Latar Belakang
Dalam IPO semua investor awal membeli saham dengan harga pembelian umum yaitu
harga tawaran sehingga semua investor tersebut membeli saham dengan harga yang sama.
Seiring berjalannya waktu, saham mengalami fluktuasi harga yang disebabkan oleh kinerja
perusahaan itu sendiri. Semakin baik kinerja perusahaan tersebut semakin meningkat harga
sahamnya. Namun apabila yang terjadi sebaliknya di mana kinerja perusahaan buruk dan
mengakibatkan turunnya harga saham yang memicu munculnya efek disposisi di mana ada
kecenderungan investor untuk terus menahan investasinya yang telah mengalami kerugian.
Keengganan untuk merealisasikan kerugian tersebut dapat termotivasi oleh loss
aversion dalam teori prospek yang menyatakan bahwa hubungan harga aset dengan harga
referensi seorang investor mempengaruhi keperluan investor secara asimetris di mana
investor akan menolak risiko dalam domain keuntungan dan mencari risiko dalam domain
kerugian. Investor memiliki kecenderungan untuk segera menjual sahamnya ketika harga
saham tersebut naik dan menahannya ketika harga saham tersebut turun. Volume
perdagangan yang terjadi ketika saham diperdagangkan dalam kisaran harga tertentu
merupakan faktor penentu penting dari volume perdagangan di masa depan untuk hasam itu
di kisaran harga tersebut (Ferris at al. 1998). Hal yang belum diketahui saat ini adalah sejauh
mana bias perilaku investor mempengaruhi perilaku pasar agregat. Hal ini sulit untuk
diselesaikan karena harga referensi yang relevan tergantung pada harga pembelian yang unik
oleh setiap investor.
Menjadikan harga beli sebagai satu-satunya faktor penentu harga referensi dalam
menentukan keputusan investor untuk menjual atau menahan sahamnya juga masih belum
jelas kebenarannya. Dalam sebuah percobaan laboratorium, Weber dan Camerer menemukan
dua harga dari periode sebelumnya dan harga beli menjadi poin referensi penting. Menurut
sejarah harga saham maksimum dan minimum juga merupakan titik referensi potensial. Oleh
karena itu, patokan apa saja yang harus dipakai dalam menentukan harga referensi belum
diketahui.
Adanya
permasalahan-permasalahan
di atas
menarik
minat
peneliti
untuk
return. Median kapitalisasi pasar untuk loser adalah $34,7 juta, sedangkan untuk kriteria
perusahaan lainnya mencapai $60 juta. Losers juga memiliki gross proceeds yang lebih kecil
dengan rata-rata rasio yang mirip.
Untuk studi tentang reference price effect, peneliti memilih subsample dari loser dan
winner. Motivasi dari prosedur ini akan dijelaskan pada sesi 3.1. Peneliti mengambil semua
perusahaan loser yang memiliki harga saham yang memotong harga penawaran dari bawah
saat pertama kali setelah 4 minggu (>20 trading days) dari tanggal permasalahan. Total ada
342 perusahaan dengan kondisi tersebut dan disertakan dalam subsample loser. Untuk
perusahaan winner peneliti mengambil semua perusahaan yang memiliki harga saham yang
memotong harga penawaran dari atas saat pertama kali setelah 4 mingu. Hasilnya terdapat
1.712 perusahaan.
Dua sesi terakhir pada table 2 menunjukkan statistic yang mendeskripsikan subsample
tersebut. Perusahaan dengan subsample winner, tampak sebagai winner secara overall,
dengan median kapitalisasi pasar $57,7 juta. Sedangkan median market kapitalisasi untuk
subsample loser adalah $34,6 juta.
normal turnover untuk masing-masing perusahaan secara terpisah. Kemudian saya melakukan
sebuah menyatukan regresi OLS pada tahap pertama residual untuk mendeterminasikan
besarnya efek kebiasaan tersebut. Sejak IPO telah diketahui untuk mengelompokkan waktu,
periode observasi pada beberapa perusahaan dapat disamakan, menyebabkan hubungan saling
menyilang dalam residual. Saya mengembalikan isu ini pada akhir sessi, tapi pertama saya
menggambarkan regresi dalam keadaan yang lebih detail.
