Proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Diseqilibrium adalah keadaan tidak seimbang
anatara asimilasi dan akomodasi. Equilibrium adalah proses dari disequilibrium ke
equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang melalui asimilasi dan akomodasi.
Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari
keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
Teori Adaptasi Intelek
Bagi Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual yang dengannya pengalamanpengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang
yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian yang baru (Shymansky, 1992; von
Glaserdfeld, 1998). Menurut Piaget, dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal
(skemata). Setiap skema berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan
pengalaman-pengalaman yang baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi, dan
mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat
dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman
baru itu masih bersesuaian dengan skema yang dipunya seseorang, maka skema itu hanya
dikembangkan melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru itu sungguh berbeda dengan
skema yang ada, sehingga skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman
yang baru, skema yang lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Inilah proses akomodasi.
Contoh :
1. Seorang pelajar mempunyai skema dalam pikirannya bahwa air mendidih pada suhu
100 . Dalam percobaan dan juga pengalaman memanaskan beberapa macam air,
ia menemukan bahwa ada yang mendidih pada suhu 90 dan ada yang 110
dan ada pula yang 80 . Setelah mengamati keadaan airnya, ia menemukan
bahwa beberapa macam air tidak murni, tercampur dengan beberapa zat lain.
Akhirnya pelajar itu mengembankan skemanya dengan menyatakan bahwa air yang
murni mendidih pada suhu 100 . Pelajar ini masih tetap menggunakan skema
yang lama tetapi dengan lebih merincikan syarat-syaratnya, yaitu bahwa air itu harus
murni. Skema lama dikembangkan lebih rinci sehingga dapat digunakan untuk
menjawab beberapa perbedaan pengalaman yang ada.
2. Seseorang mempunyai gambara bahwa semua ikan bertelur dalam
perkembangbiakannya. Pada suatu hari ia pergi ke akuarium laut dan melihat dengan
mata kepala sendiri bahwa ikan paus beranak dan tidak bertelur. Orang ini menjadi
bingung dan mengalami proses ketidakseimbangan dalam pikirannya. Ia meulai tidak
yakin akan gambaran awalnya. Ia mengalami bahwa gambarannya tentang Semua
ikan bertelur tidak jalan lagi berhadapan dengan pengalaman baru ini. Orang ini
akhirnya mengubah gambaran awalnya dengan menyatakan tidak semua ikan
bertelur. Orang ini akan membentuk pengetahuan yang baru. Ia telah mengubah
skema lama dan membentuk skema baru yang lebih cocok dengan pengalamannya
yang baru.
Menurut Piaget, skema berkembang seturut perkembangan intelektual, khususnya dalam tarif
operasional formal. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang: 1.
Taraf sensorimotor, 2. Praoperasional, taraf operasional konkret, dan 3. Taraf operasional
formal (Piaget dan Inhelder, 1969; Wadsworth, 1989). Taraf sensorimotor berkembang pada
anak sejak lahir sampai sekitar umur 2 tahun. Selama taraf ini, seorang anak belum berpikir
dan menggambarkan suatu kejadian atau objek secara konseptual meskipun perkembangan
kognitif sudah mulai ada, yaitu mulai dibentuknya skemata. Pada taraf praoperasional, yang
berkembang dari umur 2-7 tahun, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa
bentuk pengungkapan. Penalaran pralogika juga mulai berkembang. Pada umur 7-11 tahun,
yang disebut taraf operasional konkret, anak memperkembangkan kemampuan menggunakan
pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan yang konkret. Pada taraf
operasional formal (11-15 tahu ), anak sudah memperkembangkan pemikiran abstrak, dan
penalaran logis untuk macam-macam persoalan. Dalam ketiga taraf kognitif diatas skema
seseorang berkembang.
Karena skema berkembang dalam taraf perkembangan kognitif seseorang, maka dapat
dimengerti bahwa skema seorang anak mengenai suatu kejadian atau objek mungkin tidak
seirama dengan skema yang dimiliki orang tua. Dalam hal ini skema anak itu tidak salah
karena skemanya merupakan pemahamannya akan suatu kejadian sesuai dengan
perkembangan pemikirannya saat itu. Oleh karena itu, tidak ada salah dalam skema anak,
tetapi mungkin itu tidak cocok untuk taraf pemikiran yang lebih tinggi.
Secara konseptual perkembangan kognitif berjalan dalam semua leval perkembangan
pemikiran seseorang dari lahir sampai dewasa. Pengetahuan dibentuk oleh individu terusmenerus dan skemata dewasa dibangun dari skemata anak. Dengan asimilasi seseorang
mencocokkan rangsangan denagn skemata yang ada, dan dengan akomodasi ia mengubah
skema yang ada agar menjadi cocok dengan rangsangan yang dihadapi. Equlibration adalah
mekanisme internal yang mengatur kedua proses itu.
