Anda di halaman 1dari 5

NAMA: ENI HASTUTI

NPM : 1123041009
Program: Magister Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia
KRITERIA TES YANG BAIK
Tes adalah salah satu jenis alat untuk melakukan pengukuran yang hasilnya dimanfaatkan
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam evaluasi. Namun, sebelum digunakan untuk
mengukur suatu objek, perlu dipastikan terlebih dulu kualitas tes tersebut. Suharsimi
Arikunto dalam Suwarno (2009:57-62) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik
apabila memenuhi lima persyaratan, yaitu: validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas,
dan ekonomis. Sedangkan menurut Amir Daien Indrakusuma (1993:27) ada berbagai macam
ciri yang harus dipenuhi oleh suatu test yang baik. Dari ciri ini yang dianggap ciri-ciri pokok
atau ciri-ciri utama ialah reliabilitas, validitas, dan objektivitas. Berbeda pula pendapat yang
dikemukakan oleh Slameto (1988:19) yang menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu tes atau evaluasi ada delapan, yakni: sahih (valid), terandalkan (reliable), obyektif,
seimbang, membedakan, norma, fair (tidak menjebak), dan praktis.
1. Validitas
Alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur itu dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak
diukur. Dengan kata lain validitas berkaitan dnegan ketepatan dengan alat ukur. Tes sebagai
salah satu alat ukur hasil belajar dapat dikatakan valid apabila tes itu dapat tepat mengukur
hasil belajar yang hendak diukur. Dengan tes yang valid akan menghasilkan data hasil belajar
yang valid pula. Misalnya, untuk mengukur tingkat partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran, bukan diukur melalui skor nilai yang di peroleh pada waktu ulangan, tetapi
dilihat melalui kehadiran; terpusatnya perhatian; ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
Nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, bukan menggambarkan partisipasi, tetapi
menggambarkan prestasi belajar. Ada beberapa macam validitas, yaitu validitas logis (logical
validity), validitas isi (content validity), validitas konstruk (conctruct validity), validitas
ramalan (predicetive validity).
Untuk tes hasil belajar, aspek validitas yang paling penting adalah validitas isi. Yang di
maksud dengan validitas isi adalah ukuran yang menunjukan sejauh mana skor dalam tes
berhubungan dengan penguasaan peserta tes dalam bidang studi yang diuji melalui perangkat

tes tersebut. Untuk mengetahui tingkat validitas isi tes, diperlukan adanaya penilaian ahli
yang menguasai bidang studi tersebut. Jadi bersifat analisis kualitatif. Orang yang tidak
menguasai isi bidang studi yang dites tentu saja tidak dapat melakukan penilaian tentang tes
isi tes.
2. Reliabilitas
Kata realibilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris,
berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Menurut Suwarno (2006:119)
reliabilitas berasal dari kata reliability, reliable yang artinya dapat dipercaya, berketetapan.
Sebuah tes dikatakan memiliki reliabilitas apabila hasil- hasil tes tersebut menunjukkan
ketetapan. Artinya jika peserta didik diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan,
maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan yang sama dalam setiap kelompoknya. Amir
Daien Indrakusuma (1993:28) menyatakan bahwa suatu tes dapat pula memberikan hasil
yang tidak dapat dipercaya (unreliable). Hal ini disebabkan oleh dua macam faktor, yaitu:
a. Situasi pada waktu tes berlangsung. Hal ini mencakup keadaan jasmaniah dan
rohaniah dari anak. Misalnya:
Kesehatannya tidak dalam kondisi yang baik.
Menghadapi tes dengan perasaan takut.
Mengerjakan tes dengan gugup dan terburu-buru.
Tidak mengerjakan tes dengan sepenuh hati.
b. Keadaan tes itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan kualitas dari soal-soalnya atau
panjang tes tersebut. Mengenai kualitas dari soal tes, misalnya:
Pertanyaan-pertanyaan yang tidak jelas maksudnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ambigu, yaitu pertanyaan yang

memungkinkan banyak tafsiran dan banyak jawaban.


Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijawab, sebab kurang
memberikan keterangan-keterangan yang lengkap.

Conny Semiawan Stamboel (1979:65) mengungkapkan ada beberapa faktor yang


mempengaruhi reliabilitas suatu tes, antara lain:
a. Hubungan panjang tes dengan reliabilitas. Makin pendek sebuah tes, makin
rendah reliabilitasnya. Namun terkadang tes yang pendek dan kurang reliabel
berharga juga untuk tujuan lain tes tertentu, misalnya dalam mengambil keputusan
yang cepat. Tingkat reliabilitas yang dikehendaki berbeda, sesuai dengan tujuan
tes.

b. Keobjektifan. Keobjektifan tes merupakan faktor yang penting di dalam menjaga


reliabilitas tes.
c. Manfaat tes. Tes harus memenuhi syarat kegunaan. Misalnya soal-soal tes yang
mempersoalkan masalah-masalah khusus di Jawa Barat, tidak dapat digunakan di
Irian Jaya karena tes tersebut tidak memenuhi syarat kegunaan.
Dalam hal ini Dr. Oemar Hamalik (1989: 143) menjelaskan tentang kemungkinan cara untuk
menguji reliabilitas pengukuran (tes), antara lain:
a. Pengukuran dengan tes yang sama (Tes-Retes). Apabila kita ingin mengetahui
ketetapan yang diberikan suatu pengukuran tentang karakteristik individu dari hari ke
hari bagaimana kita dapat meramalkan skor / nilai individu untuk minggu yang akan
datang berdasarkan apa yang diperbuatnya hari ini hal ini berarti pengukuran harus
dilakukan dalam dua waktu. Dengan demikian kita akan melihat variasi individu dari
waktu ke waktu maupun variasi dalam mengerjakan kedua pengukuran tersebut.
b. Parallel Test Form. Parallel form ini terdiri atas dua tes yang disusun dalam bentuk
yang berbeda tetapi berdasarkan spesifikasi derajat kesukaran yang seimbang. Dengan
demikian murid akan dihadapkan kepada dua jenis (yang paralel) pada saat yang
sama.

