Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN I.

Latar Belakang Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni


terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit
syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga
menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan. Berbagai fakta
menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang
neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan
strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi
keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun
di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan
kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang
menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia. II. Tujuan
Penulisan Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah : 2.1 Untuk mengetahui apa itu
penyakit stroke dan bagaimana konsep asuhan keperawatan pada paien dengan stroke. Tujuan
Khusus dari penulisan makalah ini adalah : 2.2 Mengetahui pengertian dari stroke
2.3 Klasifikasi Stroke 2.4 Faktor Resiko stroke 2.5 Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit
2.6 Tanda dan Gejala Klinis 2.7 Diagnosis keperawatannya 2.8 Bagimana
penatalaksanaannya 2.9 Asuhan keperawatan III. Rumusan dan Batasan Masalah Dengan
melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa masalah yang akan
dirumuskan dalam makalah ini adalah: Bagaimana konsep teori penyakit stroke dan bagaimana
konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke. IV. Manfaat Adapun manfaat dari
penulisan makalah ini adalah untuk : 1. Tenaga Keehatan
Bisa menambah pengetahuan,
referensi dan perbendaraan tentang penyakit stroke dan asuhan keperawatannya, serta bisa
memberikan Health Education (HE) kepada mayarakat awam. 2. Bagi Mahasiswa
Bisa
menambah pengetahuan, referensi, dan perbendaraan tentang penyakit stroke dan konsep
asuhan keperawatannya. 3. Bagi Mayarakat
Masyarakat bisa mengerti tentang apa itu
penyakit stroke, dan bagaimana cara penanganannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. Pengertian WHO mendefinisikan bahwa Stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke diklasifikasikan
menjadi dua : 1. Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi
suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik
(Wanhari, 2008). 2. Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai
dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi,
pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
II. Etiologi Menurut Potter & Perry
(2006) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu: 2.1 Thrombosis yaitu
bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. 2.2 Embolisme serebral yaitu bekuan
darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain. 2.3 Iskemia yaitu
penurunan aliran darah ke area otak 2.4 Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari keempat
kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan
sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi. Faktor resiko

terjadinya stroke menurut Mansjoer (2005) adalah: 1) Yang tidak dapat diubah: usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2) Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan
obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
III. Tanda dan Gejala Klinis Menurut
Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan
lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau
pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala Stroke terbagi menjadi berikut: 3.1 Bagian sistem
saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik 3.2 Batang otak,
dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan
melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan
detak jantung terganggu, lidah lemah. 3.3 Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat
menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam
waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan
kecil atau serangan awal Stroke. Pada sumber lain tanda dan gejala Stroke yaitu:
Adanya
serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa
seperti terkena cabai, rasa terbakar
Mulut, lidah mencong bila diluruskan
Gangguan
menelan : sulit menelan, minum suka keselek
Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa,
kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco,
dan kata-katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya
sepatah-sepatah kata yang terucap
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang
tepat
Tidak memahami pembicaraan orang lain
Tidak mampu membaca
dan menulis, dan tidak memahami tulisan
Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun

Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh


Hilangnya kendalian terhadap kandung
kemih, kencing yang tidak disadari
Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil

Menjadi pelupa ( dimensia)


Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar
yang menetap saat tidak beraktifitas Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak
dan biasanya terjadi pada saat beristirahat atau bangun tidur Hilangnya penglihatan, berupa
penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa
rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat
Kelopak mata sulit dibuka atau dalam
keadaan terjatuh Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga
atau pendengaran berkurang
Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa

Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak
terkoordinasi dengan baik, sempoyongan, atau terjatuh
Gangguan kesadaran, pingsan
sampai tidak sadarkan diri
IV. Pemeriksaan Diagnostik Menurut (Doenges,(2000)
pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah: 1. Angiografi
serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi
arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur. 2.
CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark. 3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. 4. MRI (Magnetic
Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena. 5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena. 6. EEG

(Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan


mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. 7. Sinar X: menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis
interna terdapat pada thrombosis serebral.
V. Penatalaksanaan Medis Penatalaksaan
medis menurut menurut Price & Wilson (2006) meliputi: 5.1 Diuretik untuk menurunkan edema
serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
5.2 Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler. 5.3 Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
VI. Algoritma / WOC BAB III ASUHAN
KEPERAWATAN Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan
keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah
melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan respon
klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan
perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan
suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien dengan stroke.
1.
Pengkajian Pengkajian pada pasien stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial. 1.1 Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor registrasi, dan diagnose medis. 1.2 Keluhan utama
Sering menjadi alas an klien
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran. 1.3 Penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intracranial.Keluahan perubahan perilaku juga umum terjadi.Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma. 1.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya
riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
1.5 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus, atau adanay riwayat stroke dari generasi terdahulu. 1.6 Pengkajian
psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku klien.Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
Perawat juga memasukkan pengkajian tehadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah : keterbatasan yang diakibatkan oleh
deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam system dukungan individu.
1.7 Pemeriksaan Fisik 1.7.1
B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada

klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran
compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan. 1.7.2
B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah > 200 mmHg). 1.7.3
B3
(Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran.Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sanagt penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral.Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. Pengkajian saraf cranial. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf cranial 1-XII
Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemipelgia kiri.klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Saraf III,IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, padasatu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Saraf VIII.Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan sulit membuka mulut.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah
simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. Inspeksi umum : didapatkan
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain. Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas Tonus
Otot : didapatkan meningkat. Kekuatan Otot : Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didatkan tingkat 0. Keseimbangan dan Koordinasi: didatkan
mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia. Pengkajian Reflek: Pemeriksaan
reflek terdiri atas reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis. Gerakan Involunter. Tidak
ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami
kejaaang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh
yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
Pengkajian Sistem Sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk mengintepretasikan sensasi.Disfungsi persepsi visual karena gangguan

jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.Kehilangan sensori karena stroke dapat
berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
mengintepretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius. 1.7.4
B4 (Bladder) Setelah
stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang belanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 1.7.5
B5
(Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesuliatan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.Mual sampai muntah desebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltic usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas. 1.7.6
B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas ppada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat. 2.
Diagnosa Keperawatan Untuk membuat
diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu
mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis
keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan
memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007) meliputi : a.
Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan: 1)
Interupsi aliran darah 2)
Gangguan oklusif,
hemoragi 3)
Vasospasme serebral 4)
Edema serebral b.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif c.
Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan
1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3)
Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan d.
Perubahan sensori
persepsi berhubungan dengan: 1.
Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma
neurologis atau defisit) 2.
Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang
disebabkan oleh ansietas) e.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan: 1) Kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2)
Kerusakan perseptual/ kognitif 3)
Nyeri/ ketidaknyamanan 4)
Depresi
f.
Gangguan harga diri berhubungan dengan: 1)
Perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif g.
Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1)
Kerusakan neuromuskuler/ perceptual h.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan
pengobatan berhubungan dengan: 1)
Kurang pemajanan 2)
Keterbatasan kognitif,
kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat 3)
Tidak mengenal sumber-sumber
informasi. 3.
Perencanaan Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan
merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam
memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan
keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi

dan merumuskan intervensi keperawatan.


Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan
SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat
diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke
arah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan
keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil. Rencana tindakan keperawatan yang disusun
pada klien dengan Stroke adalah sebagai berikut : a. Diagnosa keperawatan pertama:
perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral. 1) Tujuan;
kesadaran penuh, tidak gelisah 2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital
stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. 3) Intervensi;
a)
Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow Rasional:
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran. b)
Pantau tanda-tanda vital
terutama tekanan darah. Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan. c)
Pertahankan keadaan tirah baring. Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu
dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK). d)
Letakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral). Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral. e)
Berikan obat sesuai
indikasi: contohnya antikoagulan (heparin) Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah
serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan.. b. Diagnosa keperawatan kedua:
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. 1) Tujuan; dapat melakukan
aktivitas secara minimum 2)
Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal,
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku
yang memungkinkan aktivitas. 3)
Intervensi; a)
Kaji kemampuan klien dalam melakukan
aktifitas Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi
pemulihan b)
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan
resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan. c)
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif
dan pasif pada semua ekstremitas Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan
latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit. Rasional: dapat berespons dengan
baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu. e) Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. Rasional: program khusus dapat
dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan. c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. 1) Tujuan; dapat
berkomunikasi sesuai dengan keadaannya. 2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan
bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi; a)
Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional:
Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
b)
Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian
terhadap adanya kerusakan sensorik c)
Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan
nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d)
Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa
isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud e)
Konsultasikan
dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi. d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi
berhubungan dengan stress psikologis. 1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui
perubahan dalam kemampuan. 3) Intervensi; a)
Kaji kesadaran sensorik seperti
membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran
terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
b)
Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia

(kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)


c)
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk
menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi. d)
Anjurkan pasien untuk mengamati
kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan
stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e)
Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah
pemahaman. e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan
dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi 2) Kriteria hasil klien bersih dan klien
dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal 3) Intervensi; a)
Kaji
kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri. Rasional: Jika klien tidak mampu
perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri b) Bantu klien dalam
personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada
klien c)
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi d) Libatkan keluarga dalam
melakukan personal hygiene Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
f.
Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif. 1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi. 3) Intervensi;
a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan
perencanaan asuhan/ pilihan intervensi. b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan
berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan. c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan
minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi
untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin
untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi. e)
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis
dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap
perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
g. Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/ perseptual. 1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan
aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan. 3) Intervensi; a) Tinjau
ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/
pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini. b) Letakkan pasien pada posisi duduk/
tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan
proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi. c)
Anjurkan pasien
menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot
menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi. d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam
program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan. e) Berikan cairan melalui
intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan
juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

h. Diagnosa keperawatan ketujuh: kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan


berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
1)
Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya 2)
Kriteria hasil berpartisipasi
dalam proses belajar 3)
Intervensi; a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional:
untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor
penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program
teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien c) Beri kesempatan kepada klien
dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan
kepada orang tua dalam perawatan anaknya d) Beri feed back/ umpan balik terhadap
pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.
Rasional: mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga e) Sarankan pasien menurunkan/
membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir
Rasional: stimulasi yang
beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir. DAFTAR PUSTAKA DOKUMEN 1.
Lisensi Dokumentasi Bebas GNU BUKU ILMIAH J, Iskandar (2007),Stroke A-Z. PT BIPGramedia, Jakarta.Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGCCarpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta:
EGC.Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.Potter & Perry.
(2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta:
EGCPrice, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 vol 2. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: E WEBSITE Riyawan.com | Kumpulan Artikel Keperawatan dan Farmasi
PERHATIAN: Anda sedang membaca artikel tentang ASUHAN KEPERAWATAN Pada Penderita
STROKE dan Anda juga bisa menemukan artikel ASUHAN KEPERAWATAN Pada Penderita
STROKE ini dengan url http://www.riyawan.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-penderitastroke.html,
Sumber: http://www.riyawan.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-penderitastroke.html#.VHRz5DSUe2U
Konten ini adalah milik dan hak cipta riyawan.com, harap mencantumkan link sumber jika ingin
mengcopy atau menyebarluaskan

Anda mungkin juga menyukai