terjadinya stroke menurut Mansjoer (2005) adalah: 1) Yang tidak dapat diubah: usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2) Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan
obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
III. Tanda dan Gejala Klinis Menurut
Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan
lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau
pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala Stroke terbagi menjadi berikut: 3.1 Bagian sistem
saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik 3.2 Batang otak,
dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan
melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan
detak jantung terganggu, lidah lemah. 3.3 Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat
menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam
waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan
kecil atau serangan awal Stroke. Pada sumber lain tanda dan gejala Stroke yaitu:
Adanya
serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa
seperti terkena cabai, rasa terbakar
Mulut, lidah mencong bila diluruskan
Gangguan
menelan : sulit menelan, minum suka keselek
Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa,
kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco,
dan kata-katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya
sepatah-sepatah kata yang terucap
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang
tepat
Tidak memahami pembicaraan orang lain
Tidak mampu membaca
dan menulis, dan tidak memahami tulisan
Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak
terkoordinasi dengan baik, sempoyongan, atau terjatuh
Gangguan kesadaran, pingsan
sampai tidak sadarkan diri
IV. Pemeriksaan Diagnostik Menurut (Doenges,(2000)
pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah: 1. Angiografi
serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi
arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur. 2.
CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark. 3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. 4. MRI (Magnetic
Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena. 5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena. 6. EEG
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran
compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan. 1.7.2
B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah > 200 mmHg). 1.7.3
B3
(Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran.Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sanagt penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral.Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. Pengkajian saraf cranial. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf cranial 1-XII
Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemipelgia kiri.klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Saraf III,IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, padasatu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Saraf VIII.Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan sulit membuka mulut.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah
simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. Inspeksi umum : didapatkan
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain. Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas Tonus
Otot : didapatkan meningkat. Kekuatan Otot : Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didatkan tingkat 0. Keseimbangan dan Koordinasi: didatkan
mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia. Pengkajian Reflek: Pemeriksaan
reflek terdiri atas reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis. Gerakan Involunter. Tidak
ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami
kejaaang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh
yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
Pengkajian Sistem Sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk mengintepretasikan sensasi.Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.Kehilangan sensori karena stroke dapat
berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
mengintepretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius. 1.7.4
B4 (Bladder) Setelah
stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang belanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 1.7.5
B5
(Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesuliatan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.Mual sampai muntah desebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltic usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas. 1.7.6
B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas ppada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat. 2.
Diagnosa Keperawatan Untuk membuat
diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu
mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis
keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan
memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007) meliputi : a.
Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan: 1)
Interupsi aliran darah 2)
Gangguan oklusif,
hemoragi 3)
Vasospasme serebral 4)
Edema serebral b.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif c.
Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan
1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3)
Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan d.
Perubahan sensori
persepsi berhubungan dengan: 1.
Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma
neurologis atau defisit) 2.
Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang
disebabkan oleh ansietas) e.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan: 1) Kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2)
Kerusakan perseptual/ kognitif 3)
Nyeri/ ketidaknyamanan 4)
Depresi
f.
Gangguan harga diri berhubungan dengan: 1)
Perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif g.
Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1)
Kerusakan neuromuskuler/ perceptual h.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan
pengobatan berhubungan dengan: 1)
Kurang pemajanan 2)
Keterbatasan kognitif,
kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat 3)
Tidak mengenal sumber-sumber
informasi. 3.
Perencanaan Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan
merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam
memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan
keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi