Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Kata

Anestesi

diperkenalkan

ole

Oliver

Wendell

Holmes

yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.. Anestesiologi adalah ilmu
kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien
sebelum, selama, sesudah pembedahan.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu
analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran,
sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu
dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya
kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa
pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau
saraf yang berhubungan dengannya.
Penggunaan anesthesia regional cukup bermanfaat terutama pada kasus yang
merupakan kontra indikasi dari anesthesia umum atau beresiko tingi untuk anesthesia
umum(2). Namun tanpa pengetahuan dan keterampilan mengenai anestesi regional,
komplikasi dan pencegahannya akan berakibat fatal karena tidak bisa di deteksi
secara dini dan diantisipasi secara tepat dan cepat(1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN ANESTESI REGIONAL
2.1. Definisi
Analgesia atau Anestesi regional adalah tindakan analgesia yang
dilakukan dengan cara menyuntikan obat anastetik lokal pada lokasi serat saraf
yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan

hambatan konduksi

impuls aferen yang bersifat temporer. Fungsi motorik dapat terpengaruh


sebagian atau seluruhnya akan tetapi pasien tetap sadar(1,3).
2.1.1 Pembagian Anestesi Atau Analgesia Regional(4)
1.

Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal.

2.

Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
pleksus brakialis, aksiler, dan analgesia regional intravena

2.1.2 Keuntungan Anestesi Regional


1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
2.1.3 Kerugian Anestesi Regional
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
2

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.


5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

2.1.4 Persiapan Anestesi Regional


Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena
untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal,
perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke
pembuluh darah kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk
mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi
umum.
2.2BLOK SENTRAL
Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok
simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi dan
volume obat anestesi lokal).
2.2.1 Anastesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid. Anestesi spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid.
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh
cairan serebrospinal, dan dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan
pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada
bayi L3.

Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub

arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5


Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan
menembus kulit subkutis Lig. Supraspinosus Lig. Interspinosus
Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.

Gambar 1. Spinal anestesi

Indikasi dilakukannya spinal anestesi(4):


1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi
dengan anesthesia umum ringan
Kontra indikasi absolut (4):
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relative (4):
1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama

6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal(4)
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum yaitu daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan (kelainan anatomis tulang punggung atau pasien
gemuk) .Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1.

Informed consent (izin dari pasien serta keluarga)


Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal

2.

Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung

3.

Pemeriksaan laboratorium anjuran


Hb, Ht, PT (Protrombin Time), PTT (Partial Tromboplastin Time)

Peralatan analgesia spinal(4)


1.

Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, pulse oximeter,dan EKG

2.

Peralatan resusitasi/ anestesia umum

3.

Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/
Quinckebabcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil
point Whitecare)

Gambar 2. A. jarum spinal ujung tajam (Quincke-Babcock), B jarum spinal ujung pinsil
(Whitecare)

Teknik analgesia spinal(4)

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan
sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1.

Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral


dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 3. Posisi saat spinal anestesi.

2.

Tentukan Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis


Krista iliaka dengan tulang punggung, yaitu L4-L5, lalu lakukan
penusukan misal L2-L3, L3-L4, atau L4-L5. Hati hati tusukan pada
L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

3.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

4.

Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan bupivakain


0.5 % 7,5-15 mg pada posisi duduk dan 15-20 mg pada posisi
horizontal.

5.

Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm
agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau
kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan
likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

Gambar 4. (kiri) teknik memasukkan obat


dengan disambungkan spuit. (kanan) posisi jarum
saat penusukan spinal anestesi.

6.

Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah


hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa 6cm

Anastetik lokal untuk analgesia spinal(4)

Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah


1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut
isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari css disebut
hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut
hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis
hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan
air injeksi serta bupivakain yaitu dengan sediaan sudah dicampur dengan
dextrose monohydrate.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1.

Lidokaine (xylobain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik,


dosis 20-100mg (2-5ml)

2.

Lidokaine (xylobain, lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis


1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)

3.

Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)

4.

Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,


sifat hiperbarik, dosis 7.5-15mg (1.5-3ml)

Faktor yang mempengaruhi ketinggian blok(2,3)


1) Umur : pada usia tua, penyebabaran obat anestesia lokal lebih ke
cephalad akibat ruang subarachnoid dan epidural menjadi lebih
kecil dan terjadi penurunan progresif jumlah cairan cerebrospinal.
2) Tinggi badan : makin tinggi pasien, makin panjang medula
spinalisnya dan volume cairan serebrospinal di bawah L2 makin
banyak sehingga pasien memerlukan dosis yang lebih besar
daripada yang pendek.

