Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal
1. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak
dikedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutup
atasnya terletak setinggi kosta kedua belas, sedangkan kutup atas ginjal
sebelah kiri terletak setinggi kosta sebelas. Ginjal terletak dibagian
belakang abdomen atas, dibelakang peritoneum, didepan dua kosta
terakhir dan tiga otot besar yaitu transverses abdominalis, kuadratus
lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak diatas kutup
masing-masing ginjal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma
langsung: disebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang
meliputi kosta, sedangkan dianterior dilindungi oleh bantalan usus yang
tebal. Kalau ginjal cidera maka hampir selalu diakibatkan oleh kekuatan
yang mengenai kosta kedua belas yang berputar kedalam dan menjepit
ginjal diantara kosta sendiri dan corpus vertebrae lumbalis. Karena
perlindungan yang sempurna terhadap langsung ini maka ginjal dengan
sendirinya sukar untuk diraba dan juga sulit untuk dicapai waktu
pembedahan. Ginjal kiri yang ukurannya normal biasanya tidak teraba
waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal
tertutup oleh limpa. Tetapi kutup bawah ginjal kanan yang berukuran
normal dapat diraba secara bimanual.

2. Fungsi ginjal
Fungsi utama ginjal :
a. Fungsi ekskresi
Fungsi ekskresi antara lain mempertahankan osmolalitas
plasma,

mempertahankan pH

plasma,

mempertahankan kadar

elektrolit plasma, dan mengekskresikan produk akhir nitrogen dari


metabolism protein terutama urea, asam urat dan creatinin
b. Fungsi non Ekskresi
Fungsi non Ekskresi ginjal antara lain menghasilkan renin,
menghasilkan erytropoetin, metabolism vitamin D, degradasi insulin
dan menghasilkan prostaglandin.

3. Pengertian gagal ginjal


Gagal ginjal adalah keadaan penurunan fungsi ginjal, penimbunan
racun dan sampah metabolisme. Berat ringannya gejala tergantung
kerusakan ginjal yang terjadi (Nugraha, 2008). Berdasarkan prognosisnya
penyakit ginjal terbagi dalam tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat.
Gagal ginjal berat terbagi dalam dua kategori, yaitu akut dan kronik
(Hidayati, 2008). Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampak metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya.
Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urine menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit seperti asam basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai traktus urinarius dan ginjal (Smeltzer, 2002).

4. Jenis Gagal Ginjal


Gagal ginjal dibagi menjadi dua yaitu gagal ginjal akut dan kronik.
a. Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara mendadak,
biasanya dalam beberapa hari. Ginjal yang sebelumnya sehat atau
memang sudah ada kelainan dan biasanya disertai penurunan jumlah

urine (oliguri) atau tidak ada urine sama sekali (anuri) (Lumenta,
2002).
b. Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan
dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006).

5. Patofisiologi gagal ginjal


Ada dua pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk
menjelaskan gangguan funsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut
pandang tradisional mengatakan bahwa semua nefron telah terserang
penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian
spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja
benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya lesi organik pada
medula akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle dan
vasarekta atau pompa klorida pada pars asendens legung henle yang akan
menggangu proses aliran balik pemekat dan aliran balik penukar.
Pendekatan kedua dikenal dengan nama hipotesis bricker atau hipotesis
nefron yang utuh, yang berpendapat

bahwa bila nefron terserang

penyakit maka seluruh unitnya akan hancur namun sisa nefron yang
masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bilamana jumlah
nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini
paling berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada
penyakit ginjal progresif yaitu kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan air dan elektrolit tubuh kendatipun ada penurunan GFR
yang nyata.
Urutan peristiwa patofisiologi gagal ginjal progresif dapat
diuraikan dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun penyakit ginjal
kronik terus berlanjut namun jumlah solute yang harus diekskresi oleh
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah kendati

10

jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun


secara progrefis. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai
respon terhadap ancaman ketidakseimbangan caiaran dan elektrolit. Sisa
nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usaha untuk melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban
solut dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk
seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun didalam niali
normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
kesimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat funsi ginjal yang
sangat rendah.