Reliabilitas

pengukuran

kedua

bentuk

ini

diperoleh

dengan

jalan

mengkorelasikan skor-skor hasil kedua pengukuran tersebut.


c. Subdivided Test. Prosedur ini ditempuh dengan jalan membagi tes ke dalam dua
bagian (split half test). Pembagian ini biasanya didasarkan atas item-item bernomor
ganjil dan genap. Korelasi antara dua perangkat skor ini akan menghasilkan derajat
ketetapan pengukuran.
3. Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang memengaruhinya. Lawan dari objektif
adalah subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk memengaruhi. Sebuah tes
dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes tidak ada faktor subjektif
yang memengaruhi terutama dalam sistem skoringnya.
Ada 2 faktor yang memengaruhi subjektivitas dari suatu tes, yaitu bentuk tes dan penilai.
Bentuk tes uraian akan memberi banyak kemungkinan kepada penilai untuk memberikan
penilaian menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang siswa yang
mengerjakan soal dari sebuah tes, akan memperoleh skor yang berbeda apabila dinilai oleh
dua orang. Itulah sebabnya pada waktu sekarang ini ada kecenderungan penggunaan tes

objektif di berbagai bidang. Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai,
maka sistem skoringnya dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, antara lain dengan membuat
pedoman skoring terlebih dahulu.
Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara lebih leluasa terutama bentuk tes uraian.
Faktor-faktor yang memengaruhi subjektivitas penilai antara lain: kesan penilai terhadap
siswa (hallo effect), bentuk tulisan, gaya bahasa yang di gunakan peserta tes, waktu
mengadakan penilaiann, kelelahan, dan sebagainya. Untuk menghindari atau mengurangi
masuknya unsur subjektivitas dalam penilaian maka penilaian harus dilaksanakan upaya
sebagai berikut.
a. Secara kontinu (terus menerus) sehingga akan diperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang keadaan siswa. Tes yang diadakan secara on the spot dan hanya satu kali (on
shoot) atau dua kali, tidak akan memberikan hasil yang objektif tentang keadaan
siswa. Misalnya ada seorang anak yang sebetulnya pandai, tetapi pada waktu guru,
mengadakan tes dia sedang dalam kondisi yang jelek. Hal ini tidak menggambarkan
kemampuan anak yang sebenarnya.
b. Secara komprehensif (menyeluruh) yaitu mencakup keseluruhan materi, mencakup
berbagai aspek berpikir (ingatan, pemahaman, analisis, aplikasi, dan sebagainya) dan
melalui berbagai cara yaitu tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan, pengamatan, dan
sebagainya.
4. Praktikabilitas
Menurut Suwarno (2006:120), sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi
apabila tes tersebut bersifat praktis. Artinya tes itu mudah dilaksanakan, mudah
pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan atau
diawali oleh orang lain dan juga mudah dalam membuat administrasinya. Sedangkan menurut
Amir Daien Indrakusuma (1993:47) di dalam bukunya dia mengistilahkan praktikabilitas
dengan Ease of administration (mudah dalam pelaksanaan). Dalam menyusun sebuah tes, kita
harus memikirkan pula bagaimana pelaksanaannya.
Sebagai contoh di bawah ini dilukiskan dua macam cara pelaksanaan tes.
a. Tes A terdiri atas 5 bagian. Untuk tiap bagian disediakan waktu untuk mengerjakan
selama 10 menit. Bagian pertama harus dikerjakan lebih dahulu. Setelah 10 menit,
dibunyikan tanda, dan semua peserta tes harus pindah mengerjakan bagian kedua,

biarpun bagian pertama belum selesai. Setelah 10 menit lagi, dibunyikan tanda, dan
semua peserta tes harus mengerjakan bagian ketiga, biarpun bagian kedua belum
selesai. Demikian seterusnya, hingga tes selesai.
b. Tes B terdiri atas 5 bagian. Untuk mengerjakan disediakan waktu 50 menit. Cara
mengerjakan tidak dibagi-bagi; bagian pertama, kedua dan seterusnya. Juga tidak
ditentukan bagian-bagian mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Peserta tes
bebas memilih mana yang akan didahulukan dan yang dikerjakan kemudian. Dari
kedua contoh di atas, maka tes B lebih mudah pelaksanaannya daripada tes A.
5. Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis di sini adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan
biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung: Penerbit
Mandar Maju
Indrakusuma, Amir Daien. 1993. Evaluasi Pendidikan. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Suwarno, Wiji. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Stamboel, Semiawan, Conny. 1979. Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian di Dalam
Dunia Pendidikan. Jakarta: Mutiara.

Anda mungkin juga menyukai