Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS

KATARAK SENIL STADIUM MATUR


Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Tidar Magelang

Diajukan kepada
dr. Sri Yuni Hartati, Sp.M

Disusun oleh :
WAN D I
2009.031.0202
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama

: Tn.M

Umur

: 65 tahun

Jenis kelamin

: Laki- laki

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Alamat

: Sukodadi, Bandongan, Magelang

2. Anamnesis
a. Keluhan utama
pandangan kabur pada mata kanan (OD) dan mata kiri (OS)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh pandangan kabur pada
mata kirinya. Pasien merasa pandangan mata kirinya semakin lama semakin
kabur secara perlahan lahan. Demikian pula dengan mata kanannya 1
bulan mengeluhkan keluhan yang sama, Pasien menyangkal adanya mata
merah. Pasien mengatakan pandangannya kabur seperti melihat asap/kabut.
Pasien merasa silau jika melihat cahaya yang terang dan pasien merasa
lebih jelas ketika melihat pada malam hari. Pasien merasa penglihatannya
yang kabur sudah mengganggu aktifitasnya. Pasien merasa kabur jika
melihat jauh ataupun dekat. Pasien menyangkal mata terasa sakit, tidak
nyaman, pegal, dan nerocos. Pasien juga menyangkal adanya sakit kepala
disertai mual dan muntah. Sebelumnya pasien tidak pernah menggunakan
kacamata dan tidak pernah mengkonsumsi obat obatan tertentu dalam
jangka waktu yang lama. Pasien menyangkal riwayat keluhan serupa dan

trauma mata (kimia, radiasi, tumpul, tajam, benda asing). Pasien juga
menyangkal riwayat alergi, hipertensi, dan diabetes mellitus. Kesimpulan
hasil pemeriksaan mata kanan dan kiri pasien menunjukkan visus jauh 1/~,
lensa keruh berwarna putih, shadow test (-), refleks fundus (-). Pasien
didiagnosis katarak senil stadium matur ODS dan pasien direncanakan
untuk dilakukan tindakan pembedahan ekstraksi katarak mata kiri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (-), riwayat DM (-), riwayat trauma mata (-).
Riwayat hipertensi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-), riwayat DM (-), riwayat trauma mata (-).
Riwayat hipertensi (-).
3. Kesan
Kesadaran
Keadaan Umum
OD
OS

: Compos Mentis
: Baik
: Tampak tenang, lensa keruh
: Tampak tenang, lensa keruh

4. Pemeriksaan Subjektif
PEMERIKSAAN
Visus Jauh

OD
1/~

OS
1/~

Refraksi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Koreksi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Visus Dekat

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Proyeksi Sinar

Baik

Baik

Persepsi Warna

Baik

Baik

5. Pemeriksaan Objektif
PEMERIKSAAN

OD

OS

PENILAIAN

Kedudukan alis baik,

1. Sekitar mata
-

Alis

jaringan parut (-),


-

Silia

simetris
Trikiasis (-),
diskriasis (-),
madarosis (-)

2. Kelopak mata
- Pasangan

Simetris, ptosis (-)

- Gerakan

Gangguan gerak
membuka dan
menutup (-),

- Lebar rima
- Kulit

10 mm

10 mm

blefarospasme (-)
Normal 9-14 mm
Hiperemi (-), edema
(-), tampak benjolan
pada palpebra atas

- Tepi kelopak

mata kanan dan kiri


Trichiasis (-),
ektropion (-),

- Margo

entropion (-)
Tanda radang (-)

Dakrioadenitis (-)

Dakriosistitis (-)

intermarginalis
3. Apparatus Lakrimalis
-

Sekitar
glandula lakrimalis

- Sekitar sakus
lakrimalis

- Uji flurosensi

Tidak

Tidak

Tidak dilakukan

- Uji regurgitasi

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

Tidak dilakukan

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

Tidak dilakukan

dilakukan

dilakukan

Simetris

(orthophoria)
Tidak ada gangguan

Tes Anel

4. Bola mata
- Pasangan
- Gerakan

- Ukuran

N
+

gerak (syaraf dan

otot penggerak bola

mata normal)

Normal,
Makroftalmos (-),

5. TIO

Mikroftalmos (-)
Palpasi kenyal (tidak
ada peningkatan dan
penurunan TIO)

6.