6. Penyebab Gagal Ginjal


Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan antara gagal ginjal akut
dan gagal ginjal kronik. Adapun penyebab gagal ginjal adalah sebagai
berikut :
a. Gagal ginjal akut
Menurut Smeltzer (2002) kondisi penyebab gagal ginjal akut
dibagi dalam tiga kategori antara lain :
1) Prarenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat
hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi
klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau
kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi
(sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongesif, atau syok kardiogenik).
2) Intrarenal
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari
kerusakan struktur glomerullus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti
rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agens
nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan
berhentinya fungsi renal.

11

3) Pascarenal
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya
akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus
ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
b. Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis,
hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi
herediter. Lingkungan dan agen berbahaya yang mempengaruhi gagal
ginjal kronis seperti timah, kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis
atau

transplantasi

ginjal

kadang-kadang

diperlukan

untuk

kelangsungan hidup pasien (Smeltzer, 2002).

7. Gejala Gagal Ginjal Kronik


Beberapa gejala gagal ginjal kronik menurut Alam & Hadibroto
(2008) antara lain :
a. Pembengkakan pada bagian pergelangan kaki.
b. Perubahan frekuensi kencing. Sering ingin berkemih pada malam hari.
c. Lemah dan lesu, kurang berenergi.
d. Kram otot pada malam hari.
e. Nafsu makan turun, mual dan muntah.
f. Sulit tidur.
g. Bengkak seputar mata pada waktu bangun pagi hari, atau mata merah
dan berair (uremic red eye) karena deposit garam kalsium fosfat yang
dapat menyebabkan iritasi hebat pada selaput lendir mata.
h. Kulit gatal dan kering.

12

8. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada gagal ginjal kronik
menurut Alam & Hadibroto (2008) antara lain :
a. Anemia
Anemi terjadi karena gangguan pada produksi hormon
eritropoietin yang bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi
karena sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi
darah adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat
sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
b. Osteodistrofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat
gangguan metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam
darah sangat tinggi, akan terjadi pengendapan garam dalam kalsium
fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi metastatik) berupa nyeri
persendian (artritis) batu ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan dan
penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan
gangguan penglihatan.
c. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam
jumlah yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi
kekuatan memompa atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung
pada penderita gagal ginjal kronis dimulai dari anemia yang
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi
pelebaran bilik jantung kiri (left ferticular hypertrophy/ LVH). Lama
kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi
memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal).

13

d. Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan

seorang

pria

untuk

mencapai

atau

mempertahankan ereksi yang diperlukan untuk melakukan hubungan


seksual dengan pasangannya. Selain akibat gangguan sistem endokrin
(yang memproduksi hormon testeron) untuk merangsang hasrat
seksual (libido), secara emosional penderita gagal ginjal kronis
menderita perubahan emosi (depresi) yang menguras energi. Namun
penyebab utama gangguan kemampuan pria penderita gagal ginjal
kronis adalah suplai darah yang tidak cukup ke penis yang
berhubungan dengan langsung dengan ginjal.

9. Pengobatan Gagal Ginjal Kronik


Pengobatan pada gagal ginjal kronik terdapat dua jenis terapi
pengganti yaitu :
a. Dialisis, yang terdiri dari hemodialisis, dialis peritoneal dan
hemofiltrasi.
Cuci darah apabila fungsi ginjal untuk membuang zat-zat metabolik
yang beracun dan kelebihan cairan dari tubuh sudah sangat menurun
(lebih dari 90%) sehingga tidak mampu lagi menjaga kelangsungn
hidup penderita gagal ginjal, maka harus dilakukan dialisis (cuci
darah) sebagai terapi pengganti fungsi ginjal. Ada dua jens dialisis
yaitu :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialyzer)
Cara yang umum dilakukan di Indonesia adalah dengan
menggunakan mesin cuci darah (dialyzer) yang berfungsi sebagai
ginjal buatan. Darah dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam
mesin dialyzer untuk dibersihkan melalui proses difusi ultrafiltrasi
dengan dialisat (cairan khusus untuk dialisis), kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Agar prosedur hemodialisis dapat
berlangsung, perlu dibuatkan akses untuk keluar masuknya darah
ke tubuh. Akses tersebut dapat bersifat sementara (temporer)

14

maupun menetap (permanen). Akses temporer berupa kateter yang


dipasang pada pembuluh darah balik (vena) di daerah leher.
Sedangkan akses permanen biasnaya dibuat dengan akses fistula,
yaitu menghubungkan salah satu pembuluh darah balik dengan
pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah, yang dikenal
dengan nama cimino. Untuk memastikan aliran darah pada cimino
tetap lancar, serta berkala perlu adanya getaran yang ditimbulkan
oleh aliran darah pada cimino tersebut.
2) Dialisis peritonial (cuci darah melalui perut)
Adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada
mesin dialisis. Dapat dilakukan di rumah malam hari sewaktu
tidur dengan bantuan mesin khusus yang sudah diprogram terlebih
dahulu. Sedangkan CAPD tidak membutuhkan mesin khusus
tersebut, sehingga dapat dikatakan sebagai cara dialisis mandiri
yang dapat dilakukan sendiri di rumah atau di kantor (Peniferi,
2005:15).
b. Transplantasi ginjal yang dapat berasal dari donor hidup atau donor
jenazah (cadaver).

B. Hemodialisa (Cuci Darah)


1. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu bentuk prosedur cuci darah dimana darah
dibersihkan melelui ginjal buatan dengan bantuan mesin (Lumenta, 2007)
2. Tujuan
Hemodialisa berfungsi untuk menggantikan fungsi ginjal,yaitu
antara lain mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolism
protein terutama urea, asam urat, kreatinin dan mengatur keseimbangan
cairan. Namun tindakan hemodialisa tidak dapat menggantikan fungsi
hormonal dari ginjal.

15

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar ureum pada gagal ginjal dengan


hemodialisis
Kadar ureum pada gagal ginjal yang dilakukan tindakan
hemodialisa dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah (Qb), efesiensi ginjal
buatan, kecepatan aliran dialisat (Qd), berat molekul zat yang terlarut,
asupan makanan dan umur penderita.
4. Jenis Hemodialisa
Berdasarkan tempat proses, jenis cuci darah dapat dibagi 2 yaitu :
a. Hemodialisa yang berlangsung di luar tubuh (extra corporeal), terdiri
dari: hemodialisis, ultrafiltrasi tersendiri, hemofiltrasi, hemodiafiltrasi.
b. Hemodialisa yang berlangsung di dalam tubuh, terdiri dari: dialisis
peritoneal dan dialisis lain yang tidak berkembang lagi. Pada cuci
darah yang berlangsung dalam tubuh masih dibagi lagi menjadi 3
yaitu:

intermiten,

mandiri

berkesinambungan

(CAPD),

mesin

berkesinambungan (CCPD).
5. Prinsip Hemodialisa
Ginjal yang sudah sangat berkurang fungsinya akan menyebabkan
berbagai keadaan dalam tubuh antara lain: Air makin tertimbun dalam
tubuh sehingga terutama membebani jantung, paru dan organ-organ lain.
Air yang berlebuhan dapat membahayakan tubuh. Zat-zat sampah dan zat
lain makin tertumpuk sehingga meracuni tubuh, bahkan ada yang
membahayakan seperti kalium.
Prinsip hemodialisa adalah menempatkan darah berdampingan
dengan cairan pencuci (dialisat) yang dipisahkan oleh suatu membran
tipis (membran semi permeabel).
Membran ini dapat dilalui oleh air, zat sampah dan zat lain,
sehingga terjadi proses yang disebut dialisis yaitu berpindahnya bahan/zat
dan air melalui membran semi permeabel.
Dalam kegiatan dialisis tersebut terjadi 3 proses: (1) Proses diffusi
: berpindahnya zat karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam
cairan dialisat. Makin tinggi kadar zat di dalam darah makin banyak zat

