Anda di halaman 1dari 10

Kontruktivisme Piaget

Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat kontruktivisme dalam


proses belajar. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori
perkembangan intelektual. Menurut Wadsworth (1989), teori perkembangan intelektualPiaget
dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Piaget, antara lain mengamati
kehiduopan keong, yang setiap kali harus beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget percaya
bahwa setiap makhluk hidup perlu beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget percaya bahwa
setiap makhluk hidup perlu beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungan fisik di sekitarnya
agar tetap hidup. Bagi Piaget, pikiran an tubuh juga terkena aturan main yang sama. Oleh
karena itu, ia berpikir bahwa perkembangan pemikiran juga mirip dengan perkembangan
biologis, yaitu perlu beradaptasi dengan dan mengorganisasi lingkungan sekitar. Piaget
(1971) sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuan itu paa dasarnya adalah teori adaptasi
pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya.
Teori Kontruktivisme Piaget
Untuk memahami teori Piaget, kita perlu mengerti beberapa istilah baku yang digunakannya
untuk menjelaskan proses seseorang mencapai pengertian.
Skema/Skemata
Sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga
mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak). Skema adalah struktur
mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptasi dan berubah selama
perkembangan mental anak. Skemata bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan
suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan
tidak dapat dilihat. Skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, kontruksi
hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri (Wadsworth, 1989).
Skema juga dapat dipikirkan sebaga suatu konsep atau kategori. Orang dewasa mempunyai
banyak skema. Skema ini digunakan untuk memproses dan mengidentifikasi rangsangan
yang datang. Seorang anak yang baru lahir punya sedikit skema, yang dalam
perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, terperinci, dan lebih lengkap.
Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih rinci. Skemata seorang anak
berkembang menjadi skemata orang dewasa. Gambaran dalam pikiran anak menjadi semakin
berkembang dan lengkap. Misalnya, anak yang sedang berjalan dengan ayahnya melihat
seekor lembu. Ayahnya bertanya, Nak lihat binatang itu? Apa itu?. Anak itu melihat.
Andaikan saja anak itu belum pernah melihat lembu tetapi sudah pernah melihat anjing. Anak
itu lalu menjawab, Itu anjing. Anak itu melihat ada sesuatu yang sama antara lembu itu
dengan konsep anjing yang ia punyai. Misalnya, berkaki empat, bermata dua, berjalan
merangkak, dan bertelinga dua. Anak itu belum dapat melihat perbedaannya, melainkan
melihat kesamaan antara anjing dan lembu. Bila si anak mampu melihat perbedaan-

perbedaannya, ia akan memperkembangkan skemanya tentang lembu, tidak sebagai anjing


lagi.
Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam
pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Setiap orang selalu secara terus-menerus mengembangkan proses
ini. Menurut Wadsworth, asimilasi tidak menyebabkan perubahan/pergantian skemata,
melainkan memperkembangkan skemata. Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep
balon. Dalam pikiran orang itu, ia punya skema balon. Kalau ia meniup balon itu atau
mengisinya dengan air sampai besar atau malah memecahkan balon itu, ia tetap mempunyai
skema yang sama tentang balon. Perbedaannya adalah bahwa skemanya tentang balon
diperluas dan diperinci lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon yang kempes belum tertiup,
melainkan balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi adalah slah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga
pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi
Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan rangsangan skema yang
telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu (1)
membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yag baru atau (2) memodifikasi
skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya, seorang anak mempunyai
skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat. Skema ini didapat dari
abstraksinya terhadap binatang-binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia
berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatang yang kakinya lebih dari empat. Anak tadi
mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok lagi; terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus
mengadakan perubahan terhadap skema lamanya. Ia mengadakan akomodasi dengan
membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki dua, empat, dan lebih dari empat.
Skemata seseorang dibentuk dengan pengalaman sepanjang waktu. Skemata menunjukkan
taraf pengertian dan pengetahuan seseorang sekarang tentang dunia sekitarnya. Karena skema
ini suatu kontruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget, proses
asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam diri seseorang. Dalam contoh anak diatas, ia
akan terus mengembangkan skemanya tentang kaki binatang bila dijumpainya pengalamanpengalaman yang berbeda, misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki.
Equilibrasi
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam
perkembangan intelek seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.

Proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Diseqilibrium adalah keadaan tidak seimbang
anatara asimilasi dan akomodasi. Equilibrium adalah proses dari disequilibrium ke
equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang melalui asimilasi dan akomodasi.
Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari
keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
Teori Adaptasi Intelek
Bagi Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual yang dengannya pengalamanpengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang
yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian yang baru (Shymansky, 1992; von
Glaserdfeld, 1998). Menurut Piaget, dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal
(skemata). Setiap skema berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan
pengalaman-pengalaman yang baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi, dan
mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat
dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman
baru itu masih bersesuaian dengan skema yang dipunya seseorang, maka skema itu hanya
dikembangkan melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru itu sungguh berbeda dengan
skema yang ada, sehingga skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman
yang baru, skema yang lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Inilah proses akomodasi.
Contoh :
1. Seorang pelajar mempunyai skema dalam pikirannya bahwa air mendidih pada suhu
100 . Dalam percobaan dan juga pengalaman memanaskan beberapa macam air,
ia menemukan bahwa ada yang mendidih pada suhu 90 dan ada yang 110
dan ada pula yang 80 . Setelah mengamati keadaan airnya, ia menemukan
bahwa beberapa macam air tidak murni, tercampur dengan beberapa zat lain.
Akhirnya pelajar itu mengembankan skemanya dengan menyatakan bahwa air yang
murni mendidih pada suhu 100 . Pelajar ini masih tetap menggunakan skema
yang lama tetapi dengan lebih merincikan syarat-syaratnya, yaitu bahwa air itu harus
murni. Skema lama dikembangkan lebih rinci sehingga dapat digunakan untuk
menjawab beberapa perbedaan pengalaman yang ada.
2. Seseorang mempunyai gambara bahwa semua ikan bertelur dalam
perkembangbiakannya. Pada suatu hari ia pergi ke akuarium laut dan melihat dengan
mata kepala sendiri bahwa ikan paus beranak dan tidak bertelur. Orang ini menjadi
bingung dan mengalami proses ketidakseimbangan dalam pikirannya. Ia meulai tidak
yakin akan gambaran awalnya. Ia mengalami bahwa gambarannya tentang Semua
ikan bertelur tidak jalan lagi berhadapan dengan pengalaman baru ini. Orang ini
akhirnya mengubah gambaran awalnya dengan menyatakan tidak semua ikan
bertelur. Orang ini akan membentuk pengetahuan yang baru. Ia telah mengubah

