KELOMPOK V
RHIANDI SATRIA
( 05 174 001 )
YEBI AGNESIA
( 06 174 001 )
BORRIS AFDHAL A
( 07 174 012 )
EKA HAMDANI Z
( 07 174 013 )
INDRIYANI ZULFA
(0810942016)
DOSEN:
YOMMI DEWILDA, MT
atau
minimasi
limbah,
tidak
dapat
menyingkirkan
limbah
secara
menyeluruh.
2.
Tidak semua limbah mempunyai nilat ekonomis untuk didaur ulang, Teknologi
pengelolaan limbah seperti insenerator atau pengolahan secara biologi atau
kimia tetap menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut.
3.
Kadangkala sebuah limbah sulit untuk digunakan secara biologis, atau sulit
untuk dibakar atau sulit diolah secara kimia.
4.
Timbulan sampah tidak dapat direduksi sampai tidak ada sama sekali.
Dapat dikatakan bahwa landfilling merupakan upaya terakhir. Metoda ini paling banyak
digunakan karena relatif murah, murah dan kecil dalam menerima limbah. Landfilling ini
bukan merupakan pemecahan masalah yang baik, karena masih banyak fasilitas ini yang
mendatangkan masalah pada lingkungan terutama lindi (leachate) yang mencemari air
tanah. Karena tidak disiapkan dan tidak dioperasikan dengan baik. Guna mengurangi
sebanyak mungkin dampak negatif yang dapat ditimbulkannva, maka upaya manusia
bagaimana merancang, membangun dan mengoperasikannva secara baik. Upaya lain
yang tidak kalah pentingnya adalah mencari sebuah lahan yang baik sehingga dampak
negatif yang mungkin timbul dapat diperkecil.(Damanhuri, 1995)
31
31
1. Lahan terpilih hendaknya memberikan nilai tertinggi ditinjau dari berbagai aspek
diatas.
31
Oleh
karenanya,
sejumlah
faktor
perlu
dipertimbangkan
dalam
alasan
mengapa
sebuah
parameter
serta
kriterianya
penting
untuk
dipertimbangkan dalam pemilihan sebuah calon lokasi akan diuraikan di bawah ini.
Parameter-parameter tersebut dipilih, baik untuk penyaringan pertama ataupun untuk
penyaringan berikutnya.
31
berguna
untuk mengevaluasi
potensi
penyemaran air tanah di bawah lokasi sarana dan potensi penyebaran air pada akuifer di
sekitarnya. Sistem aliran air tanah akan menentukan beberapa hal, seperti arah dan
kecepatan aliran lindi, lapisan air tanah yang akan dipengaruhi dan tifk munculnya
kembali air tersebut di permukaan Lokasi yang potensial untuk dipilih adalah daerah yang
dikontrol oleh sistem aliran air tanah lokal dengan kemiringan hidrolis kecil dan kelulusan
tanahyang rendah. Tanah dengan konduktivitas hidrolis yang rendah (impermeabel)
sangat diinginkan supaya pergerakan lindi dibatasi.
3. Hidrologi
Dalam menentukan kedalaman pennukaan air, penting untuk mempertimbangkan
fluktuasi musiman. Lokasi sarana tidak boleh terletak di daerah dengan sumur-sumur
dangkal yang mempunyai lapisan kedap air yang tipis atau pada batu gamping yang
berongga. Lahan yang berdekatan dengan badan air akan lebih berpotensi untuk
mencemarinya, baik melalui aliran permukaan maupun melalui air tanah. Lahan yang jauh
dari badan air akan memperoleh nilai yang lebih tinggi daripada lahan yang berdekatan
dengan badan air. lklim setempat hendaknya mendapat perhatian juga. Makin banyak
hujan, makin besar pula kemungkinan lindi yang dihasilkan, disamping makin sulit pula
31
31
31
Kurangnya tanah yang cukup untuk penutup atau pelapis dasar (liner),
Tahapan dalam proses pemilihan lokasi TPA adalah menentukan satu atau dua lokasi
terbaik dari daftar lokasi yang dianggap potensial. Dalam proses ini, kriteria-kriteria yang
ada digunakan semaksimal mungkin guna proses penyaringan. Kegiatan pada
penyaringan secara rinci tentu saja akan membutuhkan waktu dan biaya yang relatif
besar dibanding kegiatan pada penyaringan awal, karena evaluasinya bersifat rinci dan
dengan data yang akurat. Guna memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan yang
dianggap paling baik, digunakan sebuah toluk ukur untuk merangkum semua penilaian
dari parameter yang digunakan. Biasanya hal ini dilakukan dengancara pembobotan.
