Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu ilmu yang membahas
tentang kesehatan dan keselamatan pekerja, lingkungan kerja, dan hasil kerja.
Produktivitas suatu perusahaan salah satunya sangat bergantung pada peran yang
dilakukan oleh tenaga kerjanya. Kemampuan tenaga kerja untuk melakukan
produksi memerlukan dukungan dan jaminan keselamatan dalam melakukan
pekerjaannya (Aswin, 2012).
Pada kondisi kesehatan yang baik, kondisi lingkungan kerja yang sehat, proses
kerja yang aman, dan hubungan kerja yang damai (Peaceful Industrial Relations),
maka tenaga kerja dapat mengerjakan tugas dan tanggung jawab dengan
kemampuan terbaik mereka. Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan K3 di
tempat-tempat kerja masih jauh dari harapan, hal ini disebabkan karena masih
rendahnya pengetahuan akan K3 dan umumnya manajemen masih menganggap
K3 sebagai pemborosan (ferliest post). Sementara dengan kemajuan teknologi
yang semakin canggih dan proses produksi yang semakin kompleks akan
menghasilkan berbagai faktor polutan yang semakin beragam bentuknya, serta
tingkat paparannya yang dapat berbahaya bagi tenaga kerja. Untuk penanganan
bahaya industri tersebut diperlukan pengetahuan dan keterampilan personalia K3
di setiap tempat kerja industri atau perusahaan (Aswin, 2012).
2.2 Definisi K3
2.2.1 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1976). Berdasarkan definisi
tersebut dapat diketahui bahwa keselamatan kerja memegang peranan yang
penting dalam lingkungan kerja. Hal ini berkaitan dengan perlindungan terhadap
tenaga kerja, dalam hubungannya dengan pekerjaan yang dapat menimbulkan
resiko bahaya tinggi.

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan


kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Dalam suatu sistem K3 tercakup
mengenai audit SMK3, audit ini merupakan pemeriksaan secara sistematis dan
independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur
suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan
SMK3 di perusahaan (PP Nomor 50 Tahun 2012).
Keselamatan kerja diperlukan tenaga kerja untuk memberikan jaminan akan
kenyamanan dan keselamatan diri dalam lingkungan kerja. Selain itu juga
keselamatan kerja berkaitan erat dengan produktivitas perusahaan. Dengan
keselamatan kerja yang tinggi, maka kecelakaan kerja dapat berkurang, sehingga
tenaga kerja dapat lebih produktif bekerja. Oleh karena itu, keselamatan kerja
bukan hanya tanggung jawab perusahaan saja, tetapi juga kesadaran dan tanggung
jawab tenaga kerja dengan disertai pengawasan yang baik dari pemerintah.
2.2.1.1 Keadaan Darurat
Keadaan darurat pada umumnya terjadi karena adanya bencana, bencana sering
diidentikkan dengan sesuatu yang buruk. Dalam penerapan SMK3, setiap
perusahaan harus memiliki tim siaga tanggap darurat. Siaga Tanggap Darurat
(STD) bertujuan untuk menjamin identifikasi dan pemantauan potensi keadaan
darurat yang dapat beresiko terhadap manusia, aset perusahaan dan lingkungan,
juga sebagai panduan pelaksanaan pemantauan, pencegahan, penanganan terhadap
kejadian darurat, serta panduan tindakan pemulihan lingkungan dari kejadian
darurat. Penerapan prosedur ini meliputi identifikasi, pemantauan, pencegahan
dan penanganan kejadian darurat yang mungkin terjadi di suatu lokasi. Berikut
adalah beberapa penyebab keadaan darurat:
1. Keadaan kerja yang memberikan potensi resiko kepada manusia, aset
perusahaan dan lingkungan;
2. Pencemaran akibat aktivitas yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun
(B3) dan pengelolaan B3;
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-2

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

3.
4.
5.
6.

Bencana kebakaran;
Bencana ledakan akibat aktivitas perusahaan;
Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dll;
Kerusuhan yang beresiko mengancam keamanan dan keselamatan karyawan
dan aset perusahaan.

2.2.1.2 Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada
perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Sumamur,
1987).
Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu:
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan;
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga
meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat
perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan-kecelakaan di
rumah atau waktu rekreasi atau cuti, dan lain-lain adalah diluar makna kecelakaan
akibat kerja.
Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cedera atau kehilangan nyawa pekerja
merupakan kerugian baik pekerja sendiri maupun perusahaan. Dengan
menghilangkan penyebab terjadinya kecelakaan diharapkan tercipta rasa aman
bagi para pekerja, keluarga pekerja dan masyarakat luas. Dan akhirnya usaha
demikian juga akan mendorong kemajuan perusahaan dan masyarakat.
Tindakan K3 adalah menjaga pekerja dari resiko kecelakaan kerja, sebab sekali
terjadi kecelakaan kerja tidak hanya membawa pengaruh bagi pekerja yang
bersangkutan tetapi juga akan membawa pengaruh kepada berbagai pihak.
Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan keluarganya tentu mengalami
berbagai penderitaan fisik, mental maupun ekonomis. Terjadinya kecelakaan juga
mempengaruhi suasana tempat kerja, rekan kerjanya akan merasa kehilangan
semangat kerja sebagai akibat dari kehilangan rekan kerja baik sementara atau
selamanya. Hal tersebut menjadi hambatan dalam penyelesaian pekerjaan
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-3

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

selanjutnya. Selama penyelidikan penyebab kecelakaan dan upaya tindakan untuk


menjaga keselamatan, pekerjaan perlu dihentikan sementara sehingga pelaksanaan
pekerjaan tidak sesuai dengan jadwal kerja. Dengan demikian kerugian tidak
hanya terhadap pada pekerja yang bersangkutan saja.
Selain kerugian secara langsung terhadap pekerja itu sendiri, secara fisik maupun
mental, bila menghitung kerugian secara tidak langsung seperti tenaga,
materi/bahan/sarana produksi, biaya perawatan yang hilang ternyata menjadi
sangat besar.
2.2.2 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakitpenyakit umum. Kesehatan kerja menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif dengan menggunakan pendekatan medis. Kesehatan kerja merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan
sebagainya) dan yang menjadi pasien adalah masyarakat pekerja atau masyarakat
sekitar perusahaan (Notoadmodjo, 2003).
Upaya kesehatan kerja merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan di
perusahaan. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yang berbunyi bahwa pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
kerja adalah merupakan bagian dari pada upaya perlindungan tenaga kerja yang
harus dilaksanakan sesuai martabat tenaga kerja sebagai manusia.
Upaya kesehatan kerja bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kesehatan fisik dan rohani serta kesegaran rohani tenaga kerja;
b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi tenaga kerja yang
mengalami sakit;