Konjungtiva

- Palpebra superior

Tenang, mengkilap,
hiperemis (-), papil
(-), folikel (-)

Forniks

- Palpebra inferior

Tenang, mengkilap,
hiperemis (-), papil

Bulbi

(-), folikel (-)


Injeksi konjungtiva
(-), injeksi
perikornea (-), pucat

7. Sclera
8.

Putih

Putih

(-), corpal (-),


Tidak ikterik

Kornea

Ukuran

horizontal 12
mm, vertikal 11

- Kecembungan

mm
Lebih cembung dari
sclera

- Limbus

Arcus Senilis

Arcus Senilis

Arcus senilis

(+)

(+)

(-), Injeksi

Permukaan

Licin

Licin

perikornea (-)
Licin, mengkilap,
edem (-), corpal (-),
defek epitel (-),

Medium

Jernih

Jernih

ulkus(-)
Jernih

- Uji flurosensi

Tidak

Tidak

Tidak dilakukan

dilakukan
Reguler

dilakukan
Reguler

- Placido
9.

Konsentris Reguler

Kamera Okuli anterior

- Ukuran

Dalam

Dalam

Dalam

- Isi

Jernih

Jernih

Jernih, flare (-),


hifema (-), hipopion
(-)

10.

Iris

- Warna

Cokelat

Cokelat

- Pasangan

- Gambaran

Bulat

Bulat

4 mm

4 mm

11.

Simetris
Bulat, Reguler

Pupil

- Ukuran

Normal ( 3-6 mm)


pada ruangan dengan

- Bentuk

Bulat

Bulat

- Tempat

Di tengah

Di tengah

Reguler

Reguler

- Tepi

cahaya cukup
Bulat
Di tengah
Reguler

- Refleks direct

(+)

(+)

Positif

- Refleks indrect

(+)

(+)

Positif

- Ada/tidak

Ada

- Kejernihan

Keruh

Keruh

- Letak

- Warna

Putih

Putih

Tidak dapat

Tidak dapat

dinilai

dinilai

Suram

Suram

12. Lensa

Jernih
Di tengah, belakang
iris

Kekeruhan
13.Korpus Vitreum
14.Refleks fundus

Jernih
Warna orange
cemerlang

6. Kesimpulan Pemeriksaan
OD

OS

Visus 1/~
Tampak lensa keruh berwarna putih.

Visus 1/~
Tampak lensa keruh berwarna putih.

7. Diagnosis
Katarak Senil Stadium Matur ODS
8. Tatalaksana
Katarak : EKEK dan IOL OS
9. Prognosis
Visum (Ad Visam)

: dubia ad bonam

Kesembuhan (Ad Sanam)

: dubia ad bonam

Jiwa ( Ad Vitam)
Kosmetika (Ad Kosmeticam)

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

10. Masalah Yang di Kaji

Bagaimana cara mendiagnosis katarak senil stadium matur pada pasien?

Bagaimana penatalaksanaan katarak senil?

Apa sajakah komplikasi yang dapat muncul pada katarak dan operasi
katarak?

A. PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan utama pandangan kabur pada
kedua mata. Keluhan ini muncul sejak 3 bulan yang lalu, semakin parah
dan terjadi perlahan- lahan. Keluhan ini tidak disertai mata merah. Dari
riwayat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa mata tenang dengan
penurunan tajam penglihatan perlahan. Diagnosis banding yang mungkin
pada keadaan ini adalah katarak, glaukoma sudut terbuka, retinopati, dan
kelainan refraksi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
diagnosis banding tersebut melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Kemungkinan glaukoma sudut terbuka dapat disingkirkan dari anamnesis
dan pemeriksaan. Pasien menyangkal mata terasa sakit, tidak nyaman,

pegal, dan nerocos. Pasien juga menyangkal adanya penglihatan seperti


memakai teropong. Pada pemeriksaan palpasi bola mata didapatkan TIO
normal.
Kemungkinan retinopati DM dan hipertensi dapat disingkirkan dari
anamnesis karena penderita menyangkal riwayat hipertensi dan DM.
Selain dari anamnesis juga harus dipastikan dengan pemeriksaan. Hasil
pemeriksaan funduskopi pada mata kanan tidak memberikan hasil segmen
posterior yang jelas, karena lensa keruh. Namun pada pemeriksaan fungsi
retina sentral dan perifer melalui proyeksi sinar dan persepsi warna masih
baik.
Sementara itu banyak keluhan pada penderita yang menyokong ke arah
katarak. Pasien mengatakan pandangannya kabur seperti melihat
asap/kabut. Pasien merasa silau jika melihat cahaya yang terang dan pasien
merasa lebih jelas ketika melihat pada malam hari. Mengingat umur pasien
yaitu 65 tahun, maka dapat dikatakan bahwa katarak yang dialami pasien
termasuk ke dalam klasifikasi katarak senil. Pada pemeriksaan segmen
anterior mata ditemukan lensa keruh menyeluruh dan shadow test (-)
menunjukkan stadium matur. Jadi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pasien didiagnosis katarak senil stadium matur okuli sinistra dextra.
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak ini di bagi ke dalam 4 stadium, yaitu katarak
insipen, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur.
1. Katarak insipien : stadium katarak paling dini. Kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal). Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat di
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien.

