Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MITIGASI BENCANA ALAM


METODE PENGANGGULANGAN GEMPA DAN
TSUNAMI DI PESISIR BARAT SUMATERA

Nama Kelompok 2 :
1. Mega Estianna Pratiwi

(2013.02.4.0016)

2. Nasrulla Ahmad Farhani

(2013.02.4.0017)

3. Nur Asyiah Agustina

(2013.02.4.0019)

4. Retno Amalina Hapsari

(2013.02.4.0011)

5. Aditya Hafdhani Priangga (2011.02.4.0007)

JURUSAN OSEANOGRAFI
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
2014

1. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara keseluruhan berada
pada posisi rawan bencana, baik bencana alam geologis maupun bencana alam
yang diakibatkan ulah manusia. Dengan posisi geografis yang unik, kepulauan
Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik raksasa (Eruasia, India
Australia dan Pasifik) dan terletak diantara Benua Asia dan Australia dan
Samudera Hindia dan Pasik serta terdiri dari 17.000 pulau yang sebagian besar
berhadapan dengan laut lepas dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Posis
geografis tersebut, menyebabkan Indonesia rentan terhadap letusan gunung berapi
dan gempa bumi, terpengaruh gelombang pasang hingga tsunami serta cuaca
ekstrim yang berpotensi menimbulkan banjir dan tanah longsor serta kekeringan.
Berdasarkan sejarah kebencanaan, terhimpun hampir semua bencana alam di
dunia telah terjadi di Indonesia dan setiap terjadi bencana alam, setiap kali pula
kejadian tersebut menimbulkan korban jiwa (Hendrianto, 2012) dalam jurnal
ristrini dkk (2012).
Bengkulu dan padang sering diguncang gempa, yang paling dominan
adalah gempa laut di samudera Hindia yang diakibatkan gesekan dua lempeng
aktif Eurasia dan Indoaustralia. Di kawasan patahan Kepulauan Mentawai ini
tahun 1797 dan 1833 terjadi gempa berkekuatan lebih dari 9 skala Richter. Nyaris
selama 200 tahun, di segmen itu tidak terjadi lagi pelepasan energi yang cukup
besar. Daerah yang berpotensi tsunami saat terjadi gempa di patahan ini adalah
Padang dan Bengkulu. Dari simulasi yang baru saja dilakukan diketahui bahwa
jika terjadi tsunami, ketinggian air laut di Bengkulu 5-10 meter, sedangkan di
Padang sekitar 2-4 meter. Simulasi dilakukan dengan mengacu pada kekuatan
gempa yang melanda patahan Mentawai tahun 1797 dan 1833.
Gempa di patahan Mentawai dipastikan akan terjadi walaupun kepastian
waktunya belum bisa ditentukan. Terpenting adalah bagaimana menyiapkan
infrastruktur kota dan kesiapan masyarakat (Kompas 23-6- 2007) dalam jurnal
ristrini dkk (2012). Padang termasuk kota yang sangat rentan terhadap gempa dan
Tsunami. Sebagian besar masyarakat di Kota padang tinggal di daerah ketinggian

05 m dpl. Pengalaman Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh meningkatkan


kesadaran penduduk Kota Padang akan ancaman yang sama yang sewaktu-waktu
dapat menimpa. Sementara Kec. Padang Utara adalah salah satu kecamatan Kota
Padang yang wilayahnya berada di pesisir pantai, sehingga wilayah Kec. Padang
Utara dinyatakan memiliki resiko yang sangat tinggi bahaya Tsunami.
Berdasarkan hal-hal di atas, kawasan Bengkulu

dan Padang perlu diberikan

pendidikan mengenai mitigasi bencana alam agar penduduk di daerah tersebut


tahu dalam menghadapi bencana baik sebelum, saat terjadi dan sesudah bencana,
perlu adanya sosialisasi dari berbagai lembaga penanganan bencana di kawasan
Bengkulu dan Padang.
1.1 Tujuan

