PENDAHULUAN
Kata
Anestesi
diperkenalkan
ole
Oliver
Wendell
Holmes
yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.. Anestesiologi adalah ilmu
kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien
sebelum, selama, sesudah pembedahan.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu
analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran,
sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu
dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya
kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa
pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau
saraf yang berhubungan dengannya.
Penggunaan anesthesia regional cukup bermanfaat terutama pada kasus yang
merupakan kontra indikasi dari anesthesia umum atau beresiko tingi untuk anesthesia
umum(2). Namun tanpa pengetahuan dan keterampilan mengenai anestesi regional,
komplikasi dan pencegahannya akan berakibat fatal karena tidak bisa di deteksi
secara dini dan diantisipasi secara tepat dan cepat(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN ANESTESI REGIONAL
2.1. Definisi
Analgesia atau Anestesi regional adalah tindakan analgesia yang
dilakukan dengan cara menyuntikan obat anastetik lokal pada lokasi serat saraf
yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan
hambatan konduksi
Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal.
2.
Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
pleksus brakialis, aksiler, dan analgesia regional intravena
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal(4)
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum yaitu daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan (kelainan anatomis tulang punggung atau pasien
gemuk) .Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1.
2.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3.
2.
3.
Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/
Quinckebabcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil
point Whitecare)
Gambar 2. A. jarum spinal ujung tajam (Quincke-Babcock), B jarum spinal ujung pinsil
(Whitecare)
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan
sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1.
2.
3.
4.
5.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm
agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau
kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan
likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6.
2.
3.
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)
4.
penyebaran
obat
anestesi
lokal
dalam
cairan
menyebabkan
penyebaran
dominan
ke
sakral
jika
10
11
2.
3. Reaksi sistemis
2.
3.
4.
Mual muntah
epidural
sampai
terasa
menembus
jaringan
keras
13
14
Melipat Lutut
++
+
-
Melipat Jari
++
++
+
-
2.
Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum
yang digunakan <20ml.
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
ligamentum
supraspinosum,
ligamentum
interspinosum,
dan
15
Teknik
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita
hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter
vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan
dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan
ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus
sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setela diyakini
masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong
sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak
cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk
menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
16
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator
fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi:
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
3. Efek Gastrointestinal:
-
Mual
muntah
menyebabkan
parasimpatis
akibat
blok
neuroaksial
hiperperistaltik
dikarenakan
oleh
sebesar
gastrointestinal
simpatis
yg
20%,
akibat
terblok.
sehingga
aktivitas
Hal
ini
17
Merupakan blok yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam vena yang telah dieksangunasi secara tertutup baik pada ekstrimitas superior
maupun ekstrimitas inferior.
Anestesi lokal lainnya
1.
Anastesi topikal
Tindakan anastesi lokal dengan cara menempatkan obat anestetika lokal
dengan cara antara lain oles, semprot atau tetes pada permukaan mukosa
2.
18
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh
diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian
atau seluruhnya akan tetapi pasien tetap sadar.
Anestesi regional terbagi atas blok sentral dan blok perifer. Blok sentral atau
yang sering disebut sebagai blok neuroaxial terdiri dari blok spinal, epidural, kaudal
maupun kombinasi antara spinal dan epidural. Disebut sentral karena lokasi blokade
terletak pada nerve root pada garis tengah tubuh. Anestesi tersebut dapat diberikan
pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini
juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum,
perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak.
19
Blok perifer terdiri dari blok saraf yang merupakan metode blokade dengan
cara menyuntikan langsung obat anestetik lokal pada saraf perifer yang ingin di
blokade misalnya blokade plexus brachialis pada operasi bagian ekstrimitas superior.
Blok regional menggunakan jalur intravena sedikit berbeda karena pada blokade
regional lainnya disuntikan langsung pada saraf tetapi metode ini menggunakan jalur
intravena, metode ini dapat dipergunakan dengan menggunakan torniket untuk
operasi ekstrimitas superior maupun inferior.
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan
obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin,
novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi
Kedua. 2010. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
2. Soenarjo, Jatmiko HD, edt. Anestesiologi. 2010. Semarang : Bagian
anestiologi dan terapi intensif FKUNDIP/RSUP Dr.Kariadi. p309-30.
3. Soenarto RF, Chandra S, edt. Buku Ajar Anestesiologi 1st edition. 2012.
Jakarta : Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI/RSCM.p.45178.
4. Lunn JN. Catatan Kuliah Anestesi. 2005. Jakarta : EGC. p143-57
5. Mangku G, et al, edt. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. 2010. Jakarta
: Indeks.p.114-33.
20
21