Berakhir
Senin, 23 September 2013, 00:26 WIB
Komentar : 0
Antara//Septianda Perdana
Advertisement
Aktivitas kawah gunung Sinabung mengeluarkan debu vulkanik saat meletus di Desa Simpang Empat Kab Karo, Sumut,
Ahad (15/9).
A+ | Reset | A-
Penduduk yang diizinkan pulang ke desanya, yang berada diatas radius 3 kilometer dari kaki
Gunung Sinabung, sedangkan desa yang berada dibawah radius 3 kilometer dari Gunung Sinabung
itu tidak diperbolehkan warganya kembali dan masih tetap di lokasi penampungan di Kabanjahe.
"Masyarakat yang ada di desa tersebut, tidak boleh melakukan aktivitas dan harus menjauh dari
Gunung Sinabung untuk menjaga hal-hal yang tidak diingini," kata Kabid Humas pada Dinas
Kominfo Kabupaten Karo itu.
Enam Desa
Data yang diperoleh di Posko Bencana Sinabung mencatat ada enam desa di Kabupaten Karo,
yang masuk dalam radius 3 kilometer, yakni Desa Simacem, Desa Bekerah, Desa Singgaranggarang, dan Kuta Gugung berada di wilayah Kecamatan Naman Teran.
Desa Berastepu di Kecamatan Simpang Empat dan Desa Sukameriah di wilayah Kecamatan
Payung.
Untuk desa yang berada diatas radius 3 kilometer, yaitu Desa Susuk, Desa Kuta Mbaru, Desa
Temburun berada di wilayah Kecamatan Tiganderket, Desa Ujung Payung, Desa Cimbang berada di
wilayah Kecamatan Payung.
Desa Kuta Mbelin, Desa Tiga Pancur, Desa Kuta Tengah dan Desa Pintu Mbese di wilayah
Kecamatan Simpang Empat.
Letusan Gunung Sinabung yang kedua terjadi pada Selasa (17/9) sekitar pukul 12.13 WIB, dan
debu vulkanik bercampur asap tebal mencapai setinggi lima kilometer.
Sebelumnya, letusan pertama Gunung Sinabung, Ahad (15/9) sekitar pukul 02.51 WIB, dan tidak
ada korban jiwa dan luka-luka pada peristiwa tersebut.
Dengan meningkatnya aktivitas Gunung Sinabung tersebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) telah meningkatkan statusnya dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III)
sejak pukul 03.00 WIB.
TEMPO.CO, Medan - Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kembali meletus hari
ini Rabu, 24 September 2014, sekitar pukul 13.43 WIB. Kepala Badan Penangulangan Bencana
Daerah Kabupaten Karo, Subur Tarigan, mengatakan sebelum meletus hujan geremis mengguyur
Karo sejak pagi tadi.
Tarigan memastikan tidak ada korban jiwa dan kerusakan bangunan milik warga sekitar kaki
Sinabung termasuk penambahan pengungsi. "Pengungsi tidak bertambah akibat letusan Sinabung
hari ini," kata Subur Tarigan kepada Tempo. (Baca: Ancaman Letusan Sinabung Belum Hilang)
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi melaporkan bahwa letusan disertai
dengan awan panas guguran sejauh 2 kilometer dari puncak yang mengarah ke arah tenggara.
Lama erupsi 907 detik. Secara visual tidak terlihat karena tertutup oleh awan. Dari pukul 06.00 WIB12.00 WIB terjadi 44 kali gempa frekuensi rendah, 11 kali gempa hybrid, tremor menerus, dan 32
kali gempa guguran.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo
Nugroho mengatakan erupsi yang terjadi tidak menambah jumlah pengungsi yang ada.
"Saat ini masih ada pengungsi 4.729 jiwa (1.440 kepala keluarga) yang tersebar di 17 titik
pengungsian. Sebanyak 17.506 jiwa (5.020 kepala keluarga) dari 21 desa telah dipulangkan ke
rumahnya," kata Sutopo. (Baca: Relokasi Pengungsi Sinabung Terganjal Masalah Lahan)
Letusan, kata Sutopo, tidak mengubah status Sinabung yakni siaga (level III). "Aktivitas kegempaan
masih terus tinggi, pembentukan dan guguran kubah lava masih berpotensi tinggi," ujar Sutopo.