Tujuan :
Tujuan makalah ini adalah untuk menentukan metode penanggulangan

yang cocok untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimana


menghadapi tsunami. Dan menentukan penggunaan media yang cocok untuk
meningkatkan kesadran masyarakat akan bahaya tsunami
1.2 Manfaat

Manfaat:
Manfaat

makalah

ini

agar

masyarakat

dapat

mengetahui

cara

menanggulangi bencana dan dapat menyelamatkan diri dari bahaya gempa dan
tsunami.
2. Metode Penanggulangan
2.1 Metode Penanggulangan di Bengkulu
Lokasi penelitian adalah: sepuluh desa-desa sepanjang daerah pesisir
Provinsi Bengkulu bagian utara (dalam tulisan ini karena keterbatasan ruang
hanya dimuat
tiga desa). Penelitian ini menggunakan metode survey langsung ke lapangan di
desa-desa daerah pesisir Provinsi Bengkulu, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menyiapkan peta dasar dan statistik daerah pesisir Provinsi Bengkulu

2. Mengumpulkan hasil penelitian sebelumnya yang mendukung (lihat daftar


pustaka).
3. Mendata potensi lokal yang dimiliki setiap desa untuk keperluan evakuasi dan
mitigasi:
a. Tempat-tempat yang memiliki ketinggian lebih dari 10 meter di atas
permukaan air laut.
b. Jumlah penduduk, sebaran kepadatan dan setiap desa
c. Peta jaringan jalan, sungai dan jembatan serta bangunan.
d. Jalur jalan evakuasi menuju tempat tinggi/bukit, jauh dari pantai dan
aman baik evakuasi secara horisontal maupun evakuasi secara vertikal.
e.Gedung/bangunan untuk penampungan sementara (gudang, sekolah,
masjid/gereja atau tempat ibadah lainnya, balai desa dll.
f. Peta potensi gempa, modeling runup genangan air tsunami
g. Kondisi hutan (vegetasi)
h. Geometri sungai
i. Morfologi garis pantai dan muara sungai.
j. Geologi
k. Topografi (ketinggian: Theodolit; koordinat: GPS; Kompas Geologi)
l. Menginventarisir sumber daya logistik yang ada dalam rangka menuju
desa siaga mandiri
4. Menelusuri semua jalur jalan desa yang dirancang untuk jalur evakuasi,
ditambahkan informasi yang penting seperti: nama tempat gedung, kantor
pemerintah, lapangan, bukit, nama desa, tempat ibadah, sekolah, Puskesmas,
kantor Polisi, gedung pertemuan yang mudah dikenal masyarakat sebagai
pengenal.
5. Membuat peta evakuasi desa (digitasi, editing, ploting), berdasarkan informasi
semua pengamatan penting di lapangan secara proporsional digambarkan pada
peta. Peta tetap harus ditampilkan sederhana, menarik dan informatif.
6. Membuat rekomendasi segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mewujudkan
desa siaga bencana mandiri yang dituangkan dalam pedoman/panduan mitigasi
bencana tsunami berbasis keunggulan potensi desa menuju desa siaga bencana