3) Berat badan : pada pasien gemuk terjadi penurunan volume


cairan serebrospinal berhubungan dengan penumpukan lemak
dalam rongga epidural, sehingga memengaruhi penyebaran obat
anestesia lokal dalam ruang subarachnoid.
4) Jenis kelamin : jenis kelamin tidak berpengaruh langsung
terhadap

penyebaran

obat

anestesi

lokal

dalam

cairan

serebrospinal sepanjang semua faktor yang mempengaruhi adalah


tetap.
5) Tekanan intraabdominal : peningkatan tekanan intraabdominal
sering dikaitkan dengan peningkatan penyebaran obat anestesia
lokal dalam ruang subarachnoid.
6) Anatomi kolumna vertebralis : lekukan kolumna vertebralis
memengaruhi penyebaran obat anestesi lokal dalam ruang
subarachnoid, pada posisi supine obat anestetik hiperbarik akan
banyak berkumpul di T4-T8 (tempat terendah), sedangkan
hipobarik akan berkumpul di L2-L4. Kelainan anatomi seperti
skoliosis dan kifosis akan mempengaruhi penyebaran obat
anestetik karena terdapat kelainan pada kelengkungan kolumna
vertebralis.

Gambar 5. Anatomi kolumna vertebralis

7) Tempat penyuntikan : penyuntikan obat pada ketinggian L2-L3


atau L3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah kranial,

sedangkan penyuntikan pada L4-5 karena bentuk vertebra


memudahkan obat berkumpul di daerah sakral.
8) Kecepatan penyuntikan : makin cepat penyuntikan obat makin
tinggi tingkat analgesia yang tercapai.
9) Dosis : makin besar dosis makin besar intesitas hambatan dan
makin cephalad level anestesinya.
10) Berat jenis : penyebabaran obat hiperbarik dan hipobarik dalam
cairan serebrospinal dipengaruhi oleh posisi pasien. Penyebaran
obat isobarik selama dan sesudah penyuntikan tidak dipengaruhi
oleh posisi pasien.
11) Posisi pasien sebelum dan sesudah penyuntikan : posisi duduk
akan

menyebabkan

penyebaran

dominan

ke

sakral

jika

dikombinasikan dengan anestetik hiperbarik sebaliknya dengan


hipobarik. Dengan posisi lateral dekubitus larutan hiperbarik akan
menyebabkan blok unilateral pada sisi bawah sebaliknya pada
larutan hipobarik. Posisi headown dan supine sesudah penyuntikan
obat akan menyebabkan penyebaran ke arah cephalad dengan
larutan hiperbarik sebaliknya dengan larutan hipobarik.
12) Konsentrasi larutan : pada umumnya intesitas analgesia
meningkat dengan bertambah pekatnya larutan obat anestesia
lokal.
13) Manuver valsava : mengejan akan meninggikan tekanan cairan
cerebrospinalis, sehingga analgesia yang dicapai lebih tinggi,
terutama bila dilakukan oleh pasien segera setelah penyuntikan
obat ke dalam ruang subarachnoid.
Komplikasi tindakan anestesi spinal(4) :
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok
sampai T-2
3. Hipoventilasi

10

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas


4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
Komplikasi pasca tindakan(4)
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis

2.2.2 Anestesia Epidural(4)


Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan
dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik
juga lebih lemah.
Gambar 6. Lokasi epidural anestesi

Indikasi anastesia epidural


1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri pada saat persalinan

11

3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak


pendarahan
4. Tambahan pada anesthesia umum ringan karena penyakit tertentu
pasien.
Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
1. Bisa segmental
2. Tidak terjadi headache post op
3. Hypotensi lambat terjadi
4. Dapat mengatasi post op paint
Kerugian epidural dibandingkan spinal :
1.

Teknik lebih sulit

2.

Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

3. Reaksi sistemis

Komplikasi anestesi / analgesi epidural(4) :


1.

Blok tidak merata

2.

Depresi kardiovaskular (hipotensi)

3.

Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

4.

Mual muntah

Teknik anestesia epidural (4):


Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang
subarakhnoid.
12

1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.


2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
a) jarum ujung tajam (Crawford)
b) jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 7. Jarum epidural anestesi

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun


yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes
tergantung.
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah
resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml.
Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum
epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl
disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong
jarum

epidural

sampai

terasa

menembus

jaringan

keras

(ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah


yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis.
b) Teknik tetes tergantung

13

Teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai


terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong
jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus
jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl
ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis.
5. Uji dosis
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan
setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk
dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3
ml yang sudah bercampur adrenalin 1: 200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak
jarum sudah benar
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan
obat masuk vena epidural.
6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar,
suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai
tercapai dosis total.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya
bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis
dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30%
akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat
ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage

14

Melipat Lutut
++
+
-

Blok tak ada


Blok parsial
Blok hampir lengkap
Blok lengkap

Melipat Jari
++
++
+
-

Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural


1.

Lidokain (Xylokain, Lidonest)


Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi
otot baik.
0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.

2.

Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum
yang digunakan <20ml.
Komplikasi:

1.
2.
3.
4.

Blok tidak merata


Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
Mual-muntah

2.2.3 Anestesia Kaudal(4)


Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat
ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup
oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan
antara

ligamentum

supraspinosum,

ligamentum

interspinosum,

dan

ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus,


felum terminale dan kantong dura.
Indikasi
Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula
paraanal.