16

yang pindah ke dialisat, (2) Proses ultrafiltrasi: pindahnya zat dan air
karena perbedaan tekanan hidrostatik di darah dan dialisat, (3) Proses
osmosis: berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan
osmolalitas darah dan dialisat. Luasnya membran yang memisahkan
ruangan atau kompartemen darah dari kompartemen dialisat akan
mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah, demikian pula daya
saring membran.
6. Sistem Hemodialisa
Komponen dalam keadaan jalan hemodialisis terbagi dalam 3
bagian komponen yaitu :
a. Sistem sirkulasi darah, sistem ini dimulai dari pembuluh darah yang
akan mengalirkan darah kepada sirkulasi darah. Pembuluh yang
langsung dapat dipakai tanpa persiapan lebih dulu adalah vena di
paha, vena di dekat leher dan sebagainya, selain pilihan tersebut dapat
disiapkan AV Shunts, yaitu pemasangan cannula di pembuluh darah
lengan atau kaki (Scribner Shunt), darah masuk dalam sistem sirkulasi
menuju ke ginjal buatan dengan kecepatan 200-300 ml/menit karena
ditarik oleh pompa darah yang berputar memijit pipa saluran darah.
Kecepatan putaran pompa dapat diatur sesuai kebutuhan kecepatan
aliran darah. Pada awal sistem sirkulasi, heparin (suatu zat anti
pembekuan darah), diinjeksikan ke dalam darah sehingga darah tidak
menjadi beku ketika beredar di dalam sistem sirkulasi tersebut. Darah
masuk ke dalam ginjal buatan. Keluar dari ginjal buatan darah menuju
ke arah tubuh. Pada daerah ini terdapat alat monitor tekanan
hidrostatik alat yang mengawasi kalau-kalau ada gelembung udara
yang akan masuk ke tubuh.
b. Sistem pencampuran dan sirkulasi dialisat, dialisat terbentuk dari 2
bahan yaitu cairan dialisat pekat dan air. Dialisat dapat dicampur
terlebih dahulu dengan bacth system, atau dicampur secara otomatis
sambil hemodialisis berjalan disebut sebagai On Line Proportioning
System. Perbandingan campuran : cairan dialisat pekat : air = 1 : 3.

17

Dialisat ini dipompa dan dialirkan dalam sirkulasi dialisat dengan


kecepatan 500 ml/menit menuju ke dialyzer, kemudian keluar menuju
drain. Terdapat berbagai alat dalam sirkulasi dialisat antara lain :
pemasangan dan monitor temperatur, pengambil gelembung udara
(detration), monitor kadar zat-zat elektrolit (conductivity), flow meter,
monitor tekanan hidrostatik, detektor kebocoran darah.
c. Ginjal buatan (Dialyzer) adalah alat dimana terdapat 2 ruangan yang
dipisahkan oleh membran semi permiabel yaitu kompartemen darah
kompartemen dialisat. Menurut konstruksinya terdapat 3 jenis : (1)
Hollow Fiber Dialyzers, (2) Paraller Plate Dialyzers, (3) Coil
Dialyzers. Membran yang dipakai umumnya terbuat dari cellulose,
polyacrylonitrile

(PAN),

polymenthxyl

methacrylate

(PMMA).