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-4

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

c. Mengindarkan semua tenaga kerja dari semua gangguan kesehatan yang


terjadi sebagai akibat dari pengaruh bahaya potensial yang ditimbulkan dari
pekerjaan dan lingkungan;
d. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam bersosialisasi dan
menyesuaikan dirinya dengan pekerjaan yang dilakoninya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02/Men/1980, diketahui jenisjenis pemeriksaan tenaga kerja, diantaranya:
a. Pemeriksaan kesehatan awal atau sebelum kerja, yaitu pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan oleh dokter sebelum tenaga kerja diterima untuk melakukan
pekerjaan. Pemeriksaan ini diadakan sebagai rangkaian seleksi tenaga kerja
yang baru masuk atau mulai bekerja;
b. Pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu pemeriksaan kesehatan pada waktuwaktu tertentu atau berkala terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter
sesuai dengan jenis dan bentuk potensi bahaya yang ada di tempat kerja;
c. Pemeriksaan kesehatan khusus, yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu karena sudah
diketahui bahaya serius yang mempengaruhi tenaga kerja.
2.3 Tujuan dan Sasaran K3
Tujuan K3 adalah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selamat
masyarakat pekerja di tempat kerja guna mencapai derajat kesehatan yang
maksimal dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia untuk meningkatkan
produktivitas kerja.
Sasaran utama K3 menurut undang-undang Nomor 01 Tahun 1970 adalah:
a. Membuat, mencoba, memakai, mempergunakan mesin, pesawat, alat perkakas,
instalasi yang berbahaya, atau dapat menimbulkan kecelakaan;
b. Membuat,

mengolah,

memakai,

menggunakan,

memperdagangkan,

mengangkut, menyimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah


terbakar;
c. Mengerjakan pembangunan (kontruksi);
d. Melakukan penambangan dan pengolahannya;
e. Melakukan pengangkutan;
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-5

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

f. Bongkar muat barang;


g. Melakukan penyelamatan atau pekerjaan bawah air;
h. Melakukan pekerjaan yang berpotensi tertimbun tanah, terjatuh atau kejatuhan,
terpelanting ataupun terkena pelantingan benda, terperosok, hanyut;
i. Melakukan pekerjaan dalam tangki, lubang atau sumur;
j. Melakukan pekerjaan dibawah suhu ataupun tekanan udara yang ekstrim.
2.4 Bahaya Yang Berpotensi Mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat
memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang
yang terpajan.
2.4.1 Keselamatan
1. Terpeleset
Terpeleset terjadi karena lantai yang licin sehingga tubuh kehilangan
keseimbangan. Kondisi penyebab terpeleset:
a. Lantai licin atau basah;
b. Minyak atau sesuatu yang membasahi lantai;
c. Benda yang dapat dengan mudah bergerak di atas lantai seperti karpet,
kertas, dan kapas;
d. Sepatu licin untuk permukaan tertentu.
2. Tersandung
Tersandung terjadi saat kaki secara tidak sadar menginjak lantai berbeda
ketinggian sehingga membuat kehilangan keseimbangan tubuh. Kondisi
penyebab tersandung adalah:
a. Benda tidak rata di atas lantai;
b. Lantai tidak rata atau rusak;
c. Karpet rusak atau robek;
d. Benda bergerak di atas lantai;
e. Kurang pencahayaan;
f. Pandangan terhalang benda;
g. Perbedaan ketinggian lantai.
3. Terjatuh

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-6

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

Terjatuh terjadi ketika tubuh kehilangan keseimbangan karena terpeleset,


terjungkal, atau jatuh dari ketinggian. Terjatuh dapat menyebabkan cedera
bahkan kematian.
4. Terjepit
Terjepit terjadi bila tangan atau kaki secara tidak sengaja berada pada di sekitar
area alat-alat berat yang mudah dipindahkan. Terjepit juga dapat disebabkan
karena komunikasi antara pekerja tidak berjalan dengan baik.
5. Tertumbuk
Sama halnya dengan terjepit, tertumbuk disebabkan ketidaksengajaan dalam
pemindahan alat yang menyebabkan rekan sekerja tertumbuk. Hal ini jelas
disebabkan oleh kurangnya komunikasi di antara pekerja.
2.4.2 Kesehatan
1. Bahaya Fisika
Bahaya fisika yang bisa merugikan terhadap kesehatan terdiri dari:
1. Kebisingan
a.

Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki


yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan
seseorang maupun suatu populasi;

b.

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain: jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi, dan lama pajanan;

c.

Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,


turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance
tenaga kerja;

d.

Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu
tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

e.

Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim;
Contoh: Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.

2. Getaran
a.

Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:


frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus.

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-7

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

b.

Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif


pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan
cengkram dan sakit tulang belakang.

Contoh: Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.


3. Radiasi Non Mengion
a.

Radiasi non mengion antara lain: radiasi ultraviolet, visible radiation,


inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio);

b.

Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak;

c.

Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit;

d.

Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

Contoh:
a.
b.

Radiasi ultraviolet: pengelasan;


Radiasi inframerah: tungku pembakaran;

c.

Laser: komunikasi, pembedahan.

4. Pencahayaan (Iluminasi)
a. Tujuan pencahayaan:
1)

Memberi

kenyamanan

dan

efisiensi

dalam

melaksanakan

pekerjaan;
2)

Memberi lingkungan kerja yang aman.

b. Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit
kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan;
c. Keuntungan pencahayaan yang baik: meningkatkan semangat kerja,
produktivitas,

mengurangi

kesalahan,

meningkatkan

housekeeping,

kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.