2. Katarak imatur : sebagian lensa keruh. Merupakan katarak yang belum


mengenai

seluruh

lapis

lensa.

Volume

lensa

bertambah

akibat

meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan


lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur : kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur
tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali
pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada
shadow test, atau disebut negatif.

Gambar Katarak Matur


4. Katarak hipermatur : merupakan katarak yang telah mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi lembek dan mencair pada bagian korteks.
Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa
menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat

10

bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan
berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila
proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut
dinamakan katarak morgagni.

Gambar Katarak Morgagni

Perbedaan stadium katarak senil


Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Iris shadow test
Penyulit

Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-

Immatur
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma
fakomorfik

Matur
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-

Hipermatur
Masif
Berkurang
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis +
Glaukoma
fakolitik

Tatalaksana Katarak Senil


Katarak senil penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak
senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun
katarak belum matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan
menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah
menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan
glaukoma. Teknik pembedahan ekstraksi lensa yang dapat dilakukan

11

adalah Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK), Ekstraksi Katarak Ekstra


Kapsular (EKEK), dan phacoemulsifikasi.
-

EKIK : tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa


bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior
yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. Pada EKIK tidak akan terjadi katarak
sekunder. EKIK tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

EKEK : tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan


pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan.Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra
ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

12

Gambar Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular

Phacoemulsifikasi : pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat


kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa intra okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan
cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat
pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan
incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra
okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti

13

itu.

Gambar Phacoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik


Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata
pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik
untuk rehabilitasi pasien katarak. Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens
(IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan
kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali
timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan
tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas
dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan
pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi
yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai
presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini
dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang

14

sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor


biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam
antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri)
dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata
depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan
untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial
Coherence Laser Interferometry (PCI).

Gambar Intra Ocular Lens


Pengukuran Kekuatan IOL
Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak
25 tahun yang lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda
yang dapat digunakan diantaranya SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.
Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup terkenal karena mudah digunakan
akan tetapi karena seringnya ditemukan kesalahan pada hasil pengukurannya
akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat
ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai
dikembangkan. Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat
diukur dengan rumus dibawah ini:

P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x
/ nA dioptri)
)]
P
= Kekuatan IOL C
(satuan
K
= Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL
= Axial lenght (milimeter)
C
= ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan
permukaan IOL (milimeter)
nV
= Indeks refraksi dari vitreus
nA
= Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur
kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL

15

maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada mata dengan
AL 23,5mm. Kesalahan refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata
dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL
20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih
bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang.
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula
menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan
refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan
menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan
kornea secara langsung.
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien
diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli
bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan
beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada
ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin.
Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka
pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan
pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara
kedua mata.

Komplikasi katarak
1. Glaukoma
Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat
terjadi karena proses fakolitik, fakomorfik, fakotoksik.
-

Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa
akan keluar dan akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya substansi lensa
maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan
fagosit atau makrofag yang berfungsi mereabsorbsi substansi lensa
tersebut. Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior
sehingga timbul glaukoma.

Fakomorfik

16

Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut


kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya
tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma.
-

Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga

timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.


2. Uveitis
3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa

Komplikasi selama operasi


1. Hifema

Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris atau


vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka harus dilakukan
kauterisasi. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila
terdapat rubeosis iridis, uvietis heterocromik dan iridosiklitis. Komplikasi utama
akibat hifema yang berlangsung lama adalah peningkatan TIO dan corneal blood
staining.
2. Iridodialisis
Iridodialisis dapat terjadi pada waktu memperlebar luka operasi, iridektomi,
atau ekstraksi lensa. Iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan ganngguan visus
dan bisa berfungsi sebagai irisektomi perifer, tetapi iridodialisis yang parah dapat
menimbulkan gangguan visus dan kosmetik. Perbaikan harus segera dilakukan
dengan menjahit iris pada luka.
3. Prolaps korpus vitreus
Prolaps korpus vitreus merupakam komplikasi yang serius pada operasi
katarak, keadaan ini dapat menyebabkan keratopati bulosa, Epithelial dan stromal
downgrowth, prolap iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edama macula kistoid,
kekeruhan korpus vitreus, endoftalmitis dan neuritis optic. Untuk menghindari hal
tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dari
korpus vitreus.

17

4. Perdarahan ekspulsif
Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang
dapat menimbulkan eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera
dilakukam tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup
dengan rapat.