Menurut Sutopo, pemerintah akan merelokasi pengungsi dari tiga desa, yaitu Desa Sukameriah,
Desa Bekerah, dan Desa Simacem. Ia berharap relokasi tak terganggu erupsi Sinabung.
Dibaca: 2087
Komentar: 0
Secara alamiah Indonesia memiliki tingkat risiko bencana yang besar mulai
dari ujung barat sampai ujung timur. Bencana alam saja beragam jenis, yakni:
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan gunung meletus. Ancaman
bencana ini kalau tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan duka mendalam
sebagaimana yang pernah dialami, misalnya gempa-tsunami di Aceh (2004)
dan gempa bumi di Sumatera Barat (2009). Infrastruktur rusak berat, rumah
hancur, bahkan ribuan nyawa menghilang.
Dalam hal ini pemerintah telah berupaya membuat konsep tentang penanggulangan bencana
dengan lahirnya Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (di sini).
Kemudian dilanjutkan dengan keluarnya Peraturan Pemreintah No. 23 Tahun 2008 tentang Peran
Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan
Bencana dan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
BNPB dibentuk untuk mengambil alih tugas-tugas sektor atau dinas terkait, tetapi lebih banyak
sebagai koordinator dan implementator/fasilitator pada saat prabencana dan pemulihan (pasca
bencana) dan berfungsi komando pada saat tanggap darurat. Sejalan dengan hal tersebut,
Presiden RI memberikan arahan sebagai berikut: (1)Pada saat terjadi bencana
Bupati/Walikota adalah unsur Pemerintah yang paling bertanggung jawab untuk
penindak awal. (2) Gubernur merapat untuk memberikan dukungan. (3) Pemerintah pusat
merapat untuk memberikan bantuan yang bersifat ekstrim jika diperlukan. (4) Melibatkan TNI
dan Polri. (5) Penanganan bencana sedini mungkin.
Undang-undang No. 24 Tahun 2004 Pasal 26 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak: a)
mendapatkan perlindungan sossial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan
bencana; b) mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana; c) mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang
kebijakan penanggulangan bencana; d) berperan serta dalam perencaanaan, pengoperasian, dan
pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
e) berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana,
khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan f) melakukan pengawasan sesuai
dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.
Pada ayat 2 ditandaskan bahwa: setiap orang yang terkena bencanan berhak mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Kemudian ayat 3 menjelaskan bahwa: setiap orang
berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena bencana yang disebabkan oleh
kegagalan konstruksi. Betapa menyedihkan apabila hak masyarakat korban bencana diabaikan.
Tempat tinggal menjadi sangat penting disiapakan, apabila ada rumah warga yang rusak akibat
bencana alam. Di Mentawai, hingga kini (sejak 2010) masih ada warga korban tsunami belum
mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Sampai saat ini, tumpahan debu vulkanik Gunung Sinabung menyebabkan rusaknya lahan
pertanian dan perkebunan. Petani mengalami rugi besar. Kepala Dinas Pertanian Karo Agustoni
Tarigan mengatakan, erupsi Sinabung pada September dan Oktober lalu menyebabkan penurunan
hasil pertanian Karo terutama sayur-mayur hingga 30 persen. Penurunan produksi sayur dan
buah-buahan menyebabkan kerugian Rp 70 miliar (Tempo.co, 12/11/2013).
Karenanya pemerintah harus memberikan ganti rugi bagi petani. Sejauh ini, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) mengirimkan logsitik senilai Rp3,93 miliar. Bantuan senilai
Rp2,8 miliar berupa 1.500 paket, family kit 1.500 paket, kidsware 1.500 paket, peralatan dapur
1.000 paket, masker 15.000 lembar, tenda gulung 2.000 lembar. Senilai Rp 1,13 miliar
berupa tenda pengunsi 20 unit, velbed 20 unit, genset 20 unit dan HT 5 unit. Tentu kebutuhan ini
belum cukup mengingat jumlah pengungsi yang kian bertambah dan kebutuhan pun makin
bertambah pula.
Kiranya hak-hak warga di daerah bencana diperhatikan lebih serius. Dalam hal ini pemerintahlah
yang bertanggung jawab penuh. Di samping ada pihak lain: asing, swasta dan segenap
masyarakat Indonesia.
Padang, 25 November 2013