Dalam tahap pertama saya mengestimasi sebuah model dari turnover pada masing-masing
adalah
vectors of ones,
adalah
adalah constanta
matriks
adalah
X 1 vector pada
menjelaskan
menumpuk
Y=
dari (1), z (
adalah
matriks pada langkah kedua yang menjelaskan variabel-variabel dengan nilai yang spesifik
pada perusahaan i, adalah
masa eror.
vector pada
Penjelasan :
Panel A menjelaskan variabel dalam perusahaan individu tahap pertama regresi. Sebuah
model pada volume normal diestimasikan untuk masing-masing perusahaan.
Dependen Variabel pada model adalah turnover harian (jumlah saham yang
diperdagangkan/jumlah saham yang beredar).
Volume variabels
1. Market Turnover
Logaritma dari jumlah keseluruhan dari saham yang diperdagangkan dibagi dengan
seluruh saham yang beredar.
2. Turnover
Logaritma dari jumlah saham sebuah perusahaan yang beredar dibagi dengan jumlah
seluruh saham yang beredar.
3. Turnover (-n)
Logaritma dari turnover pada satu hari tertentu atau hari n yang direlasikan kepada
observasi harian.
Seasoning Variabel
1. Time
time dalam bulan yang berelasi tidak begitu jauh dengan offer date.
2. Time(square)
time dalam bulan yang dikuadratkan.
Stock Return Variabel
1. R
Logaritma stock return harian.
2. MAX (R,0)
Return, jika positif dan nol jika return negatif.
3. MIN (R,0)
Nilai return absolut, jika return itu negatif dan nol jika return negatif.
3. 1st CROSS X B
Dummy variabel: 1. Jika stock return index melintasi level x relative pada offer price
dari bawah untuk pertama kalinya, 0. Sebaliknya. Misalnya: 1st CROSS 1.05 B mendapatkan
nilai: 1. Pada hari dimana stock price untuk pertama kalinya ditutup diatas level 1.05 times
offer price, datang dari bawah pada levelnya. ( Return index dibutuhkan pada saat stock price
disesuaikan untuk deviden dan splits ).
4. 1st CROSS X A
Dummy variabel: 1. Jika stock return index melintasi level x relative pada offer price
dari atas untuk pertama kalinya, 0. Sebalinya. Misalnya: 1st CROSS X A mendapatkan nilai:
1. Pada hari dimana stock price untuk pertama kalinya ditutup dibawah level 1.05 times offer
price, datang dari atas pada levelnya. ( Return index dibutuhkan pada saat stock price
disesuaikan untuk deviden dan splits ).
5. CROSS 1st, ... Nth x B (atau A)
Dummy variabel: 1. Dummy variabel: 1. Jika stock return index melintasi level x
relative pada offer price dari bawah ( B ), atau dari atas ( A ), 0. Sebaliknya. Dibandingkan
dengan 1st CROSS, variabel ini mengesampingkan the order of the crossing ( hal ini tidak
membuat perbedaan antara first, second, atau nth time ). Hal ini akan mendapatkan nilai. 1.
Setiap saat saham akan goes over ( CROSS 1st, ..., nth X A ) level X, seperti datang dari sisi
yang lainnya dari level x. Misalnya. CROSS 1st, ..., Nth 1.05 B mendapatkan nilai pada 1.
Pada hari dimana stock price untuk pertama kalinya ditutup diatas level dai 1.05 times offer
price, seperti saat hari-hari sebelumnya ditutup dibawah level 1.05 times offer price. ( Return
index dibutuhkan pada saat stock price disesuaikan untuk deviden dan splits ).
6. CROSS 2nd,..., Nth x
Sama seperti CROSS 1st, ... , Nth XB (atau A), kecuali first crossing
dikesampingkan. Itu adalah CROSS 2nd, ... , Nth XB
7.RANGE (x1,x2)
Dummy Variabel : Jika harga saham (menggunakan return index) adalah price range.
8. HI1M x I(R>5%)
Interaksi dari variabel dummy antara HI1M dan I(R>5%), dimana I(R>5%) adalah 1
kapanpun ketika tinggat pengembalian lebih besar atau sama dengan 5%.
9.LO1M x I(R< -5%)
Interaksi dari variabel dummy antara LO1M dan I(R<-5%), dimana I(R<-5%) adalah
1 kapanpun ketika tingkat pengembalian lebih besar atau sama dengan -5%.
Hasil Penelitian
Sesi ini mempresentasikan asil dari regresi abnormal volume. Ada dua subsamples :
Losers: Perusahaan dengan negative initial return dimana harga sahamnya bergerak
turun dibawah offer price untuk pertama kalinya antara hari 21 sampai 508 setelah issue date.
Total ada 342 perusaahn losers.
Winner : Perusahaan dengan positif initial return dimana harga sahamnya bergerak
naik melewati harga offer price untuk pertama kalinya antara hari 21 sampai 508 setelah
issue date. Total ada 1712 perusahaan winners.
Summary statistic dari basic turnover dan return variabel disajikan pada tabel berikut :
Trading volume akan lebih tinggi pada level di atas harga penawaran. Jika initial return akan
meningkat dan mencapai puncaknya pada level 20 (pada tabel), para investor akan
berbondong-bondong menjual sahamnya karena didasarkan atas asumsi mereka karena bad
experience (pengalaman buruk di masa lampau: harga saham yang sudah naik akan memiliki
kecenderungan untuk anjlok). Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan dalam trading
volume.
Offer Price
Misal 100
Initial Return
Menjadi 50
Berarti Negatif
Initial Return /
Losers
Jika dilihat dari grafik, initial return IPO yang negatif berdampak lemah terhadap
peningkatan trading volume. Efek disposisi dari losers ini hanya berdampak besar pada
perusahaan kecil, sehingga sangat minim kontribusinya terhadap trading volume IPO.
/
Initial Return
Menjadi 200
Berarti Positive
Initial Return /
Winners
Adanya peningkatan dalam trading volume IPO jika initial return dalamsecondary market
meningkat.
Tabel diatas mempresentasikan hasil regresi perusahaan individu untuk loser dan winner.
Koefisien dari market turnover juga significant lebih dari 50% pada tiap perusahaan. Ada
hubungan yang kuat antara contemporaneous turnover dan stock return. Efek dari volatility
tampaknya tidak begitu significant , sejak koefisient negatif untuk losers, dan perkiraan ratarata dan median mengestimasi saham winner.
Tabel diatas memprensentasikan hasil regresi dari perusahaan losers. Hasilnya menjunjukan
peningkatan pada trading volume sampai pada minggu kedua setelah mencapai harga
tertinggi sepanjang masa. Beberapa koefisien untuk minggu pertama juga significant di level
(1.05, 1.20, 1.35), tetapi mereka tidak begitu impresif. Secara keseluruhan menjunjukan
adanya hubungan antara peningkatan volume ketika harga melebihi offer price untuk pertama
kali.
Conclusion
Makalah ini telah memeriksa pentingnya tingkat referensi yang berbeda dalam harga saham
untuk pasar sebagai suatu agregat. Penelitian ini memanfaatkan laboratorium unik untuk
menguji efek disposisi, yaitu volume perdagangan aftermarket dari initial public offering.
Ada pengaruh efek negative dari disposisi IPO initial return: perdagangan di bawah harga
penawaran yang ditekankan dibandingkan dengan perdagangan pada harga di atas harga
penawaran.
Dalam hal persentase, turnover ditemukan meningkat 68% karena harga saham tersebut
melebihi harga penawaran untuk pertama kalinya. Lebih dari setengah dari kenaikan tersebut
dijelaskan dari pencapaian harga tinggi baru bulanan. Efek marjinal pertama melintasi harga
penawaran, atau, mencapai rekor harga baru, keduanya terkait dengan perubahan omset sama
besarnya sebagai berikut pengendali dari turnover saham: peningkatan standar deviasi sebesar
satu nilai di hari turnover sebelumnya atau saat ini hari turnover pasar, atau peningkatan
standar deviasi sebesar setengah nilai dalam return hari ini.
Yang harus diperhatikan ketika menilai implikasi dari hasil di atas pada volume perdagangan
secara umum. Pengaturan ini dirancang untuk memaksimalkan dampak dari efek disposisi
yaitu: Harga penerbitan, common to all investor, membentuk natural anchoring point.
Selanjutnya IPO pada umumnya dan orang-orang di dalam subsample loser khususnya adalah
perusahaan yang relative kecil, dan hamper semua pola pasar saham yang dikenal lebih kuat
untuk perusahaan kecil daripada perusahaan besar (Loughran and Ritter, 2000). Dengan
demikian kemungkinan bahwa penelitian ini memberikan perkiraan batas atas untuk
pengaruh agregat efek disposisi. Umumnya efeknya mungkin lebih lemah.
Penelitian empiris lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap potensi dampak titik referensi
pada pengembalian aset, selain volume yang diulas disini. Studi ini dapat menjelaskan lebih
lanjut mengenai apakah model penetapan harga asset yang menggabungkan loss aversion dan
harga referensi yang kemungkinan akan berhasil.