Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
INDOSKRIPSI
Kumpulan Skripsi Online Full Content
• Home
• Profil
• Terms and Conditions
• Contact
• Donate
• Tanya Jawab
• Report Abuse
Home
• Kedokteran
abstraks:
Kista radikuler disebut juga kista periapikal. Kista ini merupakan jenis kista yang paling
sering ditemukan. Kista radikuler terbentuk oleh karena iritasi kronis gigi yang sudah
tidak vital. Kista ini tumbuh dari epitel rest of Malassez yang mengalami proliferasi oleh
karena respon terhadap proses radang yang terpicu oleh karena infeksi bakteri pada pulpa
yang nekrosis (Danudiningrat. 2006; Valois, Costa-junior. 2005; Romero, dkk. 2002).
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Geligi Permanen
mol. pr.mol. can. in. in. can. pr.mol. mol.
Upper jaw 3 2 1 2 2 1 2 3
Total 32
Lower jaw 3 2 1 2 2 1 2 3
Gigi premolar sendiri ada dua buah pasang di setiap rahang, dan masing-masing memiliki
karakteristik sendiri. Seperti contohnya akar gigi, akar gigi premolar dua rahang atas dan
kedua premolar rahang bawah, pada umumnya memiliki satu akar. Sedangkan pada
premolar satu rahang atas memiliki dua akar, yaitu pada pada bagian bukal dan palatal.
Memiliki setidaknya dua buah cusp. Cusp terbesar pada bagian bukal, terutama pada gigi
premolar satu rahang bawah. Sedangkan gigi premolar dua rahang bawah, terkadang
memiliki dua cups pada bagian lingual.
Premolar pertama rahang atas :
• Bukal : permukaan membulat, bentuk cusp memanjang. Hal ini dapat dilihat dari
puncak cusp, ridge bukal, hingga garis servikal gigi
• Palatal : cusp lebih kecil, ujung cusp meruncing mengarah ke mesial. Permukaannya
membulat
• Proksimal : pada bagian mesial terdapat bentukan yang disebut mesial developmental
groove
• Oklusal : Cusp bukal lebih besar daripada cusp palatal. Bentuk oklusal adalah
heksagonal. Dan pada sisi mesial, terdapat bentukan developmental groove
• Kontak area : kontak area distal lebih ke arah bukal daripada kontak area mesial
• Akar : sekitar 80% memiliki dua akar, selain itu juga ada yang memiliki hanya dua akar
Premolar dua rahang atas
• Bukal : cusp lebih pendek dan lebih membulat daripada premolar satu
• Palatal : cusp palatal hampir sama besar dengan cusp bukal
• Oklusal : mahkota membulat dan ovoid
• Proksimal : sisi mesial dan distal membulat. Tidak memiliki developmental groove
• Kontak area : sisi distal lebbih rendah daripada sisi mesial
• Akar : berakar tuggal
Gambar 2.1.2 Jaringan gigi premolar dari potongan vertikal (Gray. 2005)
Persarafan gigi-geligi rahang atas berasal dari n. alveolaris superior yang merupakan
cabang divisi maksilaris n. trigeminus.
Saraf yang berfungsi mempersarafi gigi premolar dan membantu mempersarafi jaringan
pendukung gigi kaninus dan molar pertama permanen adalah n. alveolaris superior
media.
Suplai darah gigi-geligi rahang atas di suplai oleh a. alveolaris superior. A. alveolaris
superior ini merupakan percabangan dari a. maksilaris. A. alveolaris superior bercabang
menjadi a. alveolaris superior anterior, a. alveolaris superior media, dan a. alveolaris
superior posterior. Arteri yang berfungsi menyuplai darah ke gigi-gigi posterior adalah a.
alveolaris superior posterior. Selain itu, pada gigi kaninus dan premolar juga disuplai oleh
a. alveolaris superior media (Dixon. 1993).