(Damanhuri, 1995)
2.2 Metoda Pemilihan
Ada tiga metoda pemilihan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yakni
1. Metoda SNI T-11-1991-03
Merupakan metoda yang umum digunakan di Indonesia. Lebih dikenal dengan sistem
pembobotan SNI T-11-191-03. Pada metoda ini, pemilihan lokasi TPA berdasarkan
pada tiga tahapan yaitu Tahap regional, yang merupakan tahapan untuk menghasilkan
peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi
beberapa zona kelayakan.
Tahap penyisih, yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi
terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap
regional.
31
Jarak antara lokasi TPA (sumber pencemaran) dengan sumber air minum.
Kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya dalam hubungan dengan pusat
sumber air minum atau aliran air sungai;
3. Metode Hagerty
Metoda ini mengandalkan tiga karakteristik umum dari sebuah lahan, yaitu
1.
2.
3.
4.
31
= potensi infiltrasi
Lp
Fc
= kapasitas filtrasi
Ac
= kapasitas adsorpsi
Oc
Bc
Td
Gv
Wp
Pf
= faktor populasi
Yi Xi Xi XiYi
....................................................................(2.3)
n Xi Xi
2
n XiYi Xi
n
Xi
Yi
Xi ...........................................................................(2.4)
2
dimana:
Y
= konstanta
31
Ln Yi b( Ln(Xi)) ..........................................................................(2.7)
n
.......................................(2.8)
dimana:
Y
= konstanta
n( xi 2 ) ( xi ) 2
n( n 1)
....................................................................................(2.9)
r 1
31
( yi y ' ) 2
..........................................................................................(2.10)
( yi y ) 2
= P P
yI
Metode pilihan ditentukan dengan cara melihat nilai S yang terkecil dan nilai R yang
paling mendekati 1.
2.4.4. Metode Eksponensial
Pada metode ini rumus digunakan adalah:
Y = c dx................................................................................................................... (2.11)
dimana:
x
= jumlah penduduk
= jumlah data
= 10a
= 10b
Ln
ln y b x
a
n x ln y
n
.....................................................................................(2.12)
x ln y
x
......................................................................(2.13)
2
31
Yi b ( Ln(Xi)) .................................................................................(2.16)
n
................................................(2.17)
dimana:
Y
= konstanta
n( xi ) ( xi ) 2
......................................................................................(2.18)
n(n 1)
r 1
( yi y ' ) 2
..........................................................................................(2.19)
( yi y ) 2
dimana:
xI
= P P
yI
= P
= Pr
= P
qt
100 q p qs qnp
...........................................................................................(2.20)
x
P
3
dimana
31
qp
qs
= rata-rata volume sampah yang diukur unruk rumah semi permanen (l/o/h)
qnp
= rata volume sampah yang diukur untuk rumah non permanen (l/o/h)
Proyeksi timbulan sampah yang pertambahan jumlah timbulannya bersifat kuadratis dapat
dicari dengan persamaan 2.33 dan 2.34
..................................................................................................(2.21)
..........................................................................................(2.22)
Dimana
q
qo
Lk
Rd
Kp
= Kapasitas pengelolaan
= Perbandingan sampah
31
.................................................................................................(2.24)
Dimana :
Pnd
Pd
................................................................................................(2.25)
D = ( 50 1,25n )
2. Untuk h > 10, r ditentukan dengan persamaan:
r = (1/100) x (d +30)
d = 70 1,75 n ......................................................................................................(2.26)
dimana:
r
BAB III
31
31
Dalam melakukan proyeksi penduduk ini, ada empat metoda yang dipakai yaitu Metoda
Aritmatik, Metoda Geometrik, Metoda Logaritma dan Eksponensial. Pemilihan dari
metoda yang akan dipakai berdasarkan pada nilai r (koefisien korelasi) yang didapat,
nilainya harus mendekati 1 atau -1. Selain itu juga dilihat dari nilai S (Standar Error) yang
nilainya harus nilai yang terkecil dari nilai keempat metoda tersebut.
Berdasarkan
perhitungan
proyeksi
penduduk,
metoda
terpilih
adalah
metoda
eksponensial, dimana nilai standar error (S) paling kecil dari ketiga metoda lainnya, yaitu
989,82 dan koefesien korelasi mendekati 1 yatu 0,882. Dimana jumlah penduduk pada
tahun 2013 adalah 41897 jiwa.