Komplikasi pasca operasi


1. Edema kornea

Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada
epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup
lama, inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah
operasi. Jika masih ditemukan edema kornea sentral setelah 3 bulan pasca operasi,
perlu dipertimbangkan keratoplasti.
2. Kekeruhan kapsul posterior
Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering penurunan visus
setelah EKEK. Sel-sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi
akan mengalami proliferasi. Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior
menempel membentuk wedl cells yang kemudian membentuk soemmerings ring.
Jika sel-sel epitel tersebut migrasi ke arah luar, sel-sel tersebut membentuk
Elschnigs pear di kapsul posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
kekeruhan kapsul posterior sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi
intra okuler, betuk lensa tanam, material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa
dan waktu operasi.
3. Residual lensa material
Timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila
material yang tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila
jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis
anterior kronis dan glaucoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nucleus
yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan
ekspresi atau irigasi nucleus.
4. Prolaps Iris

18

Iris paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab
tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolap
vitreus selama operasi. Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk
menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka lama, epithelial
downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis edema macula kistoid dan
kadang kadang Ophthalmia simpatik.
5. Astigmatisme
Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karean jahitan yang terlalu
kencang maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan
mengakibatkan Steepen corneal daerah yang searah jahitan ( with the rule.
Sedangakan jahitan yang terlalu longgar akan menyebabkan againt the rule
astigmatisma. With the rule astigmatisma setelah operasi katarak yang kurang dari
2 dioptri akan berkurang dengan sendirinya sehingga mengurangi kemungkinan
untuk melepas jahitan yang terlalu kencang.
6. Hifema
Hifema bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam
waktu 7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila
perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaucoma sekunder dan corneal
staining blood dan TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250 mg
4 kali sehari. Serta parasintesis hifema dengan aspirasi irigasi.
7. Glukoma sekunder
Glaukoma sekunder dengan peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48
jam setelah operasi, umumnya dapat hilang dengan sendirinya dan tidak
memerlukan terapi antiglaukoma. Peningkatan TIO yang berlangsung lama dapat
di sebabkan oleh Hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena pendangkalan
COA, epithelial ingrowth, blok siliar, endoftalmitis, sisa material lensa, pelepasan
pigmen iris, preexisting glaucoma.
8. Endoftalmitis
Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik
disebabkan rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum
endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan

19

visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5
hari pasca operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa minggu atau
bulan atau lebih setelah operasi.Endoftalmitis kronis ditandai dengan reaksi
inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab
endoftalmitis akut terbanyak adalah staphylococcus epidermidis (gram positif)
dan staphylococcus coagulase negative yang lain. Kuman gram positif merupakan
penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan gram negatif. Untuk
gram negatif , kuman penyebab terbanyak adalah pseudomonas aeruginosa.
Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup
banyak untuk inokulasi, atau system pertahanan mata terganggu oleh obat-obat
imunosupresan, penyakit atau trauma. Organisme penyebab endoftalmitis kronis
mempunyai virulensi yang rendah , penyebab tersering adalah propiobacterium
acnes, S.epidermidis dan candida. Organisme tersebut menstimulasi reaksi
imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi yang menetap.
9. Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor
predisposisinya meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps
vitreus, riwayat robekan atau ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada
mata kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi
sekitar 2-3% pasca EKIK dan 0,5-2 % pasca EKEK. Kapsul posterior yang masih
intak mengurangi kemungkinan terjadinya ablsio retina pasca bedah, sedangkan
operasi dengan komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss
meningkatkan kemungkinan ablasio retina.
10. Edema Makula Kistoid
Edema macula kistoid merupakan penyebab penurunan visus setelah operasi
katarak, yang dapat terjadi pada operasi katarak dengan maupun tanpa komplikasi.
Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan

karena permeabilitas

vaskuler

perifoveal yang meningkat. Factor-faktor lain yang mempengaruhi adalah


inflamasi yang terjadi karena prostaglandin relase, vitreomacular traction dan
hipotoni. Edema macula kistoid ditemukan pada keadaan penurunan tajam
penglihatan pasca operasi yang tidak diketahui sebabnya atau di ketahui dengan

20

penampakan yang karakteristik pada macula dengan pemeriksaan oftalmoskop


maupun fluorescein angiography, di mana didapatkan gambaran macula yang khas
( flower petal pattern).
11. Retinal light toxicity
Retinal light toxicity diakibatkan karena paparan sinar operating microscope
yang lama dan dapat menyebabkan terbakarnya epitel pigmen retina. Jika yang
terbakar daerah fovea maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan pasca
bedah. Sedangkan jika yang terbakar didaerah parafovea maka penderita akan
mengeluh adanya skotoma parasentral.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
2. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2002, Oftalmologi Umum, Edisi ke14, Widya Medika, Jakarta
3. Hartono, 2007, Ilmu Kesehatan Mata, edisi ke -1, Balai Penerbit FKUGM,
Yogyakarta
4. Kanski JJ, Bowling B, 2011, Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed,
Elsevier, China

21

22

Anda mungkin juga menyukai