Gambar 2.2.1 Tahap pertumbuhan gigi : 1. Cap stage ; 2. Bell stage (A. Enamel, B.Dental
papil, C. Dental folikel) (wikipedia.id)
Dari gambar 2.2.1 dapat dilihat bahwa struktur enamel berasal dari jaringan ektodermal,
dan terlihat jaringan mesenkimal dental papila mengelilingi enamel organ. Pada gambar
2.1.3 (2) terlihat terjadi proses diferensiasi penuh sel-sel odontoblas dan ameloblas di
regio mahkota gigi. Pembuluh darah mulai tumbuh di regio dental papilla yang
merupakan satu-satunya struktur yang mempunyai vaskularisasi di rgio enamel organ,
sedangkan di bagian luar enamel epitelium mengandung pleksus-pleksus kapiler.
Dari proses odontogenis ini, dapat diketahui pula asal pertumbuhan kista odontogen yang
berasal dari sisa-sisa epitel pembentuk gigi. Secara umum pertumbuhan kista odontogen
berasal dari sisa-sisa epitel pembentuk gigi yang mengalami proliferasi kistik. Yaitu
epitel rests of Malassez. Yang merupakan sisa-sisa epitel pembentuk akar gigi yang
disebut dengan sel epitel Hertmig’s dan sisa-sisa sel pembentuk akar gigi yang masih
dapat ditemukan dalam jaringan periodonsium walaupun akar telah terbentuk sempurna.
2.3.5 Histopatologis
Secara histopatologis kista radikuler atau periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga
yang berlapiskan epitel yang tidak mengalami keratinisasi skuamosa dan mempunyai
ketebalan yang bervariasi. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan
ditemukannya banyak sel neutrofil pda dinding kista tersebut. Pada dinding kista sering
didapatkan kerusakan oleh karena proses keradangan (Dnudiningrat. 2006).
Dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan
pleksiform. Sel-sel mukus juga dapat ditemukan, meskipun jarang. Sebagai jenis kista
yang terjadi karena proses radang, maka dinding epitelium dapat mengandung banyak sel
radang, yaitu sel plasma dan limfosit. Roushton’s bodes atau round eusinophilic globule
banyak ditemukan di dalam atau luar sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis
imunoglobulin. Keberadaan imunoglobulin ini dapat diyakinkan dengan pemeriksaan
pewarnaan menggunakan immunofluoresense (Danudiningrat. 2006).
2.3.6 Perawatan
Pada kista radikuler dapat dilakukan perawatan endodontik intrakanal apabila preparasi
akar dapat mencapai apikal akar gigi. Jika preparasi saluran akar tidak dapat mencapai
apikal, maka dilakukan tindakan endodontik bedah, yaitu apeks reseksi. Tindakan
terakhir yang bisa dilakukan adalah tindakan pencabutan/ekstraksi gigi yang terlibat,
apabila gigi tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi, kerusakannya lebih dari
sepertiga akar gigi.
B. Desain Flap
Pembuatan dan perluasan dari flap harus menghasilkan daerah dengan lapang pandang
yang jelas dan jalan masuk yang mudah pada akar (Serota dan Krakow, 1983).
Dalam pembuatan desain flap ada beberapa prinsip- prinsip dan petunjuk umum yang
digunakan, yaitu (Luebke,dkk. 1964;Gudmann.1984; Wine.1976) :
1. Mempertahankan suplai darah yang cukup pada jaringan lunakl yang diangkat dengan
membuat dasar flap yang lebar
2. Menghindari insisi diatas tulang yang rusak atau diatas lesi periapikal
3. Membuat desain flap untuk akses maksimum dengan menghindari refleksi jaringan
yang terbatas
4. Menghindari sudut yang tajam pada flap
5. Melakukan insisi dan refleksi yang mencakup periosteum sebagai bagian dari flap
6. Tidak memotong papilla interdental
7. Memperluas insisi vertical untuk memunghkinkan retractor berhenti diatas tulang dan
tidak merusak bagian flap
8. Menggunakan flap minimal yang meliputi paling tidak satu gigi pada daerah operasi
C. Macam-macam Flap
1. Flap Semilunar
Flap Semilunar atau flap sub marginal melengkung berbentuk bulan sabit atau sedikit
melengkung. Insisi horizontal dibuat di gingiva cekat dengan bagian yang konveks paling
dekat dengan tepi gingival bebas. Sederhana dan mudah dibuka. Akses ke apeks tanpa
mengenai jaringan lunak sekitar mahkota.