mandiri. Ditargetkan untuk tahun pertama sebanyak 10 desa di Provinsi


Bengkulu bagian utara, mengingat desa desa di wilayah tersebut yang memiliki
kerentanan lebih tinggi mengingat aktivitas segmen Mentawai yang sudah
memasuki periode perulangan tsunami antara 100-200 tahun sejak tahun 1833.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitigasi bahaya
Tsunami digunakan metoda pendekatan kualitatif diskriptif. Data diperoleh dari
informasi yang diberikan beberapa penduduk setempat dengan cara wawancara
mendalam untuk mendapatkan informasi sedalam mungkin. Beberapa kriteria
yang menjadi pegangan untuk menetapkan seorang yang akan diwawancara
yaitu:
a. Informan telah lama dan secara intensif menyatu dengan kegiatan atau
masyarakat yang diteliti.
b. Informan sampai masih terlibat secara intensif dengan kegiatan atau
masyarakat yang diteliti
c. Informan adalah tokoh masyarakat (perangkat desa, tokoh pemuda, tokoh
agama) dan atau yang mempunyai hubungan luas di dalam komunitasnya
(pemiliki warung, toke ikan, pemilik kapal dan lain-lain)
d. Informan mempunyai cukup waktu atau kesempatan untuk dimintai
keterangan.
2.2 Metode Penelitian di kawasan Padang
a. Prabencana (analisis bahaya Tsunami, jangkauan pelayanan shelter )
1. Peta Bahaya Tsunami
Analisis bahaya Tsunami menggunakan data batimetri, DEM (Digital
Elevation Model) dengan resolusi 30 m, peta topografi Kota Padang skala 1 :
25000, peta Rupa Bumi Indonesia ( RBI ) dengan skala 1 : 25.000. Analis
kriteria penentuan bahaya Tsunami yaitu mengoverlay peta ketinggian dengan
peta garis pantai yang sudah di bufferzone selanjutnya disesuaikan dengan
kriteria bahaya tsunami.
2. Analisis Jangkauan Pelayanan Shelter
Shelter merupakan bangunan tempat evakuasi yang aman saat terjadi
Tsunami disekitar pemukiman. Bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah
diakses untuk menghindari ketinggian Tsunami. Pada analisis jangkauan

pelayanan shelter digunakan metode Network Analys. Network Analys


adalah sistem dari feature linier yang saling terkait tiap elemen penyusunnya
dimana dapat terjadi suatu aliran pergerakan pada sistem jaringan.
Pergerakan aliran dikontrol oleh elemen-element dalam Network, seperti
hambatan (Impedance), penghalang (barrier), perhentian (stop), pusat
(center), belokan/ putaran (turn) dan demand (Taufik, 2004 ).
b. Tanggap Darurat Bencana
1. WebGis dan aplikasi Android
WebGis merupakan sistem informasi geografis (SIG) berbasis Web.
SIG

adalah

sistem

informasi

berbasis

komputer

yang

mampu

mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan data spasial


dalam konteks kelembagaan dengan tujuan sebagai sistem pengambil
keputusan ( Menno 2007:9). Sebagai contoh adalah adanya peta online
sebuah kota dimana pengguna dapat dengan mudah mencari lokasi yang
diinginkan secara online melalui jaringan internet tanpa mengenal batas
geografi penggunanya. Secara umum WebGis dikembangkan berdasarkan
pada prinsip seperti Client, Manajemen Data DBMS dengan komponen
spasial, Analisys Data GIS Library di Server, dan Client/serve.
WebGis yang digunakan dalam skenario penanggulangan bencana ini
adalah

bukapeta.

Bukapeta

dapat

di

akses

di

http://Bukapeta/infobencana.com dan untuk aplikasi Android dapat di


download pada link yang sama.
2. Analisis rute evakuasi
Proses evakuasi korban digunakan analisis rute terpendek atau
network analyst. Network Analys adalah sistem dari feature linier yang
saling terkait tiap elemen penyusunnya dimana dapat terjadi suatu aliran
pergerakan pada sistem jaringan. Pergerakan aliran dikontrol oleh elemenelement dalam Network, seperti hambatan (Impedance), penghalang
(barrier), perhentian (stop), pusat (center), belokan/ putaran (turn) dan
demand (Taufik, 2004). Dalam melakukan analis rute terpendek ini
memerlukan informasi keterhubungan ( Connectivity) antara node dan arc,

