napas terjaga bebas, dosis obat anestesi dapat dikontrol
dengan mudah. Intubasi endotrakea dilakukan dalam anestesi inhalasi yang dalam atau dibantu
dengan pelemas otot non depolarisasi kerja pendek. Roculax adalah obat golongan muscle
relaxant yang terkomposisi dari recuronium bromide yang merupakan nondepolarisasi

aminosteroid. Dosis yang digunakan adalah 0,6-1,2 mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan
pasien (48 kg) maka dosis roculax yang diperlukan pada pasien ini adalah 28.8-57.6 mg,
sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian roculax pada pasien ini kurang dari dosisyang
seharusnya diberikan.
Maintenance
Pasien ini menggunakan campuran O2 dan N2O dengan besaran masing-masing 2 lpm,
diikuti dengan pemberian isoflurane 10 cc. Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa anestesi
yang ideal akan bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan kesadaran dengan segera setelah
pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan yang cukup besar dan efek samping
minimal.
Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk pemeliharaan
anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi mempunyai manfaat yang yang
tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat
dengan mengubah konsentrasi gas anestesi.

Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida merupakan agen analgetik kuat, dengan efek anestesi lemah. Karena itu,
sangat sulit memperoleh anestesi yang mulus jika hanya mengandalkan obat ini secara tunggal.
Nitrogen oksida cenderung mengisi bagian tubuh yang berongga karena difusi ke ruang berongga
lebih cepat dibanding pengeluarannya dari rongga ke sirkulasi, sehingga pada anestesi dengan
nitrogen oksida :

Memperberat pneumotoraks.

Mengisi rongga usus.

Mengisi rongga sinus paranasalis dan ruang telinga tengah.

Emboli udara dalam sirkulasi darah akan membesar dan akan mempengaruhi
sirkulasi.

Berdifusi ke dalam kaf ETT, sehingga meningkatkan tekanan dalam kaf.

Hipoksemia difusa, karena terjadi difusi jaringan dan rongga tubuh ke sirkulasi
meskipun pemberian nitrogen oksida sudah dihentikan. Untuk itu diperlukan
oksigenasi 100 % selama 5 10 menit.

Isoflurane
Isoflurane adalah obat anestesi isomer dari enfluran. MAC isoflurane untuk usia 20-30
tahun adalah 1,28, untuk usia 30-55 tahun adalah 1,15, sementara usia di atas 55 tahun adalah
1,05. Nitrogen oksida menurunkan MAC isofluran. Pemeliharaan anestesi dengan kombinasi
nitrogen oksida dan oksigen membutuhkan isoflurane 1 2,5 %. Apabila hanya menggunakan
oksigen, diperlukan isoflurane 1,5 3 %. Pada pasien ini, diberikan isoflurane 1,2 %, sehingga
menurut literatur cukup untuk pemeliharaan anestesi dengan kombinasi nitrogen oksida dan
oksigen. Pada pasien yang mendapat anestesi isoflurane kurang dari 1 jam, akan sadar kembali
dalam 7 menit setelah obat dihentikan. Sementara pasien yang mendapat isoflurane lebih dari 1
jam, akan sadar kembali dalam 11 menit setelah obat dihentikan.
Selain dapat digunakan sebagai pemeliharaan, isoflurane juga dapat dijadikan obat
induksi inhalasi. Dengan isoflurane 5 %, setelah 40 detik pasien akan tertidur dengan
premedikasi fentanil 5g/kgBB. Namun karena baunya yang tajam membuat induksi dengan
isoflurane menjadi kurang nyaman. Stadium operasi akan tercapai dalam waktu 7 menit setelah
induksi inhalasi menggunakan isoflurane.
Pasien juga diberi injeksi Induxin I.V sebanyak 20 IU, injeksi Asam Traneksamat 500 mg
I.V. Induxin dimasukkan setelah bayi dilahirkan untuk merangsang kontraksi uterus agar proses
persalinan berjalan lebih cepat untuk kepentingan ibu dan fetus dan membantu menghasilkan
kontraksi uterus pada kala III persalinan sehingga dapat mengontrol perdarahan postpartum.
Dosis awal 1-4 mU/menit dan dapat dinaikkan 1-2 mU/menit dalam interval minimal 20 menit.
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil yang menjadi kompetitif inhibitor dari activator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,
fibrin dan faktor pembekuan darah lainnya, oleh karena itu asam traneksamat dapat membantu
mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis. Dosis yang dianjurkan 0.5 1 gram atau 10mg/kgBB