2. Flap Ochsenbein- Luebke
Flap Ochsenbein- Luebke atau flap sub marginal rectangular merupakan modifikasi dari
flap semilunar. Insisi horizontal yang melengkung di buat pada gingiva cekat dengan satu
atau dua tambahan insisi vertical. Flap ini menghasilkan akses dan pandangan yang
cukup baik. Serta memiliki resiko yang lebih sedikit waktu melakukan insisi jaringan
diatas tulang yang rusak.
3. Flap Sulkular
Flap sulkular atau flap mukoperiosteal penuh merupakan insisi pada puncak gingiva
dengan pengangkatan seluruh papila interdental, tepi gingiva bebas, gingiva cekat, dan
mukosa alveolar. Insisi vertical untuk flap ini dapat tunggal (segitiga) atau ganda (segi
empat). Flap ini menghasilkan akses dan jarak pandang maksimal, serta mempunyai
sedikit kecenderungan perdarahan.
D. Pembuatan Akses ke Apeks
Banyak cara dalam pembuatan akses ke apikal, apabila suatu kelainan periapikal belum
meresopsi tulang bagian labial maka tulang disekitar lokasi kelainan periapikal diambil
dengan bur atau chisel, tulang tersebut diambil sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan cacat yang terlalu besar. Dalam pembuatannya, dilakukan pengeboran
tulang diatas apeks. Identifikasi dari akar harus dilakukan sedekat mungkin dengan
apeks, dan ini mudah dilakukan karena akar berwarna lebih tua dari jaringan tulang
didekatnya, konsistensi jelas dan halus jika diraba. Untuk hasil yang lebih baik digunakan
fissure bur sebaiknya membentuk sudut 45º dengan sumbu vertikal gigi yang mengalami
kelainan periapikal. Melalui posisi ini dapat memberikan batas keselamatan jalan masuk
permulaan pada apeks gigi serta mendapatkan lapang pandang yang baik dari apikal gigi.
Apabila terjadi kesalahan dalam menghitung panjang gigi dan membuka tulang terlalu ke
servikal dengan posisi bur tegak lurus, hal ini dapat menimbulkan kerusakan atau cacat
pada permukaan akar. Kesalahan ini dapat mengakibatkan gigi yang mengalami kelainan
periapikal dilakukan tindakan pencabutan.
Adapun cara untuk mencapai akses ke apeks adalah:
a. Pengeboran awal tulang dilakukan dengan menggunakan bur bulat ukuran besar
dengan tekanan ringan hingga sebagian kecil permukaan akar tercapai.
b. Bila daerah akar dapat diidentifikasi, maka tulang dapat di bur lebih dalam sampai
permukaan luar ujung terbuka.
c. Bur bulat ukuran kecil digunakan untuk membuat akses ke mesial, distal, dan apikal
sehingga nantinya setengah bagian dari luar ujung akar terlihat konturnya.
2.4.3.3 Kuretase Apeks
Pengambilan kelainan periapikal dengan menggunakan alat kuret. Kuretase pada kelainan
periapikal harus benar-benar meninggalkan rongga tulang yang bersih, sehingga tidak
mengganggu dalam proses kesembuhan. Apabila kuretase ini tidak bersih maka
kemungkinan untuk mengalami kekambuhan dari kelainan periapikal tersebut ada.
Kuretase dari apeks ini sangat penting untuk (Walton & torabinejad, 1997), yaitu:
a. Memperoleh akses dan pandangan yang baik ke daerah apeks
b. Membuang jaringan yang terinflamasi
c. Memperoleh spisemen untuk pemeriksaan histologis.
d. Dapat memperkecil perdarahan.