oleh karena itu data Shapefile di konver ke Arc/Info Coverage dan diubah
kembali ke Shapefile. Sehingga data shapefile sudah memiliki field Arc,
Fnode (From Node), Tnode( To Node). Sementara lokasi korban dapat
diketahui melalui WebGis Bukapeta.com.
c. Pascabencana
1. Pemamfaatan Citra Satelit
Pada pascabencana dilakukan penyusunan rencana pemulihan yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekontruksi. Perencanaan rehabilitasi dan
rekontruksi ini menggunakan bantuan Citra Satelit Quickbird yang memiliki
resolusi 2,44 m (Danoedoro, 2012).
3. Hasil Dan Pembahasan
Gempa bumi adalah getaran asli dari dalam bumi, bersumber di dalam
bumi yang kemudian merambat ke permukaan bumi akibat rekahan bumi pecah
dan bergeser dengan keras. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika bumi
(tektonik), aktivitas gunungapi, akibat meteor jatuh, longsoran (di bawah muka air
laut), ledakan bom nuklir di bawah permukaan. Gempa bumi tektonik merupakan
gempa bumi yang paling umum terjadi merupakan getaran yang dihasilkan dari
peristiwa pematahan batuan akibat benturan dua lempeng secara perlahan-lahan
itu yang akumulasi energi benturan tersebut melampaui kekuatan batuan, maka
batuan di bawah permukaan.
Tsunami, kata ini berasal dari Jepang, tsu berarti pelabuhan, nami berarti
gelombang. Tsunami dipergunakan untuk gelombang pasang yang memasuki
pelabuhan. Pada laut lepas misal terjadi gelombang pasang sebesar 8 m tetapi
begitu memasuki daerah pelabuhan yang menyempit tinggi gelombang pasang
menjadi 30 m. Tsunami biasa terjadi jika gempa bumi berada di dasar laut dengan
pergerakan vertikal yang cukup besar. Tsunami juga bisa terjadi jika terjadi
letusan gunungapi di laut atau terjadi longsoran di laut.
Mitigasi atau upaya meminimalkan resiko yang ditimbulkan dari bencana
gempa bumi dan tsunami meliputi beberapa hal, yaitu memprediksi gempa bumi,
tindakan sebelum kejadian, tindakan saat kejadian dan tindakan setelah kejadian.

3.1 Mitigasi Gempa dan Tsunami


Memprediksi Gempa bumi
Bencana gempa bumi merupakan bencana yang tidak dapat dicegah,
terjadi secara tiba-tiba dan mengejutkan serta tidak dapat diperkirakan secara
akurat lokasi pusatnya, waktu terjadinya dan kekuatannya secara tepat dan akurat,
namun gempa bumi dapat diprediksi kisaran waktu yang memungkinkan untuk
terjadi. Metode prediksi gempa bumi ada 2 (dua) metode, yaitu :
1. Short-range prediction (prediksi waktu pendek).
Prediksi ini membutuhkan waktu yang relatif pendek dan meliputi :
a. Memprediksi jangka waktu antara fore shock dan main shock atau major
shock atau major earthquake.
b. Dari pengalaman sejarah gempa bumi di Jepang, Amerika, China dan
Russia waktu ini bervariasi, ada yang 24 jam, ada yang lebih dari 1 bulan.
c. Kenyataannya banyak yang tidak berhasil
2. Long-range prediction (prediksi waktu panjang)
Prediksi ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan meliputi :
a. Mempelajari interval bencana gempa besar pada waktu yang lalu (siklus).
b. Ternyata siklus ini tidak tepat sama seperti Hari Ulang Tahun
Kemerdekaan RI atau ulang tahun seseorang yang sudah jelas saatnya.
Sebelum kejadian
Sebelum kejadian bencana gempa bumi perlu dilakukan persiapan dan
pengetahuan mengenai kebencanaan. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
pemahaman dan kesiapsiagaan dalam menghadapai bencana sehingga diharapkan
kerugian dan korban akan dapat dikurangi. Persiapan dan pengetahuan bencana
tersebut meliputi :
1. Perlunya memahami daerah yang kita tinggali merupakan daerah yang dekat
dengan jalur gempa dan gunungapi sehingga perlunya sikap waspada dan
kesiapsiagaan. Namun demikian tetap tenang dan hidup wajar seperti biasa.
2. Perlunya mengumpulkan informasi bencana yang diperkirakan terjadi di daerah
tempat tinggal kita dengan menghubungi instansi yang berwenang atau terkait.