15

Teknik
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita
hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter
vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan
dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan
ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus
sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setela diyakini
masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong
sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak
cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk
menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 8. Teknik kaudal anestesi

2.2.4 Efek Fisiologis Neuroaxial Block


1. Efek Kardiovaskuler:
-

Akibat dari blok simpatis , akan

terjadi penurunan tekanan darah

(hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal ,


2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi
block pada level yang sama.

16

Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk


mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi
dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
-

Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator
fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.

2. Efek Respirasi:
-

Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.

Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan


gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi
dan ekspirasi.

3. Efek Gastrointestinal:
-

Mual

muntah

menyebabkan
parasimpatis

akibat

blok

neuroaksial

hiperperistaltik
dikarenakan

oleh

sebesar

gastrointestinal
simpatis

yg

20%,
akibat

terblok.

sehingga
aktivitas
Hal

ini

menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat


menyebabkan kondisi operasi maksimal.

2.3 BLOK PERIFER


Blok perifer adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
temporer(5,6).
Blok Pleksus brakhialis
Anestesi yang di injeksikan di sekitar pleksus brakialis yang menghasilkan
analgesia dan bahkan anesthesia di anggota gerak atas(7). Pleksus ini di blockade
dengan empat pendekatan yang berbeda : interkalenus, supraklavikularis,
infraklavikularis atau aksilaris(7)
Blok analgesia regional intravena

17

Merupakan blok yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam vena yang telah dieksangunasi secara tertutup baik pada ekstrimitas superior
maupun ekstrimitas inferior.
Anestesi lokal lainnya
1.
Anastesi topikal
Tindakan anastesi lokal dengan cara menempatkan obat anestetika lokal
dengan cara antara lain oles, semprot atau tetes pada permukaan mukosa
2.

atau jaringan atau pada rongga tubuh.


Anastesi Lokal Infiltrasi
Infiltrasi/suntikan obat anestetik lokal pada daerah yang akan di
ekplorasi.

Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :


1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas.
Lama kerja 2-30 menit.
2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis
15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
3. Kloroprokain derivate prokain dengan masa kerja lebih pendek
4. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10
menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung
konsentrasi larutan.
5. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat
dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam. Untuk anestesi spinal 0.5
% volume antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural
0.75% dan pembedahan 0.75%.
6. EMLA (Eutectic Mixstone of Local anesthetic)
Campuran emulsi miyak dalam air antara lidokain dan prilokain masing 2,5%
atau masing masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intake 1-2 jam sebelum
tindakan untu mengurang nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau
untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato tapi tidak
dianjurkan pada mukosa atau kulit terluka.
7. Ropivakaine (naropin) dan levobupivakaine (cirokaine)

18

Penggunaan seperti bupivacaine, karena kedua obat tersebut merupakan


isomer dari bupivacaine yang efek sampingnya lebih ringan dari bupivacaine.
Konsentrasi efektif min 0.25%.

BAB III
KESIMPULAN
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh
diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian
atau seluruhnya akan tetapi pasien tetap sadar.
Anestesi regional terbagi atas blok sentral dan blok perifer. Blok sentral atau
yang sering disebut sebagai blok neuroaxial terdiri dari blok spinal, epidural, kaudal
maupun kombinasi antara spinal dan epidural. Disebut sentral karena lokasi blokade
terletak pada nerve root pada garis tengah tubuh. Anestesi tersebut dapat diberikan
pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini
juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum,
perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak.

19

Blok perifer terdiri dari blok saraf yang merupakan metode blokade dengan
cara menyuntikan langsung obat anestetik lokal pada saraf perifer yang ingin di
blokade misalnya blokade plexus brachialis pada operasi bagian ekstrimitas superior.
Blok regional menggunakan jalur intravena sedikit berbeda karena pada blokade
regional lainnya disuntikan langsung pada saraf tetapi metode ini menggunakan jalur
intravena, metode ini dapat dipergunakan dengan menggunakan torniket untuk
operasi ekstrimitas superior maupun inferior.
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan
obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin,
novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi
Kedua. 2010. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
2. Soenarjo, Jatmiko HD, edt. Anestesiologi. 2010. Semarang : Bagian
anestiologi dan terapi intensif FKUNDIP/RSUP Dr.Kariadi. p309-30.
3. Soenarto RF, Chandra S, edt. Buku Ajar Anestesiologi 1st edition. 2012.
Jakarta : Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI/RSCM.p.45178.
4. Lunn JN. Catatan Kuliah Anestesi. 2005. Jakarta : EGC. p143-57
5. Mangku G, et al, edt. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. 2010. Jakarta
: Indeks.p.114-33.

20

6. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated:


Aug 7, 2009. Accessed on 20th july 2014 at www.emedicine.com

21

Anda mungkin juga menyukai