2.4.3.4 Reseksi Ujung Akar
Reseksi ujung akar meliputi tindakan pemotongan pada sebagian ujung akar gigi. Reseksi
ujung akar gigi ini menggunakan surgical cross fissure bor high speed dan irigasinya
menggunakan larutan pz steril (Guttman, 1984; Bence & Meyeres, 1990). Bevel harus
dibuat lebih kurang 45º arah fasial-lingual.
Pada reseksi ujung akar gigi memiliki dua indikasi ( Walton & Torabinejad, 1997), yaitu:
a. Memperoleh akses ke saluran akar bagi kepentingan pemeriksaan dan pelatakan
restorasi ujung akar, biasanya ujung akar dibevel agar pandangan dan akses ke ujung akar
baik.
b. Untuk mengangkat bagian akar yang tidak dapat dirawat
Pada umumnya, banyaknya apeks akar gigi yang diambil sangat relatif dan tergantung
juga pada alasan mengapa dilakukan apeks reseksi. Pengambilan apeks akar juga harus
cukup untuk:
a. Meletakkan saluran akar ditengah-tengah akar yang terpotong
b. Membuka saluran akar tambahan atau fraktur
2.4.3.5 Preparasi Ujung Akar dan Teknik Pengisian
1. Preparasi Ujung Akar
Jenis preparasi pada ujung akar ini dengan preparasi klas I dengan kedalaman minimal 2
sampai 3 mm kedalam saluran akar. Anatomi apeks akar yang lebih sulit kemungkinan
menggunakan jenis preparasi yang lain ( Walton & torabinejad, 1997). Bentuk preparasi
harus sesuai dengan outline saluran akar dan pada gigi dengan dua saluran akar
menggunakan bentuk preparasi seperti huruf delapan (Frank, 1983; Bence & Meyers,
1990).
Adapun syarat-syarat preparasi ujung akar (Harty, 1990) adalah:
a. Meliputi seluruh foramen apikal
b. Preparasi dilakukan sekecil mungkin
c. Dentin yang lunak dan terkontaminasi harus dibersihkan dengan diikutkan dengan
sedikit jaringan yang sehat
d. Kedalaman preparasi tidak kurang dari 3 mm
e. Cukup besar untuk jalan masuknya plugger yang digunakan untuk kondensasi
f. Memiliki undercut yang cukup sebagai retensi untuk bahan pengisi.
2. Teknik Pengisian
a. Teknik Ortograde
Dilakukan preparasi saluran akar, kemudian dilanjutkan dengan pengisian dari arah
mahkota setelah ujung akar dilakukan reseksi. Pengisian saluran akar dilakukan dengan
menggunakan gutta perca dan pasta saluran akar.
Penggunaan teknik ini pada kasus bagian apikal dari akar tidak dapat dilakukan operasi,
seperti pada apeks akar yang bengkok, ujung alat yang patah dan terjebak ujung saluluran
akar.
b. Teknik Retrograde
Teknik ini dilakukan pengisian dari apikal setelah ujung akar dilakukan reseksi.
Penggunaan teknik ini dilakukan untuk merawat gigi-gigi dengan saluran akar yang
tersumbat, pasak yang tidak dapat dilepas dari saluran akar, dan saluran akar yang tidak
dapat dirawat melalui mahkota dengan cara perawatan endodontik konvensional.
c. Teknik Ortograde dan Retrograde
Teknik ini merupakan teknik penggubungan antara teknik Ortograde dan teknik
Retrograde. Pada teknik ini preparasi dan pengisian saluran akar dilakukan dari arah
mahkota, dan pada bagian apikal ditutup dengan menggunakan teknik retrograde.
Kemudian bahan pengisi dimasukkan kedalam preparasi kavitas. Bahan-bahan pengisi ini
harus memiliki syarat-syarat (Walton dan Torabinejad,1997) sebagai berikut:
- Dapat diterima oleh jaringan periapikal
- Tidak teresorbsi dan menutup rapat
- Mudah dimasukkan
- Tidak dipengaruhi oleh cairan
- Dapat dilihat secara radiografik
Adapun bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pengisian apikal adalah silver
amalgam, gutta percha, gold foil, super EBA, semen polikarboksilat, semen glass
ionomer, dan komposit (Escobar, 1986). Amalgam memiliki sifat korosi yang dapat
menghambat penyembuhan. Sehingga para ahli menutupi kekurangan amalgam tersebut
menggunakan silver amalgam.
2.4.3.6 Pengembalian Flap dan Penjahitan
1. Pengembalian Flap
Flap dikembalikan ke posisi semula dan ditahan selama lebih kurang 5 menit dengan
menggunakan kain yang basah dan ditekan dengan kekuatan sedang. Penekanan ini
memungkinkan untuk keluarnya darah dari bawah flap, permulaan adaptasi,
memudahkan penjahitan, serta mengurangi perdarahan dan pembengkakan setelah
operasi.
2. Penjahitan
Ada banyak teknik penjahitan seperti jahitan terputus (interrupted), matras kontinyu, dan
sling (Arens DE dkk, 1981). Jahitan yang sering digunakan adalah jahitan terputus
(interrupted). Pada teknik penjahitan ini, jarum pertama kali melalui jaringan yang
diangkat, lalu pada jaringan yang yang cekat. Kemudian benang diikat dengan simpul
bedah. Simpul bedah tidak boleh diletakkan diatas garis insisi, karena dapat
mengakibatkan iritasi, inflamasi, dan menghambat penyembuhan.
Selain itu yang juga harus diperhatikan pada penjahitan (Bence& Meyers, 1990) adalah:
a. Jumlah penjahitan harus cukup untuk menjamin adaptasi jaringan yang baik.
b. Harus dihindari jahitan yang terlalu dekat dengan garis insisi, karena dapat terlepas
bila terjadi pembengkakan.
2.4.3.7 Perawatan Pasca Operasi
Setelah dilakukan tindakan operasi, reaksi umum yang ditunjukkan adalah adanya rasa
nyeri. Ini terjadi karena respon keradangan dari jaringan pulpa, respon keradangan dari
daerah apikal yang dihasilkan oleh alat-alat operasi, serta merupakan reaksi awal dari
adanya benda asing yang terdapat dalam jaringan pulpa (Krasner & Jackson, 1986).
Selain itu akibat apeks reseksi juga dapat terjadi pembengkakan, perdarahan, dan
perforasi dari sinus maxilaris, parastesi akibat dari keluarnya bahan pengisi melalui apeks
(Guttman, 1984).
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penanganan yang cermat setelah dilakukan apeks reseksi,
yaitu (Guttman, 1984; Krasner & Jackson, 1987; Walton & Torabinejad, 1997) :
a. Terjadinya pembengkakan dan perubahan warna, serta merembesnya darah adalah hal
yang normal
b. Jangan mengangkat bibir untuk melihat daerah operasi
c. Makan makanan yang halus, hindari makanan yang terlalu panas, lengket, dan kering,
serta mengunyah dengan sisi yang lain
d. Memberi instruksi kepada pasien untuk kumur dengan obat kumur 2 kali sehari selama
beberapa minggu
e. Menggosok gigi seperti biasanya, tetapi hati-hati pada daerah operasi
f. Apabila terjadi pembengkakan yang besar, nyeri yang teramat sangat, mengalami
demam, mengalami perdarahan yang terus-menerus segera hubungi dokter yang merawat
2.4.4 Prognosa
Suatu kelainan periapikal biasanya tidak akan kambuh lagi bila operasi pengambilannya
dilakukan dengan cermat dan hati-hati, contohnya kista. Apabila kista tersebut tidak
dapat terambil sempurna atau dalam pengambilannya masih meninggalkan sel-sel epitel
dari kista tersebut, maka suatu kista dapat kambuh lagi dalam beberapa bulan atau
beberapa tahun kemudian. Suatu kista yang tidak dilakukan perawatan, lambat laun dapat
membesar dan mendesak tulang-tulang sekitarnya.