3. Perlunya memahami tempat-tempat yang aman dan tempat yang tidak aman
apabila terjadi bencana gempa. Hal ini cukup penting dalam rangka tindakan
penyelamatan diri saat kejadian bencana gempa.
4. Mengaitkan benda-benda berat yang membahayakan ke tempat yang kokoh
sehingga bila terjadi gempa tidak mudah roboh atau jatuh yang dapat
mencelakakan kita.
5. Membuat rencana jalur evakuasi bagi masing- masing anggota keluarga menuju
satu titik tempat aman diluar rumah. Begitupun anggota masyarakat menuju satu
titik tempat aman yang telah disepakati bersama.
6. Melakukan latihan evakuasi bagi anggota keluarga maupun masyarakat untuk
menyelamatkan diri saat kejadian bencana. Hal ini penting untuk membiasakan
melakukan evakuasi dan untuk mengestimasi waktu serta melakukan koordinasi
saat kejadian bencana sebenarnya.
Saat kejadian
Saat kejadian bencana gempa bumi perlu dilakukan langkah-langkah yang
bertujuan untuk menyelamatkan diri. Hal ini sangat penting dalam rangka
mengurangi korban jiwa akibat bencana. Langkah-langkah tersebut antara lain :
Saat berada di dalam rumah/gedung:
Apabila gempa bumi terjadi saat kita berada di dalam rumah, maka yang kita
lakukan adalah :
1. Tetap tenang dan tidak panik. Sikap tenang dan tidak panik akan
membawa kita melakukan langkah- langkah yang benar dan cepat namun
tidak sembrono.
2. Cabut semua peralatan listrik dan gas.Tindakan ini dilakukan untuk
menghindari kerusakan peralatan elektronik dan kemungkinan terjadinya
kebakaran.
3. Berlindung di bawah meja atau kursi yang kokoh. Apabila kita tidak
sempat keluar rumah ketika terjadi gempa maka kita berlindung di bawah
meja atau kursi yang kokoh, jangan meja atau kursi yang rapuh. Hal ini
untuk melindungi dari jatuhan benda benda keras akibat gempa.
4. Sesegera mungkin lari ke luar rumah menuju ke tempat terbuka. Apabila
kita ada kesempatan ke luar rumah saat terjadi gempa, sesegera mungkin

lari keluar rumah menuju ke tempat terbuka yang aman. Tempat terbuka
yang aman adalah tempat terbuka yang jauh dari bangunan maupun pohon
besar.
Saat berada dalam perjalanan:
1. Tetap tenang dan tidak panik. Kepanikan kadang justru yang membuat diri
kita celaka karena kita tergesa-gesa dan sembrono dalam bertindak.
2. Parkir kendaraan di tempat yang aman. Apabila saat terjadi gempa kita
berada dalam kendaraan, segera parkir kendaraan di tempat yang aman
baik dari jatuhan pohon, bangunan dan sebagainya serta aman dari
kemungkinan pencurian kendaraan.
3. Segera lari ke luar kendaraan menuju ke tempat terbuka. Setelah
kendaraan parkir di tempat aman, segera lari keluar kendaraan menuju ke
tempat terbuka yang aman. Kalau tidak sempat keluar, tetap di dalam
kendaraan, menunduk lindungi kepala dan berpegangan.
4. Untuk bencana gempa bumi di daerah pantai, setelah terasa gempa serta
diikuti dengan air laut surut secara tiba-tiba dan sangat cepat, maka segera
tinggalkan pantai sesegera mungkin menuju ke tempat lebih tinggi. Karena
hal tersebut merupakan indikasi akan datangnya gelombang tsunami.
Janganlah kita terkecoh dengan banyaknya ikan yang ada di pantai akibat
air laut yang surut tiba-tiba dan sangat cepat. Bila kondisi semacam
tersebut terjadi segera beritahu anggota masyarakat lain dengan
membunyikan alarm tanda bahaya yang telah disepakati, seperti sirine,
peluit, kentongan dan sebagainya. Setelah itu secepatnya segera
menmghubungi posko-posko bantuan seperti Pemerintah Daerah, Palang
Merah dan pihak-pihak lain.