2. Bahaya Fisiologi
Bahaya fisiologi yang bisa merugikan terhadap kesehatan adalah pembebanan
kerja fisik, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
1.

Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,
sosial ekonomi dan derajat kesehatan;

2.

Pembebanan tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum


tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari;

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-8

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

3.

Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia


adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali
maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan;

4.

Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit,


parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

3. Bahaya Kimia
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh adalah pernapasan (inhalation), kulit
(skin absorption) dan tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang
bersifat akut, kronis atau kedua-duanya. Berikut efek yang ditimbulkan bahaya
kimia:
1. Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan
tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagian
tubuh yang paling umum terkena.
Contoh: konsentrat asam dan basa, serta fosfor.
2. Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit
bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan
oedema (bengkak).
Contoh:
a.

Kulit: asam, basa, pelarut, minyak;

b.

Pernapasan: aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,


phosgene, chlorine, bromine, dan ozone.

3. Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada
kulit atau organ pernapasan.
Contoh:
a.

Kulit: colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti chromium


atau nikel, epoxy hardeners dan turpentine.

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-9

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

b.

Pernapasan: isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde dan


nikel.

4. Asfiksiasi
a.

Asfiksian yang sederhana adalah gas yang mengencerkan atmosfer yang


ada, misalnya pada kapal atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen
pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara;

b.

Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada


darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.

Contoh:
a.

Asfiksian sederhana: methane, ethane, hydrogen dan helium;

b.

Asfiksian kimia: carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen


cyanide dan hidrogen sulphide.

5. Kanker
a.

Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia;

b.

Kemungkinan bahan kimia yang menyebabkan karsinogen pada manusia


sudah terbukti secara jelas dapat menyebabkan kanker pada hewan.

Contoh:
a.

Terbukti

karsinogen

pada

manusia:

benzene

(leukaemia);

vinylchloride (liver angiosarcoma), 2-naphthylamine, benzidine (kanker


kandung kemih) dan asbestos (kanker paru-paru, mesothelioma);
b.

Kemungkinan karsinogen pada manusia: formaldehyde, carbon


tetrachloride, dichromates, beryllium.

6. Efek Reproduksi
a.

Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari


seorang manusia;

b.

Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan


pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh yaitu
aborsi spontan.

Contoh :

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-10

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene


glycol, mercury, organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,
thalidomide dan pelarut.
7. Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau
sistem tubuh.
Contoh:
a.

Otak: pelarut, lead, mercury dan manganese;

b.

Sistem syaraf peripheral: n-hexane, lead, arsenic dan carbon


disulphide;

c.

Sistem pembentukan darah: benzene dan ethylene glycol ethers;

d.

Ginjal: cadmium, lead, mercury dan chlorinated hydrocarbons;

e.

Paru-paru: silica asbestos dan debu batubara (pneumoconiosis).

4. Bahaya Biologi
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari
binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan
infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi
menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik. Berikut bahaya
yang ditimbulkan, yaitu:
1. Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang
potensial mengalaminya: pekerja di rumah sakit, laboratorium, juru masak,
penjaga binatang, dokter hewan dll.
Contoh: hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella,
Chlamydia dan psittaci.
2. Organisme Viable dan Racun Biogenik
a.

Organisme viable termasuk didalamnya jamur, spora dan mycotoxins;


racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-11

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

b.

Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu,


kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko:
pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage dan sludge treatment.
Contoh: byssinosis, grain fever dan legionnaires disease.

3. Alergi Biogenik
a.

Termasuk didalamnya adalah jamur, animal-derived protein dan enzim;

b.

Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang,
rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang;

c.

Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi,


pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu, juga dijumpai di
bioteknologi (enzim, vaksin dan kultur jaringan);

d.

Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala


alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
Contoh: Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang
dan sebagainya.

5. Bahaya Psikologi
Bahaya yang ditimbulkan seperti:
1. Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan kepadanya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan,
maka hal ini dinamakan stress;
2. Gangguan emosional yang di timbulkan: cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika;
3. Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain: jantung koroner, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim dan lain-lain.
2.5 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K3 memiliki hubungan yang terpadu pada SMK3, yaitu bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi: struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-12

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Secara filosofi K3
merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan
makmur (Depnaker RI, 2000). Keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan
bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja
secara optimal, meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.
Pelaksanaan produktivitas kerja maksimum dibutuhkan faktor pendukung antara
lain kesehatan pekerja. Adapun tujuan dari diselenggarakannya upaya kesehatan
kerja dalam suatu industri antara lain:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas;
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja;
3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien.
Secara aspek juridis K3 merupakan upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga
kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan
setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat
dipergunakan secara aman dan efisien (Zaman, 2008).
Menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia,
keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit, cacat dan
kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja.
Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Kebijakan K3 merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan
memberi arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari
kualitas, volume dan hubungan kerja. Ditinjau dari aspek yuridis K3 adalah upaya
perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat
kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-13

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien, jika ditinjau
dari efek teknis K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem
manajemen yang disebut SMK3 (Zaman, 2008).
Tahapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja memiliki beberapa tahapan
antara lain:
1.

Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian resiko.


Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan produk
barang dan atau jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana
untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, karenanya harus
dipelihara dan ditetapkan prosedurnya.

2. Peraturan perundangan dan peraturan lainnya


Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi dan
pemahaman K3 sesuai dengan kegiatan organisasi yang bersangkutan.
Manajemen organisasi juga harus menjelaskan peraturan perundangan dan
persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.
3.

Tujuan dan sasaran manajemen


Tujuan dan sasaran kebijakan K3 ditetapkan oleh organisasi sekurangkurangnya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a. Dapat diukur;
b. Satuan/indikator pengukuran;
c. Sasaran pencapaian;
d. Jangka waktu pencapaian.