yang diberikan 2-3 kali sehari secara IV lambat. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
gangguan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare serta hipotensi.
Fentanyl merupakan analgetik kuat yang bekerja pada reseptor opioid. Merupakan
golongan obat yang digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri,. Obat ini sering
digunakan sebagai premedikasi operasi yang digunakan dalam anastesi. Mekanisme kerjanya
sebagai suatu opioid di neuron presinaptik dan postsinaptik SSP (terutama batang otak dan
spinal cord) serta diluar SSP (jaringan peripheral) yang akan diaktivasi dan berikatan pada
neuron aferen primer oleh ligan reseptor peptida endogen, yang akan menimbulkan efek aktivasi
utama untuk menurunkan neurotransmisi sebagai sistem modulasi nyeri (antinociceptive) .Efek
samping yang bisa saja terjadi yaitu depresi pernapasan, rigiditas oto, dan bradikardi ringan.
Dosis yang dianjurkan adalah 1-3 g/kgBB dengan kemasan per injeksi 50 g/ml. Berdasarkan
BB badan pasien (48kg), maka dosis yang dibutuhkan adalah 48-144g, hal ini sudah sesuai
dengan pemberian 2 ampul fentalyn pada pasien tersebut.
Pada pasien ini perlu dinilai keseimbangan cairan. Keseimbangan cairan dapat dinilai dari
input dan output cairan baik melalui produksi urin ataupun perdarahan dan intake cairan.Karena
kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang
umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer laktat.
Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung
untuk menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang
paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling
fisiologis ketika volume besar diperlukan.Pada pasien, cairan yang masuk adalah 1000 cc dengan
perdarahan 300 cc dan urin output 200cc. Operasi berlangsung selama 65 menit. Diberikan
cairan lewat kanula vena pada tangan kanan berupa cairan kristaloid ( RL ) sebanyak 1000 mL.
Perhitungan cairan yang diberikan pada kasus ini adalah (BB=48 kg), puasa 5 jam, jumlah
perdarahan (JP) 300 cc:

Maintenance (M)
Stress Operasi (SO)
Pengganti puasa (PP)
EBV
UBL

= 2 cc/kgBB/jam
= 6 cc/kgBB/jam
= M x jam puasa
= 70 cc/kgBB
= EBV x 20%

= 2 x 48
= 6 x 48
= 150 x 5
= 70 x 48
= 3360 x 20%

= 96 cc
= 288cc
= 750cc
= 3360cc
= 672 cc

Kebutuhan cairan
M + SO + PP + 3 (JP) = 96 + 288 + 375 + 900 = 1659cc
Cairan yang masuk: 1000 cc
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa pemberian cairan selama proses
operasi masih kurang 659 cc, dapat diberikan pada saat pasien berada di ruang recovery.
Pada pasien dengan general anastesi, setelah masuk ke ruang recovery room sebelum
harus dilihat dahulu Aldrette Scorenya, dimana jika Aldrette Score 8 pasien di pindah ke
ruangan.
Modifikasi Aldrete Score
Kesadaran

Sadar penuh
Bangun bila dipanggil
Tidak ada respon

2
1
0

Respirasi

Nafas dalam, bebas, batuk


Sesak, nafas dangkal atau hambatan
Apnea

2
1
0

Sirkulasi (TD dengan Perbedaan 20%


Perbedaan 50%
preanestesi)
Perbedaan > 50%

2
1
0

Aktivitas

4 ekstremitas
2 ekstremitas
Tidak bergerak

2
1
0

Saturasi Oksigen

SpO2> 92% dalam suhu ruang


Butuh penambahan O2 untuk SpO2> 90%
SpO2< 92% dengan penambahan O2

2
1
0

MANAJEMEN KASUS
General Anastesi Sectio Caesarea

Disusun Oleh :

Nama

: Yuniar Novitasari

Nim

: 09711079

Dosen pembimbing : dr Bambang T. Sp.An

STASE ILMU ANASTESI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014

Anda mungkin juga menyukai