skema lama dan membentuk skema baru yang lebih cocok dengan pengalamannya
yang baru.
Menurut Piaget, skema berkembang seturut perkembangan intelektual, khususnya dalam tarif
operasional formal. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang: 1.
Taraf sensorimotor, 2. Praoperasional, taraf operasional konkret, dan 3. Taraf operasional
formal (Piaget dan Inhelder, 1969; Wadsworth, 1989). Taraf sensorimotor berkembang pada
anak sejak lahir sampai sekitar umur 2 tahun. Selama taraf ini, seorang anak belum berpikir
dan menggambarkan suatu kejadian atau objek secara konseptual meskipun perkembangan
kognitif sudah mulai ada, yaitu mulai dibentuknya skemata. Pada taraf praoperasional, yang
berkembang dari umur 2-7 tahun, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa
bentuk pengungkapan. Penalaran pralogika juga mulai berkembang. Pada umur 7-11 tahun,
yang disebut taraf operasional konkret, anak memperkembangkan kemampuan menggunakan
pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan yang konkret. Pada taraf
operasional formal (11-15 tahu ), anak sudah memperkembangkan pemikiran abstrak, dan
penalaran logis untuk macam-macam persoalan. Dalam ketiga taraf kognitif diatas skema
seseorang berkembang.
Karena skema berkembang dalam taraf perkembangan kognitif seseorang, maka dapat
dimengerti bahwa skema seorang anak mengenai suatu kejadian atau objek mungkin tidak
seirama dengan skema yang dimiliki orang tua. Dalam hal ini skema anak itu tidak salah
karena skemanya merupakan pemahamannya akan suatu kejadian sesuai dengan
perkembangan pemikirannya saat itu. Oleh karena itu, tidak ada salah dalam skema anak,
tetapi mungkin itu tidak cocok untuk taraf pemikiran yang lebih tinggi.
Secara konseptual perkembangan kognitif berjalan dalam semua leval perkembangan
pemikiran seseorang dari lahir sampai dewasa. Pengetahuan dibentuk oleh individu terusmenerus dan skemata dewasa dibangun dari skemata anak. Dengan asimilasi seseorang
mencocokkan rangsangan denagn skemata yang ada, dan dengan akomodasi ia mengubah
skema yang ada agar menjadi cocok dengan rangsangan yang dihadapi. Equlibration adalah
mekanisme internal yang mengatur kedua proses itu.
Bagi Piaget, kenyataan bukanlah sesuatu yang eksternal dan sudah jadi bukan predeterminasi,
melainkan diperoleh melalui kegiatan kontruksi yang menghasilkan skemata baru (Staver,
1986). Baginya, kenyataan adalah fenomena yang kita alami melalui kontruksi.
Menurut Piaget. Perkembangan kognitif seseorang punya tiga unsur isi, fungsi, dan struktur.
Isi adalah apa yang diketahui oleh seseorang. Ini menunjuk kepada tingkah laku yang dapat
diamati-sensorimotor dan konsep yang mengungkapkan aktivitas intelek. Isi inteligensi
berbeda-beda dari umur ke umur dan dari anak ke anak. Fungsi, menunjuk kepada sifat dari
aktivitas intelektual-asimilasi dan akomodasi yang tetap dan terus menerus dikembangkan
sapanjang perkembangan kognitif. Struktur menunjuk pada fifat organisator yang dibentuk
(skemata) yang menjelaskan terjadinya perilaku khusus. Piaget tampaknya lebih tertarik
kepada struktur inteligensi ini dari pada fungsi dan isi (Wadsworth, 1989).

Sistem pemikiran Piaget diatas menuntut seorang anak itu bertindak aktif terhadap
lingkungannya jika perkembangan kognitifnya jalan. Perkembangan struktur kognitif hanya
berjalan bila anak itu mengasimilasikan dan mengakomodasikan rangsangan dalam
lingkungannya. Ini hanya mungkin bila nalar anak dibawa ke situasi lingkungan tertentu.
Baru bila seseorang bertindak terhadap lingkungannya, bergerak dalam ruang, berinteraksi
dengan objek, mengamati dan meneliti, serta berpikir, ia berasimilasi dan berakomodasi
terhadap alam. Perbuatannya itu mengakibatkan perkembangan skemata dan juga
pengetahuannya.
Dari sini dapat dimengerti bahwa bagi Piaget , belajar adalah merupakan proses perubahan
konsep. Dalam proses tersebut, si pelajar setiap kali membangun konsep baru melalui
asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh sebab itu, belajar merupakan proses yang terusmenerus, tidak berkesudahan.
Bila anak menjadi besar, kegiatan fisik yang menyebabkan perubahan kognitif dapat
berkurang. Namun, perbuatan yang perlu untuk perkembangan kognitif bukan hanya
perbuatan secara fisik, melainkan termasuk juga setiap tingkah laku nonfisik yang
merangsang struktur intelektual anak. Tingkah laku itu menciptakan disequilibrium dan
membiarkan asimilasi dan akomodasi terjadi. Kegiatan fisik dan mental dalam lingkungan
adalah perlu tetapi tidak cukup untuk perkembangan kognitif. Pengalaman tidak dapat terjadi
tanpa pengalaman. Perlulah dalam perkembangan itu proses asimilasi dan akomodasi.
Pengetahuan Menurut Piaget
Piaget (1970) menyebut epistemologinya sebagai epistemologi genetik. Epistemologi genetik
mencoba menjelaskan pengetahuan khususnya pengetahuan ilmiah berdasarkan sejarah,
sosiogenesis, dan asal psikologis dari pengertian-pengertian dan operasi-operasi yang
mendasarinya. Maka epistemologi genetik dalam menjelaskan pengetahuan selalu
menggunakan unsur psikologis dan juga unsur formalisasi logis. Menurut Piaget ada
hubungan antara pembentukkan psikologis (formation) dan formalisasi logis. Meski
formalisasi adalah unsur yang sangat penting dalam filsafat pengetahuan, tetapi formalisasi
sendiri tidak mencukupi sebagai satu-satunya dasar pengetahuan manusia. Dari pihak lain ada
cukup banyak bukti bahwa eksperimentasi psikologis dapat menjelaskan persoalan
epistemologi yang ada.
Ada beberapa alasan mengapa formalisasi logis tidak mencukupi sebagai dasar teori
pengetahuan manusia. (Piaget, 1970)
1. Ada bermacam-macam logika yang berbeda. Tidak ada satu logika yang mencukupi
untuk kontruksi menyeluruh pengetahuan manusia. Juga bila semua logika yang
berbeda itu disatukan, mereka tidak cukup bertalian sebagai dasar pengetahuan
manusia.
2. Dalam teori Godel dikatakan bahwa ada batas-batas formalisasi. Setiap sistem yang
konsisten yang berisi aritmatik tidak dapat membuktikan kekonsistensinya sendiri.
Setiap sistem aksiomatik selalu mengandung proposisi yang tidak dapat
didemonstrasikan (aksioma) di mana proposisi-proposisi lain dapat dijelaskan