4. Indikator Kerja
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan K3 organisasi harus
menggunakan indikator yang dapat diukur sebagai penilaian kinerja
keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi
mengenai keberhasilan pencapaian SMK3. Kecelakaan yang didefinisikan
sebagai kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian fisik
(physical harm) atas orang atau kerusakan atas milik atau harta benda

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-14

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

(property). Kecelakaan terjadi adalah sebagai akibat dari kontak dengan


sumber energi (kinetik, kimia, dan panas) yang melebihi nilai ambang batas.
Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan akibat dari kerja (Notoadmojo S, 1996). Sesuai dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 disebutkan bahwa: kebijakan
K3 adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat melalui proses konsultasi
antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat keseluruhan tujuan
perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program
kerja perusahaan yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan ini ditanda
tangani oleh pengusaha dan atau pengurus.
2.5.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan
Kecelakaan kerja biasanya terjadi bila alat dan manusia bersentuhan. Persentuhan
yang dapat mengakibatkan kecelakaan, selain disebabkan ketidakberesan pada alat
atau manusia, juga kedua-duanya.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja kuncinya adalah bagaimana
menemukan ketidakberesan tersebut (penyebab) dan menghilangkan dari tempat
kerja, bahkan disarankan agar pengendalian dan metode produksi direncanakan
agar tidak menimbulkan ketidakberesan.
Oleh karena itu, usaha menjaga keselamatan tidak harus merupakan pekerjaan
yang tidak berkaitan dengan tugas pokok, tetapi harus terpadu dengan tugas
pokok. Dengan demikian, keselamatan kerja dapat pula meningkatkan efisiensi
kerja maupun mutu. Dengan alasan tersebut, dikatakan bahwa usaha peningkatan
keselamatan kerja adalah bagian dari tugas masing-masing. Suatu pekerjaan
mempunyai 4 syarat, yaitu:
1.
2.
3.
4.

K3;
Mutu;
Efisiensi;
Cost (biaya).

Pekerjaan baik harus memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut. Namun dalam


kenyataan di dalam melakukan suatu kegiatan produksi, selain terjadi kecelakaan
dan produk cacat, juga terjadi keterlambatan waktu penyerahan produk.
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-15

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

Sebenarnya terjadinya kecelakaan, produk cacat dan keterlambatan tersebut


adalah akibat dari keyakinan yang terjadi sebelumnya. Bilamana kelainan tersebut
dihilangkan segera sesudah kelainan tersebut terjadi, pekerjaan dapat diteruskan
kembali dengan lancar.
Keadaan di tempat kerja dapat terjadi perubahan pada setiap saat. Oleh karena itu,
tugas supervisor/pengawas adalah melakukan tindakan untuk menyesuaikan
dengan perubahan tersebut, dan jika terjadi kelainan segera mengambil langkah
untuk mengatasinya. Seorang pengawas harus selalu ada di tempat kerja, dan
mengawasi keadaan sarana produksi termasuk mesin, suasana tempat kerja dan
metode produksi. Tugas pengawas sangat penting. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa pengawas berfungsi sebagai kunci K3.
Seperti telah dijelaskan diatas, untuk melakukan pekerjaan yang baik, setiap orang
yang merupakan anggota garis produksi agar selalu memikirkan apa yang harus
mereka kerjakan pada posisi dan tugasnya masing-masing, dan melakukan hal
tersebut. K3 dapat terwujud bila semua orang yang ikut dalam suatu produksi,
termasuk pihak manajemen, pengawas dan operator, dapat melakukan dengan
baik tugas yang diberikan kepadanya masing-masing. Pada umumnya, pengusaha
ada di posisi teratas di dalam organisasi garis produksi, sedangkan para operator
ada dilapisan paling bawah.
Seorang pengawas adalah penghubung antara pihak manajemen dan para operaor
yang melakukan tugas produksi di lapangan. Maka, dia harus menyadari
fungsinya, dan harus mampu menggerakkan pihak manajemen dan para operator
menuju tujuan perusahaan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan.

Pengusaha
Manajemen/
Controller
Pengawas

Gambar 2.1 Struktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Operator
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-16

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi
Sumber: Notoadmojo, 2003

Alasan-alasan mengapa pengawas merupakan kunci dalam pelaksanaan K3:


1. Oleh karena ia selalu berada di tempat kerja, dan sangat mengetahui keadaan di
lapangan;
2. Sangat mengetahui sifat dan kemampuan bawahan;
3. Memiliki paling banyak kesempatan untuk menghilangkan keadaan yang tidak
baik dari segi keselamatan dan kesehatan kerja;
4. Memiliki paling banyak kesempatan untuk memperbaiki tingka laku;
5. Sangat mengetahui mengenai kasus kecelakaan dan bencana yang pernah
terjadi sebelumnya di tempat kerja tersebut;
6. Sangat mengetahui metode kerja untuk menjaga K3;
7. Bertanggung jawab akan jaminan K3 bawahannya.
2.5.2 Pengaruh K3
Bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang atau masyarakat
untuk mempertahan hidup dan kehidupannya. Ilmu kesehatan kerja berusaha
mencari upaya agar masyarakat dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya.
1. Kapasitas atau kemampuan kerja
Kapasitas atau kemampuan kerja merupakan hal yang paling utama
mempengaruhi produktivitas kerja. Karena tanpa fisik yang sehat tidak
mungkin menghasilkan kerja yang maksimal. Berikut adalah beberapa hal yang
bekaitan dengan kapasitas dan kemampuan kerja:
a.

Jenis kelamin;

b.

Umur;

c.

Gizi;

d.

Tingkat kesehatan;

e.

Postur tubuh dan keadaaan fisiologis tubuh;

f.

Pendidikan;

g.

Keterampilan dan lain-lain.

2. Beban kerja
Beban kerja baik secara fisik maupun mental juga sangat mempengaruhi
kinerja suatu aktivitas, misalnya:
a.

Mengangkat;

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-17

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

b.

Berlari;

c.

Memikul;

d.

Berpikir dan lain-lain.

