2011.02.4.0006
2011.02.4.0015
2011.02.4.0018
Riska Agustina
2013.02.4.0008
Lita Sulfiana R.
2013.02.4.0013
Ima Nurmalia P.
2013.02.4.0020
JURUSAN OSEANOGRAFI
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan Makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun sebagai tugas dengan mengambil judul Pendekatan,
Pemahaman, dan Pencegahan Bencana Tanah Longsor serta Penanggulangannya.
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis banyak menerima bantuan dari
beberapa pihak. Maka dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
orang tua yang telah memberikan dukungan doa, moril dan materiil. Dan terima
kasih juga kepada Engki Andri Kisnarti, ST, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah memberi saran sehingga tersusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu
kami penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan
makalah selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam khususnya adalah tanah
longsor, hal
struktur geologi batuan, topografi, susunan batuan dan beberapa daerah yang
mempunyai kemiringan yang curam. Peristiwa tanah longsor menurut Varnes
1978 dalam Darsono dkk. 2013, adalah gerakan massa tanah atau dapat
didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, dapat berupa
batuan asli, tanah pelapukan, bahan timbunan atau kombinasi dari materialmaterial yang bergerak ke arah bawah dan keluar lereng. Gerakan massa tanah
atau batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau
buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, dimana alam mencari
keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya
dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan
geser tanah (Karnawati, 2003).
Di Indonesia khususnya di Kota Bukit Tinggi merupakan salah satu lokasi
terjadinnya tanah longsor akibat kestabilan lereng yang terganggu sehingga dapat
membahayakan permukiman di sekitar kota tersebut. Letak kota yang berada di
sepanjang patahan aktif sumatera yang lebih dikenal dengan Ngarai Sianok dan di
kelilingi oleh dua buah gunung berapi yang dapat memicu bencana tanah longsor
akibat gempa bumi. Menyikapi hal tersebut, pemerintah menetapkan kawasan
rawan bencana tanah longsor di Sempadan Ngarai Sianok Kota Bukit Tinggi
sebesar 100 meter dari bibir ngarai dengan arah menjauhi ngarai. Kebijakan
pemerintah sejauh ini lebih bersifat pengendalian sedangkan kondisi yang
dihadapi tersebut memerlukan kebijakan penanganan. Salah satu kelurahan yang
perlu diberikan prioritas penanganan adalah Kelurahan Belakang Balok. Citra
satelit menunjukkan bahwa keseluruhan wilayah kelurahan sudah terbangun dan
kawasan permukiman di kelurahan ini berkembang hingga mencapai bibir Ngarai
Sianok. Dengan kondisi tersebut, kebutuhan penanganan permukiman di sekitar
Ngarai Sianok semakin mendesak.
keseluruhan
(RT/RW
Kabupaten
Sleman,
2011-2031).
Fakta
1.2
Tujuan Penelitian
1.3
Manfaat Peneltian
a. Dapat diketahui penetapan prinsip penanganan dan perumusan penanganan
pemukiman di Kelurahan Belakang Balok
b.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Penanganan Pemukiman di Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah.
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah single case study dengan
memfokuskan wilayah penelitian pada satu kawasan permukiman di Kelurahan
Belakang Balok saja. Kebutuhan penanganan permukiman didasarkan pada
masing-masing tipologi permukiman yang dinilai berdasarkan keteraturan yang
ditunjukkan dengan lima kriteria, yaitu: konsistensi hirarki jalan; kondisi drainase;
keteraturan kavling; kemantapan sempadan jalan; dan kemantapan sempadan
bangunan. Kemudian dilakukan tahapan-tahapan analisis isi terhadap peraturan,
literatur, maupun penelitian yang relevan untuk merumuskan kriteria dan
komponen penanganan, serta prinsip-prinsip penanganan.