berdasarkan aksioma itu. Ada pengertian-pengertian dasar yang tidak dapat


didefinisikan, dimana pengertian-pengertian lain didefinisikan daripadanya. Apa
dibalik aksioma yang tidak dapt didemonstrasikan dan pengertian yang tidak dapat
didefinisikan ini ? Inilah persoalan strutualisme dalam logika, dan inilah persoalan
yang menunjukkan ketidakkuatan dari formalisasi logis sebagai dara fundamental
pengetahuan. Tampak perlunya mempertimbangkan pemikiran itu sendiri karena dari
pemikiran manusialah bahwa sistem logika-logika itu berkembang dan tetap tinggal
intuitif.
3. Epistemologi menjelaskan pengetahuan seperti adanya dalam bidang ilmu
pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan itu tidak melalui formalisasi logis.
Menurut Piaget, epistemologi genetik berkaitan baik dengan pembentukkan arti dari
pengetahuan. Kita dapat bertanya dengan cara apa pikiran manusia melangkah dari suatu
level pengetahuan yang kurang memadai level pengetahuan yang lebih tinggi? Jelaskan
penentuan apakah suatu pengetahuan lebih rendah atau lebih tinggi punya segi formal dan
normatif. Tugas para logikus dan para ahli sains untuk menentukannya. Tugas epistemologis
genetik adalah menjelaskan bagaimana transmisi dibuat dari tingkat pengetahuan yang lebih
rendah ke pengetahuan yang lebih tinggi. Transmisi ini jelas historis, psikologis dan kadang
biologis.
Piaget beranggapan bahwa ada kesejajaran antara kemajuan yang dibuat dalam organisasi
logis dan rational dari pengetahuan dan proses format psikologis. Untuk melihat ini Piaget
mengajak melihat bagaimana perkembangan pengetahuan logis, matematika, fisis dan lainlain dalam perkembangan anak.
Piaget membedakan antara dua aspek berpikir yang saling melengkapi aspek figuratif dan
aspek operatif. Aspek figuratif merupakan imitasi keadaan sesaat dan statis. Sedangkan aspek
operatif berkaitan dengan transformasi dari level pemikiran tertentu ke level yang lain. Setiap
level keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik
tolak transformasi lain. Dengan kata lain, aspek yang lebih esential dari pemikiran adalah
aspek operatif. Aspek inilah yang sangat berperan dalam pembentukkan pengetahuan
seseorang.
Dengan cara lain diungkapkan oleh Piaget bahwa pengetahuan manusia itu pada dasarnya
adalah aktif. Mengetahui adalah mengasimilasikan realitas dalam sistem-sistem transformasi.
Mengetahui adalah mentransformasikan realitas untuk dapat menegerti bagaimana suatu
keadaan tertentu itu terbentuk. Maka pengetahuan bukanlah tiruan pasif dari realitas.
Mengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatu itu. Yaitu membentuk sistem transformasi
yang berkaitan dengan realitas tersebut.
Memang bahwa struktur logis dan matematis adalah abstrak, sedangkan pengetahuan fisis
adalah konkret. Tapi pengetahuan logis dan fisis itu diabstraksi dari apa? Menurut Piaget ada
dua kemungkinan abstraksi sebagai berikut.
1. Abstraksi yang berdasarkan pada objek itu sendiri. Dalam abstraksi ini, orang itu
menemukan pengertian dari sifat-sifat objek itu sendiri secara langsung. Pengetahuan