3. Kenyamanan pekerja
Kenyamanan pekerja atau ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian
ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan
kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upaya
yang dapat dilakukan antara lain menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada
beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk fitting the job
to the worker, sementara itu International Labour Organization (ILO)
menyatakan,

ergonomi

sebagai

ilmu

terapan

biologi

manusia

dan

hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar
mendapatkan

kepuasan

kerja

yang

maksimal

selain

meningkatkan

produktivitasnya. Hal-hal yang termasuk dalam ergonomi antara lain berupa:


a.

Kondisi jalan;

b.

Kondisi alat;

c.
d.
e.
f.

Tinggi meja,
Sempitnya ruangan;
Tata letak ruangan;
Material kursi, dan lain-lain.

4. Lingkungan Kerja
Aktivitas di lingkungan pekerjaan akan menurun jika lingkungan pekerjaan
terganggu, antara lain:
a.

Kebisingan;

b.

Cuaca panas;

c.

Cuaca Dingin;

d.

Debu.

5. Bahaya Darurat
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-18

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

Aktivitas kerja tidak lepas dari bencana, setiap pekerja harus mempunyai sikap
siaga terhadap bencana, antara lain:
a.

Kebakaran;

b.

Gempa bumi;

c.

Letusan gunung merapi;

d.

Banjir, ledakan, dan lain-lain.

2.5.3 Pencegahan Permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


2.5.3.1 Audit
Ada beberapa audit yang harus dilakukan untuk menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu:
1. Manusia
Dalam hal ini harus ditinjau sistem penerimaan, penempatan, pembinaan,
pengawasan dan disiplin pegawai yang terkait dengan masalah pelaksanaan
tugas yang aman. Selain itu juga dinilai program-program yang diarahkan
untuk memotivasi karyawan di bidang keselamatan kerja dan peningkatan
kesadaran kerja (safety mindedness). Dari audit ini harus diperoleh kepastian
bahwa setiap pekerjaan yang bersifat bahaya dikerjakan oleh orang yang tahu,
mampu dan mau bekerja secara benar dan aman.
2. Hardware
Untuk mengaudit sarana/peralatan di unit operasi dalam industri proses
berteknologi tinggi, perlu dilakukan review terhadap plot plan, process flow
diagram, pipe and instrument diagram, dokumen peralatan, catatan tentang
kegagalan yang terjadi, hasil inspeksi dan sebagainya sehingga dapat disusun
daftar peralatan yang akan diperiksa, berapa jumlahnya dan dimana letaknya.
3. Software
Untuk menilai unsur ini perlu dipelajari bentuk manajemen keselamatan
ketenagalistrikan yang baik. Unsur yang dinilai antara lain:
a. Kepemimpinan dan keterlibatan manajemen dibidang keselamatan kerja;
b. Pelatihan keselamatan ketenagalistrikan bagi karyawan dan manajemen;
c. Pelaksanaan inspeksi keselamatan ketenagalistrikan;

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-19

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

d. Prosedur dan peraturan keselamatan ketenagalistrikan yang berlaku, sejak


tahap perancangan (design), operasi, pemeliharaan, modifikasi dan
pembongkaran instalasi (disposal);
e. Bentuk-bentuk komunikasi dan sistem dan sistem informasi di bidang
keselamatan kerja;
f. Pengendalian bahaya secara teknis dan melalui pengendalian pembelian
barang (prosedur pengadaan barang apakah sudah menjamin keselamatan
operasi);
g. Organisasi keselamatan kerja;
h. Peran Panitia Pembinaan K3 (P2K3);
i. Kesiagaan menghadapi keadaan darurat dan prosedurnya.
2.5.3.2 Safety First
Dasar manajemen yang sehat adalah pengendalian keselamatan yang tepat.
Pengendalian keselamatan dibutuhkan selain menjaga jiwa dan kesehatan pekerja,
juga penting untuk mengendalikan suatu usaha. Manajemen yang mengutamakan
keselamatan adalah seperti contoh US Steel Co. Ltd. Yang pertama kalinya
menggunakan semboyan Safety First (keselamatan adalah No.1), akhirnya
dengan pasti meningkatkan mutu dan produktivitas.
2.5.3.3 Alat Pelindung Diri (APD)
APD adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila
berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. APD merupakan peralatan yang
harus disediakan oleh pengusaha oleh karyawan. Kewajiban menggunakan APD
itu sendiri telah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja
Republik Indonesia .
Adapun bentuk APD standar untuk bahan kimia berbahaya adalah pelindung
kepala (helm), pelindung mata, pelindung wajah, pelindung tangan, dan pelindung
kaki, pelindung telinga, tali keselamatan, jas laboratorium (bagi pekerja di
Industri yang banyak bekerja di laboratorium).
APD terdiri dari:
1. Pelindung Kepala

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-20

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

Pelindung kepala dikenal sebagai safety helmet, pelindung kepala yang dikenal
ada 4 jenis, yaitu Hard hat kelas A , kelas B , kelas C dan bump cap.
Klasifikasi masing-masing jenis adalah sebagai berikut:
a. Kelas A
Hard hat kelas A dirancan untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh
dan melindungi dari arus listrik sampai 2.200 volt.
b. Kelas B
Hard hat kelas B dirancang untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh
dan melindungi dari arus listrik sampai 20.000 volt.
c. Kelas C
Hard hat kelas C melindungi kepala dari benda yang jatuh, tetapi tidak
melindungi dari kejutan listrik dan tidak melindungi dari bahan korosif.
d. Bump Cap
Bump cap dibuat dari plastik dengan berat yang ringan untuk melindungi
kepala dari tabrakan dengan benda yang menonjol. Bump cap tidak
menggunakan sistem suspensi, tidak melindungi dari benda yang jatuh, dan
tidak melindungi dari kejutan listrik. Karenanya bump cap tidak boleh
digunakan untuk menggantikan hard hat tipe apapun.
2. Pelindung Mata
Pelindung mata disebut dengan safety glasses, berbeda dengan kaca mata biasa,
baik normal maupun kir (prescription glasses), karena pada bagian atas kanan
dan kiri frame terdapat pelindung dan jenis kacanya yang dapat menahan jenis
sinar ultraviolet (UV) sampai persentase tertentu. Sinar UV muncul karena
lapisan ozon yang terbuka pada lapisan atmosfer bumi. UV dapat
mengakibatkan pembakaran kepada kulit dan bahkan kanker kulit.
3. Pelindung Wajah
Alat pelindung wajah terdiri dari:
a. Goggles
Goggles memberikan pelindungan lebih baik dari pada safety glasses karena
goggles terpasang dekat wajah. Hal ini dikarenakan goggles mengitari area