Bagi Piaget, kenyataan bukanlah sesuatu yang eksternal dan sudah jadi bukan predeterminasi,
melainkan diperoleh melalui kegiatan kontruksi yang menghasilkan skemata baru (Staver,
1986). Baginya, kenyataan adalah fenomena yang kita alami melalui kontruksi.
Menurut Piaget. Perkembangan kognitif seseorang punya tiga unsur isi, fungsi, dan struktur.
Isi adalah apa yang diketahui oleh seseorang. Ini menunjuk kepada tingkah laku yang dapat
diamati-sensorimotor dan konsep yang mengungkapkan aktivitas intelek. Isi inteligensi
berbeda-beda dari umur ke umur dan dari anak ke anak. Fungsi, menunjuk kepada sifat dari
aktivitas intelektual-asimilasi dan akomodasi yang tetap dan terus menerus dikembangkan
sapanjang perkembangan kognitif. Struktur menunjuk pada fifat organisator yang dibentuk
(skemata) yang menjelaskan terjadinya perilaku khusus. Piaget tampaknya lebih tertarik
kepada struktur inteligensi ini dari pada fungsi dan isi (Wadsworth, 1989).
Sistem pemikiran Piaget diatas menuntut seorang anak itu bertindak aktif terhadap
lingkungannya jika perkembangan kognitifnya jalan. Perkembangan struktur kognitif hanya
berjalan bila anak itu mengasimilasikan dan mengakomodasikan rangsangan dalam
lingkungannya. Ini hanya mungkin bila nalar anak dibawa ke situasi lingkungan tertentu.
Baru bila seseorang bertindak terhadap lingkungannya, bergerak dalam ruang, berinteraksi
dengan objek, mengamati dan meneliti, serta berpikir, ia berasimilasi dan berakomodasi
terhadap alam. Perbuatannya itu mengakibatkan perkembangan skemata dan juga
pengetahuannya.
Dari sini dapat dimengerti bahwa bagi Piaget , belajar adalah merupakan proses perubahan
konsep. Dalam proses tersebut, si pelajar setiap kali membangun konsep baru melalui
asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh sebab itu, belajar merupakan proses yang terusmenerus, tidak berkesudahan.
Bila anak menjadi besar, kegiatan fisik yang menyebabkan perubahan kognitif dapat
berkurang. Namun, perbuatan yang perlu untuk perkembangan kognitif bukan hanya
perbuatan secara fisik, melainkan termasuk juga setiap tingkah laku nonfisik yang
merangsang struktur intelektual anak. Tingkah laku itu menciptakan disequilibrium dan
membiarkan asimilasi dan akomodasi terjadi. Kegiatan fisik dan mental dalam lingkungan
adalah perlu tetapi tidak cukup untuk perkembangan kognitif. Pengalaman tidak dapat terjadi
tanpa pengalaman. Perlulah dalam perkembangan itu proses asimilasi dan akomodasi.
Pengetahuan Menurut Piaget
Piaget (1970) menyebut epistemologinya sebagai epistemologi genetik. Epistemologi genetik
mencoba menjelaskan pengetahuan khususnya pengetahuan ilmiah berdasarkan sejarah,
sosiogenesis, dan asal psikologis dari pengertian-pengertian dan operasi-operasi yang
mendasarinya. Maka epistemologi genetik dalam menjelaskan pengetahuan selalu
menggunakan unsur psikologis dan juga unsur formalisasi logis. Menurut Piaget ada
hubungan antara pembentukkan psikologis (formation) dan formalisasi logis. Meski
formalisasi adalah unsur yang sangat penting dalam filsafat pengetahuan, tetapi formalisasi
sendiri tidak mencukupi sebagai satu-satunya dasar pengetahuan manusia. Dari pihak lain ada
cukup banyak bukti bahwa eksperimentasi psikologis dapat menjelaskan persoalan
epistemologi yang ada.
Ada beberapa alasan mengapa formalisasi logis tidak mencukupi sebagai dasar teori
pengetahuan manusia. (Piaget, 1970)
1. Ada bermacam-macam logika yang berbeda. Tidak ada satu logika yang mencukupi
untuk kontruksi menyeluruh pengetahuan manusia. Juga bila semua logika yang
berbeda itu disatukan, mereka tidak cukup bertalian sebagai dasar pengetahuan
manusia.
2. Dalam teori Godel dikatakan bahwa ada batas-batas formalisasi. Setiap sistem yang
konsisten yang berisi aritmatik tidak dapat membuktikan kekonsistensinya sendiri.
