Diajukan kepada
dr. Sri Yuni Hartati, Sp.M
Disusun oleh :
WAN D I
2009.031.0202
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Tn.M
Umur
: 65 tahun
Jenis kelamin
: Laki- laki
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
Alamat
2. Anamnesis
a. Keluhan utama
pandangan kabur pada mata kanan (OD) dan mata kiri (OS)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh pandangan kabur pada
mata kirinya. Pasien merasa pandangan mata kirinya semakin lama semakin
kabur secara perlahan lahan. Demikian pula dengan mata kanannya 1
bulan mengeluhkan keluhan yang sama, Pasien menyangkal adanya mata
merah. Pasien mengatakan pandangannya kabur seperti melihat asap/kabut.
Pasien merasa silau jika melihat cahaya yang terang dan pasien merasa
lebih jelas ketika melihat pada malam hari. Pasien merasa penglihatannya
yang kabur sudah mengganggu aktifitasnya. Pasien merasa kabur jika
melihat jauh ataupun dekat. Pasien menyangkal mata terasa sakit, tidak
nyaman, pegal, dan nerocos. Pasien juga menyangkal adanya sakit kepala
disertai mual dan muntah. Sebelumnya pasien tidak pernah menggunakan
kacamata dan tidak pernah mengkonsumsi obat obatan tertentu dalam
jangka waktu yang lama. Pasien menyangkal riwayat keluhan serupa dan
trauma mata (kimia, radiasi, tumpul, tajam, benda asing). Pasien juga
menyangkal riwayat alergi, hipertensi, dan diabetes mellitus. Kesimpulan
hasil pemeriksaan mata kanan dan kiri pasien menunjukkan visus jauh 1/~,
lensa keruh berwarna putih, shadow test (-), refleks fundus (-). Pasien
didiagnosis katarak senil stadium matur ODS dan pasien direncanakan
untuk dilakukan tindakan pembedahan ekstraksi katarak mata kiri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (-), riwayat DM (-), riwayat trauma mata (-).
Riwayat hipertensi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-), riwayat DM (-), riwayat trauma mata (-).
Riwayat hipertensi (-).
3. Kesan
Kesadaran
Keadaan Umum
OD
OS
: Compos Mentis
: Baik
: Tampak tenang, lensa keruh
: Tampak tenang, lensa keruh
4. Pemeriksaan Subjektif
PEMERIKSAAN
Visus Jauh
OD
1/~
OS
1/~
Refraksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Visus Dekat
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar
Baik
Baik
Persepsi Warna
Baik
Baik
5. Pemeriksaan Objektif
PEMERIKSAAN
OD
OS
PENILAIAN
1. Sekitar mata
-
Alis
Silia
simetris
Trikiasis (-),
diskriasis (-),
madarosis (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan
- Gerakan
Gangguan gerak
membuka dan
menutup (-),
- Lebar rima
- Kulit
10 mm
10 mm
blefarospasme (-)
Normal 9-14 mm
Hiperemi (-), edema
(-), tampak benjolan
pada palpebra atas
- Tepi kelopak
- Margo
entropion (-)
Tanda radang (-)
Dakrioadenitis (-)
Dakriosistitis (-)
intermarginalis
3. Apparatus Lakrimalis
-
Sekitar
glandula lakrimalis
- Sekitar sakus
lakrimalis
- Uji flurosensi
Tidak
Tidak
Tidak dilakukan
- Uji regurgitasi
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
Tidak dilakukan
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
Tidak dilakukan
dilakukan
dilakukan
Simetris
(orthophoria)
Tidak ada gangguan
Tes Anel
4. Bola mata
- Pasangan
- Gerakan
- Ukuran
N
+
mata normal)
Normal,
Makroftalmos (-),
5. TIO
Mikroftalmos (-)
Palpasi kenyal (tidak
ada peningkatan dan
penurunan TIO)
6.
Konjungtiva
- Palpebra superior
Tenang, mengkilap,
hiperemis (-), papil
(-), folikel (-)
Forniks
- Palpebra inferior
Tenang, mengkilap,
hiperemis (-), papil
Bulbi
7. Sclera
8.