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-21

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

mata, maka goggles melindungi lebih baik pada situasi yang mungkin tejadi
percikan cairan, uap logam, uap, serbuk, debu, dan kabut.
b. Face shield
Face shield memberikan perlindungan wajah menyeluruh dan sering
digunakan pada operasi peleburan logam, percikan bahan kimia, atau
partikel yang melayang. Banyak face shield yang dapat digunakan
bersamaan dengan pemakaian hard hat. Walaupun face Shield melindungi
wajah, tetapi face shield bukan pelindung mata yang memadai, sehingga
pemakaian safety glasses harus dilakukan dengan pemakaian face shield.
c. Welding Helmets
Jenis pelindung wajah yang lain adalah welding helmet (topeng las). Topeng
las memberikan perlindungan pada wajah dan mata. Topeng las memakai
lensa absorpsi khusus yang menyaring cahaya yang terang dan energi radiasi
yang dihasilkan selama operasi pengelasan. Sebagaimana face shield, safety
glasses atau goggles harus dipakai saat menggunakan helm las.
d. Masker wajah
Masker berfungsi untuk melindungi hidung dari zat-zat berbau menyengat
dan dari debu yang merugikan.
4. Pelindung Tangan
Diperkirakan hampir 20% dari seluruh kecelakaan yang menyebabkan cacat
adalah tangan. Tanpa jari atau tangan, kemampuan bekerja akan sangat
berkurang. Tangan manusia sangat unik, tidak ada bentuk lain di dunia yang
dapat mencengkram, memegang, bergerak dan memanipulasi benda seperti
tangan manusia. Karenanya tangan harus dilindungi dan disayangi.
Kontak dengan bahan kimia kaustik atau beracun, bahan-bahan biologis,
sumber listrik, atau benda dengan suhu yang sangat dingin atau sangat panas
dapat menyebabkan iritasi atau membakar tangan. Bahan beracun dapat
terabsorbsi melalui kulit dan masuk ke badan. APD tangan dikenal dengan
safety glove dengan berbagai jenis penggunaanya. Berikut ini adalah jenis-jenis

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-22

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

sarung tangan dengan penggunaan yang tidak terbatas hanya untuk melindungi
dari bahan kimia.
Jenis-Jenis safety glove:
a.

Sarung tangan metak mesh, tahan terhadap ujung yang lancip dan
menjaga terpotong;

b.

Sarung tangan kulit, terbuat dari kulit ini akan melindungi tangan
dari permukaan kasar;

c.

Sarung tangan vinyl dan neoprene, melindungi tangan terhadap


bahan kimia beracun;

d.

Sarung tangan padded cloth, melindungi tangan dari ujung yang


tajam, pecahan gelas, kotoran dan vibrasi;

e.

Sarung tangan heat resistant, mencegah terkena panas dan api;

f.

Sarung tangan karet, melindungi saat bekerja disekitar arus listrik


karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik);

g.

Sarung tangan latex disposable, melindungi tangan dari germ dan


bakteri, sarung tangan ini hanya untuk sekali pakai;

h.

Sarung tangan lead lined, digunakan untuk melindungi tangan dari


sumber radiasi.

5. Pelindung Kaki
Para ahli selama berabad-abad membuat rancangan dan struktur umtuk kaki
manusia. Kaki manusia sangat kokoh untuk mendukung berat seluruh badan,
dan cukup fleksibel untuk memungkinkan bergerak, berjalan ataupun berlari.
Tanpa kaki dan jari-jari kaki, kemampuan bekerja akan sangat berkurang.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakan pada kaki salah satunya adalah
akibat bahan kimia. Cairan seperti asam, basa, dan logan cair dapat menetes ke
kaki dan sepatu. Bahan berbahaya tersebut dapat menyebabkan luka bakar
akibat bahan kimia dan panas. Banyak jenis jenis sepatu keselamatan dan
diantaranya adalah:
a. Sepatu latex/karet, sepatu ini tahan bahan kimia dan memberikan daya tarik
extra pada permukaan licin;

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-23

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

b. Sepatu buthyl, melindungi kaki terhadap ketone, aldehyde, alcohol, asam,


garam, dan basa;
c. Sepatu vinyl, tahan terhadap pelarut, asam, basa, garam, air, pelumas dan
darah;
d. Sepatu nitrile, tahan terhadap lemak hewan, oli, dan bahan kimia.
6. Pelindung Telinga
Pelindung telinga tidak boleh dianggap enteng terutama untuk pekerja yang
bekerja di tempat yang berkondisi bising baik itu dari gesekan benda-benda
keras ataupun bunyi-bunyi keras dari mesin. Alat yang digunakan untuk
kondisi seperti ini adalah dengan menggunakan earphone, sistem kerja alat
earphone ini yaitu meredan suara yang akan masuk ke telinga sehingga suara
bising tidak mengganggu dan merusak sistem kerja telinga, karena manusia
mempunyai batas pendengaran. Apabila kekerasan suara yang terlalu keras
maka akan menyebabkan kerusakan pada gendang telinga.
7. Tali Keselamatan
Tali keselamatan disebut safety belt, yang diperlukan untuk perlindungan diri
pekerja yang melakukan pekerjaannya yaitu di ketinggian dan agar mengurangi
resiko jatuh langsung dari ketinggian.
8. Jas Laboratorium
Jas laboratorium sangat penting pemakaiannya terutama di laboratorium kimia.
Karena jas ini akan melindungi tubuh dari kontak langsung dengan suatu zat
kimia yang dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia. Kriteria yang
baik untuk jas laboratorium ini sendiri yaitu:
a.

