PENDAHULUAN
1
2
tersebut. Atas temuan yang spektakuler ini kedua peneliti tersebut bersama dengan
William Shokley mendapat hadiah nobel bidang Fisika pada tahun 1956 (Brian,
2004).
Tungsten (VI) oksida, yang dikenal juga sebagai tungsten trioksida, WO3
merupakan material oksida yang mengandung unsur oksigen dan unsur logam transisi
yaitu tungsten. Bentuk kristal dari WO3 dapat digunakan sebagai sensor gas karena
mempunyai sifat yang peka terhadap gas. Adanya gas akan menyebabkan perubahan
konduktivitas yang berasal dari pergeseran ion-ion atau elektron-elektron dari suatu
material. Oleh karena itu, besarnya konduktivitas bergantung pada besar kecilnya
konsentrasi gas.
Kemampuan oksida logam sebagai sensor gas memerlukan perhatian khusus
pada karakteristik struktur. Biasanya struktur material oksida yang dibutuhkan ialah
yang kristalin. Kristal dapat dilihat sebagai kumpulan butiran (grains), strukturnya
berulang dalam periode terntentu dan dalam tiga dimensi. Apabila butir kristal
tumbuh kemudian bertemu dengan butiran kristal lain yang berbeda orientasi
kristalnya maka terjadilah batas butir. Pada gas sensor material, batas butir inilah
yang mengambil peranan. Adsorbsi oksigen terjadi pada batas butir ini dikarenakan
surface energy (energi permukaan) pada batas butir yang lebih tinggi dari
butir/kristal. Oksigen lebih mudah terdifusi dan teradsorb ke daerah batas butir. Jadi
semakin banyak batas butirnya, maka semakin besar probabilitas oksigen terdifusi
dan terikat di dalam material oksida. Artinya, di dalam gas sensor, kita membutuhkan
butiran kristal yang kecil-kecil (Brian, 2004).
Ukuran partikel yang terbentuk dari proses pengkristalan dipengaruhi oleh
jenis pelarut. Untuk itu digunakan pelarut polyethylen glikol karena polyethylen
glikol mempunyai gugus OH yang mirip dengan gugus OH pada air sehingga pada
proses pengkristalan, posisi H2O yang terikat pada WO3 dapat dengan mudah diganti
dengan gugus OH yang terdapat pada pelarut polyethylen glikol sehingga diharapkan
dapat memperoleh kristal WO3 yang memiliki permukaan atau penampang yang luas.
3
Salah satu proses kimia yang bisa digunakan untuk mendapatkan struktur
kristal WO3 yang berukuran nanopartikel adalah dengan metode sol-gel. Metode sol-
gel merupakan teknik kimia yang digunakan untuk membuat suatu material dari suatu
larutan kimia atau partikel suspensi koloid untuk menghasilkan suatu bentuk gelatin
dari sol yang mengandung fasa cair yaitu gel. Metode ini diharapkan akan
menghasilkan bahan sensor yang relatif sangat sensitif untuk mendeteksi adanya gas
khususnya alkohol.
Selama ini, alat untuk mengukur keberadaan alkohol di lingkungan
kebanyakan masih menggunakan elat-alat yang ukurannya besar dan tidak praktis
serta hanya pada laboratorium besar yang memilikinya. Alat-alat yang biasa
digunakan untuk mendeteksi alkohol adalah Densitometry, Distillation/Hydrometry,
Distillation/Pycnometry, Ebulliometry, Gas Chromatography (GC), Near Infra-red
Reflectance (NIR), dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sensor
alkohol diharapkan muncul karena banyak sekali permintaan dari bidang industri
khususnya dalam industri peragian/fermentasi sebagai pengendali mutu serta bidang
forensik untuk mengendalikan tingkat pemabuk dalam mengendarai kendaraan.
Sebuah sensor alkohol menggunakan senyawa metal oksida semikonduktor
yang telah berhasil diproduksi oleh salah satu perusahaan di jepang (Figaro) adalah
sensor alkohol jenis TGS 2620 yang menggunakan senyawa alumina sebagai bahan
sensing. Respon yang diberikan sensor ini adalah sebuah hambatan pada 1ohm-5ohm
(pada 300ppm) dan range deteksinya pada 50ppm-5000ppm (Anonim, 2005).
Sifat kepekaan senyawa WO3 terhadap gas digunakan untuk mengetahui kadar
keberadaan alkohol di lingkungan. Adanya gas alkohol akan meyebabkan perubahan
konduktivitas yang dapat diketahui dari pengukuran nilai hambatan atau arus yang
mengalir pada material oksida. Dari bahan sensor WO3 yang diperoleh, dilakukan
optimasi panjang plat WO3 yang paling sensitif terhadap keberadaan alkohol.
4