Putih
Putih
Kornea
Ukuran
horizontal 12
mm, vertikal 11
- Kecembungan
mm
Lebih cembung dari
sclera
- Limbus
Arcus Senilis
Arcus Senilis
Arcus senilis
(+)
(+)
(-), Injeksi
Permukaan
Licin
Licin
perikornea (-)
Licin, mengkilap,
edem (-), corpal (-),
defek epitel (-),
Medium
Jernih
Jernih
ulkus(-)
Jernih
- Uji flurosensi
Tidak
Tidak
Tidak dilakukan
dilakukan
Reguler
dilakukan
Reguler
- Placido
9.
Konsentris Reguler
- Ukuran
Dalam
Dalam
Dalam
- Isi
Jernih
Jernih
10.
Iris
- Warna
Cokelat
Cokelat
- Pasangan
- Gambaran
Bulat
Bulat
4 mm
4 mm
11.
Simetris
Bulat, Reguler
Pupil
- Ukuran
- Bentuk
Bulat
Bulat
- Tempat
Di tengah
Di tengah
Reguler
Reguler
- Tepi
cahaya cukup
Bulat
Di tengah
Reguler
- Refleks direct
(+)
(+)
Positif
- Refleks indrect
(+)
(+)
Positif
- Ada/tidak
Ada
- Kejernihan
Keruh
Keruh
- Letak
- Warna
Putih
Putih
Tidak dapat
Tidak dapat
dinilai
dinilai
Suram
Suram
12. Lensa
Jernih
Di tengah, belakang
iris
Kekeruhan
13.Korpus Vitreum
14.Refleks fundus
Jernih
Warna orange
cemerlang
6. Kesimpulan Pemeriksaan
OD
OS
Visus 1/~
Tampak lensa keruh berwarna putih.
Visus 1/~
Tampak lensa keruh berwarna putih.
7. Diagnosis
Katarak Senil Stadium Matur ODS
8. Tatalaksana
Katarak : EKEK dan IOL OS
9. Prognosis
Visum (Ad Visam)
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Jiwa ( Ad Vitam)
Kosmetika (Ad Kosmeticam)
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Apa sajakah komplikasi yang dapat muncul pada katarak dan operasi
katarak?
A. PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan utama pandangan kabur pada
kedua mata. Keluhan ini muncul sejak 3 bulan yang lalu, semakin parah
dan terjadi perlahan- lahan. Keluhan ini tidak disertai mata merah. Dari
riwayat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa mata tenang dengan
penurunan tajam penglihatan perlahan. Diagnosis banding yang mungkin
pada keadaan ini adalah katarak, glaukoma sudut terbuka, retinopati, dan
kelainan refraksi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
diagnosis banding tersebut melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Kemungkinan glaukoma sudut terbuka dapat disingkirkan dari anamnesis
dan pemeriksaan. Pasien menyangkal mata terasa sakit, tidak nyaman,
seluruh
lapis
lensa.
Volume
lensa
bertambah
akibat
10
bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan
berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila
proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut
dinamakan katarak morgagni.
Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Immatur
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma
fakomorfik
Matur
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Hipermatur
Masif
Berkurang
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis +
Glaukoma
fakolitik
11
12
13
itu.
14
P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x
/ nA dioptri)
)]
P
= Kekuatan IOL C
(satuan
K
= Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL
= Axial lenght (milimeter)
C
= ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan
permukaan IOL (milimeter)
nV
= Indeks refraksi dari vitreus
nA
= Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur
kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL
15
maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada mata dengan
AL 23,5mm. Kesalahan refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata
dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL
20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih
bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang.
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula
menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan
refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan
menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan
kornea secara langsung.
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien
diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli
bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan
beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada
ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin.
Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka
pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan
pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara
kedua mata.
Komplikasi katarak
1. Glaukoma
Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat
terjadi karena proses fakolitik, fakomorfik, fakotoksik.
-
Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa
akan keluar dan akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya substansi lensa
maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan
fagosit atau makrofag yang berfungsi mereabsorbsi substansi lensa
tersebut. Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior
sehingga timbul glaukoma.
Fakomorfik
16
Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga
17
4. Perdarahan ekspulsif
Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang
dapat menimbulkan eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera
dilakukam tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup
dengan rapat.
Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada
epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup
lama, inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah
operasi. Jika masih ditemukan edema kornea sentral setelah 3 bulan pasca operasi,
perlu dipertimbangkan keratoplasti.
2. Kekeruhan kapsul posterior
Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering penurunan visus
setelah EKEK. Sel-sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi
akan mengalami proliferasi. Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior
menempel membentuk wedl cells yang kemudian membentuk soemmerings ring.
Jika sel-sel epitel tersebut migrasi ke arah luar, sel-sel tersebut membentuk
Elschnigs pear di kapsul posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
kekeruhan kapsul posterior sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi
intra okuler, betuk lensa tanam, material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa
dan waktu operasi.
3. Residual lensa material
Timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila
material yang tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila
jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis
anterior kronis dan glaucoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nucleus
yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan
ekspresi atau irigasi nucleus.
4. Prolaps Iris
18
Iris paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab
tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolap
vitreus selama operasi. Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk
menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka lama, epithelial
downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis edema macula kistoid dan
kadang kadang Ophthalmia simpatik.
5. Astigmatisme
Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karean jahitan yang terlalu
kencang maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan
mengakibatkan Steepen corneal daerah yang searah jahitan ( with the rule.
Sedangakan jahitan yang terlalu longgar akan menyebabkan againt the rule
astigmatisma. With the rule astigmatisma setelah operasi katarak yang kurang dari
2 dioptri akan berkurang dengan sendirinya sehingga mengurangi kemungkinan
untuk melepas jahitan yang terlalu kencang.
6. Hifema
Hifema bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam
waktu 7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila
perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaucoma sekunder dan corneal
staining blood dan TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250 mg
4 kali sehari. Serta parasintesis hifema dengan aspirasi irigasi.
7. Glukoma sekunder
Glaukoma sekunder dengan peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48
jam setelah operasi, umumnya dapat hilang dengan sendirinya dan tidak
memerlukan terapi antiglaukoma. Peningkatan TIO yang berlangsung lama dapat
di sebabkan oleh Hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena pendangkalan
COA, epithelial ingrowth, blok siliar, endoftalmitis, sisa material lensa, pelepasan
pigmen iris, preexisting glaucoma.
8. Endoftalmitis
Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik
disebabkan rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum
endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan
19
visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5
hari pasca operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa minggu atau
bulan atau lebih setelah operasi.Endoftalmitis kronis ditandai dengan reaksi
inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab
endoftalmitis akut terbanyak adalah staphylococcus epidermidis (gram positif)
dan staphylococcus coagulase negative yang lain. Kuman gram positif merupakan
penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan gram negatif. Untuk
gram negatif , kuman penyebab terbanyak adalah pseudomonas aeruginosa.
Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup
banyak untuk inokulasi, atau system pertahanan mata terganggu oleh obat-obat
imunosupresan, penyakit atau trauma. Organisme penyebab endoftalmitis kronis
mempunyai virulensi yang rendah , penyebab tersering adalah propiobacterium
acnes, S.epidermidis dan candida. Organisme tersebut menstimulasi reaksi
imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi yang menetap.
9. Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor
predisposisinya meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps
vitreus, riwayat robekan atau ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada
mata kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi
sekitar 2-3% pasca EKIK dan 0,5-2 % pasca EKEK. Kapsul posterior yang masih
intak mengurangi kemungkinan terjadinya ablsio retina pasca bedah, sedangkan
operasi dengan komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss
meningkatkan kemungkinan ablasio retina.
10. Edema Makula Kistoid
Edema macula kistoid merupakan penyebab penurunan visus setelah operasi
katarak, yang dapat terjadi pada operasi katarak dengan maupun tanpa komplikasi.
Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan
karena permeabilitas
vaskuler
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
2. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2002, Oftalmologi Umum, Edisi ke14, Widya Medika, Jakarta
3. Hartono, 2007, Ilmu Kesehatan Mata, edisi ke -1, Balai Penerbit FKUGM,
Yogyakarta
4. Kanski JJ, Bowling B, 2011, Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed,
Elsevier, China
21
22