Setelah kejadian
Setelah bencana terjadi, para pengungsi telah diungsikan ke tempat aman,
langkah-langkah yang dilakukan antara lain :

1. Mengecek anggota keluarga dan sanak saudara kita. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui jumlah yang selamat dan korban jiwa akibat bencana khusunya
keluarga dan sanak saudara kita.
2. Menyiapkan dapur umum (khususnya para wanita). Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan makanan secara terkoordinasi bagi semua pengungsi.
3. Menyiapkan tenda-tenda darurat atau yang lain untuk berteduh (khususnya
kaum pria). Hal ini dilakukan untuk tempat berteduh dan istirahat sementara yang
terkoordinasi bagi semua pengungsi.
4. Segera menghubungi dan mendatangi posko-posko batuan untuk mendapatkan
makanan bergizi, selimut dan obat-obatan.
5. Segera menghubungi dan mendatangi posko kesehatan untuk memeriksakan
diri agar terhindar dari penyakit yang umum pasca bencana seperti diare, infeksi
saluran pernafasan atas, penyakit kulit, dan penyakit menular lainnya.
6. Melakukan rehabilitasi dan rekontruksi daerah pasca bencana (oleh pemerintah
baik pusat maupun daerah)
3.2 Mitigasi di Bengkulu
Pemukiman Desa Pasar Bantal, Pasar Ketahun dan Serangai secara
geografi sangat rawan terhadap bahaya Tsunami, karena letaknya hanya sekitar
50-300 meter dari garis pantai, datar, dan di lalui atau bahkan dikelilingi sungai
Air Bantal, Air ketahun. dan Air Serangai yang cukup besar. Salah satu informan
yang juga salah seorang anggota TAGANA (tanggap bencana alam) di desa Pasar
Bantal mengatakan, sebagian besar penduduk di desa ini sadar bahwa
pemukimannya rawan Tsunami, ketika terjadi gempa besar, semua penduduk
disini akan siap siaga untuk mengungsi ke tempat berkumpul yang letaknya
sekitar 500 meter ke tempat yang lebih tinggi di sebelah timur, terutama anakanak dan kaum ibunya.

Sementara bapak- bapaknya melihat dulu ke pantai

apakah air laut surut atau tidak, sambil menjaga rumah, masing-masing. Dari
pernyataan ini bisa diketahui bahwa masyarakat yang bermukim tidak jauh dari
pantai (desa nelayan), pada umumnya telah sadar tentang bahaya tsunami yang
mengancam desanya, terutama ketika terjadi gempa yang dirasakan cukup besar.

Semua informan yang ditanyai mengaku, bahwa mereka mengetahui


betapa bahayanya dampak Tsunami, karena mereka melihat di televisi ketika
Tsunami terjadi di Aceh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peristiwa
Tsunami Aceh, merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat yang
bermukim di sekitar pantai Propinsi Bengkulu. Apalagi masyarakat nelayan yang
pernah mengalami sendiri, walaupun itu hanya Tsunami kecil yang terjadi pada
tahun 2007. Keterangan ini membuktikan bahwa penduduk Pasar Bantal , Pasar
Ketahun dan Serangai telah tahu tentang bahaya tsunami dan bagaimana
mengatasinya, karena mereka telah mengalami sendiri, belajar dari pengalaman
tsunami di Aceh, dan dari sosialisasi pihak pemerintah Provinsi dan Kabupaten
melalui BPBD, walaupun itu dilakukan belum secara rutin.
Dari semua uraian di atas dapat dikatakan bahwa penduduk yang berada di
sekitar pantai yang pada umumnya nelayan, telah menyadari bahwa desanya
merupakan daerah yang rawan tsunami karena dekat dengan pantai, topografi
datar, dan penduduknya relative padat. Berdasarkan keterangan para nelayan di
pantai Pasar Bantal pada saat terjadi gempa bumi 7,2 SR pada tahun 2007 pantai
di lokasi ini tidak mengalami perubahan yang signifikan, hal tersebut
kemungkinan akibat adanya muara Sungai Bantal yang cukup lebar sehingga
kenaikan air laut dapat di salurkan melalui sungai masuk ke hulu. Lokasi desa
rawan bencana tsunami ini terletak di seluruh desa Pasar Bantal, Pasar ketahun
dan Serangai, walaupun tingkat ancamannya berbeda. Jika mengacu tinggi ratarata tsunami di garis pantai 10 meter diperkirakan tsunami akan menyapu
perkampungan penduduk yang sangat padat. Oleh karena itu diperlukan usaha
untuk antisipasi bagaimana evakuasi yang efektif untuk menyelamatkan penduduk
desa-desa ini, misalnya dengan membuat tsunami early warning yang cepat yaitu
sirene otomatis atau naik ke bukit terdekat.