Setiap sistem aksiomatik selalu mengandung proposisi yang tidak dapat
didemonstrasikan (aksioma) di mana proposisi-proposisi lain dapat dijelaskan
kita langsung merupakan abstraksi dari objek itu. Inilah pengetahuan eksperimental
atau empiris. Abstraksi ini disebut abstraksi sederhana.
2. Abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi, operasi, penggunaan yang tidak
langsung keluar dari sifat-sifat objek itu. Disini abstraksi ditarik tidak dari objek itu
sendiri, tetapi dari tindakan terhadap objek itu. Inilah abstraksi logis dan matematis.
Misalnya, berhadapan dengan 7 kelereng, seorang anak menghitung kelereng itu
sampai tujuh. Ia menjajarkannya dan menghitung tetap sama 7. Ia meletakkan
kelereng-kelereng di kaleng, dihitung lagi hasilnya tetap 7. Anak itu menemukan
prinsip komulatif bahwa jumlah kelereng tetap sama meski susunannya berubah-ubah.
Ia juga mnemukan pengertian tentang angka 7. Sifat tersebut tidak terdapat pada
kelereng, tetapi pada aksi terhadap kelereng. Pengetahuan ini adalah pengetahuan
matematis bukan fisis. Abstraksi kedua ini disebut abstraksi refleksif.
Abstraksi pertama ditarik dari objek itu langsung memunculkan pengetahuan akan objek itu.
Sedangkan abstraksi refleksif berdasarkan koordinasi tindakan terhadap objek itu. Tindakan
dapat di koordinasikan dalam bermacam-macam cara. Mereka dapat dihubungkan bersama,
inilah koordinasi additif. Dapat disusun satu dengan yang lain dalam urutan waktu: ini
koordinasi ordinal. Dapat pula korespondensi satu dengan yang lain. Dapat juga diadakan
interseksi antara tindakan. Tampak jelas bahwa semua bentuk koordinasi itu paralel dengan
struktur logika. Piaget menganggap koordinasi tindakan itu menjadi dasar struktur logis
seseorang. Maka akar pengertian logis tidak ditemukan dalam bahasa tersendiri, meski
bahasa sangat penting, tetapi ditemukan lebih dalam koordinasi dari tindakan-tindakan, yang
merupakan dasar dari abstraksi refleksif.
Bagi Piaget semua pengetahuan adalah suatu kontruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan
seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah
adalah sementara, tidak statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses
kontruksi dan reorganisasi yang terus-menerus(1970). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan
mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seorang
anak tidak dapat mengkontruksi gamabaran korespondensi satu-satu dalam matematika untuk
memahami pengertian akan bilangan (Piaget, 1971).
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (1) pengetahuan fisis, (2) matematis
logis, dan (3) sosial. Masing-masing pengetahuan itu membutuhkan tindakan/kegiatan
seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya (Piaget, 1971; Wadsworth, 1989).
1. Pengetahuan fisis
Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau
kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu
berinteraksi satu dengan yang lain(Piaget, 1970, 1971; Wadsworth, 1989; Althouse,
1988). Anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan
atau bertindak terhadap objek itu melalui indranya. Pengetahuan fisik ini didapat dari
abstraksi langsung akan suatu objek. Misalnya, anak bermain pasir dapat menuang
pasir dari tempat yang satu ke tempat yang lain, memegang-megang pasir itu,
tingkat operasional konkret lingkungan sosial tidaklah berbeda secara esensial dari
lingkungan fisik, tetapi dalam taraf operasional konkret, dan khususnya dalam operasional
formal, peran lingkungan sosial bagi perkembangan intelektual siswa menjadi penting.
Rangkuman
Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu
beradaptasi dengan lingkungannya untuk dpat mempertahankan dan memperkembangkan
hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan tantangan,
pengalaman, gejalan yang baru, dan skema pengetahuan yang telah dipunyai, seseorang
ditantang untuk menanggapinya. Dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru ini dapat
terjadi, skema seseorang dikembangkan lebih umum dan rinci, dapat pula mengalami
perubahan total karena skema yang lama tidak cocok lagi untuk menjawab dan
menginterpretasikan pengalaman baru. Proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema ini
diatur otomatis oleh keseimbangan dalam pikiran manusia. Dengan cara seperti ini
pengetahuan seseorang selalu berkembang.
Dalam pembentukan pengetahuan, Piaget membedakan tiga macam pengetahuan : fisis,
matematis-logis, dan sosial. Pengetahuan fisis didapatkan dari abstrakasi seseorang terhadap
objek secara langsung, pengetahuan matematis-logis didapatkan dari abstraksi seseorang
terhadap relasi dan fungsi objek secara tidak langsung, sedangkan pengetahuan sosial
didapatkan dari interaksi seseorang dengan masyarakat, lingkungan, dan budaya yang ada.
Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun
pengalaman mental.