kita langsung merupakan abstraksi dari objek itu. Inilah pengetahuan eksperimental
atau empiris. Abstraksi ini disebut abstraksi sederhana.
2. Abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi, operasi, penggunaan yang tidak
langsung keluar dari sifat-sifat objek itu. Disini abstraksi ditarik tidak dari objek itu
sendiri, tetapi dari tindakan terhadap objek itu. Inilah abstraksi logis dan matematis.
Misalnya, berhadapan dengan 7 kelereng, seorang anak menghitung kelereng itu
sampai tujuh. Ia menjajarkannya dan menghitung tetap sama 7. Ia meletakkan
kelereng-kelereng di kaleng, dihitung lagi hasilnya tetap 7. Anak itu menemukan
prinsip komulatif bahwa jumlah kelereng tetap sama meski susunannya berubah-ubah.
Ia juga mnemukan pengertian tentang angka 7. Sifat tersebut tidak terdapat pada
kelereng, tetapi pada aksi terhadap kelereng. Pengetahuan ini adalah pengetahuan
matematis bukan fisis. Abstraksi kedua ini disebut abstraksi refleksif.
Abstraksi pertama ditarik dari objek itu langsung memunculkan pengetahuan akan objek itu.
Sedangkan abstraksi refleksif berdasarkan koordinasi tindakan terhadap objek itu. Tindakan
dapat di koordinasikan dalam bermacam-macam cara. Mereka dapat dihubungkan bersama,
inilah koordinasi additif. Dapat disusun satu dengan yang lain dalam urutan waktu: ini
koordinasi ordinal. Dapat pula korespondensi satu dengan yang lain. Dapat juga diadakan
interseksi antara tindakan. Tampak jelas bahwa semua bentuk koordinasi itu paralel dengan
struktur logika. Piaget menganggap koordinasi tindakan itu menjadi dasar struktur logis
seseorang. Maka akar pengertian logis tidak ditemukan dalam bahasa tersendiri, meski
bahasa sangat penting, tetapi ditemukan lebih dalam koordinasi dari tindakan-tindakan, yang
merupakan dasar dari abstraksi refleksif.
Bagi Piaget semua pengetahuan adalah suatu kontruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan
seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah
adalah sementara, tidak statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses
kontruksi dan reorganisasi yang terus-menerus(1970). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan
mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seorang
anak tidak dapat mengkontruksi gamabaran korespondensi satu-satu dalam matematika untuk
memahami pengertian akan bilangan (Piaget, 1971).
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (1) pengetahuan fisis, (2) matematis
logis, dan (3) sosial. Masing-masing pengetahuan itu membutuhkan tindakan/kegiatan
seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya (Piaget, 1971; Wadsworth, 1989).
1. Pengetahuan fisis
Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau
kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu
berinteraksi satu dengan yang lain(Piaget, 1970, 1971; Wadsworth, 1989; Althouse,
1988). Anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan
atau bertindak terhadap objek itu melalui indranya. Pengetahuan fisik ini didapat dari
abstraksi langsung akan suatu objek. Misalnya, anak bermain pasir dapat menuang
pasir dari tempat yang satu ke tempat yang lain, memegang-megang pasir itu,

merasakan kekerasannya, atau meletakkan di mulut, dll. Dari tindakan-tindakan itu ia