31
Dari tabel didapatkan bahwa perbandingan kuantitas timbulan sampah domestik dan
sampah non domestik dengan sampah total adalah:
1. Timbulan sampah domestik 85
2. Timbulan sampah non domestik 15
Maka satuan timbulan sampah kota lubuk basung tahun 2002 adalah :
31
31
Dari tabel diatas didapatkan bahwa timbulan sampah Kota Lubuk Basung tahun 2013 (q)
= 2,43 1/o/h
3.3.3 Perhitungan Luas TPA
Berdasarkan RUTRK Kota Lubuk Basung, calon lokasi yang diusulkan sampai akhir tahun
2013. Luas lahan TPA Kota Lubuk Basung yang dibutuhkan hingga tahun 2013 dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.35
sebagai berikut:
1. Data-data hasil perhitungan
Jumlah penduduk tahun 2003 (Po) = 36745 orang
Jumlah penduduk tahun 2013 (Pn) = 41897 orang
Satuan timbulan sampah tahun 2003 (qo) = 1,88 1/o/h
Satuan timbulan sampah tahun 2013 (qn) = 2,43 1/o/h
2. Data-data asumsi perencanaan.
Sampah rata-rata non dekomposisi (Pnd) = 40 % (gustinofa 2002)
Faktor lahan kosong untuk area fill (Lk) = 1,25
Kapasitas pengelola (Kp) = 0,6 (Gustinofa, 2002)
Tinggi akhir timbunan (H) = 15 m
Tahun desain (n) = 10 tahun
Perbandingan sampah (s) dengan tanah (t) = 8:1
Faktor kompaksi sampah (FCW) = 2
Faktor kompaksi tanah (FCS) = 1,1
31
d = 70-(1,75 x n)
= 70 - (1,75 x 10) = 52,5
31
Sebelum kompaksi
Setelah kompaksi
t :s 1,1x16 t : s 1:14,5
31
31
Dimana :
i
FC
1993)
Infiltrasi diperoleh dari perhitungan:
i
I
infiltrasi
...............................................................................................(3.2)
P curah hujan
1. Infiltrasi dihitung dengan metode neraca air yang didasarkan koefisien run-off, karena
jenis tanah ketiga lokasi sama (silty loam), maka infiltrasi ketiga lokasi juga sama.
2. Data curah hujan terdiri dari data curah hujan tahunan dan bulanan. Data curah hujan
tahunan diperoleh dari pos curah hujan Gumarang yang dianggap mewakili dari ketiga
pos terdekat. Sedangkan data curah hujan rata-rata bulanan diperoleh dari BMG
Sicincin, 2002. Karena ketiga lokasi terletak pada satu Jorong maka data curah hujan
dianggap sama untuk ketiga lokasi.
3. Run off bulanan, r/o ditentukan dengan rumus:
r/o
= C r/o x P
= 0,14 x 233,85 mm/bln
= 32,739 mm/bln
4. Infiltrasi bulanan, I
I
= P r/o
= 233,85 mm/bln 32,739 mm/bln
= 201,111 mm/bln = 6,704 mm/hari
5. Infiltrasi, (i)
i
31
I
infiltrasi
P curah hujan
6.704 mm/hrI
x100%
7.795 mm/hr
= 86,004%
Hasil perhitungan proses infiltrasi dapat dilihat pada tabel berikut:
No
Lokasi
I (%)
FC (%)
H (inch)
Ip (SRP)
1. Tanah Kodim
86,004
0,24
96
3,733
2. Pandakian Sariak
86,004
0,24
96
3,733
3. Padang Sitapuang
86,004
0,24
96
3,733
1000k 1 / 2
.......................................................................................................(3.3)
T
Dimana:
k
ketebalan dasar, dianggap jarak kedalaman muka air tanah yang dari
Lokasi
k (cm/dt)
Ip (SRP)
m
ft
Tanah Kodim
86,004
1,07 x 10-5
3,359
2 Pandakian Sariak
86,004
1,07 x 10-5
0,839
3 Padang Sitapuang
86,004
1,02 x 10-5
0,826
S
.....................................................................................................(3.4)
log(2 / K )
Dimana:
S=
titik
31
kemiringan hidrolis, diperoleh dari analisa tachymetry dari sumur terdekat pada 2
Lokasi
k (cm/dt)
S (ft/mil)
Gv (SRP)
Tanah Kodim
1,07 x 10-5
28,574
5,42
2 Pandakian Sariak
1,07 x 10-5
25,133
4,768
3 Padang Sitapuang
1,02 x 10-5
25,133
4,749
2,5 10 5
..........................................................................................(3.6)
Dimana:
= diameter rata-rata butiran (inch), diperoleh dari hasil analisis mekanika tanah di