3.3 Mitigasi di daerah Padang


a. Prabencana

1. Peta Bahaya Tsunami


Dari analisis bahaya Tsunami dapat diketahui ancaman gelombang
tsunami, sehingga dapat dilakukan perencanaan pembangunan shelter atau
kebijakan pemerintah yang mengarahkan permukiman lebih dikonsentrasikan
ketimur atau ke zona aman Tsunami.
2. Jangkauan Pelayanan Shelter di Kec. Padang Utara
Sasaran bangunan shelter atau TES dikawasan rawan bencana Tsunami
adalah masyarakat yang bermukim di zona merah bahaya dan risiko Tsunami.
Bangunan TES yang akan dirancang adalah tempat evakuasi sementara atau
shelter ketika terjadi bencana Tsunami dan untuk kegiatan hariannya dirancang
agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai fasilitas sosial dan umum
(BPBD SUMBAR). Tsunami khususnya memiliki periode 100 2.000 detik ( 1,6
33 menit ), yang disebut sebagai jendela Tsunami. Gelombang dengan periode
ini berjalan dengan kecepatan 600 900 Km/jam ( 166 250 m/dt ) dibagian laut
terdalam, 100 300 Km (28 35 m/dt) diatas paparan benua, dan 36 Km/jam ( 10
m/dt ) di pantai. Batas atasnya setara kecepatan pesawat jet komersial . Karena
batasnya kedalaman laut dan mekanika pembentukan gelombang oleh gempa
bumi, panjang sebuah gelombang Tsunami jarak antara puncak puncak
gelombang yang berurutan berkisar antara 10 500 Km. Panjang gelombang yang
sedemikian panjang membuat Tsunami benar benar berada dari gelombang besar
atau gelombang badai ( Edwar Bryant, 2007 : 26 28 ).
b. Tanggap Darurat Bencana
Aplikasi Android dan WebGis dapat menyampaikan informasi bencana
secara akurat untuk publik, sehingga dapat dilakukan evakuasi korban secapa
tepat dan akurat. Hanya melakukan pemotretan dilokasi dengan aplikasi Android
Disaster Management sehingga lokasi korban dapat diketahui keberadaanya dan
informasi korban akan dapat tersampaikan
Pada penanggulangan bencana Tsunami, Aplikasi Android dan Bukapeta
dapat digunakan untuk membantu evakuasi korban bencana Tsunami. Hal ini akan
Lokasi membantu BPBD, relawan, PMI dapat melakukan evakuasi korban dengan
mudah. Namun untuk melakukan evakuasi korban dengan cepat tentunya butuh

strategi yang hemat waktu mengingat kondisi korban yang berbeda- beda. Salah
satu strategi itu ialah menggunakan SIG dalam menganalisis route terpendek
untuk evakuasi korban Tsunami yang diketahui keberadaanya dari WebGis
Bukapeta. Berikut skenario pemodelan route evakuasi korban bencana, namun
pada lokasi yang memiliki akses jalan cukup baik setelah penyusutan Tsunami.
2. Analisis rute evakuasi