Melalui membran ini terjadi proses dialisis. Bila tekanan di


kompartemen darah ditinggikan atau tekanan di kompartemen dialisat
diturunkan makin negatif, maka proses ultrafitrasi meningkat.
7. Pelaksanaan Hemodialisa
Pelaksanaan hemodialisis terbagi 3 fase yaitu fase permulaan, fase
selama hemodialisis dan fase pengakhiran. Pada fase permulaan dan
pengakhiran terhadap perubahan besar pada volume darah tubuh
penderita. Hal ini merupakan periode yang cukup penting. Selama
hemodialisis berlangsung perlu memperhatikan pasien dan hemodialisis.
Pada pasien yang perlu dimonitor antara lain : keluhan-keluhan pasien di
antaranya sesak, sakit dada, panas, gatal, pusing, mual dan sebagainya,
tekanan darah, perdarahan pada sekitar jarum, berat badan dan
sebagainya. Sedangkan pada mesin hemodialisis yang perlu dimonitor
antara lain hepari (test pembekuan darah), kecepatan aliran darah,
kecepatan aliran dialisat, conductivity, kebocoran darah di dialyzer,
gelembung udara, trans membrane presure (TMP).

18

C. Reuse Dialyzer
1. Pengertian
Suatu tindakan penggunaan dialyzer ulang, yang proses pembersihannya
dilakukan secara otomatis atau manual.

2. Tujuan Reuse Dialyzer


a. Dapat dipakai ulang pada pasien yang sama.
b. Meringankan biaya dialysis.
c. Menghilangkan gejala first use syndrome pada dialyzer baru.
d. Meningkatkan biocompatibility.

3. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Reuse Dialyzer


a. Keuntungan :
1) Menurunkan pemaparan bahan kimia residu yang digunakan
pabrik.
2) Mempertinggi

biokompatibilitas

dialyzer

atau

menurunkan

aktivitas sistem imun (mengurangi first use syndrome).


3) Memperbaiki kualitas hidup penderita
4) Menurunkan harga tindakan hemodialisa.
b. Kerugian :
1) Potensi untuk pemaparan bahan kimia terhadap pasien dan
personal.
2) Potensi untuk terjadinya kontaminasi bakteri atau endotoksin.
3) Potensi berkurangnya clearance atau ultrafiltrasi dialyzer.
4) Potensi terjadinya infeksi silang pada saat prosedur pembuatan
reuse.
Komplikasi ini dapat dihilangkan sama sekali bila prosedur
pembuatan dialyzer pakai ulang (reuse) dilakukan dengan baik dan
semua tahap dalam proses tersebut diikuti dan dilakukan dengan teliti
oleh tenaga terlatih.

19

4. Prosedur

Pembuatan

Reuse

Dialyzer

Secara

Manual

dan

Menggunakan Mesin
Penggunaan Reuse dialyzer sudah diakui di dunia. Association for
The Advancement of Medical Instrumentation (AAMI) di Amerika telah
membuat prosedur pembuatan Reuse dialyzer ini sehingga secara hukum
telah legal.
Prosedur

pembuatan

dialyzer

mengklaim

bahwa

dialyzer

produknya hanya untuk sekali pakai. Di lain pihak perusahaan yang sama
juga memproduksi alat pembuat reuse, sehingga sekarang tidak ada
masalah lagi menggunakan dialyzer dengan label sekali pakai atau
dipakai berulang kali.
Program ini harus juga didukung dengan informed consent yang
baik terhadap pasien. Pasien seharunys diberitahu secara jelas prosedur
pembuatan, keuntungan dan kerugian pemakaian reuse dialyzer, bahkan
pasien dapat dilibatkan langsung dalam pembuatannya seperti yang sudah
dilakukan beberapa pusat dialisis di luar negeri.
a. Prosedur Pembuatan Reuse Dialyzer Secara Manual
Terdiri dari : (1) Rinsing (pembilasan), pembilasan dialyzer bertujuan
untuk membersihkan sisa darah setelah proses hemodialisis.
Pembilasan dapat dilakukan dengan air yang telah diolah oleh Water
Treatment, biasa disebut air RO (Reverse Osmosis). Setelah dialyzer
dilepas dari mesin proses pembuatan reuse harus dimulai. (2)
Cleaning