laboratorium
Hasil perhitungan kapasitas filtrasi
No
Lokasi
Fe (SRP)
mm
inch
Tanah Kodim
0,037
0,00146
7,066
2 Pandakian Sariak
0,0155
0,00061
5,549
3 Padang Sitapuang
0,015
0,00059
5,492
10(Or )
...............................................................................................(3.7)
(log KTK ) 1
Dimana:
OR
laboratorium
KTK
= kapasitas tukar kation (meq/100 gr), diperoleh dari hasil analisis kimia tanah
dilaboratorium
31
Lokasi
Or (%)
KTK (meq/100gr)
Ac
1 Tanah Kodim
0,543
19,2
2,378
2 Pandakian Sariak
0,103
21,36
0,442
3 Padang Sitapuang
0,067
18,48
0,296
Lokasi
1 Tanah Kodim
BOD (mg/l)
Oc
4,5715
0,914
2 Pandakian Sariak
4,381
0,876
3 Padang Sitapuang
4,381
0,876
Kapasitas penyangga
No
Lokasi
1 Tanah Kodim
2 Pandakian Sariak
3 Padang Sitapuang
31
Nme (Meq)
Bc
0,495
9,505
0,11
9,890
0,165
9,845
Nilai
0-500ft
500 ft - 4000 ft
4000 ft - 2 mil
2 mil - 20 mil
20 mil - 50 mil
> 50 mil
Jarak tempuh cemaran dihitung berdasarkan jarak dari lokasi usulan ke laut. Jarak
masing-masing usulan disesuaikan dengan standar penilaian jarak yang ditetapkan oleh
Hagerty.
Potensi Jarak Tempuh Cemaran
Jarak
No
Lokasi
Td
km
mil
1 Tanah Kodim
12,5
7,77
14
8,7
0,165
9,32
2 Pandakian Sariak
3 Padang Sitapuang
Wp
5 Ai / 36 log Pi ..................................................................................(3.10)
15
Dimana:
Ai = sudut arah angin potensial terhadap populasi
Pi = populasi di setiap kuadran (jiwa) dalam jarak 40 km
Arah angin dominan yang digunakan adalah aah angin regional. Karena di masingmasing lokasi tidak terdapat pos pengamatan, maka digunakan arah angin terdekat dari
lokasi tesebut. Arah angin dominan di BMG Sicincin adalah dari arah barat daya.
Potensi Arah Angin
31
Lokasi
1 Tanah Kodim
31
P (jiwa)
133782
Pf
5,126
135025
5,130
3 Padang Sitapuang
135025
5,130
Berdasarkan semua perhitungan di atas dibuat rekapitulasi dari penilaian Hagerty. Pada
penilaian Hagerty, lokasi usulan dinilai makin baik jika nilai rangking (SRP) kecil. Maka
urutan rangking lokasi usulan dari nilai SRP yang terkecil hingga yang terbesar adalah:
a. Padang Sitapuang dengan nilai 36,893 SRP
b. Pandakian Sariak Desa Pinggir dengan nilai 37,173 SRP
c. Tanah Kodim dengan nilai 43,298 SRP
15. Rekapitulasi Hasil Penilaian Hagerty
31
Lokasi terpilih menurut metode Hagerty adalah Padang Sitapuang dengan nilai total
36,893 SRP. Nilai ini mendekati nilai yang diperoleh oleh Pandakian Sariak dengan total
nilai 37,173 SRP, hal ini disebabkan keduanya berada pada lokasi yang berdekatan. Dari
tabel rekapitulasi dilihat bahwa SRP masing-masing parameter tidak ada yang melebihi
batas nilai maksimum. Jadi pemilihan lokasi TPA Kota Lubuk Basung memenuhi syarat
menurut metode Hagerty.
Kelebihan Metode Hagerty
1. Parameter-parameter yang dievaluasi cukup luas meliputi aspek-aspek penting
seperti:
Potensi infiltrasi
Tidak mempunyai kajian pendahuluan, lokasi yang dikaji merupakan lokasi hasil dari
tahap regional dengan metode SNI.
Dalam analisa terhadap arah angin, arah angin yang digunakan adalah arah angin
regional,
Pada metode Hagerty tidak terdapat kajian tentang batas administrasi dari lokasi,
kapasitas lahan dan jalan menuju lokasi.
Kajian Tambahan
31
pengkajian
parameter-parameter
umum
seperti
kondisi
geologi
dan
hidrogeologi, selanjutnya baru dipilih lokasi yang akan dikaji lebih lanjut dengan
parameter pada metode Hagerty. Selain itu, faktor arah angin dan faktor populasi yang
diperhitungkan sebaiknya pada lokasi dengan radius yang lebih kecil dari radius 40 km.
BAB IV
31
DAFTAR PUSTAKA
31
31