Skenario diatas terdiri dari tiga rute yang dimulai dari angka 1 (posko
bencana) untuk angka 2, 3, 4 merupakan korban yang akan di evakuasi. Hal ini
diharapkan agar dapat mengurangi korban jiwa, menghemat waktu dan biaya
evakuasi korban.
c. Pascabencana
Menurut BNPB 2008 pada pascabencana kebijakan yang dilakukan
pemerintah ialah rekontruksi. Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan
usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan
berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana,
sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat,
dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca
bencana. Tujuan penyelenggaraan rekonstruksi adalah membangun kembali dalam
jangka panjang secara permanen sebagian atau seluruh sarana dan prasarana fisik
dan non-fisik, beserta seluruh sistem kelembagaan dan pelayanan yang rusak
akibat bencana, agar kondisinya pulih kembali dan fungsinya dapat berjalan
dengan baik dan masyarakat dapat terlindungi lebih baik dari berbagai ancaman
bencana. Selain itu untuk meningkatkan pembangunan pascabencana bisa
dilakukan dengan strategi yang dibentuk berasaskan kelebihan dan potensi yang
dimiliki

wilayahnya.

Untuk

mencapai

pembangunan

seimbang,

prinsip

perencanaan berteraskan hubungan dengan Tuhan, alam sekitar dan insan perlu
digunakan. Prinsip ini perlu diintegrasikan dengan unsur-unsur pembangunan
berkelanjutan supaya keperluan generasi akan datang tidak diketepikan. Dalam

melakukan pembangunan dapat menggunakan citra satelit sehingga dapat


memprioritaskan wilayah yang akan dibangun ( Abdul GS ,2005).
4. Kesimpulan
1. Potensi keunggulan yang dimiliki tiga desa tersebut adalah adanya beberapa
bukit yang hanya berjarak rata-rata antara 100-300 meter dari tempat tinggal,
dengan ketinggian lebih dari 20 meter di atas permukaan laut, yang dapat
dioptimalkan sebagai tempat evakuasi penduduk setempat.
2. Pada umumnya penduduk sudah mengerti apa yang harus dilakukan jika ada
informasi akan terjadi tsunami, yaitu menjauh dari pantai menuju tempat lebih
tinggi.
3. Pada umumnya desa-desa di pesisir Provinsi Bengkulu belum memiliki ramburambu dan jalur evakuasi yang memadai.
4. Tingkat kesiapsiagaan terhadap ancaman bahaya tsunami masih rendah dengan
tingkat kesiapsiagaan: Pasar Bantal 54 %, Pasar Ketahun 35 %, Serangai 43 %,
desa-desa tersebut sangat memerlukan penanganan khusus untuk meningkatkan
mitigasi kesiapsiagaannya.
5. Permodelan skenario penanggulangan bencana Di Kec. Padang Utara
merupakan pemodelan sederhana dimana memadukan SIG, Android dan WebGis.
Dengan SIG dapat melakukan analisis bahaya, rute evakuasi, jangkauan pelayanan
shelter sementara Android dan WebGis merupakan aplikasi pembantu
penyampaian informasi spasial kepada masyarakat, karena WebGis bersifat umum
yang mana dapat diakses oleh masyarakat, sedangkan Android disini merupakan
aplikasi untuk entry data WebGis. Dengan bantuan SIG, WebGis, dan Android
tersebut tentunya dapat mengurangi korban atau kerugian dalam bencana.

5. Daftar Rujukan

Mustofa, Nur. 2010. Jurnal Gempa Bumi, Tsunami Dan Mitigasinya.


Jakarta. Badan Informasi dan Konservasi
Suwarsono. 2013. Jurnal Optimalisasi Potensi Lokal Desa Rawan Bahaya
Tsunami dalam Rangka Mitigasi Menuju Terwujudnya Desa Siaga Bencana
Mandiri di Pesisir Provinsi Bengkulu. Lampung. Universitas Lampung
Rahyadi, Roni. 2012. Jurnal Skenario Antisipasi Penanggulangan Gempa
Dan Tsunami Di Padang. Padang

Anda mungkin juga menyukai