(membersihkan),

darah

dapat

dibersihkan

dengan

menggunakan Sodium Hypoclorite 1% dan Hidrogen perioksida


dengan konsentrasi 3-5%. (3) Tes kualitas dialyzer, dapat dilakukan
melalui pengukuran volume priming. Volume priming diukur dengan
menggunakan gelas ukur, terlebih dahulu mendorong cairan di dalam
dialyzer dengan menggunakan udara dan menghitung cairan tersebut.
Penurunan 20% dari volume priming akan menurunkan clearance
sekitar 10%. Penurunan volume priming dapat disebabkan oleh
bekuan darah yang tersisa, maka pada pasien dengan reuse yang

20

rendah perlu diperhatikan heparinisasi selama dialisis. (4) Sterilisasi,


setelah dibersihkan dialyzer harus diisi formalin dengan konsentrasi
2-4% pada kedua kompartemen (darah dan dialisat).
b. Prosedur Pembuatan Reuse Dialyzer Menggunakan Mesin
1) Sambungkan dialyzer ke mesin reuse.
2) Sambungkan selang venous mesin re-use ke venous dialyzer.
3) Sambungkan selang dialisat inlet mesin re-use ke dialisat inlet
dialyzer.
4) Sambungkan selang dialisat outlet mesin reuse ke dialisat outlet
dialyzer.
5) Sambungkan selang arteri mesin reuse ke arteri dialyzer.
6) Tekan dan tahan tombol Hold to Set
7) Putar ke arah kanan tombol SET sesuai dengan 80% priming
volume dari dialyzer.
8) Tekan tombol Mute dan Reset secara bersamaan untuk memilih
mode dialyzer.
9) Ada 3 pilihan mode pada layar pada PROGRAM STEP, yaitu :
(1) CH : Untuk Dialyzer Low dan Intermediate Flux (Kuf < 15).
(2) HF : Untuk High Flux Dialyzer (Kuf < 15).
(3) OO : Untuk mode Kalibrasi dan Sanitasi.
10) Tekan tombol START PROCESS, proses sterilisasi berlangsung
selama 10.
11) Ada 3 proses pembuatan dialyzer pakai ulang yaitu : (1) Cleaning
cycle (fase cleaning)  membersihkan kompartemen darah dan
dialisat, (2) Testing cycle (fase test)  test priming volume dan
leak test, (3) Desinfektan cycle (fase desinfectan)  desinfectan
kompartemen darah dan dialisat dengan 3,5% renalin.
12) Setelah program step menunjukkan step 57, maka muncul
PROCESS COMPLETTE dan alarm berbunyi.
13) Tekan tombol Mute Alarm, dan selanjutnya tekan tombol Reset
dan keluarkan dialyzer dari mesin reuse.

21

14) Bilas dialyzer dengan Renalin 1%, check kedua kompartemen


apakah sudah terisi renalin (minimal 2/3 bagian).
15) Simpan dialyzer yang sudah di reuse di lemari yang terlindungi
dari cahaya matahari (minimal dipergunakan lagi setelah 11 jam).

5. Pendokumentasian
Pendokumentasian meliputi pencantuman etiket / stickey label
pada dialyzer, mencatat dalam buku reuse: nama, berapa kali di reuse,
nama petugas, jenis dialyzer, PV 80%, jam, tanggal dan penyimpanan
dialyzer pada tempatnya.

6. Batas Penggunaan Dialyzer


Dialyzer yang telah dibersihkan disimpa dalam lemari tertutup dan
gelap dapat digunakan setelah proses reuse 11 jam, tidak dapat digunakan
setelah lebih dari 2 minggu, jika ingin dipakai reuse kembali.