Kemudian dilakukan analisis risiko bencana dengan terlebih dahulu
menganalisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah studi. Penentuan faktor
kerentanan dan pembobotannya dilakukan berdasarkan kajian terhadap pedomanpedoman dan penelitian relevan lainnya. Secara garis besar, perumusan arahan
penanangan merupakan keluaran akhir dari studi ini. Dari hasil kajian literatur,
pedoman-pedoman terkait, maupun penelitian yang relevan, ditetapkan kriteria
dan komponen penangan permukiman yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Kriteria
Komponen
Temuan/Indikator
Tipologi Permukiman
Karakteristik Kawasan
Permukiman
Tingkat Bahaya
Karakteristik Kawasan
Rawan Bencana
Kerentanan
tersedia
Kerentanan fisik meliputi jaringan
jalan dan bangunan yang terdapat di
dalam kawasan
Kerentanan aktivitas manusia meliputi
Risiko Bencana
jumlah penduduk
Risiko bencana tinggi, menengah dan
rendah
Peruntukkan fungsi yang
Sianok
Kebijakan Terkait
Pengembangan
Permukiman Baru
Konstruksi yang
Diperbolehkan
gerakan tanah
2.2 Penanganan Daerah Kawasan Rentan Tanah Longsor dalam KSN
Gunung merapi di Kabupaten Sleman.
a. Metode Pengumpulan Data
sosial
dan
ekonomi.
Dalam
analisa
faktorfaktor
yang
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Terjadinya Bencana
a. Pemukiman di Sekitar Ngarai Sianok di Kelurahan Belakang Balok, Kota
Bukit Tinggi
Penyebab tidak langsung terjadinya longsor, yaitu faktor-faktor yang
mengkondisikan suatu lereng rentan atau siap bergerak. Faktor pengontrol terdri
dari dua faktor, yaitu faktor pengontrol alam dan non alam atau biasa disebut
mekanis atau teknis. Berikut penjabarannya :
a. Faktor Pengontrol Alam, berupa kondisi geologis, kelerengan, dan
kondisi vegetasi yang dapat memicu kerentanan suatu wilayah terhadap
longsor.
b. Faktor Pengontrol Mekanis/Teknis, meliputi pendekatan mekanis atau
teknis yang digunakan sebagai pengendali longsor. Ada-tidaknya faktor
pengontrol jenis ini sangat mempengaruhi kerentanan suatu lereng,
selain juga dipengaruhi faktor alam. Baik tidaknya kondisi faktor
pengontrol mekanis juga seringkali berperan dalam pencegahan longsor.
Kondisi dan bentuk faktor mekanis biasanya disesuaikan dengan kondisi
topografi dan besar kecilnya tingkat bahaya longsor. Contoh faktor pengontrol
mekanis adalah saluran drainase, bangunan penahan material longsor, bangunan
penguat tebing, dan trap terasering. Penyebab langsung terjadinya longsor, yaitu
proses-proses yang menyebabkan bergeraknya lereng tanah/batuan. Faktor-faktor
pemicu terjadinya tanah longsor sebagai berikut:
a) Hujan
b) Lereng terjal
c) Tanah yang kurang padat dan tebal
d) Batuan yang kurang kuat
e) Jenis tata lahan
f) Getaran
penambangan bebatuan
Rumah tertimbun
Faktor
Kerentanan Lingkungan
Jenis tumbuhan yang menutupi
lereng dikawasan rawan tanah
longsor
Supply kebutuhan air
berdasarkan jarak potensi
longsor yang dekat dengan
sungai
Kerentanan Fisik
Tingkat kepadatan bangunan di
wilayah rawan tanah longsor
Tingkat distribusi pelayanan
jaringan listrik yang berada
dilereng kawasan longsor
Panjang jalan yang
rusak/tertimbun tanah longsor
longsor
Kerentanan Sosial
Tingkat kepadatan penduduk
dilokasi rawan longsor
Tingginya persentase laju
pertumbuhan Penduduk di
lokasi rawan longsor
Tingginya jumlah penduduk
usia tua-balita
Kerentanan Ekonomi
Tingginya persentase rumah tangga
yang bekerja di sektor rentan
(petani)
Tingginya persentase rumah tangga
miskin yang berada disekitar
kawasan rawan longsor
dihasilkan
dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
masing-masing
kerentanan.
a. Kerentanan Lingkungan dengan zona sangat rentan berada di Kecamatan
Cangkringan (luas kerentanan 4.799 ha), dan zona tidak rentan di
Kecamatan Prambanan dengan luas kerentanan 4.135 ha
c.