Selain keberhasilan klinis yang dicapai, juga harus diikuti dengan regenerasi tulang yang
sempurna pada daerah apikal dan rekonstruksi pericemental junction dekat apikal,
sehingga didapat pada keadaan kondisi fisiologis. Waktu yang diperlukan untuk masa
penyembuhan untuk setiap orang berbeda-beda, ini tergantung pada kondisi setiap
individu masing-masing.
2.4.6 Kontrol
Kontrol pada tindakan apeks reseksi dilakukan satu minggu setelah operasi, selanjutnya
diterusksn secara berkala dalam 6 bulan, 1 tahun, dan 4 tahun pasca operasi. Pada
perawatan apeks reseksi dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai berikut
(Farrel & Burke, 1989; Ahrty, 1991) :
a. Tidak adanya keluhan rasa nyeri dan pembengkakan
b. Tidak adanya keluhan periapikal yang muncul lagi
c. Dari hasil foto rontgent dapat dilihat terjadi proses regenerasi tulang dan membran
periodontal
BAB 3
PEMBAHASAN
Kista radikuler yang disebut juga kista periapikal, merupakan kista yang paling sering
ditemukan. Kista ini terbentuk oleh karena iritasi kronis gigi yang sudah tidak vital. Kista
ini tumbuh dari sisa-sisa epitel malassez yang mengalami proliferasi oleh karena
responterhadap proses radang yang terpicu oleh karena infeksi bakteri pada pulpa yang
nekrosis (Danudiningrat. 2006; Valois, Costa-junior. 2005; Romero, dkk. 2002).
Kista radikuler dapat terjadi akibat rangsangan fisik, kimia, atau bakteri sehingga dapat
menyebabkan kematian jaringan pulpa. Kista ini juga merupakan lanjutan dari dental
granuloma yang dibiarkan tanpa perawatan sehingga terjadi degeneraasi kistik
(Grossman,dkk. 1988). Dental granuloma sendiri merupakan jaringan granulasi sekitar
apikal gigi yang terinfeksi sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi pada saluran
akar gigi. Bila daya tahan tubuh menurun, sedangkan kekuatan jejas bertambah, maka
proses keradangan berlanjut dan memicu terjadinya pembentukan kista radikuler
(Cilmiaty.2003).
Kista radikuler umumnya dialami pada kisaran usia 40 dan 50 tahunan. Lebih banyak
ditemukan pada laki-laki (58%) dibandingkan wanita, dan lebih sering terjadi pada
rahang atas (60%). Terutama pada regio anterior rahang atas. Umumnya terbentuk pada
apikal gigi yang terlibat, namun dapat pula terbentuk pada lateral saluran akar (Shear.
1995; radikularcyst.tripod.com).
Pada kista radikuler perawatan endodontik dilakukan apabila preparasi akar dapat
mencapai apikal akar gigi. Jika tidak dapat mencapai apikal, maka dilakukan tindakan
endodontik bedah, yaitu apeks reseksi. Atau pilihan terakhir adalah dilakukan tindakan
pencabutan gigi yang terlibat, bila kerusakannya lebih dari sepertiga akar gigi.
Jenis perawatan endoontik yang digunakan adlaah apeks reseksi. Apeks reseksi
merupakan suatu tindakan membuka daerah apikal dari gigi secara bedah, kuretase,
pemotongan apikal gigi sekaligus melakukan perwatan endodontik. Dalam litertaur yang
lain menyebutkan bahwa reseksi apeks merupakan suatu tindakan yang terdiri dari
membuat insisi pada jaringan lunak, mengambil sebagian tulang alveol, dan memotong
apikal gigi (Archer. 1975; Taylor dan Bump. 1984; Ushin. 1979). Macam tindakan apeks
reseksi ada dua macam, yaitu berdasarkan jumlah kunjungan dan metode kerja.
• click link
• 682 clicks
Untuk dapat merequest file lengkap yang dilampirkan pada setiap judul, anda harus