Nyaman dipakai;

b.

Bahan kain yang cukup tebal;

c.

Berwarna terang/putih;

d.

Berkancing (non resleting);

e.

Panjang jas sampai lutut dan dengan lengan sampai pergelangan tangan;

2.6 Sejarah Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (SMK3)

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-24

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

2.6.1

Sejarah

Perkembangan

Sistem

Manajemen

Keselamatan

dan

Kesehatan Kerja (SMK3) di Dunia


Sejak abad ke-16 mulai ada keterangan-keterangan mengenai gambaran
kecelakaan dan penyakit yang diderita oleh pekerja tambang. Pada abad ke-17,
Bernardine Ramazzini yang oleh beberapa penulis dianggap sebagai Bapak K3, di
dalam bukunya yang berjudul De Morbis Artificum Diatriba menguraikan
tentang berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan yang dialami
oleh pekerja. Dengan demikian Ramazzini telah memperjelas persoalan bahwa
pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yang sampai saat ini dikenal dengan
penyakit akibat kerja. Selain itu dia juga manambahkan cara-cara menegakkan
diagnosis penyakit akibat kerja (Dewantara, 2012).
Pada pertengahan abad ke-18, dengan terjadinya revolusi industri di Inggris,
dimana saat itu mulai ditemukan cara-cara produksi baru serta mesin-mesin baru
untuk industri seperti mesin tenun, generator serta mesin untuk pengangkutan,
maka K3 pun juga mengalami perkembangan yang lebih pesat lagi.
Perkembangan yang demikian juga terjadi di benua Eropa serta Amerika
(Dewantara, 2012).
Pertumbuhan dan perkembangan teknologi di negara-negara maju pada abad ke20 ini, seperti teknologi produksi di dalam industri, teknologi komunikasi,
teknologi pertambangan, dan teknologi canggih lainnya merupakan tantangan bagi
perkembangan K3 (Dewantara, 2012).
2.6.2

Sejarah

Perkembangan

Sistem

Manajemen

Keselamatan

dan

Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia


Perkembangan K3 di Indonesia diketahui saat munculnya Undang-Undang Kerja
dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya belum berlaku, namun
telah memuat pokok-pokok tentang K3. Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan
pada tahun 1967 didirikan lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun
1965 berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh (Widodo,
2011).

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-25

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

Pada tahun 1966 didirikan Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di
Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi umum dan
Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Selain itu juga tumbuh
organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di
Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja) dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan-perubahan
dengan nama sebagai berikut (Widodo, 2011):
1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja;
2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (Hiperkes);
3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja;
4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja;
5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-sama dengan
pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan
melalui upaya-upaya penerbitan buku, majalah, leaflet K3, spanduk, dan poster
yang disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3,
konvensi, lokakarya, dan bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus
menerus. Organisasi K3 Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI) saat
ini memiliki cabang di seluruh Provinsi Wilayah NKRI (Widodo, 2011).
2.7 Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 50 tahun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, definisi dari SMK3 adalah
bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Berdasarkan
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-26

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

pasal 5 PP RI No. 50/2012, perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 di


perusahaannya adalah perusahaan yang mempekerjakan perkerja buruh paling
sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Program K3 ditekankan pada faktor manusia, karena kecelakaan kerja 80 % lebih
disebabkan oleh kecerobohan manusia. Menurut Rudi Suardi (2005) agar program
K3 dapat berjalan dengan baik maka perusahaan dan tenaga kerja mempunyai
tanggung jawab yaitu:
1. Tanggung jawab manajemen puncak:
a. Menetapkan kebijakan K3;
b. Memastikan SMK3 diterapkan;
c. Menunjuk wakil manajemen;
d. Menyediakan sumber daya yang cukup untuk SMK3;
e. Menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat;
f. Menyediakan informasi K3 bagi pekerja;
g. Melakukan evaluasi kinerja K3 level manajemen.
2. Tanggung jawab level manajemen/supervisor:
a. Memastikan pekerja menggunakan APD sesuai dengan persyaratan;
b. Memberikan pemahaman pada pekerja tentang potensi bahaya yang dapat
terjadi di tempat kerja;
c. Membuat instruksi kerja.
3. Tanggung jawab level pekerja:
a. Bekerja sesuai dengan peraturan dan persyaratan;
b. Menggunakan peralatan APD yang diisyaratkan perusahaan;
c. Melaporkan kepada manajemen puncak atau supervisor atas kehilangan
dan kerusakan peralatan pengendali resiko yang dapat berpengaruh pada
K3;
d. Melakukan perkerjaan sesuai dengan prosedur kerja;
e. Tidak memindahkan atau menggunakan secara tidak benar berbagai
peralatan pelindung/pengendali yang dipersyaratkan oleh peraturan,
undang-undang dan organisasi;
f. Tidak mengoperasikan atau menggunakan peralatan apapun yang dapat
menimbulkan bahaya bagi pekerja;
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-27

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

g. Melaporkan pada manajemen kondisi tidak kesesuaian apapun yang terjadi


di tempat kerja.
2.8 Tujuan dan Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3)
2.8.1 Tujuan SMK3
Tujuan pelaksanaan SMK3 adalah sebagai berikut (Dewantara, 2011):
1. Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja
penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3
organisasi dengan persyaratan tesebut, organisasi dapat mengetahui tingkat
pencapaian K3.
2. Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
mengembangkan sistem manajemen K3. Beberapa bentuk sistem manajemen
K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API
HSE MS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HASEMS
Guidelines, ISRS dari DNV dan lainnya.
3. Sebagai dasar penghargaan (awards)
Sistem manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian
penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3. Penghargaan K3 diberikan baik
oleh instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya.
4. Sebagai sertifikasi
Sistem manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan
manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikat diberikan oleh lembaga sertifikat
yang telah diakreditasi oleh suatu badan akreditasi. Sistem sertifikasi dewasa
ini telah berkembang secara global karena dapat diacu di seluruh dunia.
2.8.2