Tipologi Permukiman
Sumber: Hasil Analisis, 2012
b. Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan,
kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan
lereng berkisar antara 21% sampai dengan 40%, dengan ketinggian
500 meter sampai dengan 2000 meter di atas permukaan laut.
c. Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran rendah,
dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan
lereng berkisar antara 0% sampai dengan 20%, dengan ketinggian 0
sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut.
Persentase Zona
Bahaya Tk. Tinggi (%)
Teratur
21.8765
78.35
0.44465
Cukup Teratur
53.745
46.24
0.50743
Tidak Teratur
67.251
33.2
0.536306
Hal ini dimungkinkan pula dengan kondisi wilayah studi yang cenderung
hanya digunakan sebagai tempat tinggal sedangkan tempat bekerja, aktivtias
perekonomian seperti pasar tidak ditemukan.
Karenanya, aktivitas manusia yang difokuskan dalam penelitian ini adalah
aktivitas manusia di dalam permukiman, yaitu aktivitas rumah tangga. Aktivitas
rumah tangga yang dimaksud adalah aktivitas yang dapat memperngaruhi
kestabilan tanah dan tebing di wilayah studi, yaitu utamanya pembuangan limbah
rumah tangga, maupun aktivitas pengolahan tanah berupa kolam dan
permakaman.
Kemudian digunakan asumsi bahwa semakin banyak jumlah penduduk
semakin beragam pula aktivitas yang mungkin terjadi dalam suatu permukiman.
Masing-masing faktor kerentanan kemudian diberikan bobot sebagai berikut.
Tabel 4. Karakteristik Bahaya Gerakan Tanah Pada Tiap Mikrozonasi
Faktor
Bobot Faktor
Indikator
Bobot Indikator
Kerentanan
Fisik
50 %
Aktifitas
Cukup Teratur
Jaringan Jalan
Bangunan Rumah
Jumlah Penduduk
40%
60%
100%
Manusia
Sumber: Hasil Analisis, 2012
a. Kerentanan Fisik
Identifikasi kerentanan fisik di wilayah studi dilakukan dengan
menganalisis indikator jaringan jalan dan jumlah bangunan rumah. Pada
masing-masing indikator tersebut, dilakukan perbandingan panjang jaringan
jalan pada tiap tipologi permukiman dengan panjang jaringan jalan total
kelurahan. Begitu pula dengan jumlah bangunan rumah pada masing-masing
tipologi dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah total kelurahan. Proses
analisis ini dilakukan dengan bantuan GIS.
Dari hasil analisis kemudian diperoleh persentase masing-masing indikator
tersebut pada tiap tipologi permukiman. Kemudian, masing-masing indikator
dikalikan dengan bobot indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari
perkalian masing-masing indikator kemudian dijumlahkan dan dinormalisasi
hingga mendapat indeks kerentanan fisik.
Hasil analisis ini memunculkan rentang nilai indeks kerentanan. Dengan
menggunakan bantuan GIS, ditentukanlah tiga tingkat kerentanan, yaitu
kerentanan rendah, kerentanan menengah dan kerentanan tinggi.
Tabel 5. Kerentanan Fisik Permukiman di Kelurahan Belakang Balok
Tipologi
Permuki
man
Teratur
Cukup
Teratur
Tidak
Teratur
Indeks Kerentanan
Fisik
32.57
38.3
20.24
36.8
0.12586
0.187
29.12
42.98
0.18718
Hasil analisis ini juga perlu ditampilkan dalam bentuk peta kerentanan
fisik dengan bantuan software GIS.
b. Kerentanan Aktivitas Manusia
Indikator kerentanan aktivitas manusia dalam studi ini adalah jumlah
penduduk. Asumsi yang digunakan adalah jumlah pendudk menggambarkan
banyak aktivitas manusia di dalam suatu kawasan permukiman. Aktivitas yang
dimaksud adalah aktivitas rumah tangga. Dalam penelitian ini, aktivitas rumah
tangga dianggap sangat memperngaruhi kestabilan tebing Ngarai Sianok.
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
490
890
Penduduk Total
(Jiwa)
Persentase Jumlah
Penduduk (%)
Indeks Kerentanan
Aktivitas Manusia
2420
2420
20.25
36.78
0.10125
0.1839
1040
2420
49.975
0.214875
Hasil analisis ini juga perlu ditampilkan dalam bentuk peta kerentanan
fisik dengan bantuan software GIS. Dengan proses yang sama dengan analisis
kerentanan fisik, hasil rentang indeks kemudian dibagi kedalam tiga tingkatan,
yaitu kerentanan rendah, menengah dan tinggi dengan bantuan GIS.