7. SOP Reuse Dialyzer RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan


a. Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan di RSUD

Kraton

Kabupaten

Pekalongan.
b. Tujuan khusus:
1) Dapat diulang pada pasien yang sama
2) Meringankan biaya dialysis
3) Mencegah terjadinya first use syndrome (gejala alergi karena
pemakaian obat baru)
4) Staf dialisis dapat mengetahui dan memahami prosedur yang
berlaku
c. Kebijakan
1) Keputusan direktur Nomor 800/015/2010 tanggal 10 Februari 2010
tentang pemberlakuan standar prosedur operasional di RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan

22

2) Adanya petugas khusus yang sudah dilatih cara melakukan reuse


dialyzer
3) Adanya persetujuan penggunaan reuse dialyzer dari konsensus
Dialisis Nasional
4) Adanya persetujuan reuse dialyzer dengan pihak PT. Askes
5) Dialyzer dapat di reuse maksimal 7 kali
6) Pasien menandatangani persetujuan reuse dialyzer (untuk pasien
umum)
7) Reuse tidak dilakukan bila hasil lab HbsAg meragukan (untuk
safety petugas agar tidak terpapar hepatitis)
d. Prosedur :
Persiapan bahan dan alat :
1) Dialyzer yang akan di reuse
2) Air RO (Reserver Osmosis)
3) Larutan
a) Peroksida (H2O2) 3%
b) Renalin / formalin 3%-5%
4) Spuit 50cc
5) Gelas ukur 100ml
6) Alat pelindung diri untuk petugas
a) Apron
b) Kacamata (Gogle)
c) Sarung tangan
d) Masker
7) Buku reuse
8) Label pasien
9) Spidol
10) Kom untuk merendam tutup dialyzer
11) Lap kering
12) Tempat sampah

23

e. Penatalaksanaan :
1) Petugas mengenakan alat pelindung diri
2) Membawa dialyzer ke tempat reuse menggunakan ember tertutup
3) Membilas dialyzer dengan menggunakan air RO untuk membuang
sisa-sisa darah dan dialisat. Pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat
4) Mengalirkan

H2O2

3%

pada

kompartemen

dialisat

dan

kompartemen darah untuk menghancurkan bekuan darah diamkan


5-10 menit
5) Membilas dialyzer pada kedua ujungnya dan pada kedua
kompartemennya dengan menggunakan air RO sampai betul-betul
bersih tidak terdapat bekuan darah dan pastikan dialyzer telah
bebas dari udara. Tutup salah satu ujung kompartemen darah
6) Lakukan pengukuran total volume untuk menentukan apakah
dialyzer tersebut masih bisa digunakan (total volume harus > 80%,
total volume untuk dialyzer F7 adalah 87cc)
a) Ambil gelas ukur
b) Posisikan ujung dialyzer pada gelas ukur buka tutup dialyzer,
bebaskan air RO dalam dialyzer. Dorong menggunakan spuit
50cc, patikan air RO sudah tidak ada
c) Lihat dalam gelas ukur, berapa jumlah air yang tertampung
d) Jika < 80% maka dialyzer tersebut tidak boleh digunakan
kembali
7) Dialyzer yang memenuhi syarat, kita lanjutkan langkah kerja
berikutnya

mengizi

dialyzer

dengan

formalin

5%

pada

kompartemen darah dan kompartemen dialisat


8) Perhatikan tidak ada udara saat pengisian formalin 5% atau renalin
3%
9) Tutuplah dialyzer dengan rapat dan kencang agar formalin tidak
menetes

24

10) Beri label pada dialyzer yang meliputi :


a) Nama pasien
b) Tanggal reuse
c) Reuse yang ke berapa
d) Jumlah total volume
11) Letakkan dialyzer ke lemari tertutup yang tidak terkena sinar
matahari
12) Letakkan posisi kompartemen dialisat ke arah atas
13) Dialyzer dapat digunakan lagi setelah tersimpan 24 jam (formalin
5%) 6 jam 8 jam (Renalin 3%)
14) Catatlah dalam buku reuse sebagai dokumentasi
15) Dialyzer tidak digunakan, jika masa penyimpanan telah melewati
10 hari-14 hari (karena konsentrasi larutan sterilisasi sudah
berkurang/ hilang) bila diperlukan maka dapat di reuse kembali