Manfaat SMK3

Manfaat SMK3 berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-28

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

2.8.2.1 Manfaat Bagi Perusahaan


Manfaat pelaksanaan SMK3 bagi perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan dibidang
K3;
2. Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka
meningkatkan kinerja SMK3;
3. Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari
penerapan SMK3;
4. Mengetahui kinerja K3 di perusahaan;
5. Meningkatkan image perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya
saing perusahaan;
6. Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan tenaga kerja mengenai K3 yang
juga akan meningkatkan produktivitas perusahaan;
7. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan;
8. Penanganan berkesinambungan terhadap risiko yang ada diperusahaan;
9. Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan;
10. Pengakuan terhadap kinerja K3 di perusahaan.
2.8.2.2 Manfaat Bagi Pemerintah
Manfaat pelaksanaan SMK3 bagi pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu alat untuk melindungi hak tenaga kerja di bidang K3;
2. Meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan image bangsa di forum
internasional;
3. Mengurangi angka kecelakaan kerja yang sekaligus akan meningkatkan
produktivitas kerja/nasional;
4. Mengetahui tingkat penerapan terhadap peraturan Perundangan.
2.9.2.3 Manfaat Bagi Pekerja
Manfaat pelaksanaan SMK3 bagi pekerja adalah sebagai berikut:
1. Melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja;
2. Meningkatkan kesejahteraan dan kenerja;
3. Menjamin kesehatan dan keselamatan orang lain dalam lingkungan kerja;
4. Mengamankan sumber polutan;
5. Menyehatkan lingkungan kerja.
2.9 Peraturan/Standar Terkait Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-29

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

2.9.1 Siklus PDCA (Plan, Do, Check., Action)


Siklus PDCA (Plan, Do, Check., Action) dalam penerapan SMK3 berupa:
1. Penetapan kebijakan K3;
2. Perencanaan penerapan K3;
3. Penerapan K3;
4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3;
5. Peninjauan

secara

teratur

untuk

meningkatkan

kinerja

K3

secara

berkesinambungan.
Siklus PDCA untuk SMK3 di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Prinsip Dasar Penerapan SMK3

PDCA adalah singkatan dari PLAN, DO, CHECK dan ACT yaitu siklus
peningkatan proses (Process Improvement) yang berkesinambungan atau secara
terus menerus seperti lingkaran yang tidak ada akhirnya. Konsep siklus PDCA
(Plan, Do, Check dan Act) ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli
manajemen kualitas dari Amerika Serikat yang bernama Dr. William Edwards
Deming.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai siklus PDCA (PDCA Cycle) :
1. PLAN (MERENCANAKAN)
Tahap PLAN adalah tahap untuk menetapkan Target atau Sasaran yang ingin
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-30

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

dicapai dalam peningkatan proses ataupun permasalahan yang ingin


dipecahkan, kemudian menentukan Metode yang akan digunakan untuk
mencapai Target atau Sasaran yang telah ditetapkan tersebut. Dalam Tahap
PLAN ini juga meliputi pembentukan Tim Peningkatan Proses (Process
Improvement Team) dan melakukan pelatihan- pelatihan terhadap sumber daya
manusia yang berada di dalam Tim tersebut serta batas-batas waktu (Jadwal)
yang diperlukan untuk melakukan perencanaan-perencanaan yang telah
ditentukan. Perencanaan terhadap penggunaan sumber daya lainnya seperti
Biaya dan Mesin jugaperlukan dan dipertimbangkan dalam Tahap PLAN ini.
2. DO (MELAKSANAKAN)
Tahap DO adalah tahap penerapan atau melaksanakan semua yang telah
direncanakan di Tahap PLAN termasuk menjalankan proses-nya, memproduksi
serta melakukan pengumpulan data (data collection) yang kemudian akan
digunakan untuk tahap CHECK dan ACT.
3. CHECK (MEMERIKSAAN)
Tahap CHECK adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta
mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap DO. Melakukan perbandingan
antara hasil aktual yang telah dicapai dengan Target yang ditetapkan dan juga
ketepatan jadwal yang telah ditentukan.
4. ACT (MENINDAK)
Tahap ACT adalah tahap untuk mengambil tindakan yang seperlunya terhadap
hasil-hasil dari tahap CHECK. Terdapat 2 jenis Tindakan yang harus dilakukan
berdasarkan hasil yang dicapainya, antara lain :
1. Tindakan Perbaikan (Corrective Action) yang berupa solusi terhadap
masalah yang dihadapi dalam pencapaian Target, Tindakan Perbaikan ini
perlu diambil jika hasilnya tidak mencapai apa yang telah ditargetkan.
2. Tindakan Standarisasi (Standardization Action) yaitu tindakan untuk
menstandarisasikan cara ataupun praktek terbaik yang telah dilakukan ,
Tindakan Standarisasi ini dilakukan jikahasilnya mencapai Target yang
telah ditetapkan.
Siklus tersebut akan kembali lagi ke tahap PLAN untuk melakukan peningkatan
Hukama Hamid (0910942021)
Luciana Gustin (0910942046)

II-31

Laporan Kerja Praktek


PT. Pertamina EP UBEP Jambi

proses selanjutnya sehingga terjadi siklus peningkatan proses yang terus menerus
(Continuous Process Improvement).
2.9.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012
Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3),
sebuah perusahaan harus memiliki dan melaksanakan beberapa ketentuan umum
yang telah diatur dalam PP No. 50 Tahun 2012, SMK3 menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 memiliki 5 prinsip, 12 elemen
dan 166 kriteria dengan 3 tingkatan yaitu tingkat awal dengan 64 kriteria, tingkat
transisi dengan 122 kriteria dan tingkat lanjut dengan 166 kriteria. Dalam
menerapkan SMK3 tersebut perusahaan wajib berpedoman pada peraturan ini dan
juga ketentuan peraturan perundangan-undangan lain yang terkait, serta dapat juga
dengan memperhatikan konvensi atau standar internasional. Untuk PP RI No. 50
Tahun 2012 selengkapnya bisa dilihat pada lampiran.

Hukama Hamid (0910942021)


Luciana Gustin (0910942046)

II-32

Anda mungkin juga menyukai