Indeks Kerentanan
Fisik
0.12586
0.187
0.18718
Indeks Kerentanan
Aktivitas Manusia
0.10125
0.1839
0.214875
Indeks Kerentanan
Total
0.22711
0.3709
0.402055
Hasil analisis ini juga perlu ditampilkan dalam bentuk peta kerentanan
fisik dengan bantuan software GIS agar dapat dilakukan proses overlay dengan
peta bahaya gerakan tanah untuk menghasilkan peta risiko.
d. Identifikasi Risiko Bencana Gerakan Tanah
Indeks bahaya gerakan tanah total dan indeks kerentanan kawasan
permukiman total yang telah dihitung pada proses sebelumnya dijumlahkan
Mikrozona
Pemukiman
Teratur
Cukup
Tingkat
Indeks
Tingkat
Indeks
Indeks
Tingkat
Kerentanan
Risiko
Risiko
0.35836
Tinggi
0.22711
0.54051
Menengah
Menengah
0.3709
0.69337
Tinggi
0.55586
Menengah
Tinggi
0.402055
0.805561
Tinggi
0.534855
Menengah
Bahaya
Bahaya
Kerentanan
Tinggi
0.13125
Rendah
Menengah
0.3134
Tinggi
0.32247
Menengah
0.18496
Tinggi
0.403506
Menegah
0.1328
Teratur
Tidak
Teratur
dianjurkan terhadap gempa bumi. Untuk itu diperlukan studi mendalam dari
bidang kelimuan geologi dan sipil konstruksi.
Tabel 9. Arahan Penanganan Permukiman di Sekitar Ngarai Sianok Kelurahan Belakang Balok
Mikrozona
1
Permukiman
Arahan Penanganan
Rekayasa Teknis
Vegetasi
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Berdasarkan hasil penelitian terhadap tindakan penanganan permukiman di
kawasan rawan bencana gerakan tanah Ngarai Sianok di Kelurahan Belakang
Balok, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dalam merumuskan arahan tindakan penanganan permukiman di kawasan
rawan bencana gerakan tanah Ngarai Sianok, perlu ditetapkan kriteria dan
komponen terlebih dahulu. Penentuan kriteria dan komponen tersebut
dilakukan berdasarkan kajian literatur dan masukan pakar. Kriteria dan
komponen tersebut adalah karakteristik kawasan permukiman yang diteliti,
4.3 Dari hasil yang diperoleh untuk dua lintasan terdeteksi litologi batuan berupa
lempung, lempung basah, batuan lempung pasiran sampai pasir lempungan
dan batuan pasir sampai breksi. Bidang gelincir pada kedua lintasan berupa
batuan lempung basah, pada lintasan pertama terdeteksi pada kedalaman
antara 1,7 meter 17 meter, sedangkan lintasan dua terdeteksi pada
kedalaman 8,9 meter 16,4 meter. Lapisan batuan yang diduga menyimpan
kandungan air atau material akan longsor berupa batuan lempung pasir
sampai pasir lempungan dan batuan pasir sampai breksi, yang letaknya diatas
bidang gelincir, dimana batuan ini yang berpotensi memicu tanah longsor.
REFERENSI
Imanda, A. 2013. Penanganan Pemukiman di Kawasan Rawan Bencana Gerakan
Tanah Studi Kasus Pemukiman Sekitar Ngarai Sianok di Kelurahan Belakang
Balok Kota Bukittinggi. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 24 No. 2,
141-156.
Destriani, N, Pamungkas, A. 2013. Identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah
Longsor dalam KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman. Jurnal Teknik
POMITS Vol. 2, No. 2, ISSN: 2337-3539, C-134C-138.
Darsono, dkk. 2012. Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu Bencana Tanah Longsor
dengan Metode Resistifitas 2 Dimensi di Desa Pablengan. Kecamatan
Matesih, Kabupaten Karanganyar. Indonesian Journal of Applied Physics Vol.
2, No. 1, ISSN: 2089-0133, 51-66.