D. Kerangka Teori
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal, Nursalam, 2006).
Salah satu terapi pengganti pada gagal ginjal kronik adalah melalui
cuci darah atau hemodialisis. Hemodialisis adalah suatu bentuk prosedur cuci
darah dimana darah dibersihkan melalui ginjal buatan dengan bantuan mesin
(Lumenta, 2007). Prosedur tindakan dialisis dapat menggunakan dialyzer
baru maupun dialyzer pemakai berulang (reuse dialyzer). Baik menggunakan
dialyzer baru maupun reuse dialyzer semua ada keuntugan dan kerugiannya,
namun salah satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah tercapainya Adekuasi
Dialisis yaitu tercapainya penurunan nilai ureum post dialisis yang adekuat.
Adapun keuntungan new dialyzer yaitu tidak adanya transmisi infeksi dan
klirens ureum masih standart, sedangkan kerugian dari pengguna new
dialyzer biasanya sering timbul first use syndrom dan biaya mahal. Proses

25

reuse dialyzer terdiri dari identifikasi, pencucian, sterilisasi dan evaluasi.


Keuntungan dari penggunaan reuse dialyzer adalah menurunnya first use
syndrom dan penghematan biaya sedangkan kerugian penggunaan reuse
dialyzer adalah kontaminasi dengan sterilan atau desinfektan, kontaminasi
bakteri dan transmisi infeksi.
Tujuan hemodialisis yaitu membuang sisa metabolism tubuh, terutama
ureum, kreatinin dan asam urat, namun kadar ureum pada penderita gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis juga dipengaruhi oleh kecepatan
aliran darah (Qb), efesiensi ginjal buatan, kecepatan aliran dialisat (Qd),
be4rat molekul zat terlarut, asupan makanan dan umur.

Bagal 2.1
Kerangka Teori Penelitian

Intervensi hemodialisis
dengan new dialyzer

Kadar ureum
Gagal ginjal
kronik
Kadar creatinin

Intervensi hemodialisis
dengan reuse dialyzer

Sumber : Menurut Alam & Hadibroto dengan Clinical Prosedur Reuse

26

E. Kerangka Konsep
Bagan 2.2
Kerangka Konsep Pengukuran Ureum Pre dan Post Hemodialisa
pada New Dialyzer dan Reuse Dialyzer

New Dialyzer
Post Test

Pre Test
Reuse Dialyzer 1

Post Test

Pre Test
Reuse Dialyzer 2

Post Test

Pre Test
Reuse Dialyzer 3

Post Test

Pre Test
Reuse Dialyzer 4
Pre Test

Post Test
Reuse Dialyzer 5

Pre Test

Post Test

27

F. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang diinginkan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep
pengertian (Notoatmodjo, 2005).
1. Variabel Dependent
Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas
terhadap perubahan (Notoatmodjo, 2005).
2. Variabel Independent
Variabel independent merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel ini juga dikenal
variabel bebas dalam mempengaruhi variabel lainnya (Hidayat, 2005).
Variabel independent pada penelitian yaitu new dialyzer dan reuse
dialyzer.

G. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada perbedaan penurunan kadar ureum pada new dialyzer dengan reuse
dialyzer 1
2. Ada perbedaan penurunan kadar ureum pada new dialyzer dengan reuse
dialyzer 2
3. Ada perbedaan penurunan kadar ureum pada new dialyzer dengan reuse
dialyzer 3
4. Ada perbedaan penurunan kadar ureum pada new dialyzer dengan reuse
dialyzer 4
5. Ada perbedaan penurunan kadar ureum pada new dialyzer dengan reuse
dialyzer 5

Anda mungkin juga menyukai