membentuk dan membangun pengetahuannya akan pasir. Dalam pembentukkan
pengetahuan fisis itu, bendanya sendiri (pasir) memberitahukan kepada si anak apa
yang dapat ia buat dan yang tidak dapat ia buat. Feetback dan peneguhan didapat dari
benda itu sendiri. Menurut Piaget, si anak tidak dapat membentuk skema yang akurat
tentang pasir kecuali ia bertindak aktif terhadap pasir. Pengetahuan yang akurat akan
suatu objek tidak dapat diperoleh dari membaca, melihat gambar, mendengarkan
orang bicara, tetapi hanya dapat diperoleh melalui campur tangan si anak terhadap
benda itu. Benda itu sendirilah akan membiarkan kita untuk mengerti sifat-sifatnya.
2. Pengetahuan matematis logis
Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir
tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu (Piaget 1970; Gallgher
dan Reid, 1981). Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi
relasi ataupun penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat berkembang
hanya bila si anak bertindak terhadap benda itu. Tetapi peran dari tindakan dan benda
itu berbeda. Anak itu membentuk/menciptakan pengetahuan matematis logis karena
pengetahuan itu tidak ada dalam objek sendiriseperti pengetahuan fisis. Pengetahuan
itu harus dibentuk dari perbuatan berpikis si anak terhadap benda itu. Benda disini
hanya menjadi medium untuk membiarkan kontruksi itu terjadi. Misalnya,
pengetahuan tentang konsep bilangan. Si anak dapat bermain dengan himpunan 10
keping uang. Ia mengatur uang itu berderet dan menghitungnya sepuluh. Ia
meletakkan keping-keping itu di gelas, ia dapat menyusunnya vertikal, ia dalam
meletakkannya dalam bakul. Waktu ia menghitungnya, selalu didapatkan 10. Melalui
berbagai kegiatan itu, si anak membentuk konsep akan bilangan 10 yang tetap,
meskipun keping-keping itu diletakkan di tempat yang berbeda-bdea bentuknya.
Konsep 10 itu sendiri tidak terdapat dalam keping uang itu, tetapi diciptakan oleh si
anak (wadsworth, 1989; Althouse, 1988). Menurut Piaget, pengetahuan ini tidak dapat
diperoleh dari mambaca atau mendengarkan orang bicara tetapi dibentuk dari
tindakan seseorang terhadap suatu objek.
Para taraf tertentu, abstraksi pengalaman matematis tersebut dapat disimbolkan
menjadi suatu logika dan matematika yang murni. Dari sini dapat dimengerti bahwa
logika murni dan matematika murni dapat mengatasi pengalaman karena tidak
terbatas kepada sifat-sifat fisis objek itu sendiri. Sementara sifat-sifat langsung objek
atau pengalaman yang diamati. Namun, pada taraf tertentu pengetahuan fisis ini dapat
digabungkan dengan konsep-konsep matematis-logis untuk menemukan suatu
persepsi yang lebih tinggi.
3. Pengetahuan sosial
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial
yang secara bersama menyetujui sesuatu. Contoh pengetahuan ini ialah aturan,
hukum, moral, nilai, sistem bahasa, dan lain-lain. Pengetahuan ini muncul dalam
kebudayaan tertentu maka dapat berbeda antara kelompok yang satu dengan yang
lain. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap
suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak

berinteraksi dengan orang lain, kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial


dikembangkan (Wadsworth, 1989; Althouse, 1988).
Menurut Piaget, setiap pengetahuan itu pengetahuan fisis, matematis, logis, atau
sosial. Yang terpenting dari pembentukkan pengetahuan itu adalah tindakan/kegiatan
anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan orang lain. Pengetahuan yang akurat
tidak dapat diturunkan langsung dari membaca atau dari mendengarkan orang bicara.
Pengetahuan si anak akan dunia bukanlah tiruan dari dunia yang nyata. Setiap
individu, sepanjang perkembangannya, membentuk pengetahuan dan kenyataan
malalui asimilasi dan akomodasi. Pengetahuan fisis, matematis, dan sosial itu
diperoleh langsung dari kontruksi oleh anak itu sendiri (Piaget, 1967).
Dalam the Psychology of Intelligence (1967) Piaget menyatakan bahwa struktur yang
sangat diperlukan dalam pemikiran orang dewasa, seperti struktur matematis-logis,
bukanlah sesuatu yang menetap pada anak, melainkan sesuatu yang mereka bentuk
pelan-pelan. Setiap struktur dibentuk pelan-pelan dari kontruksi awal dan
dikembangkan dalamkontruksi-kontruksi berikutnya.
Meski kelihatannya banyak anak mempunyai konsepsi sama tentang sesuatu hal ,
tidak berarti bahwa kontruksi pribadi tidak ada. Dunia ini penuh dengan benda-benda
fisis dan sosial yang bermacam-mcam. Setiap anak membentuk pengetahuan mereka
akan hal-hal itu melalui asimilasi dan akomodasi. Semua benda yang ada itu
memungkinkan anak membentuk pengetahuan fisis dan matematis-logis mereka. Bila
benda-benda dan lingkungan yang mereka hadapi sama, ada kemungkinan bahwa
kontruksi anak-anak itu ada kesamaannya. Misalnya, anak-anak menghadapi pohon
cemara yang sama dalam tempat lingkungan yang sama. Dapat diharapkan bahwa
pohon cemara di tempat dalam lingkungan yang lain mungkin membentuk persepsi
yang lain tentang pohon cemara. Dari sini dapat dimengerti peran lingkungan, situasi,
dan prasarana yang membantu persepsi anak.
Perkembangan struktur kognitif dan pengetahuan adalah proses yang envolusioner
dalam setiap individu. Ini terjadi dalam skemata individu yang setiap kali berubah
atau berkembang. Proses asimilasi menunjukkan bahwa skemata bukanlah tiruan dari
kenyataan (realitas). Akomodasi menjelaskan bahwa kontruksi ini berelasi dengan
dunia nyata (Elkind dalam Wadsworth, 1989).
Kritik Terhadap Piaget
Menurut Matthews (1994), kontruktivisme Piaget itu terlalu personal dan individual. Piaget
terlalu menekankan bagaimana seseorang membangun pengetahuannya dengan kegiatannya
di dunia ini tetapi kurang menekankan pentingnya masyarakat dan lingkungan terhadap cara
seseorang membangun pengetahuannya. OLoughlin (1992) juga mengkritik Piaget terlalu
subjektif dan kurang sosial, padahal dalam kenyataan seseorang tidak dapat lepas dari orangorang lain.
Von Glaserfeld mengatakan bahwa dalam definisi pengetahuan Piaget pengalaman seseorang
selalu termasuk interaksi sosial dengan orang-orang lain dan macam-macam hal yang penting
dalam pendidikan (1988). Dalam bukunya, The Psychologi of Intelligence, Piaget juga
menekankan faktor-faktor sosial dalam pengembangan intelektual anak didik. Sebelum

tingkat operasional konkret lingkungan sosial tidaklah berbeda secara esensial dari
lingkungan fisik, tetapi dalam taraf operasional konkret, dan khususnya dalam operasional
formal, peran lingkungan sosial bagi perkembangan intelektual siswa menjadi penting.
Rangkuman
Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu
beradaptasi dengan lingkungannya untuk dpat mempertahankan dan memperkembangkan
hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan tantangan,
pengalaman, gejalan yang baru, dan skema pengetahuan yang telah dipunyai, seseorang
ditantang untuk menanggapinya. Dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru ini dapat
terjadi, skema seseorang dikembangkan lebih umum dan rinci, dapat pula mengalami
perubahan total karena skema yang lama tidak cocok lagi untuk menjawab dan
menginterpretasikan pengalaman baru. Proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema ini
diatur otomatis oleh keseimbangan dalam pikiran manusia. Dengan cara seperti ini
pengetahuan seseorang selalu berkembang.
Dalam pembentukan pengetahuan, Piaget membedakan tiga macam pengetahuan : fisis,
matematis-logis, dan sosial. Pengetahuan fisis didapatkan dari abstrakasi seseorang terhadap
objek secara langsung, pengetahuan matematis-logis didapatkan dari abstraksi seseorang
terhadap relasi dan fungsi objek secara tidak langsung, sedangkan pengetahuan sosial
didapatkan dari interaksi seseorang dengan masyarakat, lingkungan, dan budaya yang ada.
Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun
pengalaman mental.

Anda mungkin juga menyukai